Raja Antonio sedang berdiri menatap ke luar jendela. Wajahnya sendu dan iris matanya memancarkan kesedihan. Di ruangan itu hanya ada yang dirinya dan sang ratu. Ratu Isabella menatap Raja Antonio dengan seringai licik. Kemudian Ratu Isabella memberikan segelas anggur kepada sang raja yang telah di berinya sedikit ramuan. Sang ratu pun menghampiri Raja Antonio.
"Yang Mulia ... ini minuman Anda," ucap Ratu Isabella sembari menyodorkan segelas anggur itu kepada Raja Antonio. Raja Antonio menerimanya dengan senang hati, lalu meminumnya. Perlahan iris matanya berubah namun sekejap langsung hilang. Itu pertanda bahwa ramuannya telah berhasil mempengaruhinya.
"Bagaimana keputusan Anda Yang Mulia?" tanya Ratu Isabella sembari mengambil gelas yang diberi oleh sang raja. Sang raja menarik napas pelan lalu menghembuskannya. Nada ragu terdengar dari suaranya.
"Aku ... akan memperketat aturan untuk Putri Kanna. Aku hanya ingin dia bisa lebih baik dan menepati aturan. Tapi ratuku, apakah ini keputusan yang benar? Aku takut dia akan marah mendengarnya." Pertanyaan Raja Antonio membuat Ratu Isabella tersenyum licik dan mulai mendekati sang raja dan mencoba menyakinkan Raja Antonio.
"Yang Mulia, ini adalah keputusan yang terbaik untuknya. Jika kau terlalu memanjakannya maka akibatnya dia akan menjadi seorang putri yang manja dan selalu melanggar aturan karena berfikir sang ayah pasti akan membebaskan hukumannya." Ucapan Ratu Isabella terdengar meyakinkan. Sang raja pun mengangguk setuju.
Kemudian sang ratu pun memulai dramanya yang lain. Ia memasang wajah sendu yang membuat sang raja bertanya tanya.
"Ratu Isabella apa yang kau pikirkan?" tanya Raja Antonio yang berasa di belakang Ratu Isabella. Ratu Isabella menatap langit di luar dan langsung membalikkan tubuhnya dengan wajah yang sangat sedih.
"Yang Mulia ... aku mempunyai kabar buruk tentang Putri Kanna." Ucapan Ratu Isabella membuat Raja Antonio tersentak. Ia langsung merubah ekspresinya. Bingung. Panik. Siapa yang tak berfikir demikian mendengar ada kabar buruk mengenai putrinya.
"Kabar buruk apa maksud mu?" tanya sang raja.
"Anu itu Yang Mulia. Emm itu ...." Ratu Isabella mulai berakting dengan berpura-pura gugup. Sang raja yang sudah dibuat panik mulai kehilangan akal terlebih dengan ucapan sang ratu.
"Cepat katakan! Apa terjadi pada putri ku?" tanya sang raja sembari menggenggam kedua lengan Ratu Isabella. Ratu Isabela sedikit meringis menahan sakit. Melihat Ratu Isabella kesakitan, Raja Antonio pun melepaskan genggamannya. Kini Ratu Isabella menghela napas sebelum akhirnya melanjutkan kata katanya.
"Yang Mulia, ada seseorang yang mengatakan kepadaku bahwa dia melihat Niel berada di kamar Putri Kanna larut malam. Lalu Niel ...." Ratu Isabella menelan ludah nya. Seketika sang raja terdiam dan tanpa ekspresi sedikit pun. Ratu Isabella tau apa yang ada dipikiran Raja Antonio saat ini.
"Dia mencium Putri Kanna." Ratu Isabella menundukkan wajahnya. Dilihatnya aura di sekitarnya mulai berubah. Ia menyadari bahwa Raja Antonio telah kehilangan kendali dirinya. Raja Antonio mengepalkan kedua tangannya. Dan kini saatnya Ratu Isabella beraksi. Tepat sasaran, seringainya puas.
