"Widya sudah selesai belum?" teriak mama dari luar kamar.
"Bentar lagi Ma." Secepat kilat ku ambil tas diatas meja rias, lalu keluar menyusul mama dan papa yang sudah menunggu di ruang tamu.
Hari ini kami akan ke bandara, melepas kepergian Ilham ke luar negeri. Sepanjang perjanan hatiku gundah, takut terlambat datang dan tidak bisa bertemu untuk terakhir kali-nya.
Perjalanan yang membosankan menuju bandara akhirnya berakhir juga, kini kami telah sampai. Segera Aku menelpon Ilham, namun ponselnya tidak dapat di hubungi. Aku pun mencari bagian informasi di Bandara untuk bertanya, diikuti oleh mama dan papa di belakangku.
"Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?" sapa perempuan berhijab yang bekerja di bagian informasi bandara sambil tersenyum ramah.
" Mau tanya, apakah pesawat ke London sudah berangkat?" tanyaku gelisah.
"Pesawat barusan take off 15 menit yang lalu mbak," jawabnya sambil melihat informasi penerbangan yang ada di komputer.
"Sudah berangkat?" tanyaku setengah berteriak, Aku terkinjat kaget mendengarnya.
"Iya Mbak, penerbangannya dipercepat dan semua penumpang sudah berangkat," terangnya ramah.
Aku hanya diam mematung di depan pusat informasi tersebut, sementara mama dan papa menungguku sambil duduk di ruang tunggu yang berada tak jauh dari pusat informasi.
"Ada yang bisa kami bantu lagi, Mbak? Suara perempuan itu kembali menyadarkan lamunanku.
"Oh tidak Mbak, terimakasih." Suaraku kini terdengar bergetar.
Aku lantas pergi dan melangkah gontai ke arah Mama dan Papa, lalu duduk di samping mereka.
"Gimana wid?" tanya Papa.
"Sudah berangkat Pa." ujarku lesu. Rasanya ingin aku menangis, akan tetapi aku telah berjanji untuk tidak akan menangis lagi seumur hidupku.
"Lho kok ga nelpon kamu dulu kalo berangkat?" tanya Mama pula.
Aku tak menjawab, hanya mengangkat bahu dan menggelengkan kepala saja.
"Kita pulang aja ya ma!" Ujarku tak semangat. Kami pun kembali pulang ke rumah, dengan rasa kecewa.
Setelah kejadian waktu itu, aku tak pernah lagi mendengar kabar dari Ilham. Nomornya tak dapat lagi dihubungi, atau barangkali Ia telah berganti nomor telpon mengikuti negara tempat tinggalnya sekarang. Beberapa email yang kukirim pun tak ada balasan.
_______
Kini aku mulai masuk kuliah, beberapa tugas dan kegiatan kampus membuatku sibuk dan mulai melupakan Ilham. Aku mulai menikmati kehidupanku sebagai anak kuliahan.
Aku selalu berusaha mendapatkan nilai terbaik, dan hasilnya aku berhasil mendapatkan beasiswa dari kampus di semester ketiga. Dan ketika saatnya KKN, sebuah perusahaan asing ternama melalui kampus, mengajakku untuk praktek disana.
Medical Farma,adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pembuat alat-alat kesehatan dan obat-obatan, yang merupakan anak perusahaan dari Amerika.
"Widya berangkat dulu ya ma!" ujarku sambil berlari dan mengambil sepotong tahu di atas meja. Ini adalah hari pertamaku Praktek di PT Medical Farma, dan sialnya aku bangun kesiangan.
"Makanya kalo dibangunin itu cepat bangun, biar ga telat prakteknya," Omel mama sambil membawakan bekal makanan untuk dibawa ke kantor.
"Iya Ma, Assalamualaikum," ucapku sambil mencium punggung tangannya, lalu segera berangkat menggunakan sepeda motor pemberian papa.
