"Yank, kamu jadi balik kampung?" Dani memeluk Reni dari belakang, meniup-niup leher istrinya itu, hingga Reni merasa geli. Meski banyak pertanyaan yang ingin dia lontarakan, namun Reni memilih untuk menahannya terlebih dahulu. Dia harus benar-benar membuktikan semuanya.
"Iya, Yank. Aku udah kangen ama mereka- bapak dan ibu Reni-. Aku mau di sana seminggu, ya?" Reni berbalik menatap suaminya, dia tampilkan senyum semanis madunya, meski nyatanya hatinya ingin menjerit.
"Baiklah ...." Jawaban dari Dani tak seperti yang dibayangkannya. Biasanya dia akan protes dan dalam dua hari pasti sudah menjemputnya. Tapi, kini dengan mudahnya berkata baiklah. Reni benar-benar kecewa dengan jawaban Dani.
"Boleh?" Sekali lagi ingin memastikan jawaban yang keluar dari bibir Dani, kini matanya menatap lurus ke arah mata suaminya.
"Hu um." Dani mengangguk seraya memeluk istrinya. Tapi, sekilas tadi Reni dapat melihat jika suaminya itu tak berani menatap wajahnya. Reni tersenyum getir, dari sini sebuah kesimpulan dapat dia ambil.
Ingin rasanya dia menangis tapi mati-matian ditahannya. Enggan dia menumpahkan air mata untuk pengkhianat sepertinya."Mau dianter kapan?" Apakah cuma perasaan wanita itu, atau memang benar adanya? Dani terlihat begitu antusias kali ini. Bahkan sampai menawarkan diri.
Jelas sekali sebuah senyuman merekah di bibir Dani, tak seberat biasanya, yang akan terus merajuk jika ditinggal lama-lama."Bagiamana kalau sekarang?" ucap Reni dengan bibir bergetar. Rasa kecewa sudah menjalar ke seluruh pori-pori tubuhnya. Saat ini, rasanya benar-benar muak saat berdekatan dengan Dani seperti ini.
"Yasudah, kemasi barangmu. Aku mandi dulu." Dani segera beranjak dari dari sisi Reni, meninggalkan istrinya yang masih mematung sepeninggalnya.
Reni terduduk lemas di tepi ranjang, cairan hangat mulai menjalar menetes di pipi. Bahkan perubahan sekecil apapun dari sikap suaminya, Reni bisa mengetahuinya.
"Tidak! Aku tidak boleh kalah dan lemah." Akhirnya, wanita itu bangkit dan segera memasukkan beberapa lembar pakaiannya ke dalam tas. Untuk beberapa waktu, mungkin dia bisa menenangkan hatinya yang tengah bergemuruh.
'Akhirnya ... ada waktu lumayan lama untuk Tari. Aku nggak bakal nyia-nyiain kesempatan ini. Kami berdua sudah cukup lama memendam semua ini. Harus segera dituntaskan. Dan akan kubuktikan bahwa aku tidak bermasalah.' Jika hati telah tertutup nafsu, maka rasa bersalah sudah tidak ada lagi. Hanya pembenaran akan setiap kesalahannya.
'Setelah mengantar Reni, aku harus segera menghubungi Tari. Sudah nggak sabar untuk bercocok tanam di lahan yang subur sepertinya.' Bayangan liar sudah menguasai pikiran dan hati Dani. Tak peduli jika suatu saat akan ada hati yang tersakiti.
"Sudah siap, Yank?" Dengan wajah penuh senyum, Dani menatap istrinya yang sedari tadi duduk tepian ranjang mereka. Entah kenapa senyuman Dani terlihat begitu melukai wanita berumur 27 tahun itu.
"Eh, i--iya," jawab Reni dengan tergagap. Hatinya remuk redam. Ingin rasanya dia bertanya tentang pesan itu dan sikap Dani yang berubah 180 derajat itu, tapi dia belum menemukan cukup bukti.