"APA?!" pekik Raja Antonio sembari melayangkan tinjunya ke arah pilar yang berada di dekatnya.
Braak.
"Yang Mulai. Tenangkan diri anda." Ratu Isabella menenangkan Raja Antonio. Sekejap aura gelap yang menyelimuti ruangan itu pun perlahan menghilang. Raja Antonio tak bisa mengatakan apapun, yang ada dimatanya hanyalah emosi yang membara.
"Berani beraninya dia melakukan itu kepada putriku. Memangnya siapa dia?!" murka Raja Antonio. Beri sedikit lagi bumbu, maka semua akan berjalan sesuai rencanaku, gumam ratu isabella. Ratu isabella tersenyum licik.
"Yang Mulia, kau harus menghukumnya. Dia itu sudah melewati batasannya. Dia bahkan tak pantas berada di sini. Seharusnya Anda tidak membiarkan dia tinggal di istana ini, karena harusnya Anda tau bahwa dia akan melakukan hal ini. Aku mungkin ibu tiri Putri Kanna, tapi aku juga tidak akan membiarkan siapapun melecehkan putriku. Kumohon yang mulia, hukum dia," pinta Ratu Isabella menyakinkan. Raja Antonio yang sudah terbawa emosi pun langsung memutuskan hukum apa yang pantas untuk Niel yang sebenarnya tidaklah bersalah.
"Aku akan mengeksekusinya di depan seluruh rakyat!" ucap Raja Antonio tegas. Dan ia pun langsung kembali duduk ke singgasana.
"Kapan itu Yang Mulia?" tanya Ratu Isabella.
"Besok. Tepat pukul 12," ucapnya dingin. Ia pun langsung menyuruh orang orang untuk mengikuti pertemuan itu.
*****
Pintu ruangan yang tingginya sekitar 3 meter itu pun terbuka. Niel memberi hormat kepada Putri Kanna. Sang putri pun berjalan dengan gugup memasuki ruangan yang sudah dipenuhi, oleh orang orang penting kerajaan. Kanna menoleh ke arah Niel yang berjalan tepat di belakangnya. Sementara Niel hanya memberikan senyuman yang entah bagaimana membuat Kanna merasa lebih baik.
Kini seluruh orang di ruangan itu mulai berbisik menatap, Niel dan Kanna bersamaan. Sementara keduanya hanya bertatapan dengan wajah bingung. Kini keduanya berada tepat di tengah-tengah. Sang raja pun langsung berdiri dari tempat duduknya dan seluruh orang termasuk Kanna memberikan hormat kepadanya. Tepat setelahnya Kanna langsung menanyakan maksud sang ayah.
"Ayah, kenapa semua orang berada di sini? Dan apa yang ayah ingin katakan padaku?" tanya Kanna to the point Sementara sang raja menatap dingin ke arah Niel. Lalu kembali menatap Kanna.
"Kau tau sudah berapa kali kau melanggar aturan dalam beberapa minggu ini." Perkataan sang raja membuat Kanna tersentak.
"Ayah sudah tak bisa terus menerus membelamu putri Kanna. Kau seharusnya tau, kau itu seorang putri tapi kenyataanya kau tak berperilaku seperti layaknya seorang putri. Maka dari itu ayah memutuskan untuk memperketat aturan untukmu dan hukuman akan berlaku juga untukmu!" ucap Raja Antonio tegas. Kedua bola mata Kanna membulat dan Kanna juga tak bisa mengendalikan emosinya.
"Tapi ayah. Aku--" Tiba tiba sang raja langsung memotong pembicaraan Kanna.
"Perintah yang aku buat itu mutlak dan tidak ada yang boleh membantahnya termasuk kau, Putri Kanna!" Raja Antonio semakin tegas dan tak memberi Kanna sedikit celah. Kanna mengepalkan kedua tangannya dan ingin langsung meninggalkan ruangan itu.