"Waalaikumsalam," jawab mama dari dalam rumah.
Kurang lebih setelah menempuh perjalanan 30 menit, aku sampai di kantor. Aku langsung berlari masuk ke dalam gedung tanpa memperhatikan sekeliling ku, hingga tanpa sengaja aku menabrak seseorang di depanku dan aku hampir saja terjatuh.
Beruntung orang tersebut mengkapku, dan ketika aku menoleh yang menolongku adalah seorang laki-laki dengan hidung yang mancung, bibir merah yang terlihat kontras dengan kulitnya yang putih, belum lagi tatapan matanya yang tajam sungguh membuatku terpaku dalam dekapannya.
"Kalo jalan itu liat-liat dong!" Bentaknya menyadarkanku.
"Kamu juga, udah tau ada orang kenapa nggak menghindar?" Balasku nyolot, dengan mata melotot tajam menatap lelaki kurus tinggi yang menggunakan setelan Celana dan Jas biru tua, dipadu dengan dasi putih didepanku kini.
Tetapi beberapa detik kemudian mataku menyipit ketika melihat tanda pengenalnya. "Randi, Direktur Utama," gumamku pelan, sambil menepuk jidat.
"Dan kamu siapa?" Tanya-nya dengan tangan dilipat ke depan dada.
"Saya Widya Pak," jawabku pelan sambil menunduk.
"Oh jadi Kamu yang namanya Widya! Kamu tau nggak ini jam berapa sekarang?" tanya-nya sambil bertolak pinggang
"Iya Pak, jam 08.30 WIB,"
"Saya tunggu Kamu di ruangan 10 menit lagi!" Perintahnya dengan tatapan mata yang mengintimidasi.
"Mampus Aku," gumamku lirih.
Aku pun berkeliling di kantor yang besar ini dan bertanya kepada karyawan tentang letak ruangan Pak Randi. Dan ternyata ruangannya berada di lantai 5, bergegas aku menaiki lift dan menuju ruangan Pak Randi.
Aku mengetuk pintu ruangan Pak Randi, dan tiba-tiba pintu ruangan dibuka dari dalam. "Silahkan masuk Nona!" Sapa seorang laki-laki yang menggunakan seragam kerja rapih.
"Iya Pak," jawabku sopan. Lalu masuk ke dalam ruangan yang sangat dingin, sedingin tatapan mata Sang pemilik ruangan.
"Silahkan duduk disini Nona!" perintah laki-laki itu pula, sambil menunjuk sebuah kursi kosong di depan meja Direktur.
"Baik Pak," jawabku, lantas duduk di depan si pemilik tatapan mata tajam namun dingin itu.
"Terima kasih Irwan, silahkan Kamu boleh kembali melanjutkan pekerjaan." Ujar Direktur Utama yang tak lain adalah Pak Randi
"Baik Pak, Saya permisi." Lelaki yang ternyata bernama Irwan itu segera keluar ruangan dengan santun.
Kini hanya tinggal kami berdua di dalam ruangan, jantungku rasanya ingin melompat keluar karena suasana yang begitu menegangkan.
"Widya, apakah Kamu tahu bahwa PT Medical Firma adalah perusahaan besar Internasional, yang tentunya hanya mengundang mahasiswa terbaik untuk magang disini?" Suara Pak Randi yang sangat berwibawa, mampu membuat luruh seluruh kesombongaku saat bertemu dengannya pertama kali.
"Tahu Pak," Aku menunduk dalam sambil mengigit bibirku.
"Menurut kamu, seberapa penting sikap disiplin dan sopan santun, dalam melakukan pekerjaan?" Tanya-nya sambil menatapku lekat, dan wajah yang memerah bak udang rebus.