Meski pesan dari seseorang kemarin sudah dia foto di hapenya, tapi bukti itu belum cukup kuat. Bisa saja suami tak terlalu tampannya itu mencari berbagia alasan untuk mengelak.
Kalau begitu pasti dia akan lebih berhati-hati agar perselingkuhannya tidak tercium olehnya.
Dengan motor matic yang kreditannya masih belum lunas, Dani mengantar Reni untuk mengunjungi kedua orang tua Reni yang rumahnya berjarak dua jam perjalanan.
Sepanjang jalan, tak ada srpatah katapun yang keluar dari bibir Reni, padahal biasany perjalanan begini, mereka banyak ngobrol dan bercanda-canda.
Dani pun sepertinya pikirannya sudah tak sabar ingi menemui pasangan haramnya itu. Dia merasa memiliki lebih banyak waktu yang akan dihabiskan bersama Tari.
"Mas langsung pulang, ya, Dek ...?" Reni benar-benar terkejut. Begitu gampangny suminya itu pamit pulang, tidak menginap dulu seperti biasanya.
Meski pulang sangat pagi karena dia harus masuk kerja, Dani menyempatkan menginap di rumah mertuanya dulu. Dia tidak pernah terburu-buru seperti ini, karena masih ingin berlama-lama bersama istrinya itu.
"Nggak ... nginep, Mas?" tanya Reni lebih tepatnya untuk meyakinkan dirinya sendiri.
"Takut, besok telat masuk kerja, Sayank. Dan juga capek nantinya Mas." Ada saja alasan orang untuk berbohong. Kalau begini Reni sudah tidak bisa mengganggu keputusan suaminya itu.
"Mas pamit sama bapak, ibu dulu, ya?" Dani segera mencari keberadaan mertuanya itu, untuk segera pamit.
Mertuanya sama terkejutnya dengan Reni, tidak biasa-biasanya menantu kesayangannya itu buru-buru pulang.
Dengan jurus seribu alasan, akhirnya Dani dapat terbebas dari pertanyaan-peetanyaan mendetail dari mertuanya itu. Reni hanya terdiam berusaha aamgar tangisnya keluar. Meski rasa sesak dan sakit merayapi hati kecilnya yang rapuh itu.***
"Aku seneng akhirnya kita beneran bisa kayak gini." Seorang wanita bergelayut manja di dada seorang pria yang bukan suaminya itu.
Sang pria pun merasakan tubuhnya sudah mulai terbakar oleh nafsu dan gairah melihat tubuh setengah telanjang dari wanita selingkuhannya itu.Mereka berdua adalah Dani dan Tari yang janjian check in di hotel. Tak butuh alasan bagi Tari untuk tidak tidur di tempatnya. Sebenarnya rumahnya tidaklah jauh dari tempat kerja mereka, tapi dia memilih kos dan meninggalkan anaknya bersama kedua orang tuanya.
Tari seorang janda, bercerai dengan suaminya dua tahun lalu, dengan alasan sang suami selingkuh. Miris memang mengingat apa yang akan kedua insan bukan pasangan ini akan lakukan.
Apakah Tari tidak berfikir bahwa mungkin istri dari Dani akan seterluka dirinya ketika tahu suaminya selingkuh dengannya.
Dani sendiri benar-benar sudah terbujuk rayuan setan. Mungkin karena hatinya yang gersang karena tidak pernah ibadah hingga dengan mudahnya bercengkerama mesra dengan wanita yang jelas-jelas bukan istrinya itu.
"Aku juga, Sayang. Aku sudah sangat tidak sabar ingin segera ...." Dani menggantung ucapannya dan memilih untuk tersenyum nakal dan menarik turunkan sebelah alisnya.
Keduanya bertatapan penuh gairah, setan telah menutup mata batin keduanya, hingga tak ingat lagi dengan adanya dosa."Tapi, janji ya, Mas. Kalau aku beneran hamil kamu bakal nikahin aku?" Tari ingin memastikan tentang ucapan Dani beberapa waktu lalu. Hamil atau tidak, melakukan zina seperti ini bukankah sama saja berdosa.
