Revan menatap sang istri yang kini tampak panik. Ia sama sekali tidak berani menatap Mayang. Wajah cantik itu membuat debar di dadanya menggila. Revan tidak habis pikir mengapa jalan hidupnya seperti sinetron ikan terbang."Mas, kebetulan kamu datang. Kita sekalian bicara saja. Mayang nggak mau ketemu kamu berdua saja. Padahal maksud aku biar kalian enak mengobrolnya," kata Ara berusaha memecah keheningan mereka bertiga. "Ck! Apa yang mau dibicarakan, Ra?" tanya Revan dengan ketus seolah tidak suka dengan semua rencana wanita yang saat ini sudah mulai bisa berjalan tanpa kursi roda itu. "Mas kamu itu lucu pertanyaannya. Ya, pernikahan kalian berdua. Atau kalian berdua bicara di sini, biar aku pindah tempat duduk," kata Ara sengaja memberikan waktu berdua pada Revan dan Mayang."Kamu nggak boleh pergi ke mana pun. Aku mau menikah dengan sahabat kamu karena permintaan kamu. Jadi, kita harus bicarakan bertiga," kata Revan dengan tegas.Mayang terkejut mendengar ucapan Revan. Ia merasa
Ara kebingungan saat mendengar Murni menyebut Adhyatsa dengan sebutan Tuan. Bukankah mereka adalah mertua dan menantu? Ara semakin mendekatkan telinganya agar bisa mendengarkan semua. Informasi penting ini semoga saja bisa melancarkan semua rencananya."Sa-saya benar-benar tidak tahu maksud ucapan Tuan Besar." Kali ini Murni sangat ketakutan menatap ayah mertuanya itu."Apa aku harus percaya dengan semua kepolosan kamu? Tidak, Murni! Aku yakin kamu juga andil dalam rencana Revan yang akan menikahi anak babu itu!" Adhyatsa sangat marah ketika mengatakan hal ini. "Kamu tahu, hal ini akan menyakitkan keluarga besar Manggala. Efeknya jelas, mereka akan menarik semua bantuan untuk Adhyatsa Grup," lanjut Andhyatsa sambil menatap tajam pada Murni yang kini mulai berlinang air mata."Revan mau menikah lagi? Tidak mungkin! Hubungan Ara dan Revan sudah sangay baik. Mereka sudah satu kamar. Rasanya tidak mungkin anak saya gila." Murni memang tidak tahu apa pun tentang rencana Ara."Lantas, apa y
Hardi--asisten Revan datang bersama dengan Inama. Haris tidak keberatan ketika ada sosok laki-laki muda itu. Penerimaan Inama terhadap Hardi membuat Haris luluh. Meski semua masih dirahasiakan pada banyak orang."Hardi," cicit Gita yang nyaris tidak terdengar oleh siapa pun. Hardi menatap Gita sambil tersenyum lebar. Sahabat Ara itu menunduk. Pemandangan lantai granit rumah ini sepertinya lebih menarik. Padahal mereka ada bahan diskusi."Apa Ara bercerita padamu tentang rencana pernikahan Revan?" tanya Haris yang kini beranjak dari duduknya."Tidak sama sekali, Pak. Saya tidak bisa terlalu dekat dengan istri bos saya. Bisa jadi fitnah macam-macam. Hanya saja, saya mencoba berpikir dari sisi Ara." Hardi mengatakan alasan yang lumayan masuk logika. "Ara punya rencana? Tapi kenapa harus mendatangkan wanita lain dalam rumah tangganya? Apa dia yakin akan baik-baik saja?" Haris semakin emosi saat ini. "Biar bagaimana pun, aku akan secepatnya ke Singapura dan menemui Dokter yang mengurus A