"Sangat penting sekali Pak, agar setiap pekerjaan yang dilakukan dapat selesai sesuai jadwal yang telah ditentukan,"
"Bagus kalau begitu! Jadi apakah saya masih harus mempertahankan kamu untuk magang disini, sementara kamu telah bersikap tidak sopan dan terlambat di hari pertama magang?" Pria tampan di depanku ini, semakin membuat nyaliku ciut.
Seperti maling yang tertangkap basah, ingin rasanya aku masuk ke dalam bumi saja untuk menghindari tatapannya. Detik demi detik berlalu dan aku masih belum menemukan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Pria tampan di depanku ini, hingga suasana ruangan menjadi hening untuk beberapa saat.
"Jika tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, silahkan kamu keluar dari ruangan saya!" Tegas Pria yang berusia sekitar 30 tahunan di depanku kini.
Mataku terbelalak tak percaya mendengar perkataan Pak Randi. Masak, Widya seorang mahasiswi pintar dan teladan harus gagal di hari pertama magang?
"Tapi Saya kan Mahasiswi teladan Pak, Kalau saya gagal di hari pertama magang nanti Saya malu dong Pak!""Saya suruh Anda keluar dari ruangan Saya!""Saya janji nggak akan terlambat lagi Pak, jangan pecat Saya magang ya Pak,""Siapa bilang Kamu dipecat?""Kan barusan Bapak yang nyuruh Saya keluar ruangan,""Keluar ruangan Saya, dan pergi ke bagian Informasi, nanti disana ada daftar tugas yang harus Kamu kerjakan selama magang disini,""Terima kasih Pak,""Tapi jangan terlambat lagi, ingat itu!"
"Ayo duduk disini, kita makan bareng," sapa Ibu-ibu yang duduk di meja makan. Mas Randi lantas membukakan satu kursi untukku, aku pun tersenyum manis kepada mereka."Mah, Pah, perkenalkan ini Widya calon Istri Randi," ujar Mas Randi.Tunggu dulu, Whaat? Calon Istri???Bukannya Mas Randi akan mengajakku dinner? Tapi kenapa malah memperkenalkan aku sebagai calon Istrinya? Kata-kata Mas Randi barusan, sungguh membuat keningku berkerut. Mau tak mau aku memaksakan senyum, walaupun sebenarnya bingung."Waahhh, memang pintar kamu memilih calon istri, cantik banget!" ujar Mamanya Mas Randi."Iya dong Ma, selain cantik, Widya ini juga pintar dan banyak membantu perusahaan," tambah Mas Randi sambil menggenggam tanganku
"Kamu kenapa Sayang?" teriak Mas Randi sambil berusaha membuka pintu kamar mandi. "Perutku sakit banget Mas," lirihku sambil menangis di dalam toilet. "Kamu jaga jarak dari pintu, biar Mas dobrak pintunya," Bugh, Bugh, Bugh... Pintu toilet terbuka. "Ya Allah Widya, Kamu kenapa Nak?" teriak Mama Mas Randi histeris. Aku yang sudah sangat lemas menahan sakit di bagian perut, dan ditambah darah yang keluar begitu banyak, membuatku tak dapat menjawab. Mas Randi segera membopongku dan membawaku ke dalam mobil. Perlahan semuanya terlihat gelap, dan aku tidak sadarkan diri.
