Kanna masih belum bergerak dari posisi awalnya. Setelah dirinya merasa cukup tenang, Kanna pun beranjak dari posisinya. Kanna mencampakkan tas yang sedari tadi dipegangnya ke sembarang arah.
Kemudian dirinya pun mengempaskan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Ditelungkupkannya salah satu lengan tangannya di wajahnya, menutupi kedua mata indahnya.
"Aku muak dengan semua ini. Sampai kapan aku harus terpenjara seperti ini. Bahkan aku tak bisa membaca di perpustakaan seperti dulu lagi. Dan aku ...." Kanna menghela nafas sebelum akhirnya menyambung perkataannya, "Aku merindukanmu, Bu. Sangat." Sebelum akhirnya suaranya menghilang di tengah kesunyian.
Sesaat sebelum ia benar-benar tersadar, ia menyadari ada sesuatu yang aneh. Ia sangat yakin sebelumnya ia sedang berada di kamarnya, tapi ada di mana sekarang dirinya, gumamnya dalam hati.
Gadis bersurai merah muda itu mengerjapkan kedua matanya. Dipandanginya segala yang ada di sekitarnya. Namun ia tak menemukan satu kehidupan pun di sana. Yang ia lihat adalah rimbunan pohon sakura yang sedang mekar.
Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, akhirnya Kanna bisa melihat pemandangan yang begitu indah ini.
"Sungguh indah," gumamnya sembari berjalan menyusuri barisan pohon sakura itu. Sepanjang langkahnya, Kanna diiringi oleh hembusan angin yang membawa serta bunga-bunga sakura bersamanya.
Rambut berwarna merah muda itu berkibar akibat hembusan angin. Ia begitu menikmati perjalanannya, hingga ia dikejutkan oleh pemandangan yang tak kalah indahnya dengan yang baru saja ia lihat.
Kini Kanna telah sampai di penghujung rimbunan pohon sakura itu. Pemandangannya berubah menjadi hamparan bunga mawar yang sangat cantik dengan sebuah pohon sakura yang rindang tepat di tengah hamparan bunga mawar itu.
Ia menyusuri jalan setapak yang ada di antara hamparan bunga itu. Kanna sangat menyukai bunga mawar terlebih saat bunga mawar itu berwarna merah muda. Diantara ribuan bunga yang ada di sana, Kanna memetik salah satunya.
"Mawar merah ini sangat cantik," gumamnya pada bunga mawar itu namun sekelibat ingatan tentang ibunya muncul sesaat setelah dirinya memetik mawar itu.
"Ibu ... Ibu ... lihat bunga yang Kanna bawa. Cantik, kan?" tanya seorang Kanna kecil kepada ibunya sembari menunjukkan bunga mawar itu. Sang ibu tersenyum melihat tingkah putri kesayangannya ini. Diraihnya tangan mungil gadisnya dan dibawanya menuju salah satu pohon rindang yang ada di antara taman bunga itu.
"Sayang, kau tahu bunga apa yang sangat Ibu sukai?" Wanita paruh baya itu mulai bersuara. Sedangkan gadis kecil itu tersenyum dan mengangguk lalu memberikan bunga yang dipegangnya sedari tadi kepada sang ibu.
"Ibu suka bunga ini, kan? Makanya Kanna memetik satu yang paling cantik untuk Ibu. Apa Ibu menyukainya?" tanya gadis kecil itu sembari meminta pernyataan dari sang Ibu. Sang Ibu tersenyum mendapati raut wajah anak gadisnya itu berubah menjadi rasa penasaran. Hingga akhirnya sang ibu memutuskan untuk menjahili putri kecilnya itu.
"Tidak." Jawaban singkat itu membuat ekspresi Kanna kecil berubah menjadi mengerutkan keningnya. Melihat itu, sang ibu merasa bahwa leluconnya ini ternyata malah membuat sang putri merasa sedih. Ratu Claris pun terkekeh kecil yang akhirnya membuat Kanna terkejut.
"Ibu, apanya yang lucu?" gerutu gadis kecil itu sembari melipat kedua tangannya.