"Assalamualaikum, Ibu." Revan langsung mencium punggung tangan wanita yang dulu merawatnya.Mayang masih terkejut dengan kedatangan tamunya kali ini. Ia sama sekali tidak menyangka jika Revan dan Ara akan datang secepat ini. Ara tadi mengirimkan pesan jika akan datang besok. Mengapa justru malam ini mereka datang?"Wa-waalaikumussalam, Tuan Revan." Darsih masih sangat terkejut dan gugup saat ini.Revan segera melepaskan tangan wanita paruh baya itu. Ara pun melakukan hal yang sama seperti sang suami. Ia juga menghormati ibu dari sahabat baiknya itu. Darsih cukup terkejut melihat wanita muda yang ada di depannya.Wanita muda yang datang bersama Revan itu sangatlah cantik. Tidak hanya cantik, bagi Darsih wanita muda itu juga berkelas. Sangat jauh jika dibandingkan dengan Mayang. Entah apa yang akan mereka lakukan pada Mayang. Darsih curiga jika Mayang mengganggu rumah tangga mereka."Saya Ara, Bu. Dulu saya dan Mayang bersahabat saat masih kuliah di Bandung. Kami beda jurusan tapi sanga
"Mas, kita sudah sepakat. Kita akan melaluinya dengan baik-baik saja. Ayolah," kata Ara sambil menggenggam tangan sang suami.Revan tercekat seketika mendengar ucapan Ara. Lidahnya mendadak kelu dan tidak bisa mengucapkan apa pun. Kepala Revan mengangguk sebagai jawaban. Ia lantas menatap Mayang yang masih menunduk sejak tadi."May, maukah kamu menikah denganku?" Revan kali ini bisa mengatakan dengan lancar."Ya." Satu kata itu saja yang bisa keluar dari mulut Mayang sebagai jawaban.Tidak dipungkiri ada kebahagian pada mata kedua calon pengantin itu. Mereka bisa menikah meski harus melewati perpisahan sebelumnya. Revan merasakan hatinya bimbang saat ini. Benarkah ia bahagia? Atau hanya karena melihat Ara tersenyum saat ini?"Terima kasih atas kesediaan kalian berdua. Aku janji, nama kamu nggak akan buruk meski menjadi istri kedua. Aku juga akan berjanji mengumumkan pernikahan kalian nantinya. Tidak perlu khawatir, May, kita bertiga akan baik-baik saja." Ara mengatakan dengan tegar pa
Setelah pernikahan itu, Revan langsung memboyong Mayang malam itu juga. Kini sudah satu bulan mereka tinggal bersama. Murni tampak sangat bahagia saat Mayang datang ke rumah ini. Ia merasa punya teman di rumah ini.Perlahan, Murni mulai mengabaikan Ara yang notabene dari keluarga konglomerat. Murni dan Mayang mempunyai kesamaan. Mereka sama-sama dari keluarga tidak mampu. Mereka merasa sangat cocok antara satu dengan lainnya.Revan lebih banyak menghabiskan malam bersama dengan Mayang. Ara tidak mempermasalahkannya dan semakin giat bekerja saat ini. Kemajuan perusahaan yang Ara kelola semakin signifikan. Gita masih sama, tidak pernah menyapa Mayang saat datang ke rumah ini. Malam ini, Ara ingin berdiskusi dengan Revan. Diskusi terkait perusahaan. Adhyatsa Grup diambang kebangkrutan dan tidak ada yang dilakukan oleh Revan sama sekali. Sebenarnya, hal ini bukan urusan Ara karena akan sangat menguntungkan bagi Manggala Grup dan juga Cakra Buana Grup yang saat ini semakin besar. "Mas, k
Murni mundur beberapa langkah. Pun dengan Mayang yang melakukan hal yang sama. Entah ada keperluan apa, Adhyatsa justru datang ke rumah ini. Napas Murni tampak kembang kempis saat ini.Murni merasa lelah karena hidup dalam tekanan Adhyatsa juga adik iparnya. Mereka dulu sangat merendahkannya, tetapi tidak saat ini. Revan dianggap membawa perkembangan baik untuk perusahaan yang didirikan oleh mendiang suaminya. Angan yang luar biasa bodoh."Oh, kamu, siapa, Mayang? Ya, anak pembantu yang pada akhirnya tercapai cita-citanya untuk menikah dengan Tuan Muda keluarga Adhyatsa. Gundik tetaplah gundik. Kalian satu tipe, sama satu dengan lainnya." Tanpa aba-aba Adhyatsa menyerang Mayang dengan ucapan yang sangat menyakitkan. "Kamu boleh mendapatkan cinta Revan, tapi pemenangnya tetap mereka yang punya harta. Aku rasa kalian berdua ini paham," lanjut Adhyatsa sambil menunjuk Mayang dan bergantian dengan Murni.Tatapan penuh kebencian tampak pada Adhyatsa untuk menantu dan istri Revan. Mereka sa
