Mayang tidak mengenal siapa laki-laki itu yang kini sudah keluar dari ruang pribadinya. Hari ini merupakan hari sial bagi perempuan yang kini sedang sangat syok. Kesialan yang bertubi dan entah sampai kapan. Gilang berusaha menenangkan calon istrinya itu."Sabar, May, setiap usaha pasti ada saja ujiannya," kata Gilang yang saat ini duduk di samping Mayang.Wajah Mayang kini semakin pucat pasi. Ia ketakutan dengan ucapan sosok laki-laki itu. Mayang mengartikan jika laki-laki itu tahu banyak tentang dirinya. Bahaya, bisa menjadi petaka di masa depan.Dengan sisa tenaga yang dimiliki, Mayag berlari mengejar sosok laki-laki itu. Gilang pun ikut keluar dan mencari Mayang. Nihil, sosok laki-laki itu tidak ada. Mayang mendengkus kesal."Dia sudah kabur. Seenaknya saja mengatakan hal buruk tentang aku," kesal Mayang saat ini berusaha berjalan menuju ke dalam kafenya.Dalam sekejam, kafe Mayang mendadak sepi. Hanya satu, dua orang saja yang masih tetap tinggal. Apakah ada hubungannya dengan ap
Lina hanya diam saat ini. Ia tidak bisa memberikan solusi apa pun perihal keuangan. Lina siang ini terpaksa mengantar Mayang ke bank karena kondisi wanita itu yang tidak stabil. Emosi Mayang sangat meledak-ledak saat ini."Ibu duduk saja dulu, kita akan pikirkan sama-sama. Sebentar, Bu, biar saya belikan air mineral di depan." Lina pamit pada Mayang untuk pergi membeli minuman dingin."Tidak usah. Kita langsung pulang saja. Aku akan bicara langsung pada Pak Sumarjono. Aku nggak tahu, ini karena lagi sial atau apa," kata Mayang sambil mengusap air matanya yang dengan lancang mengalir ke pipi."Iya, Bu. Biar saya yang bawa motor saja," kata Lina yang tidak mau dibonceng oleh Mayang karena kondisi Mayang yang tidak stabil sama sekali.Mayang lantas menyerahkan kunci motor pada Lina. Ia masih belum bisa terima dengan apa yang menimpanya kali ini. Mayang tidak biasa teledor. Ia harus menanggung kerugian sebesar ini.Berawal dari pertengkaran dengan Gilang, kafe di Semarang pun mendadak sep
Seminggu setelah kejadian itu, Mayang tidak punya solusi apa pun. Permintaan pinjaman pada beberapa bank di Jakarta ditolak. Identitas Mayang bukan orang Jakarta. Ada solusi untuk meminta surat izin tinggal sebagai syarat karena Mayang tercatat sebagai warga Semarang, tetapi Mayang pun tidak pernah berkomunikasi dengan ketua rt setempat.Sumarjono merasa dipermainkan oleh Mayang akhirnya melaporkan tindak kriminal yang dilakukan wanita itu. Mayang dalam posisi sangat sulit. Ia mendapatkan ancaman masuk penjara. Pidana empat tahun kurungan setidaknya akan didapatkan oleh Mayang jika tidak segera mendapatkan uang itu."Bu, apa tidak bisa cari pinjaman dari Semarang saja?" tanya Lina dengan wajah penuh keprihatinan."Aku nggak mau keluarga dan tetanggaku tahu jika aku bermasalah di sini. Sebisa mungkin aku akan selesaikan ini dengan cara baik-baik." Jawaban Mayang terlalu naif, padahal Lina tahu, berita itu sudah menyebar melalui media sosial."Ya, sudah, Bu. Risikonya kafe ini akan ditu