"Widya," serunya tertahan.Ternyata dunia ini sempit, Dia yang begitu lama menghilang bak ditelan Bumi tiba-tiba muncul di hadapanku, lebih tepatnya di rumah Pakdeku sendiri. Apakah Mbak Sri adalah istrinya?.Lidahku kelu dan leherku tercekat, sulit sekali mengeluarkan kata-kata, padahal sangat ingin Aku membucahkan segala isi hatiku saat ini, dan melontarkan berbagai pertanyan tentang keberadaannya di rumah ini."Kamu ada disini Widya?" ucapnya sambil menjatuhkan bobot tubuhnya pada sofa di depanku, tatapan matanya menatapku lekat."Aku hanya mencari Kosan, sejak kapan Kamu kembali ke Indonesia Mas?" tanyaku, sembari menunduk berusaha menyembunyikan wajahku, agar Ia tak dapat melihat mendung yang hampir menjatuhkan
Keesokan harinya Aku pergi ke Butik yang telah diserahkan Mas Randi kepadaku. Mas Randi sebelumnya pernah beberapa kali membawaku kemari, dan memperenalkan Aku kepada semua karyawannya. Sementara di sebelah Butik, Berdiri sebuah Restoran Jepang, yang juga telah diserahkan Mas Randi padaku. Beruntung letak Butik dan Restoran tidak jauh dari kosanku, sehingga hanya dengan memesan Taksi online, Aku bisa langsung sampai ke sana. Ada rasa perih ketika Aku melihat Butik, Biasanya ada Mas Randi yang selalu menemani, namun saat ini Ia telah bahagia menyambut kehidupan baru dengan perempuan lain, sehingga melupakanku. "Selamat Pagi Bu," Sapa salah seorang satpam padaku, ketika Aku sampai. "Pagi juga, ini kunci Butik dan ini kunci Restoran, silahkan dibuka pintunya!" ujarku, sam
"Jika malam yang menjadi penghalang, maka izinkan Aku menjadi bintang, agar selalu mampu memeluk bulan di tengah gelapnya malam," jawabnya sambil menatap mataku dalam.Kunikmati suasana malam ini, kuikuti alurnya hingga menghasilkan sedikit kebahagian semu bersamanya. Detik demi detik berlalu, Ia masih memelukku, sedangkan Aku kini telah jauh kembali pada kenangan masa lalu.'Jika Pakde telah membuatku kehilangan orang tua dan Adikku, maka saat ini Aku akan membuat Anaknya kehilangan Suami …!' gumamku di dalam hati."Besok akan ada reuni SMA kita, Mas datang kan?" tanyaku."Mas akan datang, bersama kamu," ujarnya, sambil melepaskan pelukannya dan memandang senja yang kini telah berubah menjadi gelap.
Aku berjalan menyusuri ruang, menatap hampa pada kehidupan. Untuk apa Aku berada disini, jika kehadiranku tak dianggap ada. Jika takdir telah memilih jalannya, maka izinkan Aku untuk menikmati setiap langkah yang tertulis.Pagi ini sengaja Aku bangun lebih pagi, untuk sarapan di warung yang berada tepat di depan rumah Mbak Sri. Hanya untuk menikmati pemandangan yang luar biasa, yaaaa di depan sana terlihat Mbak Sri yang sedang terlihat terburu-buru masuk ke mobil sambil menggendong bayinya, sementara Mas Ilham nampak mengejarnya dari belakang.Aku tak mendengar jelas apa yang mereka katakan, hanya saja dari bahasa tubuh mereka Aku bisa menyimpulkan, bahwa mereka sedang ada masalah. Huhhhhh baru segini aja udah seru! Kalo gitu besok Aku bikin masalah yang lebih seru lagi, biar tambah wow.