"Maaf kan Ibu, Kanna sayang. Ibu tak bermaksud. Ibu sangat menyukai bunga ini. Bunga yang sangat cantik, terimakasih," ucap sang ibu kepada anaknya itu. Sontak saja itu membuat sang putri langsung kembali ceria. Dan Kanna kecil pun langsung memeluk sang ibu dan sang ibu pun membalas pelukkan itu dengan sangat hangat.
"Tapi sayang darimana kau tahu bahwa ini adalah bunga kesukaan Ibu? Ibu bahkan tak pernah membe--" Belum selesai sang ibu berbicara, seseorang memotong kalimat mereka. Sontak saja itu membuat keduanya menoleh ke arah datangnya suara itu, dan didapatinya sang suami--Ayah Kanna--berjalan menghampiri keduanya dengan membawa beberapa tangkai bunga mawar merah dan satu tangkai kecil mawar berwarna merah muda yang langsung diselipkannya rambut sang putri. Kanna kecil begitu bahagia bersama dengan kedua orangtuanya itu.
Untuk sesaat Kanna begitu bahagia mengingat hal itu, namun disisi lain dia begitu sedih karena saat ini ia tak bisa bertemu dengan sang ibu lagi. Ia memeluk bunga mawar itu hingga tanpa disadari airmatanya menetes. Ia terus menyusuri jalanan setapak itu hingga ia menangkap sesosok bayangan sedang duduk di bawah pohon sakura itu.
Ia memicingkan kedua matanya dan begitu ia melihat jelas sosok itu, ia membelalakkan kedua bola matanya. Iapun berjalan mendekati pohon itu. Semakin dekat dan semakin jelas sosok itu. Kanna sangat mengenal sosok itu, itu adalah sosok yang sangat dia rindukan. Ya itu adalah sang ibu, Ratu Claris.
Kini Kanna terpaku tepat di hadapan wanita itu. Matanya kini berbinar tak percaya dengan apa yang dia lihat sekarang. Hingga akhirnya wanita itu pun menyadari kehadiran Kanna di sana.
"Kanna, apakah itu kau sayang?" tanya sosok itu. Kanna tak menjawabnya. "Kanna kenapa kau--" Tiba-tiba Kanna langsung berlari dan memeluk sosok yang sang ia rindukan itu.
Kanna menangis sejadi-jadi membuat sosok itu sedikit bingung. Lalu sang ibu pun melepaskan pelukkan Kanna yang disambut dengan wajah heran sekaligus bahagia.
"Ibu ...." Suara Kanna mulai melemah.
"Kanna, kau sudah besar sayang. Kau sangat cantik. Sepertinya ayahmu merawatmu dengan baik setelah ibu pergi." Namun wajah Kanna menunjukkan ekspresi yang sebaliknya.
"Ibu kemana saja selama ini? Kenapa Ibu tak pernah mengunjungi aku? Apa Ibu tidak merindukan aku, Bu? Aku ... aku sangat merindukan Ibu. Hiks." Gadis itu kembali terisak. Sang ibu pun menghapus air matanya dan menenangkannya.
Sang ibu mengarahkan Kanna kepangkuannya. "Apakah Ibu tau apa yang aku alami setelah kepergian Ibu?" ucap Kanna kepada sang ibu.
"Ibu sangat merindukanmu juga sayang. Tapi Ibu tak bisa melakukan apapun sayang. Maafkan Ibu," ucap sang ibu yang di matanya terpancarkan ekspresi sangat sedih.
Melihat raut muka sang ibu berubah, Kanna menarik tangan sang ibu yang berada tepat di atas kepalanya itu. Kanna menarik tangan itu dan ia menciumnya lalu meletakkan tangan itu di pipinya.
"Kenapa Ibu harus meminta maaf? Ibu tak melakukan kesalahan. Hanya saja, bolehkah aku bersama Ibu di sini? Aku tak ingin kembali ke sana, Bu," pinta Kanna kepada sang ibu. Namun sang ibu langsung mengelus pelan pucuk kepala putrinya itu.