Menolak atau menerima tawaran Ara sama-sama salah. Mayang mengembuskan napas kasar. Ia berpikir matang-matang sebelum menjawab. Ini tentang masa depan pernikahan mereka bertiga nantinya."Ra, kasih aku waktu tiga hari." Mayang tidak mau tawar menawar dengan sahabat baiknya itu. "Baik. Dalam tiga hari lagi aku akan datang pada jam yang sama." Setelah mengatakannya, Ara segera berpamitan pada Mayang.Mayang pun mengantar Ara hingga depan kafe. Ara datang ke kafe naik taksi online. Kini Mayang menuju ke ruangan pribadinya di lantai dua. Hati Mayang gundah dan tidak ingin gegabah saat memutuskan masalah ini.Sementara itu, Ara kali ini menuju ke kediaman keluarga besar Adhyatsa. Ia akan berbicara pada kakek Revan itu. Masalah ini harus tuntas, jika bisa sebelum tiga hari yang akan datang. Ara tidak mau membuang waktu lagi."Permisi," kata Ara di depan pintu ruang tamu kediaman Adhyatsa.Rumah keluarga Revan seperti tidak terurus sama sekali. Entah apa yang dikerjakan oleh penghuni rumah
Tiga hari setelah kejadian itu, Revan mendiamkan Ara. Ia tidak habis pikir dengan pemikiran Ara. Kebanyakan wanita akan marah jika suaminya terang-terangan menikah lagi. Akan tetapi, tidak bagi Ara.Sejak malam itu, Revan tidak ingin berusaha mencari tahu alasan sang istri. Hal ini membuat Ara tidak nyaman. Ia pun mengambil surat tentang kesehatan miliknya yang palsu untuk ditunjukkan pada sang suami. Ara ingin Revan setuju dengan rencananya. "Apa ini?" tanya Revan yang baru saja selesai berpakaian dan siap berangkat kerja. "Bacalah." Ara tidak berani menatap sang suami.Revan membuka map berlogo gambar salah satu rumah sakit swasta internasional. Ia terkejut saat membaca tentang kesehatan rahim sang istri. Ara tidak bisa mengandung karena kecelakaan yang menimpanya. Revan langsung jatuh terduduk."Maka dari itu, aku ingin Mas Revan menikah dengan Mayang. Dia satu-satunya sahabat terbaik yang aku punya, Mas. Aku mohon," kata Ara dengan suara parau."Jadi, akulah penyebab kamu menjad
Revan menatap sang istri yang kini tampak panik. Ia sama sekali tidak berani menatap Mayang. Wajah cantik itu membuat debar di dadanya menggila. Revan tidak habis pikir mengapa jalan hidupnya seperti sinetron ikan terbang."Mas, kebetulan kamu datang. Kita sekalian bicara saja. Mayang nggak mau ketemu kamu berdua saja. Padahal maksud aku biar kalian enak mengobrolnya," kata Ara berusaha memecah keheningan mereka bertiga. "Ck! Apa yang mau dibicarakan, Ra?" tanya Revan dengan ketus seolah tidak suka dengan semua rencana wanita yang saat ini sudah mulai bisa berjalan tanpa kursi roda itu. "Mas kamu itu lucu pertanyaannya. Ya, pernikahan kalian berdua. Atau kalian berdua bicara di sini, biar aku pindah tempat duduk," kata Ara sengaja memberikan waktu berdua pada Revan dan Mayang."Kamu nggak boleh pergi ke mana pun. Aku mau menikah dengan sahabat kamu karena permintaan kamu. Jadi, kita harus bicarakan bertiga," kata Revan dengan tegas.Mayang terkejut mendengar ucapan Revan. Ia merasa
Ara kebingungan saat mendengar Murni menyebut Adhyatsa dengan sebutan Tuan. Bukankah mereka adalah mertua dan menantu? Ara semakin mendekatkan telinganya agar bisa mendengarkan semua. Informasi penting ini semoga saja bisa melancarkan semua rencananya."Sa-saya benar-benar tidak tahu maksud ucapan Tuan Besar." Kali ini Murni sangat ketakutan menatap ayah mertuanya itu."Apa aku harus percaya dengan semua kepolosan kamu? Tidak, Murni! Aku yakin kamu juga andil dalam rencana Revan yang akan menikahi anak babu itu!" Adhyatsa sangat marah ketika mengatakan hal ini. "Kamu tahu, hal ini akan menyakitkan keluarga besar Manggala. Efeknya jelas, mereka akan menarik semua bantuan untuk Adhyatsa Grup," lanjut Andhyatsa sambil menatap tajam pada Murni yang kini mulai berlinang air mata."Revan mau menikah lagi? Tidak mungkin! Hubungan Ara dan Revan sudah sangay baik. Mereka sudah satu kamar. Rasanya tidak mungkin anak saya gila." Murni memang tidak tahu apa pun tentang rencana Ara."Lantas, apa y