Semakin lama suara ketukan itu semakin kuat sehingga terdengar seperti seseorang tersebut sedang berusaha merobohkan pintu. Perlahan Aku berjalan ke arah jendela, dan mengintip dari dalam.Ternyata Mbak Sri alias sepupuku tercinta, yang datang dan melabrakku di kossan. Dia datang sambil menggendong anaknya yg berumur sepuluh bulan, kemudian dengan kurang ajar nya dia menggedor-gedor pintu kosanku.Kukira Dia mau marah-marah atau nyakar-nyakar gitu kayak yang di sinetron ikan terbang.Eeehhhh ternyata pas Aku bukain pintu dia malah pingsan."Baru segini aja udah pingsan," gumamku di dalam hati.Demi melanjutkan rencana balas dendam, dengan sangat terpaksa Aku
Aku bahagia melihat Anak Pakde ku itu hancur, suara tangisan nya ibarat nyanyian yang sangat merdu di telingaku. Aku akan terus mencari tahu tentang Pakde melalui Mas Ilham dan Sri, dan Aku tidak akan membiarkannya tidur tenang setiap malam."Kamu ga salah Sri, hanya saja Aku mencintai kalian berdua""Maafkan aku Sri, aku mohon terimalah Widya sebagai madumu." Mas Ilham berjongkok, mengusap air mata Istrinya sambil menggendong Arya."Jadi Kamu berharap Aku akan merestui kalian berdua?" tanya Mbak Sri nyalang, kedua matanya menatapku dan Mas Ilham bergantian."Iya Mbak, Aku & Mas Ilham saling mencintai, bahkan Mas Ilham & Aku sudah saling mencintai, sebelum Mas Ilham mengenal Mbak." Sengaja Aku jelaskan, agar Mbak Sri tau
Semakin lama suara ketukan itu semakin kuat sehingga terdengar seperti seseorang tersebut sedang berusaha merobohkan pintu. Perlahan Aku berjalan ke arah jendela, dan mengintip dari dalam.Ternyata Mbak Sri alias sepupuku tercinta, yang datang dan melabrakku di kossan. Dia datang sambil menggendong anaknya yg berumur sepuluh bulan, kemudian dengan kurang ajar nya dia menggedor-gedor pintu kosanku.Kukira Dia mau marah-marah atau nyakar-nyakar gitu kayak yang di sinetron ikan terbang.Eeehhhh ternyata pas Aku bukain pintu dia malah pingsan."Baru segini aja udah pingsan," gumamku di dalam hati.Demi melanjutkan rencana balas dendam, dengan sangat terpaksa Aku
Aku berjalan menyusuri ruang, menatap hampa pada kehidupan. Untuk apa Aku berada disini, jika kehadiranku tak dianggap ada. Jika takdir telah memilih jalannya, maka izinkan Aku untuk menikmati setiap langkah yang tertulis.Pagi ini sengaja Aku bangun lebih pagi, untuk sarapan di warung yang berada tepat di depan rumah Mbak Sri. Hanya untuk menikmati pemandangan yang luar biasa, yaaaa di depan sana terlihat Mbak Sri yang sedang terlihat terburu-buru masuk ke mobil sambil menggendong bayinya, sementara Mas Ilham nampak mengejarnya dari belakang.Aku tak mendengar jelas apa yang mereka katakan, hanya saja dari bahasa tubuh mereka Aku bisa menyimpulkan, bahwa mereka sedang ada masalah. Huhhhhh baru segini aja udah seru! Kalo gitu besok Aku bikin masalah yang lebih seru lagi, biar tambah wow.
"Jika malam yang menjadi penghalang, maka izinkan Aku menjadi bintang, agar selalu mampu memeluk bulan di tengah gelapnya malam," jawabnya sambil menatap mataku dalam.Kunikmati suasana malam ini, kuikuti alurnya hingga menghasilkan sedikit kebahagian semu bersamanya. Detik demi detik berlalu, Ia masih memelukku, sedangkan Aku kini telah jauh kembali pada kenangan masa lalu.'Jika Pakde telah membuatku kehilangan orang tua dan Adikku, maka saat ini Aku akan membuat Anaknya kehilangan Suami …!' gumamku di dalam hati."Besok akan ada reuni SMA kita, Mas datang kan?" tanyaku."Mas akan datang, bersama kamu," ujarnya, sambil melepaskan pelukannya dan memandang senja yang kini telah berubah menjadi gelap.
