“Aina?” ulang Bu Rahma.
Wanita paruh baya itu sangat terkejut saat mendengar Bu Tika menyebut nama Aina. Memang sebelumnya Bu Rahma bahkan sudah merestui jika Aina bersama Damar. Hanya saja dia sedikit terkejut saat mendengar penjelasan Bu Tika tadi.
Bu Tika tampak mengernyitkan alis memandang Bu Rahma dengan tatapan penuh tanya.
“Iya, Aina. Apa kenal?”
Bu Rahma hanya tersenyum tanpa memberi jawabab. Sesekali matanya melirik Fakhri. Fakhri tampak terdiam dan kini sudah menundukkan kepala. Samar Bu Rahma melihat wajah putra semata wayangnya itu berubah muram. Fakhri pasti juga shock mendengar hal ini.
“Orangnya cantik, rambutnya hitam di bawah bahu, senyumnya menawan, sikapnya pun sangat sopan dan ramah. Aku suka sekali dengannya. Dia … .”
Bu Tika kembali meneruskan ceritanya tentang Aina tanpa memperhatikan perubahan reaksi Bu Rahma dan Fakhri. Sepertinya wanita paruh baya itu terpesona dengan Aina.
“Saya tidak pergi, Bu. Saya hanya ---”Aina menjeda kalimatnya saat matanya tiba-tiba bertemu dengan netra coklat Fakhri. Aina buru-buru memalingkan wajah menghindar dari tatapan Fakhri. Fakhri terdiam, menunduk sambil menahan rasa yang bergejolak di dadanya. Ia tahu Aina masih membencinya dan tatapan mata Aina masih sama seperti terakhir kali bertemu.“Kalau tidak pergi. Ayo, duduk!! Kita sarapan dulu.” Suara Bu Rahma kembali menginterupsi lamunan Aina.Awalnya Aina masih bergeming di posisinya, tapi dia juga tidak enak sendiri. Perlahan Aina berjalan kemudian duduk di kursi makan bersebelahan dengan Zafran. Namun, sayangnya, posisi Aina kini malah berhadapan dengan Fakhri.Entah mengapa suasana meja makan pagi ini terlihat tegang. Hanya Bu Rahma dan Zafran yang tampak menikmati sarapan pagi. Sementara dua orang lainnya sibuk dengan ego mereka masing-masing.“Zafran mau pudding untuk pencuci mulut?” tawar Bu Rah
“WULAN!! Kamu apa-apaan?” seru Fakhri.Fakhri sangat terkejut begitu melihat kehadiran Wulan yang tiba-tiba di rumah ibunya. Memang kemarin Fakhri sempat bilang hendak ke rumah Bu Rahma, tapi dia tidak bilang hendak menginap di sana. Selama ini Fakhri sudah tidak peduli dengan Wulan dan tak pernah berpamitan ke manapun ia pergi.Namun, tanpa sepengetahuan Fakhri. Semalam Wulan mendatangi apartemen Fakhri. Dia sangat terkejut saat tahu apartemen Fakhri kosong. Wulan menunggu semalaman, tapi Fakhri tak kunjung datang. Pagi ini dia memutuskan datang ke rumah Bu Rahma, tak disangka malah bertemu Fakhri sedang berbincang dengan Aina.“Jadi benar dugaanku, kamu sudah menemuinya secara diam-diam di belakangku, Mas!!”Mata Aina membola dengan wajah yang tegang menatap Wulan. Lagi-lagi istri Fakhri ini menuduhnya yang tidak-tidak. Aina sungguh menyesal datang ke rumah Bu Rahma pagi ini.“Kamu salah paham, Wulan. Aku dan Aina ga
"Aku harap kamu ingat itu, MAS!!" ucap Wulan.Tidak ada jawaban yang keluar dari bibir Fakhri. Ia hanya membisu sambil menatap Wulan dengan penuh amarah. Wulan malah tertawa mengejek melihat reaksi Fakhri. Lagi-lagi dia merasa di atas angin. Tidak diduga semua yang diinginkan Wulan akan begitu mudah ia dapatkan.Tanpa berpamitan, Wulan sudah berlalu pergi meninggalkan Fakhri seorang diri. Mungkin lebih baik begitu dari pada Fakhri harus menahan amarah karena satu kamar dengan istrinya.“Ibu tidak melihat Wulan, Fakhri? Apa dia sedang tidur?” tanya Bu Rahma.Selang beberapa saat, Fakhri dan Bu Rahma tampak sedang asyik menikmati makan siang. Kali ini Bu Rahma bertanya karena hanya melihat Fakhri yang keluar kamar.“Wulan ditelepon mamanya, Bu. Makanya dia langsung ke sana,” jawab Fakhri bohong.Bu Rahma hanya diam sambil menganggukkan kepala, tapi tatapan mata wanita paruh baya itu terlihat penuh selidik ke arah Fakhri