"Iya, Sayang. Istriku sudah lama tidak bisa mengandung. Aku yakin rahimnya bermasalah. Aku janji akan nikahin kamu jika kamu beneran hamil." Laki-laki memang penuh muslihat untuk menjerat mangsanya. Sang wanita juga dengan mudahnya menyerahkan dirinya tanpa ada ikatan halal.
Sebesar apapun masalah dalam rumah tangga orang lain, bukan hal benar jika kita masuk dan merusak hubungan yang telah diikrarkan di hadapan Tuhan.
Apalagi menjadi murahan hanya untuk mendapat belaian seorang lelaki. Jangan biarkan orang lain memandang rendah status janda karena perbustan harammu itu.
"Tapi, kamu mau 'kan kalau jadi yang kedua?" Dani berusaha meyakinkan lagi bahwa wanita di sampingnya itu akan menerima sratusnya kelak.
Tari mengangguk mantap, baginya saat ini adalah dia mendapat belaian dari orang lain, "tapi ... kenapa, Mas tidak nuntut cerai istri Mas saja. Kan terbukti dia yang nggak bisa ngasih keturunan?" Namanya manusia pasti ada sifat serakahnya juga."Kalau itu ... lebih baik kita mulai saja. Aku benar-benar sudah tidak sabar ingin segera menghasilkan Dani Junior." Tari hanya tergelak mendengar ajakan Dani itu. Baginya terdengar sangat lucu dan menggoda.
Keduanya pun akhirnya tenggelam dalam aktifitas haram yang tidak patut dicontoh. Yang hanya ada setan di antara mereka.
Melupakan hati wanita lain yang mungkin sedang menangis sendirian. Kamar hotel itu menjadi saksi kekejian mereka menodai sebuah ikatan sakral yang bernama pernikahan.
Reni merasa sangat gelisah. Handphone Dani sedari tadi tidak diangkat. Pas ditelepon nyambung, tapi tidak diangkat-angkat juga."Kemana kamu, Yank?" Reni mondar-mandir di dalam kamarnya. Perasaannya sungguh tak enak.Semenjak berpisah siang tadi, tak sekalipun suaminya itu menghubunginya. Bahkan untuk sekedar mengabari kalau dia sudah sampai di rumah.Sebagai istri, tentu saja Reni sangat khawatir. Meski beberapa hari ini pikirannya dipenuhi sebuah kecurigaan. Namun, sebagai seseorang yang telah bersama selama tujuh tahun, tentu saja bukan perkara kecil ketika tidak mendapat kabar sama sekali dari pasangannya."Apa kamu sudah sampai di rumah, Yank?" Tidak biasanya suaminya seperti ini. Beberapa hari ini dia memang menemukan hal-hal yang tidak biasa pada suaminya, yang membuatnya lebih curiga.&n
Sudah seminggu Reni berada di rumah orang tuanya, dan Dani sama sekali tidak merajuk untuk menjemputnya, seperti yang selama ini dilakukannya.Pria itu hanya sesekali menghubungi Reni, itupun hanya sekedar lewat pesan, tak sampai video call.Reni tak terlalu kaget dengan hal ini. Dia sudah bertekad memantapkan hatinya untuk tidak lagi menangis karena Dani. Seminggu ini, tidak Reni habiskan hanya untuk berdiam diri. Dengan sisa uang simpanannya, dia berusaha membangun usaha yang bisa diurus oleh adiknya. Kebetulan Zaki, adik satu-satunya Reni, adalah anak yang terbilang cukup rajin. Meski dia masih duduk di kelas sebelas, tapi bibit-bibit berbisnis sudah mulai kelihatan."Dek ...," panggilnya pada Zaki yang tengah menyapu halaman belakang.Zaki dengan patuh menghampiri kakaknya yang kini berdiri di belaka