"Kanna, kau tak boleh berada di sini terus. Ada orang yang menunggumu di luar sana," ucap wanita paruh baya itu. Ia mencoba meyakinkan Kanna untuk segera kembali.
"Tapi Bu, di sana tak ada yang menginginkan aku. Aku hanya--" sang ibu langsung menyela pembicaraannya.
"Tapi kau harus kembali sayang, karena hanya kau satu-satunya harapan untuk menyelamatkan kerajaan dan juga ... Ibumu ini." Pernyataan itu membuat Kanna langsung bangkit dari posisinya.
Ekspresi wajahnya menunjukkan rasa penasaran yang luar biasa. Ia tak memahami apa maksud dari pernyataan sang ibu.
"Apa maksudmu, Bu? Aku tak mengerti," tanya Kanna meminta penjelasan dari sang ibu yang langsung direspon dengan suatu hal yang membuatnya semakin bingung.
"Kau tak harus mengerti itu sekarang, tapi kau harus menemukan jawabannya sendiri. Carilah orang yang sangat kau percaya dan mintalah bantuan padanya," pinta sang ibu. Orang yang aku percaya? Siapa? Ah Niel kah? gumamnya dalam hati.
"Kau pasti tau siapa itu sayang. Untuk itu kembalilah sekarang dan temui dia. Dia pasti akan membantumu menemukan jawabannya. Pergilah sekarang! Cepat Kanna!!" Perintah sang ibu. Kanna pun segera berlari.
Namun di saat dirinya menoleh ke arah belakang, yang didapatinya hanyalah hamparan bunga mawar yang mulai layu begitu pula dengan pohon di sekitarnya. Tiba-tiba bunga mawar yang sedari tadi ia pegang itu menusuknya dan di saat yang bersamaan, iapun tersadar dan mendapati dirinya berada di kamarnya.
Kanna langsung bangun dari posisinya dan duduk di tepi tempat tidurnya dan melamun mengingat apa yang baru saja ia alami. Hingga suara ketokan pintu membuyarkan lamunannya.
Tok tok tok
"Masuk!" perintahnya singkat.
"Tuan Putri, Yang Mulia menyuruh saya membawakan Anda makanan. Akan saya letakkan makan malam Anda di mana Putri?" tanya pelayan itu. Namun, Kanna tak mengindahkan pertanyaan itu.
"Tuan Putri... Put--" panggil sang pelayan yang membuat Kanna sedikit murka. Melihat Kanna yang marah membuat sang pelayan bergidik.
"Bawa makanan itu kembali. Aku tidak lapar," ucap Kanna kepada sang pelayan. Namun, sang pelayan masih bersikeras untuk menyuruh Kanna makan.
"Tapi Putri--"
"Hei!! Apakah kau tidak mendengarkan aku? Cepat bawa itu keluar sekarang!! Pergilah! Dan jangan ganggu aku!" bentak Kanna sembari berdiri di muka pintu. Akhirnya sang pelayan pun keluar dengan wajah kecewa sekaligus takut sembari membawa kembali nampan berisikan makanan itu.
Setelah pelayan itu pergi kanna membanting pintu itu dengan keras dan berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya. Ia mencoba memahami maksud pembicaraannya dengan sang ibu tadi. Ia masih tidak mengerti tentang semua itu. Terlebih mengenai seseorang yang ibunya katakan.
Seseorang yang sangat dia percaya yang dapat membantunya itu.
Apakah itu Niel? Tapi apa yang bisa dia bantu? Selama ini dia juga selalu bersamaku, tapi apa maksud ibu tadi. Adakah yang bisa memberikan aku jawabannya, gumam Kanna dalam hati. Setelah lelah mondar-mandir dan tak menemukan apapun, Kanna kini berdiri di depan foto sang ibu dan dirinya yang berada di atas meja riasnya.
Note. Bagian yang diitalic adalah bagian flashback.