“Damar!! Aina, buruan suruh masuk!!” Bu Hani sudah menyahut di belakang Aina.Aina tersenyum datar kemudian membuka lebih lebar pintu dan menyilakan Damar masuk. Mereka sudah duduk di ruang tamu saling berhadapan dan saling membisu.“Ibu buatkan minum dulu, ya!” Kembali suara Bu Hani memecah keheningan mereka.Damar tersenyum sambil menganggukkan kepala sementara Aina hanya menatap datar ibunya. Kembali keheningan terasa usai Bu Hani berlalu.“Kamu dari rumah Tante Rahma?” tanya Damar membuka pembicaraan.Aina tidak menjawab hanya menganggukkan kepala. Damar sudah tahu mengenai jadwal rutin Aina dan Zafran. Pria manis itu tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Apa kamu masih marah padaku, Aina?” Kembali Damar bersuara dan mengajukan pertanyaan.Aina mengernyitkan alis dan menggeleng dengan cepat. Aina tahu pasti Damar sedang membahas sikapnya usai pesta ulang tahun Bu Tika. Aina menghel
“Tidak, Bu. Tidak seperti itu,” sangkal Aina.Aina tidak tahu jika sedari tadi Bu Hani mendengar percakapannya dengan Damar. Bu Hani tadi hendak mengantar minuman untuk Damar, tapi urung ia lakukan saat mendengar pembicaraan mereka.Aina melirik ke atas meja di samping ibunya. Ada sebuah baki berisi secangkir teh dan kudapan manis. Sepertinya Bu Hani hendak menyuguhkan minuman untuk Damar.“Lalu kalau tidak, kenapa Damar berkata seperti itu, Aina?”Aina tidak menjawab hanya menunduk membuat rambut hitamnya terjuntai menutupi sebagian wajahnya.“Selama ini Ibu berpikir Fakhri yang salah. Fakhri yang menyakitimu, tapi ternyata kamu yang lebih dulu melukai Fakhri. Wajar saja jika dia membalasnya. Teganya kamu, Aina. Teganya kamu membohongi kami semua,” imbuh Bu Hani.Belum ada jawaban keluar dari bibir Aina. Ia masih menunduk bahkan bahunya naik turun sibuk mengolah udara. Bisa dipastikan jika wanita cantik i
“Ehmm … kok Zafran sudah bangun?” ucap Aina.Alih-alih menjawab pertanyaan Zafran, Aina malah balik bertanya. Ia sangat terkejut dengan kehadiran Zafran berserta pertanyaannya. Tidak ia duga jika Zafran mendengar pembicaraannya dengan Bu Hani.Zafran berdecak, wajahnya tampak kesal bahkan sudah memajukan bibirnya beberapa senti. Aina yakin Zafran akan kembali bertanya tentang hal yang sama padanya. Namun, tiba-tiba Bu Hani bangkit dan menghampiri Zafran.“Tadi Nenek bikin kue bolu kesukaan Zafran. Zafran mau, gak?”Zafran sontak tersenyum sambil menunjukkan gigi susunya. Kepalanya mengangguk kemudian menurut begitu saja saat Bu Hani membimbingnya meninggalkan Aina.Helaan napas lega lolos keluar dari bibir Aina. Ia bersyukur Bu Hani bisa mengalihkan perhatian Zafran. Mungkin mulai saat ini, dia harus berhati-hati membicarakan hal ini. Zafran memang harus tahu siapa ayahnya, tapi bukan sekarang.Senin pagi saat