Saat dirinya membalikkan tubuhnya, sang raja kembali menghentikannya. Sementara Niel, juga mengikuti sang putri yang diberi isyarat oleh Putri Kanna untuk mengikutinya.
"Tunggu sebentar. Siapa yang menyuruh kalian untuk pergi. Masih ada yang ingin aku sampaikan!" ucap Raja Antonio. Putri Kanna menghela napas berat dan membalikkan tubuhnya diikuti dengan Niel juga.
"Apakah semua ini masih belum cukup? Apa lagi yang ingin ayah katakan?" tanya Kanna kesal. Tatapan dinginnya menatap tajam ke arah sang raja.
"Aku mengumpulkan kalian semua di sini untuk membicarakan sesuatu yang penting. Ini menyangkut pelecehan yang dilakukan kepada sang putri," ucap Raja Antonio kepada seluruh orang di ruang itu. Mendengar itu, Kanna tersentak dan bingung.
"Apa maksudmu, yah? Tidak ada yang me--" Raja Antonio memotong pembicaraannya.
"Putriku, apa yang kau katakan? Apa kau tidak ingat bahwa Niel, dia telah melecehkanmu?!" Ucapan sang raja membuat Niel dan juga Kanna tersentak. Niel dan Kanna tak tahu dengan apa yang baru saja raja katakan. Mereka yakin bahwa mereka tak melakukan apapun.
"Tu-tunggu dulu. Niel? Dia tak melakukan apapun padaku, Yang Mulia," tegas Kanna. Sementara Niel, masih terdiam dan tak berani menjawab sepatah kata pun. Ia berusaha keras mencerna semua yang terjadi. Jadi inikah yang dikatakannya saat itu? Tidak ini salah, aku tidak boleh meninggalkan putri sekarang, gumam Niel.
"Yang Mulia sepertinya ada salah paham disini," ucap Niel dengan tenang.
"Diam kau! Aku tak ingin mendengar pembelaan apapun darimu!" tegas Raja Antonio.
"Tapi Yang Mulia ...."
"Kau tak bisa mengelak lagi, kami memiliki saksi yang memberatkanmu. Apa kau masih ingim berbohong sekarang," ucap salah satu dewan besar dari kerajaan Luxio.
Kanna tak tau harus berkata apalagi. Ia tak mengerti apa maksudnya semua ini. Melecehkan? Saksi? Niel? Apa lagi semua ini? gumam Kanna. Pikirannya campur aduk. Kini Kanna semakin bingung dibuatnya terlebih dengan semua perdebatan antara Niel, raja dan semua orang di sana.
Kanna hanya terdiam dan terpaku di sana. Ia beradu di dalam pikirannya sendiri. Hingga suara sang ayah mengejutkannya dengan memberikan sebuah keputusan yang membuat Kanna semakin syok.
"Aku memutuskan bahwa Niel Lufiendart dinyatakan bersalah dengan tuduhan telah melecehkan sang putri dan akan dijatuhi eksekusi di depan seluruh warga kerajaan tepat tengah hari besok. Keputusan ini mutlak!" ucap sang hakim. Kanna tak sanggup mendengarnya. Tubuhnya terasa sangat ringan. Pandangannya mulai kabur. Gelap. Hanya itu yang ia rasakan. Perlahan tubuhnya tumbang dan nyaris juga menyentuh lantai.
Untungnya dengan cepat Niel menangkap tubuh sang putri. Samar-samar Kanna mendengar suara Niel yang berusaha membangunkannya, tapi entah kenapa dirinya sama sekali tak bisa menggerakkan badannya. Dalam pandangannya yang kabur, Kanna melihat beberapa penjaga menarik tubuh Niel menjauhi Kanna.
Tidak Niel. Jangan bawa Niel. Kumohon, gumam Kanna yang kemudian tak terdengar lagi. Kini dirinya benar benar tak sadarkan diri.