"Siapa, Mas yang ngirim pesan?" tanya Tari penasaran. Dani dan Tari sedang makan di salah satu warung bakso di sekitar tempat kerja mereka.Hari ini hari Sabtu dan seharusnya mereka libur kerja. Tapi sejak mengantar Reni kemarin, Dani pamit dengan orang tuanya untuk berangkat dari tempat istrinya itu. Tentu saja mereka tidak curiga sama sekali saat Dani tidak pulang ke rumah. Padahal malam-malamnya dia habiskan bersama Tari, yang hanya pasangan zinanya."Biasa ... siapa lagi," jawab Dani singkat."Istrimu yang galak itu?" Ada nada mengejek dalam pertanyaannya."Hmmm ....""Tapi, aku nggak habis fikir, deh, Mas. Bisa-bisanya dia itu tidak melayani suami dengan baik. Kalau aku, ya. Pasti suami aku bakal aku layanin dengan baik. Seperti malam tadi." Beberapa hari ini
Pagi-pagi sekali Dani sudah sampai di rumah mertuanya. Secangkir kopi kini sudah ada di hadapannya. "Dari rumah jam berapa, Dan?" tanya Bambang, ayah Reni. Pria berusia 55 tahun itu duduk di kursi ruang tamu untuk menemani menantunya. Karena ayahnya menderita asam lambung, Reni hanya menyuguhkan segelas teh hangat untuk ayahnya itu."Sekitar jam 6 tadi, Yah." Bambang hanya manggut-manggut mendengar jawaban Dani.Setelah basa-basi dengan mertuanya itu, Dani pun segera pamit untuk pulang ke rumah. Orang tua Reni masih menyambut hangat menantu kesayangannya itu. Reni sendiri belum bisa bercerita pada keluarganya.Dengan motor matic keluaran 2016, Dani membonceng Reni meninggalkan halaman rumah orang tuanya.Meski Reni sudah
[ Alhamduillah baik, Ren. Ada apa?]Sebuah pesan masuk . Reni segera melihat ke arah pesan itu. Dengan buru-buru dibalasnya dan mengirimkannya.[ Aku pengen ketemu, kangen nich. Aku main tempat kos kamu, ya.] Reni pikir lebih sopan jika meminta tolong dengan bertatap muka.Reni dan Tasya memang dulu sangat akrab ketika keduanya sama-sama bekerja di pabrik yang sama. Jadi, sudah tak segan lagi bagi Reni untuk bertemu.[ Boleh-boleh aja. Kapan kamu mau main?] [ Besok gimana?] Reni benar-benar tidak sabar ingin tahu tentang Tari. Sebenarnya dia ingin hari ini juga, tapi mengingat hari sudah sore, diurungkannya niat awalnya.[ Oke, deh. Besok aku pulang jam 4.][ Oke]Ren
"Eh itu si Dani, Ren !" Tasya menyenggol lengan Reni. Wanita itu segera mengikuti arah pandang sahabatnya itu.Tentu saja Reni sangat hafal dengan sosok dan perawakan Dani, dan dia yakin bahwa itu adalah dia.Dani berjalan melewati gerbang sendirian. Reni tidak menemukan tanda-tanda suaminya itu tengah berbicara dengan wanita lain."Itu ... yang namanya Tari." Tasya menunjuk ke arah seorang wanita yang berjalan di belakang Dani. Cukup lama Reni mengamatinya, wanita berambut panjang dengan tubuh sedikit berisi. Terlihat begitu segar, tak seperti dirinya yang terlihat seperti bunga yang layu.Reni membuang nafas, 'Apa Mas Dani udah bosen ama yang kerempeng kayak aku?' Hatinya terus menduga-duga kenapa suaminya itu bisa sam
Dani memasuki kamarnya, hatinya dipenuhi amarah ketika mendengar aduan dari ibunya tadi. Ditambah nafsu yang tidak tersalurkan saat bersama Tari tadi membuat amarahnya semakin memuncak.Dilihatnya Reni yang sudah tidur berbaring memunggunginya."Yank ... yank ...!" panggil Dani kasar. Reni bergeming, dia pura-pura tertidur. Dia tahu apa yang akan dikatakan suaminya itu.Kini Dani mendekatkan tubuhnya pada Reni, dan mengguncang-guncang bahu istrinya agar terbangun."Yank ....""Eugh ...." Reni menggeliat, dia membalik tubuhnya dan menatap wajah suaminya yang penuh dengan amarah.Reni terduduk dan berusaha bersikap biasa, "Kenapa, Mas?" Wanita itu mengernyitkan dahinya, seolah penasaran dengan apa yang akan dikatakan suaminya. Padahal dia sudah menduganya.