“Eng … bukan apa-apa, Bu,” jawab Fakhri.Dia sangat terkejut dan belum menyiapkan jawaban saat Bu Rahma bertanya padanya. Salah Fakhri juga menyambungkan ponselnya ke audio mobil sehingga Bu Rahma langsung mendengar percakapannya dengan Wulan tadi.“Apa Wulan marah padamu gara-gara kamu tidak ke kantor?” Kembali Bu Rahma bertanya.Fakhri tidak menjawab hanya fokus menatap lalu lintas di depannya. Bu Rahma berdecak sambil menggelengkan kepala, kemudian tampak mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Fakhri meliriknya sekilas.“Ibu telepon siapa?” Fakhri sontak berseru saat melihat ibunya mulai melakukan panggilan kepada seseorang.Bu Rahma mengulas senyum kemudian menatap Fakhri dengan lembut.“Tentu saja istrimu, Wulan. Ibu tidak mau melihat kamu berselisih lagi dengannya seperti kemarin.”“Gak usah, Bu. Nanti biar aku telepon sendiri saja.” Fakhri sudah memohon bahkan m
“Bunda bilang begitu?” ulang Fakhri. Baik Fakhri dan Aina tahu jika golongan darah Zafran yang berbeda dengan mereka menyebabkan perselisihan terjadi. Karena itu juga Fakhri menuduh Aina selingkuh dan berimbas hingga ke perceraian mereka. Namun, Fakhri tidak menduga jika Aina akan mengatakan hal itu ke Zafran. “Enggak. Bunda gak bilang ke Zafran.” Zafran berkata sambil menggelengkan kepala. Fakhri menghela napas lega usai mendengar penjelasan Zafran. “Hanya saja … Zafran dengar saat Bunda dan nenek bicara di rumah. Mereka bilang Zafran bukan anak Ayah.” Fakhri kembali terkejut. Mata pria tampan itu mengunci Zafran dan berharap jika kalimat yang baru saja keluar dari bibir Zafran salah. Dia memang sempat tidak mengakui Zafran sebagai anaknya bahkan tidak peduli saat bocah ini sakit. Hanya saja setelah berpisah dengan Aina dan tahu jika Wulan penganut paham childfree membuat Fakhri menyesal. Ia sudah menjadi seorang ayah. Ia sudah terbiasa dengan segala kesibukan seorang pria yang b
“Mas Fakhri,” seru Wulan.Bukannya takut atau panik melihat kehadiran Fakhri. Wulan malah tersenyum lebar. Ia langsung bangkit dari duduknya dan menghampiri Fakhri. Fakhri terdiam melihatnya.“Kok kamu tahu kalau aku di sini? Kamu kangen, ya?” Wulan malah bersuara merayu.Fakhri berdecak mengibaskan tangannya ke udara saat Wulan hendak menyentuh wajahnya. Wulan cemberut melihat reaksi Fakhri, tapi seperti saat awal tadi Wulan terlihat tenang.“Ngapain kamu ke sini? Sama siapa?” Fakhri kembali mencerca dengan pertanyaan.Robby yang berdiri di samping Fakhri hanya diam melihat interaksi mereka berdua.“Astaga, iya. Aku lupa belum mengenalkannya.”Wulan malah berkata seperti itu kemudian membalikkan badan dan kembali ke tempat duduknya. Tak lama dia kembali lagi sambil menggandeng tangan seorang pria.“Apa kamu masih ingat, Mas. Ini Theo, sepupuku. Dia baru beberapa minggu ini
“Jadi kamu sedang meragukan Aina, Damar?” tebak Fakhri.Damar tidak menjawab hanya diam. Namun, tatapan mata dan gestur tubuhnya sudah memperlihatkan kegelisahan. Fakhri tahu jika Damar meragukan Aina. Bahkan saat di rumah sakit kemarin, Damar berulang kali menatap Aina hanya untuk memastikan kalau mantan istri Fakhri itu tidak akan berpaling darinya.“Kamu takut aku merebut Aina?” imbuh Fakhri.Damar tampak terkejut. Matanya beradu dengan netra coklat Fakhri. Pria manis itu mengatupkan rapat bibirnya. Namun, rahangnya terlihat menegang dan entah mengapa Damar tampak gelisah.Sebuah senyuman seketika terukir di wajah tampan Fakhri. Tentu saja reaksi Fakhri membuat Damar kelimpungan sendiri. Ia takut Fakhri marah dan menyalahartikan pembicaraan mereka kali ini.“Aku memang masih mencintainya.” Ucapan Fakhri memecah keheningan mereka.Damar mendongak dan membuat mata mereka beradu lagi. Untuk beberapa saat k