Hardi--asisten Revan datang bersama dengan Inama. Haris tidak keberatan ketika ada sosok laki-laki muda itu. Penerimaan Inama terhadap Hardi membuat Haris luluh. Meski semua masih dirahasiakan pada banyak orang."Hardi," cicit Gita yang nyaris tidak terdengar oleh siapa pun. Hardi menatap Gita sambil tersenyum lebar. Sahabat Ara itu menunduk. Pemandangan lantai granit rumah ini sepertinya lebih menarik. Padahal mereka ada bahan diskusi."Apa Ara bercerita padamu tentang rencana pernikahan Revan?" tanya Haris yang kini beranjak dari duduknya."Tidak sama sekali, Pak. Saya tidak bisa terlalu dekat dengan istri bos saya. Bisa jadi fitnah macam-macam. Hanya saja, saya mencoba berpikir dari sisi Ara." Hardi mengatakan alasan yang lumayan masuk logika. "Ara punya rencana? Tapi kenapa harus mendatangkan wanita lain dalam rumah tangganya? Apa dia yakin akan baik-baik saja?" Haris semakin emosi saat ini. "Biar bagaimana pun, aku akan secepatnya ke Singapura dan menemui Dokter yang mengurus A
Tidak butuh waktu lama, Angga segera menemui kedua orang tua Ara. Angga sama sekali tidak mau membuang waktu percuma. Ia benar-benar mencintai sosok Anggara Manggala. Angga tidak peduli dengan status janda yang melekat pada Ara.Keluarga besar Angga juga menerima siapa pun calon menantu mereka. Hal terpenting adalah, mereka bisa saling mencintai dan kelak hidup dengan bahagia. Calon mertua Angga adalah orang biasa. Mereka pernah dibantu oleh Haris Manggala secara finansial."Terima kasih Pak Haris menerima lamaran dari putra kami," kata Suminto yang merasa sangat bersyukur setelah lamaran mereka diterima baik oleh keluarga besar Haris Manggala. "Sama-sama. Saya tidak mungkin menolak lamaran Angga. Saya tahu bagaimana karakter Angga. Angga sosok pekerja keras dan satu, dia setia." Haris memuji sosok calon menantunya. "Ara pernah gagal dalam rumah tangga. Semoga Angga adalah jodoh terbaik untuk anak saya," kata Haris penuh harapan."Saya juga berharap seperti itu. Nak Ara orang yang ba
Revan menatap tajam Mayang. Ia menduga jika ibunya Kala mengatakan hal buruk pada Ara. Mayang tidak bisa ditebak isi pikiran dan hatinya. Revan merasa telah menikahi orang yang berbeda."Aku permisi," kata Ara tidak mau ikut campur masalah rumah tangga mereka.Ara melirik sekilas ke arah anak laki-laki kecil itu. Hatinya sangat sedih karena anak Revan berkebutuhan khusus. Anak itu tidak terawat dengan baik karena faktor ekonomi. Akan tetapi, Ara tidak bisa berbuat banyak untuk mereka."Ra, maukah kamu menikah kembali dengan Mas Revan?" Pertanyaan Mayang sukses membuat langkah Ara terhenti seketika. "Aku akan mundur dan tidak lagi mengganggu kalian nantinya. Aku sadar, aku banyak salah dan sudah sangat jahat padamu," lanjut Mayang yang saat ini meneteskan air mata.Tubuh Ara mendadak kaku dan tidak mau menoleh lagi. Ia merasa sakit ketika mendengar permintaan Mayang. Rasa cinta yang dipendam untuk Revan mendadak hilang begitu saja. Entahlah, hanya Ara dan Tuhan saja yang tahu."Ra, aku