Perasaan Dani begitu bahagia pagi ini. Mengetahui bahwa Reni hamil adalah hal paling membahagiakan untuknya. Setelah 7 tahun menanti, akhirnya hari ini datang juga. Hari di mana ada kehidupan di rahim Reni.Sikapnya juga sudah kembali manis pada istrinya itu, seakan kemarahan semalam tidak pernah ada. Reni cukup melambung dengan kehangatan Dani.'Tapi, bagaimana dengan Tari? Apakah harus kulanjutkan hubungan ini atau tidak?' Dani merasa dilema dengan kehidupannya. Jika dia tahu Reni sedang hamil, tak mungkin dia meniduri Tari. "Argh ...! Entahlah. Jalanin saja."Dani men-starter motornya dan melajukan ke jalanan. Pikirannya semrawut antara Reni dan Tari. Tak mungkin dia meninggalkan Reni yang sedang mengandung anaknya. "Mungkin aku harus mengakhiri semuanya dengan Tari. Aku tak mau Reni
Reni memasak makanan yang menjadi ciri khas di rumah makannya, rica-rica kelinci. Selama ini memang ibunya yang memasak di sana, sementara Reni kembali ke rumah Dani. Namun, saat Reni kembali, dia memutuskan untuk memasak sendiri, kasihan Yanti katanya. Kondisi Yanti semakin lemah, jadi dia tidak boleh capek-capek.Hidangan sudah siap, dia bersiap menyajikan untuk Bram dan Yudha. Berkali-kali dia menarik napas karena kali ini dia berniat untuk membicarakan hal ini dengan keduanya. Dia harus tegas agar keduanya tak terluka."Makanan sudah siap, silakan dimakan." Reni tersenyum ke arah dua pria yang masih saling menatap dengan tatapan yang tak suka. Sungguh Reni sangat merasa bersalah kepada keduanya. Apa dia yang jahat karena seolah memanfaatkan mereka berdua?Reni meletakkan masing-masing satu porsi di hadapan Bram dan juga Yudha. Setelah itu, dia menarik kursi di antara keduanya."Makan dulu! Ada yang pengen aku omongin." Reni berusaha sesantai mungkin,
Bram tak banyak berharap pada Reni. Dia tahu jika rasa sakit Reni memang bisa membuatnya trauma. Mungkin dia yang terlalu terburu-buru hingga membuat Reni merasa takut."Aku antar ke mana ini, Ren?""Ke warung aja, Bram. Masih ada urusan di sana."Lebih baik tak memberi harapan untuk keduanya. Setidaknya itulah yang ada di pikiran Reni saat ini. Dia harus sangat berhati-hati kini. Karena hidup tak melulu soal cinta. Hubungan pun bukan hanya suami istri. Ada hubungan yang lebih luas dari pada itu."Oke!" Bram pun menerima penolakan Reni kali ini. Tak mudah bagi seorang wanita yang telah diselingkuhi, membuka hatinya untuk lelaki lain. Dan itu terjadi pada Reni. Lama belum hamil, disalahkan oleh orang-orang sekitar.Saat hamil, malah dia diselingkuhi oleh suaminya. Di samping itu, dalam kehamilannya, suaminya itu malah semakin melukai hatinya. Berjuang sendiri hingga hamil besar, tanpa kasih sayang dan juga dukungan suami. Bahkan saat det
