Silahkan tinggalkan jejak dengan Like, Komen dan vote. Terima kasih sudah mampir dan semoga cerita ini dapat menghibur semua reader. Ini adalah novel perdanaku di dunia literasi. Mohon maaf jika ada banyak typo, salah kata dan sebagainya.
Gilbert turun dari ranjang, sebelumnya ia melepaskan mantel dari tubuhnya dan menyerahkannya pada La Rossa. Lalu ia berjalan ke arah pintu dan membukanya, terlihat di hadapannya Jonathan sedang berdiri di sana. "Ada apa!" ucap Gilbert dingin. Jonathan merasa hawa dalam tubuhnya mendadak dingin dan beku ketika di tatap oleh Gilbert dengan sorot mata mengintimidasi. "Maaf Tuan, mengganggu! Ada yang perlu di sampaikan," ucap Jonathan. "Katakan!" "Pabrik kimia di Jakarta telah hangus terbakar!" Gilbert mengernyitkan dahinya, ia merasa ada yang salah. "Bagaimana bisa?" "Sepertinya ini ada campur tangan dari kelompok 'MAWAR HITAM'. " "Apa ada korban jiwa?" "Tidak ada. Hanya luka ringan dan berat saja," lapor Jonathan pada Gilbert. "Syukurlah, nyawa lebih berharga daripada harta, tak apa kita kehilangan banyak harta asal jangan kehilangan nyawa. Jika masih mungkin selamatkan semua korban," ucap Gilbert. Lalu di antara keduanya terdiam, dan Gilbert terlihat sedang berpikir, yang i
"Sekarang apa yang sedang Paman Alfredo lakukan?" tanya Gilbert. "Alfredo masih terus mencari jasad Tuan," jawab Jonathan. "Kalau begitu cari mayat yang memiliki tubuh sama persis denganku, lalu buat tubuhnya membusuk. atur untuk tes DNA nya, untuk masalah ini hubungi Lucas," "Satu lagi! Carikan gaun yang cocok untuk Nyonyamu ini!" perintah Gilbert dengan mengerlingkan sebelah matanya ke arah La Rossa. La Rossa membuang muka karena malu di goda oleh Gilbert. Jonathan menganggukan kepalanya tanda mengerti. "Apa Jimmy sudah kembali?" tanya Gilbert. "Belum, Tuan," "Sekarang kamu boleh pergi!" usir Gilbert. Jonathan memundurkan badannya, ia pun pergi dari hadapan mereka berdua. Ia tersenyum tipis melihat Tuannya bahagia. Tak lama kemudian pintu kamar kembali ada yang mengetuk, Gilbert membuka pintu kamar. "Ada apa?" tanya Gilbert datar. "Kita sudah menepi di bibir pantai Tuan," "Baik. Jonathan mana?" "Tadi dia langsung pergi," Gilbert langsung membalikkan badannya, ia memberit
La Rossa kali ini berpindah tempat, ia bermain Slot dan Jackpot. Setelah bosan bermain selikuran. Gilbert mengeluarkan koin untuk La Rossa bertaruh di permainan Slot dan Jackpot.Jonathan membisikan sesuatu ke Gilbert dan ia tak merespon, hanya tatapan matanya saja yang bicara. Gilbert meminta La Rossa menghentikan permainannya.Mereka berdua pun pergi ke bar dan memesan wisky pada bartender. Bartender itu menyerahkan gelas wisky ke Gilbert dan dengan gerakan yang sangat cepat ia mengambil kertas yang Gilbert selipkan di bawah gelas itu.La Rossa dan Gilbert pergi menyelinap ke belakang bar yang ternyata di sana ada sebuah ruangan, ia menemui orang yang berkulit gelap. "Uangnya?.""Transfer!""Lakukan sekarang!""Ok!"Transaksi di antara keduanya pun berjalan lancar, setelah ia menerima sejumlah uang yang telah Gilbert transferkan ke rekeningnya."Senjata-senjata ini bukanlah sembarangan, kamu bisa memilih mana saja yang kamu mau," ujarnya sambil menekan sebuah tombol yang ada di bal
"Ternyata dia adalah murid dari manusia tanpa bayangan!" "Gawat! Sebaiknya kita menghindar darinya, wajah cantik nan imutnya adalah palsu, ia sebenarnya jelmaan iblis!" "Cepat menyingkir darinya!" La Rossa terus melempar senjata rahasia ninjanya, memanfaatkan keterkejutan mereka. La Rossa juga menguarkan aura pembunuh yang menyelimuti tubuhnya semakin pekat, membuat seluruh anak buah Vangsed dan Black Wolf yang bersatu semakin bergidik ngeri. Korban dari pihak Vangsed dan Black Wolf semakin banyak, melihat anak buahnya banyak yang tumbang Riddin memerintahkan anak buahnya untuk mengepung La Rossa. Namun, mereka bukanlah tandingan bagi La Rossa yang memiliki beberapa teknik bertarung. La Rossa menggunakan sisa tenaganya untuk melawan mereka semua. Selagi yang mengepung hanya sepuluh orang La Rossa masih bisa mengatasinya, asalkan jangan seluruh anak buah mereka mengepungnya. "Mundur! Dia bukan lawan kita!" Beberapa dari mereka memilih mundur dan menjauh dari La Rossa, namun, na
"Apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" tanya Gilbert."Tentu saja pulang ke Indonesia!" tegas La Rossa."Lalu bagaimana dengan Vangsed dan Black Wolf?""Aku tak menginginkan!"Gilbert tak melanjutkan pertanyaannya, ia menatap La Rossa penuh cinta."Kenapa?""Aku melakukan semua ini hanya agar aku bisa terbebas dan tak terikat aturan!""Bagaimana kalau aku yang mengikatmu?""Aku ...,"La Rossa tak melanjutkan ucapannya, mulutnya sudah di sumpal oleh mulut Gilbert.La Rossa memukul dada bidang Gilbert agar ia melepaskan ciumannya, La Rossa merasa risi jika harus melakukan ciuman di luar seperti ini.La Rossa belum terbiasa mengumbar kemesraan di depan orang banyak, lain halnya dengan Gilbert yang sedang di landa bucin.Gilbert tak merasa malu apalagi risi saat mencium La Rossa, jika mungkin ia akan selalu membawa La Rossa kemanapun ia pergi."Lepaskan! Tak enak di lihat orang,""Biarkan saja! Kenapa merasa tak enak? Kalau mereka mau, lakukan saja bersama pasangannya sendiri!"Gilbert
Mereka saling pandang dan bergidik ngeri saat mmbayangkan burungnya harus di potong oleh Nyonya besar yang kejam."Kenapa! Itu juga berlaku untuk kalian dan kamu sayang," ucap La Rossa sambil mengerlingkan matanya ke arah Gilbert.Sontak saja Gilbert langsung menutupi kemaluannya. Sementara La Rossa melihat ketakutan mereka tersenyum jahat."Ayo kita pulang! Aku ingin berendam air hangat, rasanya tubuhku lengket semua," ajak La Rossa, ia menarik lengan Susan.Susan menatap Gilbert dengan tatapan bersalah, sementara Gilbert harus menelan kekecewaannya. Ia menarik nafas dalam, lalu mengikuti La Rossa di belakangnya.Sesampainya di rumah, La Rossa langsung mengisi bath tub dan meneteskan aroma terapi pada bath tub itu. Ia juga menuang wine ke dalam ke gelasnya ia ingin menikmati kemenangan ini.Pintu kamar mandi di gedor dari luar, suaara Gilbert terdengar memanggil."Sayang, kamu di dalam? Butuh bantuan tidak?" ucap Gilbert."Tid
La Rossa memejamkan kelopak matanya, ia kini sedang berada di pesawat menuju ke Jakarta. Ia menaiki pesawat komersil. Meskipun Gilbert memaksanya untuk naik pesawat pribadi miliknya tetap saja La Rossa menolak keras."Tidak Gilbert, biarkan aku naik pesawat komersil!" La Rossa menolak tawaran Gilbert.Gilbert menghela nafas, ia tak bisa memaksa La Rossa karena ia tahu kalau La Rossa itu keras kepala.La Rossa teringat percakapannya dengan Gilbert saat Gilbert membantunya mengeluarkan peluru dari dalam tubuhnya."Kenapa kamu begitu kuat Ros?" tanya Gilbert merasa heran dengan apa yang terjadi pada kekasihnya."Aku juga tidak tahu!" ucap La Rossa. Saat itu ia tak kepikiran mengenai serum yang di berikan oleh Profesor Huang padanya.La Rossa meraba luka di bahunya, ia meringis menahan sakit. "Aku akan menanyakan pada Profesor tua Huang nanti," batin La Rossa.Pesawat yang di tumpangi La Rossa mendarat sempurna di Bandara Internasional Soekarno Hatta, ia berjalan menuruni tangga pesawat
La Rossa pergi ke kantor tempat perusahaan Gilbert berada. Ia mendatangi sebuah gedung bertingkat yang menjulang tinggi hampir menembus cakrawala.La Rossa yang datang dengan menggunakan taxi online pun turun dari mobil. Ia masuk ke dalam gedung itu dan dataang ke rreseptionis untuk menanyakan letak kntor Gilbert."Permisi Mbak, kantor Pak Gilbert ada di lantai berapa ya?" tanya La Rossa sopan. Meski itu bukan gayanya, tapi, karena ini di kantor La Rossa harus bersikap sopan.Reseptionis yang di panggil Mbak itu tak menjawab pertanyaan La Rossa, ia justru sibuk memoles wajahnya. Sekali lagi La Rossa bertanya dengan sopan."Permisi Mbak, kantor milik Pak Gilbert ada di lantai berapa ya?" pertanyaan yang sama La Rossa lontarkan pada reseptionis itu.Kali ini ia merespon, tapi, dengan tatapan sinis ia berkata, "Pak Gilbert tidak ada di kantornya!""Aku tahu, aku hanya perlu tahu, dimana ruangannya?" ucap La Rossa tak lagi sopan.Kembali reseptionis itu memandang sinis La Rossa, ia meneli