Penundaan jadwal reuni kampus Ara membuat Revan frustasi. Ia harus semakin lama menunggu bertemu dengan mantan istri pertamanya itu. Padahal, Revan sudah mempersiapkan semua hal dengan baik. Kini terpaksa harus menyimpan semua itu.Sementara itu, Ara memutuskan untuk membuka hati untuk Angga. Ia menyadari satu hal, tidak semua laki-laki sama di dunia ini. Angga tampak sangat baik dan sopan. Sosok Dokter itu juga sangat menghormati wanita."Sudah lama di sini?" tanya Ara saat baru saja keluar dari dapur dan melihat Angga duduk seorang diri di ruang tamu.Angga terjengit kaget karena sedang sibuk melamun saat ini. Ia pun segera beranjak dari duduknya. Ara tersenyum melihat tingkah Angga. Ia menatap ke arah Dokter muda itu."Maaf, aku nggak bermaksud mengejutkan," kata Ara dengan tulus."Oh, tidak. Aku hanya ...." Angga tidak melanjutkan ucapannya."Ada apa? Ada yang ingin dibicarakan dengan Bu Salamah?" tanya Ara sambil menatap Angga yang tampak cemas.Biasanya Angga akan berbicara deng
Sejak kejadian itu, Angga dan Ara dekat. Hanya saja, Ara membatasi kedekatan itu dan hanya sebagai teman. Angga hingga saat ini tidak tahu siapa Ara. Andai ia tahu, maka akan sangat terkejut. Angga mengenal siapa sosok Haris Manggala.Ara sama sekali tidak pernah menyebutkan siapa kedua orang tuanya. Hanya sesekali saja ia menemui kedua orang tuanya. Padahal, sudah hampir tiga tahun bercerai dengan Revan. Ara masih ingin mengobati hatinya."Aku boleh datang ke rumah orang tua kamu?" tanya Angga saat berada di panti asuhan ini."Untuk apa?" tanya Ara sambil tersenyum ramah seperti biasa.Bukan tidak paham arah pembicaraan Angga, hanya saja, Ara tidak mau gegabah dalam banyak hal. Ia masih menutup hati untuk banyak orang. Entah akan sampai kapan, tidak ada yang tahu. Ara juga menolak mentah-mentah cinta Angga dan hanya ingin menjalin hubungan pertemanan saja."Aku ingin melamar kamu pada kedua orang tuamu. Kamu tidak mau pacaran bukan?" tanya Angga sambil menatap intens ke arah mata Ara
Revan akhirnya menjelaskan pada Mayang jika mengalami kelumpuhan akibat terjatuh tadi pagi. Tentu saja, Mayang sangat syok. Ia tidak bisa menerima keadaan dirinya saat ini. Menyakitkan karma yang harus diterimanya. Revan terpaksa membawa Mayang pulang karena biaya rumah sakit pasti akan membengkak jika Mayang lama dirawat."May, rumah itu mending dijual aja. Toh, itu semua aku yang beli." Revan memaksa Mayang untuk menjual rumah yang telah diubah menjadi kafe."Mas, itu satu-satunya aset kita, kalo kita jual, kita nggak akan punya apa-apa lagi," kata Mayang menolak menjual rumah pemberian Revan."Ck! Kamu tahu nggak? Kebutuhan semakin banyak dan aku banyak nganggur! Jual aja," kata Revan yang tidak sabar dengan sang istri.Mayang mengembuskan napas kasar saat ini. Ia hanya bisa duduk di kursi roda saja sekarang. Darsih tidak pernah datang lagi sejak kejadian beberapa waktu yang lalu. Mayang kali ini merasa sangat membutuhkan sosok sang ibu."Mas, kalo dijual dan kita nggak punya usaha
Masa lalu menyakitkan tidak akan membuat seseorang dengan mudahnya memaafkan. Rahman--saksi kunci yang dulu hampir dibunuh oleh Murni ternyata berhasil selamat. Kedatangan sosok laki-laki yang usianya hampir sama dengan Murni itu sontak mengejutkan banyak orang, terutama Murni dan Adhyatsa. Revan jelas tidak mengenal sosok yang kini berdiri dengan angkuh di depan mereka semua."Ka-kamu masih hidup?" tanya Murni yang saat ini wajahnya tampak sangat pias."Ya! Setelah kamu berusaha meleyapkan nyawaku, kini aku masih berada di sini. Tuhan masih berbaik hati denganku. Murni, bersiaplah menerima hukuman." Rahman mengatakan dengan nada dingin saat ini.Semua terdiam, suasana pun mendadak hening. Rahman dengan amarah dan dendamnya pada Murni. Akan tetapi, tak lama polisi datang untuk menangkap Murni. Revan tidak bisa berbuat banyak saat ini.Semua sudah jelas, Revan bukan anak kandung Panji Adhyatsa. Ia merasa sangat sakit saat ini. Revan salah satu korban dari keserakahan Murni. Tidak ada