"Kamu kalau lagi ngambek cantik, deh.""Gombalanmu udah nggak mempan ke aku.""Aku nggak nggombal, sumpah! Mau nggak jadi istri aku?"Reni tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh Bram barusan. Wanita itu melongo, nggak nyangka jika lelaki yang berprofesi sebagai pengacara itu memiliki rasa untuknya. Persoalan dengan Yudha saja sudah membuatnya merasa sangat pusing, kini ditambah dengan Bram.Apa ini artinya, Bram sedang melamarnya dengan tidak romantis? Di dalam mobil, tanpa cincin, tanpa candle light dinner yang romantis. Tapi, bukan itu sebenarnya ini permasalahannya. Reni belum sembuh benar hatinya saat ini. Masih ada trauma yang menghinggapi hatinya."Kenapa kamu, Ren?" Melihat Reni yang malah bengong, membuat Bram penasaran. Sebenarnya apa yang dipikirkan oleh wanita di sebelahnya."Uhm ... Bram." Reni berusaha mencari kata yang tepat untuk menjelaskan bahwa dia belum bisa menerima Bram. Tapi, dia juga bingung karena Bram telah mem
Setelah proses yang panjang, akhirnya Reni dan Dani resmi bercerai. Meski awalnya Dani masih keukeuh ingin mempertahankan pernikahan ini, namun Reni mengantungi banyak bukti.Dengan bantuan dari Bram, akhirnya Reni dapat lolos juga dari jeratan Dani. Hubungan toxic yang hanya menyakiti dirinya sendiri. Hubungan yang sehat tak akan menyakiti."Puas sekarang kamu, Ren. Misahin anak sama ayahnya?" Dani menghampiri Reni di depan pengadilan agama. Reni saat ini tengah bersama dengan Bram. Dani melirik ke arah pengacara itu dengan muka kesal. Dia tak mungkin menyewa pengacara, duit aja nggak punya. Terlebih dia juga tengah memikirkan tuntutan dari keluarga Tari tentang uang yang digunakan untuk operasi. Kerjaan aja nggak pasti, bagaimana dia bisa dapat uang?Reni memutar bola mata malas, menghadapi Dani harus berkali-kali menghela napas panjang. Sepertinya lelaki macam itu akan sulit untuk melihat keburukannya sendiri."Maaf, Mas. Tidak ada kepentingan lagi antar
Reni tersenyum getir menanggapi permintaan Dani. Dia tidak mungkin mengubah keputusannya. Hatinya telah tertutup bagi Dani dan sama sekali dia tidak berpikir untuk membukanya lagi."Memulai lagi, Mas? Jangan buat aku ketawa. Setelah semua yang telah kamu perbuat padaku, kamu ingin kita memulai lagi? Jangan bikin aku ketawa, Mas." Yang ada di hati Reni kini hanya rasa benci dan juga kecewa, mana bisa dia harus memulai semuanya lagi dengan Dani? Itu hal yang sangat menakutkan baginya. Atau lebih seperti sebuah trauma yang amat sangat mencekam.Reni melewati kehamilannya seorang diri. Dani hanya sesekali saja berada di sampingnya. Dan itupun tak menampilkan tanda-tanda jika Dani menyayangi anak yang ada dalam kandungan Reni. Tak pernah sekali pun Dani mengelus perut Reni, mencoba berinteraksi dengan bayi yang dikandung Reni. Dan kini Dani dengan tidak tahu malunya meminta Reni untuk memulai semuanya dari awal?"Ren! Apa kamu nggak mikirin anak kita? Dia masih butuh sosok
Setelah kepulangan Reni ke rumah orang tuanya, Dani terus saja menghubungi Reni. Dia selalu berbicara ingin memulai lagi semuanya dengan Reni. Tapi, Reni masih keukeuh dnegan keputusannya. Dia sudah enggan bertemu dengan Dani."Ren! Dani datang dengan kedua orang tuanya ingin bicara sama kamu." Yanti masuk ke kamar Reni yang sedang menyusui bayinya. Reni membuang napas panjang kala mendengar nama Dani."Nanti, Buk. Aku masih netekin si Rey." Sebenarnya sudah sangat malas Reni berhadapan dengan keluarga itu. Tetapi, dia masih menghormati kedua orang tua Dani, meski mereka tidak pernah berlaku baik padanya.Yanti hanya menuruti anaknya. Dia tidak enak hati jika mengusir besannya. Walau bagaimanapun, mereka masih orang yang memiliki unggah ungguh."Sebentar, Reni sedang menyusui Rey." Yanti ikut duduk di ruang tamu, menemani tamunya. Dia sendiri sebenarnya geram dengan perilaku Dani dan juga orang tuanya. Jika orang tua yang benar, anaknya selingkuh, mereka akan men