“Yeay!! Asyik, akhirnya Zafran bisa ketemu Ayah,” seru Zafran kegirangan.Siang keesokan harinya, sesuai janji Damar. Ia menjemput Zafran pulang sekolah. Bahkan kini sudah mengarahkan mobilnya ke kantor Fakhri. Damar sengaja tidak memberi tahu perihal kedatangan Zafran kali ini. Biar saja ini jadi kejutan untuk Fakhri.“Ayo, kita turun!!” ajak Damar.Ia baru saja mematikan mesin mobilnya kemudian melihat Zafran. Mereka sudah tiba di kantor Fakhri. Zafran tersenyum lebar, kemudian tergesa turun dari mobil. Sepanjang perjalanan menuju ruangan Fakhri, Zafran berjalan sambil melompat-lompat kecil. Senyumnya terkembang indah dengan mata yang terus berbinar.Damar hanya mengulum senyum memperhatikannya. Mungkin dia belum bisa memberitahu ke Zafran tentang ayah biologis sesungguhnya dan kali ini Damar terpaksa mengalah demi Zafran.“Mbak, Fakhri ada?” tanya Damar.Ia sudah berdiri di depan meja kerja Susi. Susi tampak terkejut melihat kehadiran Damar, apalagi ada Zafran di sebelahnya.“Eng …
“Selingkuh?” ulang Fakhri.Bukannya menunjukkan raut wajah muram dan sedih. Fakhri malah tersenyum lebar bahkan wajahnya terlihat lebih ceria dari sebelumnya. Andai Robby bertatap muka dengannya pasti akan terkejut melihat reaksi Fakhri.“Fakhri, kamu baik-baik saja, kan?” Robby bertanya dengan khawatir.Seketika Fakhri tertawa dan terdengar keras di telinga Robby. Tentu saja Robby semakin bingung dibuatnya. Apa yang terjadi pada sahabatnya? Mengapa dia malah senang begitu mengetahui istrinya selingkuh? Itu kini yang tercetus di benak Robby.“Fakhri … kamu ---”Belum sempat Robby melanjutkan kalimatnya, Fakhri langsung menyahut lebih dulu.“Aku baik-baik saja, Rob. Aku malah senang mendengar hal ini. Asal kamu tahu, sebelumnya Wulan sudah pernah bilang kalau aku tidak memuaskannya. Mungkin itu sebabnya dia cari pria lain di luar sana.”Robby terdiam dan tampak terkejut mendengar j
“Semua baik-baik saja, Damar,” jawab Fakhri dengan mantap.Damar tersenyum, kemudian matanya melirik Aina. Aina membalas tatapannya. Dua insan itu saling tersenyum dan menyapa dalam pandangan. Tentu saja interaksi intim itu membuat hati Fakhri dongkol.Dengan gerak cepat, ia membalikkan badan dan bersiap kembali ke ruangan Bu Rahma. Harusnya Fakhri tidak menuruti permintaan ibunya. Mantan istrinya sudah tidak mencintainya. Aina sudah menutup hati untuknya dan keinginan rujuk dengannya hanya hayalan saja bagi Fakhri.“FAKHRI!!!” Tiba-tiba suara Damar bergema membuat langkah Fakhri berhenti. Ia menoleh dan melihat Damar bersama Aina berjalan mendekat.“Aku dengar Tante Rahma terkena serangan jantung. Apa beliau baik-baik saja?”Fakhri tidak bersuara hanya kepalanya yang mengangguk.“Boleh aku menjenguknya?” imbuh Damar.“Tentu. Ayo, ke kamarnya!”Fakhri berjalan mendahul