Niel yang kini berada di penjara. Dia sangat mengkhawatirkan sang putri. Ia mencoba menyakinkanguardyang ada di sana untuk mengizinkannya keluar, agar dia bisa bertemu dengan sang putri untuk sesaat saja. Sang putri sangat terpukul dan pasti sangat membutuhkannya saat ini."Kumohon ... biarkan aku menemui sang putri. Dia pasti akan sangat terpukul dengan semua ini. Kumohon ... sekali saja, setelah itu...." Ucapan Niel menggantung. "Setelah itu ... aku akan siap dieksekusi ta
Teng teng teng teng.Deting lonceng telah berbunyi. Lapangan utama kerajaan kini mulai dipenuhi oleh warga desa setempat yang ingin menyaksikan eksekusi itu. Kanna berdiri di tepi jendelanya. Ia hanya memandangi gerombolan orang orang yang semakin padat dan terus berdatangan itu. Hingga suara pintu di ketuk pun, memaksanya untuk beranjak dari tempatnya.
Hari hari Kanna dilalui dengan penuh kekosongan. Kanna yang sekarang bukanlah Kanna yang dulu. Kanna yang sekarang bahkan tak pernah tersenyum lagi. Tak ada cahaya indah yang menerangi irisdiamond pinkmiliknya. Yang ada dimatanya hanya kebencian yang semakin besar. Kanna dulu yang sangat menyenangi belajar bahkan kini selalu melewatkan pelajarannya.Walaupun ia yang dulu tak menyukai aturan apapun, namun Kanna yang dulu bahkan tak memiliki niat sedikit pun untuk melanggar at
"Putri Kanna, apa yang kau ...." Ratu Isabella sedikit tersentak begitu pula dengsn seluruh orang ysng berada di sana termasuk sang raja."KUBILANG DIAM KALIAN!!!" Suara lantang Putri Kanna membuat seluruh orang terdiam dan di saat yang bersamaan gelas yang sedari tadi di genggamnya itu pun ikut memecahkan keheningan.
Kanna berjalan dengan langkah gontai menyusuri lorong istana. Setetes demi setetes darahnya mulai berjatuhan ke lantai berkeramik putih dengan motif mawar di tengahnya. Ia terus berjalan tanpa arah. Hingga akhirnya langkah kakinya terhenti di sebuah ruangan dengan pintu berukirkan simbol kerajaan berwarna putih biru itu.Kanna menempelkan tangan kirinya di salah satu daun pintu itu. Kini irisdiamond pinknya mulai berkaca-kaca. Tangannya mulai merosot dan memegangi gagang pintu ber
Setelah beberapa menit bersiap. Kini Kanna telah siap dengan seragamnya. Disampirkannya tas di bahu kanannya dan melipat coatdi tangan kanannya untuk memutupi tangannya. Kanna pun berjalan keluar kamarnya.Sebelum benar-benar meninggalkan kamarnya, ia memperhatikan seluruh isi kamarnya. Berharap album foto itu ada di suatu tempat di sudut kamarnya. Namun, hasilnya nihil. Ia tak menemukan apapun. Akhirnya keluar dari kamarnya dengan kecewa. Ia pun menutup pintu kamarnya dan m
Kanna bersandar di pintu berwarna merah muda itu. Diangkatnya tangan yang sedari tadi terus memegang setangkai bunga mawar tadi.Dihirupnya aroma mawar yang masih segar itu. Diantara wewangian bunga mawar itu, gadis mungil itu juga mencium aroma yg sangat familiar baginya. Ia pun tersenyum, senyum yang sarat akan makna.
Kini Kanna telah sampai di perpustakaan milik sang ibu yang letaknya tak jauh dari taman kerajaan lebih tepatnya di antara taman mawar milik sang ibu. Ia mengelilingi perpustakaan tua itu.Ia pun berhenti disalah satu bingkai foto. Kanna membawa bingkai foto itu ke meja dan di arahkannya padangannya tepat ke arah foto dirinya dan sang ibu. Kanna mulai meletakkan kedua tangannya di meja itu tepat di atas album foto itu dan membaringkan kepala di atasnya.