Saat ini bahkan sudah jam makan siang dan Revan baru saja datang ke kantor Haris Manggala. Ara sedikit menahan napas karena takut sang papa akan marah. Tidak, di luar dugaan, Haris sama sekali tidak marah justru sebaliknya. Laki-laki paruh baya itu justru tersenyum lebar dan mereka berjabat tangan."Aku rasa kamu sudah bekerja keras, Revan. Terima kasih meski berada di rumah selama hampir dua puluh delapan hari, tapi kamu tetap bekerja. Terbukti, saham Adhyatsa Grup naik dengan pesat. Saham kita sudah sama," kata Haris membuat Ara tersedak air liurnya sendiri.Benarkah yang diucapkan Haris Manggala? Ara bahkan tidak tahu sama sekali. Data yang didapatkan tidak seperti yang diucapkan oleh sang papa. Lantas apa yang salah. Ara buru-buru merogoh ponsel dari dalam tas slempang. Ia mengecek semua data perusahaan. Entah bagaimana, data yang didiskusikan semalam bersama Revan hilang begitu saja. Astaga! Ara sangat ceroboh karena tidak menyimpan terlebih dahulu data itu."Iya, Pa. Semua atas
Tidak butuh waktu lama, Angga segera menemui kedua orang tua Ara. Angga sama sekali tidak mau membuang waktu percuma. Ia benar-benar mencintai sosok Anggara Manggala. Angga tidak peduli dengan status janda yang melekat pada Ara.Keluarga besar Angga juga menerima siapa pun calon menantu mereka. Hal terpenting adalah, mereka bisa saling mencintai dan kelak hidup dengan bahagia. Calon mertua Angga adalah orang biasa. Mereka pernah dibantu oleh Haris Manggala secara finansial."Terima kasih Pak Haris menerima lamaran dari putra kami," kata Suminto yang merasa sangat bersyukur setelah lamaran mereka diterima baik oleh keluarga besar Haris Manggala. "Sama-sama. Saya tidak mungkin menolak lamaran Angga. Saya tahu bagaimana karakter Angga. Angga sosok pekerja keras dan satu, dia setia." Haris memuji sosok calon menantunya. "Ara pernah gagal dalam rumah tangga. Semoga Angga adalah jodoh terbaik untuk anak saya," kata Haris penuh harapan."Saya juga berharap seperti itu. Nak Ara orang yang ba
Revan menatap tajam Mayang. Ia menduga jika ibunya Kala mengatakan hal buruk pada Ara. Mayang tidak bisa ditebak isi pikiran dan hatinya. Revan merasa telah menikahi orang yang berbeda."Aku permisi," kata Ara tidak mau ikut campur masalah rumah tangga mereka.Ara melirik sekilas ke arah anak laki-laki kecil itu. Hatinya sangat sedih karena anak Revan berkebutuhan khusus. Anak itu tidak terawat dengan baik karena faktor ekonomi. Akan tetapi, Ara tidak bisa berbuat banyak untuk mereka."Ra, maukah kamu menikah kembali dengan Mas Revan?" Pertanyaan Mayang sukses membuat langkah Ara terhenti seketika. "Aku akan mundur dan tidak lagi mengganggu kalian nantinya. Aku sadar, aku banyak salah dan sudah sangat jahat padamu," lanjut Mayang yang saat ini meneteskan air mata.Tubuh Ara mendadak kaku dan tidak mau menoleh lagi. Ia merasa sakit ketika mendengar permintaan Mayang. Rasa cinta yang dipendam untuk Revan mendadak hilang begitu saja. Entahlah, hanya Ara dan Tuhan saja yang tahu."Ra, aku
