“Eng … bukan apa-apa, Bu,” jawab Fakhri.
Dia sangat terkejut dan belum menyiapkan jawaban saat Bu Rahma bertanya padanya. Salah Fakhri juga menyambungkan ponselnya ke audio mobil sehingga Bu Rahma langsung mendengar percakapannya dengan Wulan tadi.
“Apa Wulan marah padamu gara-gara kamu tidak ke kantor?” Kembali Bu Rahma bertanya.
Fakhri tidak menjawab hanya fokus menatap lalu lintas di depannya. Bu Rahma berdecak sambil menggelengkan kepala, kemudian tampak mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Fakhri meliriknya sekilas.
“Ibu telepon siapa?” Fakhri sontak berseru saat melihat ibunya mulai melakukan panggilan kepada seseorang.
Bu Rahma mengulas senyum kemudian menatap Fakhri dengan lembut.
“Tentu saja istrimu, Wulan. Ibu tidak mau melihat kamu berselisih lagi dengannya seperti kemarin.”
“Gak usah, Bu. Nanti biar aku telepon sendiri saja.” Fakhri sudah memohon bahkan m
“Bunda bilang begitu?” ulang Fakhri. Baik Fakhri dan Aina tahu jika golongan darah Zafran yang berbeda dengan mereka menyebabkan perselisihan terjadi. Karena itu juga Fakhri menuduh Aina selingkuh dan berimbas hingga ke perceraian mereka. Namun, Fakhri tidak menduga jika Aina akan mengatakan hal itu ke Zafran. “Enggak. Bunda gak bilang ke Zafran.” Zafran berkata sambil menggelengkan kepala. Fakhri menghela napas lega usai mendengar penjelasan Zafran. “Hanya saja … Zafran dengar saat Bunda dan nenek bicara di rumah. Mereka bilang Zafran bukan anak Ayah.” Fakhri kembali terkejut. Mata pria tampan itu mengunci Zafran dan berharap jika kalimat yang baru saja keluar dari bibir Zafran salah. Dia memang sempat tidak mengakui Zafran sebagai anaknya bahkan tidak peduli saat bocah ini sakit. Hanya saja setelah berpisah dengan Aina dan tahu jika Wulan penganut paham childfree membuat Fakhri menyesal. Ia sudah menjadi seorang ayah. Ia sudah terbiasa dengan segala kesibukan seorang pria yang b
“Apa masih penting untuk kamu ketahui saat ini?” tanya Aina.Bukannya menjawab pertanyaan Fakhri, Aina malah balik bertanya. Fakhri mendengkus sambil menatap Aina dengan lembut. Fakhri ingat dulu dia tidak mau tahu tentang siapa ayah Zafran. Bahkan Fakhri menolak penjelasan Aina. Hanya saja gara-gara ucapan Zafran semalam membuat Fakhri kepikiran dan bertanya seperti itu ke Aina.“Aku tahu aku salah, tidak mau mendengar penjelasanmu saat itu. Namun, apa salahnya jika aku ---”“CUKUP, MAS!!!!”Aina mengangkat tangannya ke udara seakan meminta Fakhri menghentikan ucapannya. Fakhri terdiam, menatap Aina dengan sudut matanya. Bukannya hal ini yang sering ia lakukan setiap Aina ingin menjelaskan padanya. Kenapa juga kini situasinya menjadi terbalik?“Aku sudah selingkuh darimu. Itu saja yang harus kamu tahu.”Mata Fakhri mengerjap saat Aina berkata seperti itu. Padahal dulu Aina mati-matian mengelak