"Moon zone," ucap gadis itu lirih.Tiba-tiba sebuah simbol mawar muncul tepat di bawah kaki Valinca. Dia tak bisa melakukan pergerakan apapun. Bahkan semua sihir yang dia gunakan lenyap begitu saja."Moon zone?" gumam sosok misterius itu cukup kuat sehingga Niel yang berada tepat di sampingnya dapat mendengarnya dengan jelas. Niel menatap sosok itu bergantian lalu menatap Kanna di sana.Bagaimana dia bisa tau?"Moon zone? Apa maksudmu?" tanya Niel bingung. Sosok itu tak menoleh sedikit pun pada Niel. Dia terus menatap Kanna terkejut. Namun di detik berikutnya dia berhasil menutupi ke bingungannya."Moon zone adalah satu diantara tiga segel
Sebelum benar-benar menghilang di dalam sihir teleporter milik Rea, Kanna meminta bantuan kepada Rea dan Roy."Bisakah aku meminta bantuan kepada kalian?" keduanya mengangguk bersamaan."Ku mohon, apapun yang terjadi bertahanlah sampai aku dan Niel kembali."Kanna yang telah berhasil keluar dari portal itu langsung mencari keberadaan Niel di hutan itu. Namun, dia kembali terpikir bagaimana caranya agar bisa menemukan Niel di hutan seluas dan selebat ini.Di tengah kebingungannya, tiba-tiba kalung milik Niel terjatuh tepat di hadapannya. Di ambilnya kalung itu dan di genggamnya erat. Ditutupnya matanya dan tenggelam dalam pikirannya.Sekelebat penglihatan tiba-tiba muncul saa
Di tengah candaan Kanna, Roy dan Rea, tiba-tiba saja seberkas penglihatan muncul di kepala Kanna. Hingga membuat Kanna nyaris tersungkur karenanya. Untunglah tepat di belakangnya ada Roy yang dengan sigap berhasil menahan tubuh Kanna.Kanna menatap Roy cemas. Begitu juga Rea dan Roy menatap Kanna. Wajah Kanna yang menyiratkan kecemasan membuat dua kakak beradik itu sedikit khawatir."Kanna ada apa?" tanya Rea panik. Roy membantu Kanna untuk duduk di sofa yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Roy langsung menuang air minum ke dalam gelas dan memberikannya pada Kanna.Dengan tangan yang bergetar, Kanna menerima gelas berisi air itu dan meminumnya. Roy mengenggam tangan Kanna, mencoba untuk menenangkannya. Kanna hanya menatap Roy dalam diam. Seolah tahu apa yang baru saja terjadi Roy
Mereka tak menyadari bahwa mereka tengah diawasi oleh seseorang. Sosok itu bersembunyi di balik kegelapan. Hanya senyuman seramnya saja yang nampak di sana. Senyuman yang seolah telah menemukan target yang dicarinya."I found you!" gumam sosok misterius itu. Sosok itupun langsung melesat pergi.Niel yang awalnya mengawasi Kanna, Rea dan Roy sedari tadi, kini ikut mengawasi sosok misterius yang baru saja melesat itu. Tanpa ada yang mengira, sedari tadi Niel juga memperhatikan sosok misterius itu.Setelah kepergian sosok itu, Niel langsung mengikutinya. Namun, sepertinya sosok itu menyadari bahwa Niel mengikutinya. Sosok misterius itu mengarahkan Niel ke arah hutan di sebelah barat. Tepatnya hutan terlarang.Menyadari bah