Setelah Wahyu berbicara dengan ibunya, akhirnya Tari diperbolehkan untuk sementara tinggal di situ. Dan Dani diminta untuk datang ke rumah keluarga Tari untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.Beberapa hari yang lalu, Tari melahirkan secara sesar. Jika dihitung, itu selang dua hari dari waktu Reni melahirkan. Mungkin bisa dikatakan itu sebagai untung double bagi Dani. Atau mungkin kepusingan berlipat bagi lelaki tak memiliki pekerjaan tetap seperti Dani. Hanya modal rayuan dan juga modal dengkul, lelaki tamak itu ingin memiliki istri lebih dari satu. Minus akhlak maupun harta, tetapi begitu serakah.Lelaki baik tidak akan mengkhianati istrinya, begitu pula wanita baik. Dia tidak akan datang di antara rumah tangga orang lain. Apalagi jika hanya dicurhati oleh lelaki bersuami tentang masalah rumah tangganya. Jika dia belum mengantungi surat cerai, itu tandanya dia masih lelaki beristri.Sekarang mereka berdua sama-sama pusing. Tari dengan statusnya, sedang Dani
Tari menangis sejadi-jadinya. Dia tak menyangka ibunya akan menyalahkannya seperti itu. Dia berpikir jika ibunya akan memeluknya dan memberinya kekuatan. Tapi nyatanya, jauh panggang dari pada api. Bahkan tak ada satu pun yang terlihat membelanya kini. "Bu, aku anakmu kenapa Ibu malah menyalahkanku?" tanya Tari dengan masih terisak. Ibunya membuang muka. Dia merasa kecewa dengan anaknya itu. "Kamu mau tahu kenapa?" Ibu Tari ikut terisak bersama dengan anaknya. Rasanya sakit sekali hatinya kali ini. Kenapa anaknya sendiri sekarang yang merusak rumah tangga orang lain. "Karena ibu pernah berada di posisi wanita itu. Seorang istri yang diselingkuhi suaminya dengan wanita lain." Semua orang yang ada di ruangan itu kaget, kecuali paman Tari dan juga ayahnya. "A-apa?" Tari melihat ke arah ayahnya yang tengah menunduk. Sepertinya ayahnya malu kala aibnya di masa lalu akhirnya terbongkar saat ini di hadapan anak-anaknya. Lutut Tari seketik
Tari menunggu Wahyu dengan perasaan gelisah. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya. Dia takut tapi juga tak bisa melakukan semua itu sendiri. Dia butuh orang lain saat seperti ini.Tari berbenah dengan perasaan hancur. Dia yang awalnya mendambakan masa depan bersama dengan Dani, harus menelan pil pahit karena sikap Dani yang plin plan dan juga sikap keras kepala Reni yang tak mau dimadu.Air mata terus meleleh membasahi pipi. Semakin deras hingga Tari seakan lupa cara untuk berhenti. Dia tak bisa seperti ini. Awalnya sudah salah, sampai kapan pun pasti tetap salah.Saat membuka lemari dan memberesi bajunya, Tari menemukan beberapa baju milik Dani. Dia mendekat sejenak lantas memasukkannya ke kantung yang berbeda."Ini ijazah sama akte Mas Dani enaknya gimana?" Tari ragu, Dani memang sudah berencana kabur dengan Tari setelah Tari lahiran. Tetapi akhirnya Dani kembali plin plan dan memilih untuk kembali pada Reni. Hancur sudah semua harapan