Ara mengembuskan napas perlahan. Wajah Revan kali ini penuh permohonan agar Ara mau berbicara. Haris yang menatap tajam tidak membuat Revan takut. Ada hal yang harus mereka bicarakan."Pa, Ma, aku akan bicara sebentar pada Mas Revan. Papa dan Mama bisa tinggalkan kami berdua?" tanya Ara kepada kedua orang tuanya.Inama mengangguk sebagai jawaban dan segera mengamit lengan sang suami. Ia memberikan waktu kepada sang putri untuk berbicara pada mantan menantu mereka. Anak muda itu, mereka membuat rumah tangga yang awalnya adem ayem sekarang justru sangat rumit. Haris kadang tidak habis pikir dengan cara sang putri."Kita bicara di sana saja," kata Ara sambil menunjuk satu pohon besar dengan kursi taman di bawahnya.Revan mengikuti Ara dari belakang. Ia masih beruntung karena mantan istrinya masih memberikan kesempatan untuk berbicara. Meski Revan sadar, Ara tidak akan mau kembali rujuk. Setidaknya itu yang tampak pada wajah Ara saat ini."Mas, apa yang mau kamu bicarakan sekarang?" tanya
Gita berdiri tepat di depan Revan dan Murni. Ia tampak membenci kedua orang itu. Murni hanya bisa menunduk saat ini. Gita bukan gadis sembarangan.Gita adalah adik kandung Naga Cakra Wibowo, pemilik perusahaan Cakra Buana. Gita tidak akan membuang kesempatan emas untuk membalas Murni saat ini. Beberapa waktu yang lalu, ia menemui Adhyatsa di rumah sakit dan berbicara tentang masa lalu. Tentu hal ini akan sangat mengejutkan untuk semua orang."Aku akan katakan satu hal padamu, Revan Adhyatsa. Kamu tidak pantas menyandang nama belakang Adhyatsa karena kamu bukan anak kandung Panji Adhyatsa. Wanita ini menjebak ayahku, Panji Adhyatsa agar bisa menikahi dengan dalih hamil. Bukankah itu luar biasa?" Gita tersenyum miring setelah mengatakan hal itu. "Mamaku, ada di rumah sakit jiwa juga karena ulahnya," lanjut Gita dengan wajah mengerikan.Revan mundur beberapa langkah karena terkejut mendengar ucapan Gita. Ada apa dengan hidupnya saat ini? Revan seperti orang linglung. Berbeda dengan Murni
Wajah Mayang saat ini langsung seputih kapas. Ia takut karena Revan mempunyai bukti tentang kejahatannya. Mayang yang meletakkan obat itu di laci meja rias Ara. Pantas saja, mereka semua langsung menemukan obat itu tanpa mengobrak-abrik kamar Ara."Bagaimana?" tanya Revan dengan nada dingin dan syarat amarah yang luar biasa."A-aku bisa jelaskan, Mas. Semua ini karena ...." Mayang tidak bisa melanjutkan ucapannya.Revan langsung beranjak dari duduknya dengan kasar. Ia meletakkan laptop di atas meja. Masih dengan tatapan penuh kebencian, ia kembali mendekati Mayang. Revan tidak habis pikir dengan cara kotor istri keduanya. Entah apa yang direncanakan oleh wanita yang baru saja melahirkan itu."Kenapa? Kamu harus ingat, kita bisa menikah karena kebesaran hati Ara. Jika bukan karena dia, kita tidak bisa menikah!" Suara Revan menggelegar memenuhi kamar mereka berdua. "Apa isi otak kamu itu? Tega-teganya kamu berbuat seperti ini?!" bentak Revan sambil melempar gelas bekas minum Mayang."Ma