Penundaan jadwal reuni kampus Ara membuat Revan frustasi. Ia harus semakin lama menunggu bertemu dengan mantan istri pertamanya itu. Padahal, Revan sudah mempersiapkan semua hal dengan baik. Kini terpaksa harus menyimpan semua itu.Sementara itu, Ara memutuskan untuk membuka hati untuk Angga. Ia menyadari satu hal, tidak semua laki-laki sama di dunia ini. Angga tampak sangat baik dan sopan. Sosok Dokter itu juga sangat menghormati wanita."Sudah lama di sini?" tanya Ara saat baru saja keluar dari dapur dan melihat Angga duduk seorang diri di ruang tamu.Angga terjengit kaget karena sedang sibuk melamun saat ini. Ia pun segera beranjak dari duduknya. Ara tersenyum melihat tingkah Angga. Ia menatap ke arah Dokter muda itu."Maaf, aku nggak bermaksud mengejutkan," kata Ara dengan tulus."Oh, tidak. Aku hanya ...." Angga tidak melanjutkan ucapannya."Ada apa? Ada yang ingin dibicarakan dengan Bu Salamah?" tanya Ara sambil menatap Angga yang tampak cemas.Biasanya Angga akan berbicara deng
Sejak kejadian itu, Angga dan Ara dekat. Hanya saja, Ara membatasi kedekatan itu dan hanya sebagai teman. Angga hingga saat ini tidak tahu siapa Ara. Andai ia tahu, maka akan sangat terkejut. Angga mengenal siapa sosok Haris Manggala.Ara sama sekali tidak pernah menyebutkan siapa kedua orang tuanya. Hanya sesekali saja ia menemui kedua orang tuanya. Padahal, sudah hampir tiga tahun bercerai dengan Revan. Ara masih ingin mengobati hatinya."Aku boleh datang ke rumah orang tua kamu?" tanya Angga saat berada di panti asuhan ini."Untuk apa?" tanya Ara sambil tersenyum ramah seperti biasa.Bukan tidak paham arah pembicaraan Angga, hanya saja, Ara tidak mau gegabah dalam banyak hal. Ia masih menutup hati untuk banyak orang. Entah akan sampai kapan, tidak ada yang tahu. Ara juga menolak mentah-mentah cinta Angga dan hanya ingin menjalin hubungan pertemanan saja."Aku ingin melamar kamu pada kedua orang tuamu. Kamu tidak mau pacaran bukan?" tanya Angga sambil menatap intens ke arah mata Ara
Revan akhirnya menjelaskan pada Mayang jika mengalami kelumpuhan akibat terjatuh tadi pagi. Tentu saja, Mayang sangat syok. Ia tidak bisa menerima keadaan dirinya saat ini. Menyakitkan karma yang harus diterimanya. Revan terpaksa membawa Mayang pulang karena biaya rumah sakit pasti akan membengkak jika Mayang lama dirawat."May, rumah itu mending dijual aja. Toh, itu semua aku yang beli." Revan memaksa Mayang untuk menjual rumah yang telah diubah menjadi kafe."Mas, itu satu-satunya aset kita, kalo kita jual, kita nggak akan punya apa-apa lagi," kata Mayang menolak menjual rumah pemberian Revan."Ck! Kamu tahu nggak? Kebutuhan semakin banyak dan aku banyak nganggur! Jual aja," kata Revan yang tidak sabar dengan sang istri.Mayang mengembuskan napas kasar saat ini. Ia hanya bisa duduk di kursi roda saja sekarang. Darsih tidak pernah datang lagi sejak kejadian beberapa waktu yang lalu. Mayang kali ini merasa sangat membutuhkan sosok sang ibu."Mas, kalo dijual dan kita nggak punya usaha
Masa lalu menyakitkan tidak akan membuat seseorang dengan mudahnya memaafkan. Rahman--saksi kunci yang dulu hampir dibunuh oleh Murni ternyata berhasil selamat. Kedatangan sosok laki-laki yang usianya hampir sama dengan Murni itu sontak mengejutkan banyak orang, terutama Murni dan Adhyatsa. Revan jelas tidak mengenal sosok yang kini berdiri dengan angkuh di depan mereka semua."Ka-kamu masih hidup?" tanya Murni yang saat ini wajahnya tampak sangat pias."Ya! Setelah kamu berusaha meleyapkan nyawaku, kini aku masih berada di sini. Tuhan masih berbaik hati denganku. Murni, bersiaplah menerima hukuman." Rahman mengatakan dengan nada dingin saat ini.Semua terdiam, suasana pun mendadak hening. Rahman dengan amarah dan dendamnya pada Murni. Akan tetapi, tak lama polisi datang untuk menangkap Murni. Revan tidak bisa berbuat banyak saat ini.Semua sudah jelas, Revan bukan anak kandung Panji Adhyatsa. Ia merasa sangat sakit saat ini. Revan salah satu korban dari keserakahan Murni. Tidak ada