Niel berjalan menyusuri barisan anak tangga sembari membawa nampan berisikan makan malam untuk Kanna.Putri Kanna sepertinya kau ingin mengerjai aku, dengan membuatku membawakan makanan ini untukmu. Ah, lihat saja, akan ku buat kau menyesali ini seperti dulu, gerutunya dalam hati.Kanna masih berdiri memperhatikan foto itu. Tanpa dia sadari, airmatanya mulai membasahi pipinya. Hanya isak tangisnya yang lirih yang terdengar memenuhi ruangan itu. Hingga suara ketukan pintu membuatnya
Seseorang berdiri di balik kegelapan yang berada di sebuah ruangan. Seorang wanita berdiri menghadap ke arah luar jendela. Tubuhnya yang diselimuti cahaya rembulan membuatnya nampak mencolok. Sementara di sekitarnya hanya ada kegelapan. Wanita itu tak bergeming dari tempatnya bahkan menoleh ke arah belakangnya pun tidak."Yang Mulia," ucap sosok di balik kegelapan itu. Ya, Sudah pasti ini adalah sang ratu, Ratu Isabella tepatnya. Wanita itu hanya menarik napasnya dan tersenyum sembari membalikkan tubuhnya perlahan. Tak terliha
Raja Antonio sedang berdiri menatap ke luar jendela. Wajahnya sendu dan iris matanya memancarkan kesedihan. Di ruangan itu hanya ada yang dirinya dan sang ratu. Ratu Isabella menatap Raja Antonio dengan seringai licik. Kemudian Ratu Isabella memberikan segelas anggur kepada sang raja yang telah di berinya sedikit ramuan. Sang ratu pun menghampiri Raja Antonio."Yang Mulia ... ini minuman Anda," ucap Ratu Isabella sembari menyodorkan segelas anggur itu kepada Raja Antonio. Raja Antonio menerimanya dengan senang hati, lalu memin
Niel yang kini berada di penjara. Dia sangat mengkhawatirkan sang putri. Ia mencoba menyakinkanguardyang ada di sana untuk mengizinkannya keluar, agar dia bisa bertemu dengan sang putri untuk sesaat saja. Sang putri sangat terpukul dan pasti sangat membutuhkannya saat ini."Kumohon ... biarkan aku menemui sang putri. Dia pasti akan sangat terpukul dengan semua ini. Kumohon ... sekali saja, setelah itu...." Ucapan Niel menggantung. "Setelah itu ... aku akan siap dieksekusi ta
Teng teng teng teng.Deting lonceng telah berbunyi. Lapangan utama kerajaan kini mulai dipenuhi oleh warga desa setempat yang ingin menyaksikan eksekusi itu. Kanna berdiri di tepi jendelanya. Ia hanya memandangi gerombolan orang orang yang semakin padat dan terus berdatangan itu. Hingga suara pintu di ketuk pun, memaksanya untuk beranjak dari tempatnya.
Hari hari Kanna dilalui dengan penuh kekosongan. Kanna yang sekarang bukanlah Kanna yang dulu. Kanna yang sekarang bahkan tak pernah tersenyum lagi. Tak ada cahaya indah yang menerangi irisdiamond pinkmiliknya. Yang ada dimatanya hanya kebencian yang semakin besar. Kanna dulu yang sangat menyenangi belajar bahkan kini selalu melewatkan pelajarannya.Walaupun ia yang dulu tak menyukai aturan apapun, namun Kanna yang dulu bahkan tak memiliki niat sedikit pun untuk melanggar at
"Putri Kanna, apa yang kau ...." Ratu Isabella sedikit tersentak begitu pula dengsn seluruh orang ysng berada di sana termasuk sang raja."KUBILANG DIAM KALIAN!!!" Suara lantang Putri Kanna membuat seluruh orang terdiam dan di saat yang bersamaan gelas yang sedari tadi di genggamnya itu pun ikut memecahkan keheningan.