Keesokan harinya Aku pergi ke Butik yang telah diserahkan Mas Randi kepadaku. Mas Randi sebelumnya pernah beberapa kali membawaku kemari, dan memperenalkan Aku kepada semua karyawannya. Sementara di sebelah Butik, Berdiri sebuah Restoran Jepang, yang juga telah diserahkan Mas Randi padaku. Beruntung letak Butik dan Restoran tidak jauh dari kosanku, sehingga hanya dengan memesan Taksi online, Aku bisa langsung sampai ke sana. Ada rasa perih ketika Aku melihat Butik, Biasanya ada Mas Randi yang selalu menemani, namun saat ini Ia telah bahagia menyambut kehidupan baru dengan perempuan lain, sehingga melupakanku. "Selamat Pagi Bu," Sapa salah seorang satpam padaku, ketika Aku sampai. "Pagi juga, ini kunci Butik dan ini kunci Restoran, silahkan dibuka pintunya!" ujarku, sam
"Widya," serunya tertahan.Ternyata dunia ini sempit, Dia yang begitu lama menghilang bak ditelan Bumi tiba-tiba muncul di hadapanku, lebih tepatnya di rumah Pakdeku sendiri. Apakah Mbak Sri adalah istrinya?.Lidahku kelu dan leherku tercekat, sulit sekali mengeluarkan kata-kata, padahal sangat ingin Aku membucahkan segala isi hatiku saat ini, dan melontarkan berbagai pertanyan tentang keberadaannya di rumah ini."Kamu ada disini Widya?" ucapnya sambil menjatuhkan bobot tubuhnya pada sofa di depanku, tatapan matanya menatapku lekat."Aku hanya mencari Kosan, sejak kapan Kamu kembali ke Indonesia Mas?" tanyaku, sembari menunduk berusaha menyembunyikan wajahku, agar Ia tak dapat melihat mendung yang hampir menjatuhkan
"Kamu kenapa Sayang?" teriak Mas Randi sambil berusaha membuka pintu kamar mandi. "Perutku sakit banget Mas," lirihku sambil menangis di dalam toilet. "Kamu jaga jarak dari pintu, biar Mas dobrak pintunya," Bugh, Bugh, Bugh... Pintu toilet terbuka. "Ya Allah Widya, Kamu kenapa Nak?" teriak Mama Mas Randi histeris. Aku yang sudah sangat lemas menahan sakit di bagian perut, dan ditambah darah yang keluar begitu banyak, membuatku tak dapat menjawab. Mas Randi segera membopongku dan membawaku ke dalam mobil. Perlahan semuanya terlihat gelap, dan aku tidak sadarkan diri.
"Ayo duduk disini, kita makan bareng," sapa Ibu-ibu yang duduk di meja makan. Mas Randi lantas membukakan satu kursi untukku, aku pun tersenyum manis kepada mereka."Mah, Pah, perkenalkan ini Widya calon Istri Randi," ujar Mas Randi.Tunggu dulu, Whaat? Calon Istri???Bukannya Mas Randi akan mengajakku dinner? Tapi kenapa malah memperkenalkan aku sebagai calon Istrinya? Kata-kata Mas Randi barusan, sungguh membuat keningku berkerut. Mau tak mau aku memaksakan senyum, walaupun sebenarnya bingung."Waahhh, memang pintar kamu memilih calon istri, cantik banget!" ujar Mamanya Mas Randi."Iya dong Ma, selain cantik, Widya ini juga pintar dan banyak membantu perusahaan," tambah Mas Randi sambil menggenggam tanganku
"Tapi Saya kan Mahasiswi teladan Pak, Kalau saya gagal di hari pertama magang nanti Saya malu dong Pak!""Saya suruh Anda keluar dari ruangan Saya!""Saya janji nggak akan terlambat lagi Pak, jangan pecat Saya magang ya Pak,""Siapa bilang Kamu dipecat?""Kan barusan Bapak yang nyuruh Saya keluar ruangan,""Keluar ruangan Saya, dan pergi ke bagian Informasi, nanti disana ada daftar tugas yang harus Kamu kerjakan selama magang disini,""Terima kasih Pak,""Tapi jangan terlambat lagi, ingat itu!"