Aina sangat terkejut saat tiba-tiba mendengar suara Fakhri dan sosoknya berdiri di samping. Fakhri hanya diam, tapi mata coklatnya sudah mengunci pandangannya ke Aina. Aina membisu dan buru-buru menunduk. Ia tidak mau menjawab pertanyaan Fakhri.Helaan napas panjang terdengar keluar berdesakan dari bibir Bu Rahma. Wanita paruh baya itu bergantian melihat anak dan mantan menantunya ini.“Harusnya ini yang kalian lakukan beberapa bulan lalu. Saling terbuka satu sama lain dan menyelesaikan masalah dengan baik. Bukan mengatasnamakan emosi di atas segalanya,” ujar Bu Rahma.Baik Aina maupun Fakhri hanya diam, tak membantah ucapan Bu Rahma.“Kalau kalian ingin melanjutkan pembicaraan lebih baik di luar saja. Ibu ingin istirahat,” imbuh Bu Rahma.Aina mengangguk, kemudian bangkit dan berpamitan.“Saya permisi pulang saja, Bu. Saya hanya ingin menjelaskan ini ke Ibu.”Bu Rahma tersenyum menganggukkan kepala
“Mama bilang begitu?” sergah Damar.Pria berwajah manis itu semakin tercengang usai mendengar penuturan Bu Tika. Padahal selama ini, ia dan Aina berusaha menutupi identitas Zafran dari keluarga Fakhri. Kenapa juga mamanya dengan mudah mengatakan hal itu.“Iya, memangnya kenapa, sih?” Bu Tika malah balik bertanya dan mengungkapkannya tanpa rasa bersalah.Damar berdecak sambil menggelengkan kepala. Sementara Aina hanya diam sembari menundukkan kepala. Sebenarnya ia sangat terkejut sekaligus kesal dengan ulah Bu Tika. Namun, dia juga tidak berhak marah kali ini.Damar menghela napas panjang sambil menyandarkan punggungnya ke kursi.“Harusnya Mama tidak perlu mengatakan hal itu ke Tante Rahma,” gumam Damar.“Iya, Tika. Kenapa kamu gak sabaran sekali? Nanti takutnya akan menimbulkan rumor dan tentu saja tidak baik untuk pernikahan mereka ke depannya.” Kini Bu Maya ikut bersuara.Bu Tika tampa
“Nyonya sangat terkejut, tapi tidak bereaksi saat itu. Baru ketika Bu Tika pulang, beliau menelepon Aden dan langsung pingsan,” imbuh sang ART.Fakhri hanya terdiam membisu usai mendengar penjelasannya. Ia selama ini tidak tahu siapa ayah kandung Zafran. Bahkan saat tempo hari Fakhri bertanya ke Aina, ia tidak mau memberitahu. Fakhri sangat terkejut usai mendengar hal ini. Kenapa juga dugaannya benar? Jadi memang benar jika Aina sudah berselingkuh dengan Damar. Itu juga sebabnya Aina mau menerima pinangan Damar.“Den, saya bawa baju kotornya pulang, ya?” Ucapan sang Art membuyarkan lamunan Fakhri.Fakhri menoleh sambil menganggukkan kepala. Kemudian sang Art berpamitan untuk pulang, menyisakan Fakhri seorang diri di dalam ruangan tersebut.Ia masih terhenyak dengan semua informasi yang baru saja didapatnya. Seharusnya Fakhri merasa sakit atau kecewa. Namun, entah mengapa dia tidak merasakan hal itu. Semua terasa biasa saja bahkan l
“Siapa, Bu?” tanya Fakhri.Selama ini Fakhri memang sangat penasaran, tapi siapa pun orangnya rasanya tidak akan mengubah perasaannya pada Aina. Dia sudah memaafkan kesalahan Aina, sayangnya hal yang sama tidak berlaku pada Aina.Andai saja mereka berdua saling terbuka dan mendengar dengan baik, pasti tidak akan berlarut seperti ini masalahnya. Fakhri masih sabar menunggu, tapi bukannya jawaban yang terdengar malah suara keras seperti benda jatuh yang terdengar.“BU!!! IBU!!!” seru Fakhri panik.Robby juga ikut panik sekarang. Ia terus bertanya ke Fakhri, tapi pria tampan itu belum juga menjawab.“Den, Nyonya jatuh pingsan.” Sebuah suara yang beda terdengar di seberang sana dan Fakhri tahu itu suara asisten rumah tangganya.Tanpa banyak bicara, Fakhri langsung menyambar kunci mobilnya dan berjalan tergesa keluar ruangan. Robby ikut berlarian mengejar di belakang Fakhri. Robby sudah mengenal baik Bu Rahma,