Kanna berjalan dengan langkah gontai menyusuri lorong istana. Setetes demi setetes darahnya mulai berjatuhan ke lantai berkeramik putih dengan motif mawar di tengahnya. Ia terus berjalan tanpa arah. Hingga akhirnya langkah kakinya terhenti di sebuah ruangan dengan pintu berukirkan simbol kerajaan berwarna putih biru itu.Kanna menempelkan tangan kirinya di salah satu daun pintu itu. Kini irisdiamond pinknya mulai berkaca-kaca. Tangannya mulai merosot dan memegangi gagang pintu ber
"Moon zone," ucap gadis itu lirih.Tiba-tiba sebuah simbol mawar muncul tepat di bawah kaki Valinca. Dia tak bisa melakukan pergerakan apapun. Bahkan semua sihir yang dia gunakan lenyap begitu saja."Moon zone?" gumam sosok misterius itu cukup kuat sehingga Niel yang berada tepat di sampingnya dapat mendengarnya dengan jelas. Niel menatap sosok itu bergantian lalu menatap Kanna di sana.Bagaimana dia bisa tau?"Moon zone? Apa maksudmu?" tanya Niel bingung. Sosok itu tak menoleh sedikit pun pada Niel. Dia terus menatap Kanna terkejut. Namun di detik berikutnya dia berhasil menutupi ke bingungannya."Moon zone adalah satu diantara tiga segel
Sebelum benar-benar menghilang di dalam sihir teleporter milik Rea, Kanna meminta bantuan kepada Rea dan Roy."Bisakah aku meminta bantuan kepada kalian?" keduanya mengangguk bersamaan."Ku mohon, apapun yang terjadi bertahanlah sampai aku dan Niel kembali."Kanna yang telah berhasil keluar dari portal itu langsung mencari keberadaan Niel di hutan itu. Namun, dia kembali terpikir bagaimana caranya agar bisa menemukan Niel di hutan seluas dan selebat ini.Di tengah kebingungannya, tiba-tiba kalung milik Niel terjatuh tepat di hadapannya. Di ambilnya kalung itu dan di genggamnya erat. Ditutupnya matanya dan tenggelam dalam pikirannya.Sekelebat penglihatan tiba-tiba muncul saa
Di tengah candaan Kanna, Roy dan Rea, tiba-tiba saja seberkas penglihatan muncul di kepala Kanna. Hingga membuat Kanna nyaris tersungkur karenanya. Untunglah tepat di belakangnya ada Roy yang dengan sigap berhasil menahan tubuh Kanna.Kanna menatap Roy cemas. Begitu juga Rea dan Roy menatap Kanna. Wajah Kanna yang menyiratkan kecemasan membuat dua kakak beradik itu sedikit khawatir."Kanna ada apa?" tanya Rea panik. Roy membantu Kanna untuk duduk di sofa yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Roy langsung menuang air minum ke dalam gelas dan memberikannya pada Kanna.Dengan tangan yang bergetar, Kanna menerima gelas berisi air itu dan meminumnya. Roy mengenggam tangan Kanna, mencoba untuk menenangkannya. Kanna hanya menatap Roy dalam diam. Seolah tahu apa yang baru saja terjadi Roy
Mereka tak menyadari bahwa mereka tengah diawasi oleh seseorang. Sosok itu bersembunyi di balik kegelapan. Hanya senyuman seramnya saja yang nampak di sana. Senyuman yang seolah telah menemukan target yang dicarinya."I found you!" gumam sosok misterius itu. Sosok itupun langsung melesat pergi.Niel yang awalnya mengawasi Kanna, Rea dan Roy sedari tadi, kini ikut mengawasi sosok misterius yang baru saja melesat itu. Tanpa ada yang mengira, sedari tadi Niel juga memperhatikan sosok misterius itu.Setelah kepergian sosok itu, Niel langsung mengikutinya. Namun, sepertinya sosok itu menyadari bahwa Niel mengikutinya. Sosok misterius itu mengarahkan Niel ke arah hutan di sebelah barat. Tepatnya hutan terlarang.Menyadari bah