Tiba-tiba Kanna kembali teringat dengan percakapan antara ke-empat orang yang menolongnya tadi. Salah satu di antara mereka menyebutkan nama 'Sang Cahaya'."Ka ... yato," sontak saja satu kata itu membuat Rea dan Roy tersentak. Namun di detik berikutnya Kanna kembali bergumam."Ah sudahlah. Yang terpenting sekarang adalah ... kesembuhan Rea," ucap Kanna disela-sela pemikiran Roy dan Rea. Kedua kakak beradik itu tampak menghela napas lega. Tadi itu nyaris saja jika Kanna sampai bertanya tentang siapa itu maka terbongkarlah sudah semuanya.Yang tadi itu nyaris saja!Roy kembali bermain dengan pikirannya. Hingga suara lembut Kanna menyadarkannya kembali."Tapi tunggu sebentar!" ucap
Kanna menghentikan langkahnya. Kanna begitu sangat merindukan rumah tua itu beserta isinya, terutama ibunya. Kanna menatap lekat rumah tua itu, matanya berkaca-kaca. Pikirannya berkelana ke masa kecilnya dulu. Masa di mana ketenangan dan keceriaan menguak di rumah itu. Hingga suara Roy menyadarkannya. Buru-buru gadis itu menghapus air matanya. Dia tak ingin Roy ataupun Rea ikut bersedih karenanya."Putri, masih ingin menatap dari luarnya saja? kau tak ingin masuk?" tanyanya mengejutkan Kanna. Kanna tersentak lalu di detik berikutnya dia kembali tersenyum."Ah iya kak. Aku kesana!" serunya. Gadis itu lalu mengikuti Roy memasuki rumah tua itu.Matanya berbinar ketika dia sudah berada di dalam rumah itu. Matanya menyusuri seluruh isi di dalam rumah itu.
Merasa ada yang memperhatikan, kelimanya pun langsung segera pergi dari sana. Begitu pula Niel. Dia membawa Putri Kanna kembali ke dalam perpustakaan itu. Niel meletakkan Kanna, di atas sebuah tempat tidur yang berada tepat di atas perpustakaan rahasia itu. Dibaringkannya dengan perlahan tubuh Kanna.Awalnya Niel ingin membawa Kanna kembali ke kamarnya namun, karena mereka sedang diawasi jadi Niel tak mungkin membawa Kanna kembali ke istana. Tak ada yang menyadari bahwa Kanna belum kembali ke kamarnya. Untunglah, mata-mata tadi tidak melihat ada Kanna di sana, sehingga Niel bisa terus berada di samping Kanna sampai dia sadar besok.Niel terus memperhatikan sosok yang tengah tidur di hadapannya itu. Wajahnya yang sangat damai, meneduhkan hati Niel. Baru kali ini Niel bisa memperhatikan gadis itu dengan seksama. Matanya tak sengaja menang
"Ya. Dia adalah sang rembulan." Kanato menghela napasnya. Kanna yang sedari tadi tak mengerti apa apa hanyaa memperhatikan keempatnya yang hanya berbisik. Kanato menghampiri Kanna."Percayalah pada dirimu. Maka kau akan membuka segel yang selama ini mengurungmu. Kami akan mengulur waktu, pikirkan keputusanmu." Ucapan Kanato membuat Kanna bingung.Ia terus berpikir, ia takkan bisa melakukannya. Dia hanyalah seorang putri biasa. Namun, melihat perjuang keempat orang itu yang entah darimana yang tiba-tiba saja menolongnya bahkan rela mengorbankan diri mereka hanya demi dirinya. Lalu dia hanya akan diam saja melihat mereka yang berkorban seperti itu.Tidak. Jangan lakukan itu. Kalian tidak harus mengorbankan diri kalian untukku, gumam Kanna. Tiba-tiba suara seorang gadis menyadark
Darah segar mulai mengaliri telapak tangan dan kakinya. Kanna berlari terus tanpa henti. Hingga sebatang pohon yang tergeletak di jalannya itu membuatnya tersandung dan jatuh.Bruuk!"Aaakh!" teriak Kanna. Kini ia sudah tak sanggup