Ara mengembuskan napas perlahan. Wajah Revan kali ini penuh permohonan agar Ara mau berbicara. Haris yang menatap tajam tidak membuat Revan takut. Ada hal yang harus mereka bicarakan."Pa, Ma, aku akan bicara sebentar pada Mas Revan. Papa dan Mama bisa tinggalkan kami berdua?" tanya Ara kepada kedua orang tuanya.Inama mengangguk sebagai jawaban dan segera mengamit lengan sang suami. Ia memberikan waktu kepada sang putri untuk berbicara pada mantan menantu mereka. Anak muda itu, mereka membuat rumah tangga yang awalnya adem ayem sekarang justru sangat rumit. Haris kadang tidak habis pikir dengan cara sang putri."Kita bicara di sana saja," kata Ara sambil menunjuk satu pohon besar dengan kursi taman di bawahnya.Revan mengikuti Ara dari belakang. Ia masih beruntung karena mantan istrinya masih memberikan kesempatan untuk berbicara. Meski Revan sadar, Ara tidak akan mau kembali rujuk. Setidaknya itu yang tampak pada wajah Ara saat ini."Mas, apa yang mau kamu bicarakan sekarang?" tanya
Gita berdiri tepat di depan Revan dan Murni. Ia tampak membenci kedua orang itu. Murni hanya bisa menunduk saat ini. Gita bukan gadis sembarangan.Gita adalah adik kandung Naga Cakra Wibowo, pemilik perusahaan Cakra Buana. Gita tidak akan membuang kesempatan emas untuk membalas Murni saat ini. Beberapa waktu yang lalu, ia menemui Adhyatsa di rumah sakit dan berbicara tentang masa lalu. Tentu hal ini akan sangat mengejutkan untuk semua orang."Aku akan katakan satu hal padamu, Revan Adhyatsa. Kamu tidak pantas menyandang nama belakang Adhyatsa karena kamu bukan anak kandung Panji Adhyatsa. Wanita ini menjebak ayahku, Panji Adhyatsa agar bisa menikahi dengan dalih hamil. Bukankah itu luar biasa?" Gita tersenyum miring setelah mengatakan hal itu. "Mamaku, ada di rumah sakit jiwa juga karena ulahnya," lanjut Gita dengan wajah mengerikan.Revan mundur beberapa langkah karena terkejut mendengar ucapan Gita. Ada apa dengan hidupnya saat ini? Revan seperti orang linglung. Berbeda dengan Murni
Wajah Mayang saat ini langsung seputih kapas. Ia takut karena Revan mempunyai bukti tentang kejahatannya. Mayang yang meletakkan obat itu di laci meja rias Ara. Pantas saja, mereka semua langsung menemukan obat itu tanpa mengobrak-abrik kamar Ara."Bagaimana?" tanya Revan dengan nada dingin dan syarat amarah yang luar biasa."A-aku bisa jelaskan, Mas. Semua ini karena ...." Mayang tidak bisa melanjutkan ucapannya.Revan langsung beranjak dari duduknya dengan kasar. Ia meletakkan laptop di atas meja. Masih dengan tatapan penuh kebencian, ia kembali mendekati Mayang. Revan tidak habis pikir dengan cara kotor istri keduanya. Entah apa yang direncanakan oleh wanita yang baru saja melahirkan itu."Kenapa? Kamu harus ingat, kita bisa menikah karena kebesaran hati Ara. Jika bukan karena dia, kita tidak bisa menikah!" Suara Revan menggelegar memenuhi kamar mereka berdua. "Apa isi otak kamu itu? Tega-teganya kamu berbuat seperti ini?!" bentak Revan sambil melempar gelas bekas minum Mayang."Ma