Tiba-tiba Kanna kembali teringat dengan percakapan antara ke-empat orang yang menolongnya tadi. Salah satu di antara mereka menyebutkan nama 'Sang Cahaya'."Ka ... yato," sontak saja satu kata itu membuat Rea dan Roy tersentak. Namun di detik berikutnya Kanna kembali bergumam."Ah sudahlah. Yang terpenting sekarang adalah ... kesembuhan Rea," ucap Kanna disela-sela pemikiran Roy dan Rea. Kedua kakak beradik itu tampak menghela napas lega. Tadi itu nyaris saja jika Kanna sampai bertanya tentang siapa itu maka terbongkarlah sudah semuanya.Yang tadi itu nyaris saja!Roy kembali bermain dengan pikirannya. Hingga suara lembut Kanna menyadarkannya kembali."Tapi tunggu sebentar!" ucap
Kanna menghentikan langkahnya. Kanna begitu sangat merindukan rumah tua itu beserta isinya, terutama ibunya. Kanna menatap lekat rumah tua itu, matanya berkaca-kaca. Pikirannya berkelana ke masa kecilnya dulu. Masa di mana ketenangan dan keceriaan menguak di rumah itu. Hingga suara Roy menyadarkannya. Buru-buru gadis itu menghapus air matanya. Dia tak ingin Roy ataupun Rea ikut bersedih karenanya."Putri, masih ingin menatap dari luarnya saja? kau tak ingin masuk?" tanyanya mengejutkan Kanna. Kanna tersentak lalu di detik berikutnya dia kembali tersenyum."Ah iya kak. Aku kesana!" serunya. Gadis itu lalu mengikuti Roy memasuki rumah tua itu.Matanya berbinar ketika dia sudah berada di dalam rumah itu. Matanya menyusuri seluruh isi di dalam rumah itu.
Merasa ada yang memperhatikan, kelimanya pun langsung segera pergi dari sana. Begitu pula Niel. Dia membawa Putri Kanna kembali ke dalam perpustakaan itu. Niel meletakkan Kanna, di atas sebuah tempat tidur yang berada tepat di atas perpustakaan rahasia itu. Dibaringkannya dengan perlahan tubuh Kanna.Awalnya Niel ingin membawa Kanna kembali ke kamarnya namun, karena mereka sedang diawasi jadi Niel tak mungkin membawa Kanna kembali ke istana. Tak ada yang menyadari bahwa Kanna belum kembali ke kamarnya. Untunglah, mata-mata tadi tidak melihat ada Kanna di sana, sehingga Niel bisa terus berada di samping Kanna sampai dia sadar besok.Niel terus memperhatikan sosok yang tengah tidur di hadapannya itu. Wajahnya yang sangat damai, meneduhkan hati Niel. Baru kali ini Niel bisa memperhatikan gadis itu dengan seksama. Matanya tak sengaja menang
"Ya. Dia adalah sang rembulan." Kanato menghela napasnya. Kanna yang sedari tadi tak mengerti apa apa hanyaa memperhatikan keempatnya yang hanya berbisik. Kanato menghampiri Kanna."Percayalah pada dirimu. Maka kau akan membuka segel yang selama ini mengurungmu. Kami akan mengulur waktu, pikirkan keputusanmu." Ucapan Kanato membuat Kanna bingung.Ia terus berpikir, ia takkan bisa melakukannya. Dia hanyalah seorang putri biasa. Namun, melihat perjuang keempat orang itu yang entah darimana yang tiba-tiba saja menolongnya bahkan rela mengorbankan diri mereka hanya demi dirinya. Lalu dia hanya akan diam saja melihat mereka yang berkorban seperti itu.Tidak. Jangan lakukan itu. Kalian tidak harus mengorbankan diri kalian untukku, gumam Kanna. Tiba-tiba suara seorang gadis menyadark
Darah segar mulai mengaliri telapak tangan dan kakinya. Kanna berlari terus tanpa henti. Hingga sebatang pohon yang tergeletak di jalannya itu membuatnya tersandung dan jatuh.Bruuk!"Aaakh!" teriak Kanna. Kini ia sudah tak sanggup