“MAMA!! Kenapa Mama ke sini?” tanya Damar pagi itu.Damar sangat terkejut saat tiba di ruangannya, ia mendapati Bu Tika berada di sana. Wanita paruh baya itu tersenyum sambil menatap Damar dengan lembut. Damar bergegas masuk kemudian duduk di sofa bersebelahan dengan Bu Tika.“Memangnya Mama tidak boleh datang ke kantormu, Damar?” Bukannya menjawab pertanyaan Damar, Bu Tika malah menanyakan hal yang lain.Damar tidak menjawab, ia hanya menatap Bu Tika dengan jakun yang bergerak naik turun. Entah mengapa Damar menjadi gelisah kali ini.“Mama hanya mau mengingatkan kamu kalau akhir pekan ini nenekmu datang dari luar negeri dan beliau ingin bertemu dengan calon istrimu, Aina. Kamu bisa mengajaknya ke rumah, kan?”Tepat dugaan Damar, jika kedatangan Bu Tika ke kantornya kali ini punya maksud tertentu. Damar tidak menjawab, ia hanya menunduk sambil sibuk memainkan jarinya. Bu Tika memperhatikan reaksinya.&ldqu
“Bun—da. Dia memanggilmu Bunda? Memangnya dia siapa?” tanya Bu Tika.Bu Tika sangat terkejut dengan kehadiran Zafran yang tiba-tiba. Aina hanya diam, menghela napas sejenak sambil tersenyum ke arah Zafran. Kemudian Aina menatap Bu Tika dan membalasnya dengan senyuman.“Dia … putra saya, Tante. Namanya Zafran.”Sontak mata Bu Tika melebar usai mendengar jawaban Aina. Wajahnya terlihat shock bahkan mulutnya terus terbuka. Tepat dugaan Aina jika wanita paruh baya ini belum tahu statusnya. Bisa jadi Damar tidak pernah menjelaskannya.“Putramu? Ka—kamu … kamu ---”“Saya seorang janda, Tante.” Belum sempat Bu Tika menyelesaikan kalimatnya, Aina sudah menyahut lebih dulu.Ia sudah menduga jika reaksi Bu Tika seperti ini. Hubungan janda dengan seorang perjaka memang sering dianggap tabu. Nanti ujungnya banyak pertentangan di keluarga sang Pria. Aina bisa menebak kalau pada akhirnya seperti ini.Itu juga sebabnya dia tidak mau membuka hatinya pada Damar. Ia takut terluka lagi. Ia belum siap un
“APA!!!?? Apa maksudmu, Damar?” seru Bu Tika.Damar terdiam, tapi matanya terus mengunci ke wanita paruh baya di depannya. Damar sudah menduga jika Bu Tika akan sangat terkejut mendengar penjelasannya.“Ka—kamu selingkuh dengan Aina, begitu?” imbuh Bu Tika.Damar mendengkus sambil menggelengkan kepala.“Tidak, Ma. Kami berdua hanya berada di tempat dan waktu yang salah hingga melakukan sebuah kebodohan.”Bu Tika tampak kebingungan, tapi dia tidak menambahkan kalimatnya. Perlahan Damar menggeser duduknya kemudian berada sangat dekat di samping Bu Tika dan menceritakan apa yang pernah terjadi di antara dia dengan Aina.“Zafran itu anakku. Jadi apa salahnya jika aku menikahi ibunya? Aku ingin membentuk sebuah keluarga yang utuh, Ma.”Masih tidak ada jawaban keluar dari bibir Bu Tika. Wanita paruh baya itu masih shock usai mendengar penjelasan Damar. Ia masih bingung dengan semua kejadian hari ini.“Sayangnya, hingga kini Aina masih sulit menerimaku. Kemarin saat ulang tahun Mama … .”Kem
“Waalaikumsalam, Tante,” jawab Aina.Aina tersenyum membalas sapaan wanita paruh baya di depannya yang tak lain Bu Tika. Dua hari yang lalu, Aina sempat bertemu dengan Bu Tika di kafe. Bahkan ekspresi wanita paruh baya itu tampak terkejut usai mengetahui status Aina. Namun, mengapa sekarang ekspresi wajahnya berubah ramah dan ceria, seakan tidak terjadi apa-apa.“Boleh Tante masuk?” Pertanyaan Bu Tika membuyarkan lamunan Aina.Aina tampak gugup sekaligus kebingungan. Belum sempat ia menjawab, Zafran sudah keluar dari dalam rumah sambil merapikan topinya.“Bunda, aku sudah siap!!” seru bocah laki-laki itu.Aina menoleh ke arah Zafran dan tersenyum sekilas. Tak disangka Bu Tika juga sedang memperhatikan Zafran. Wanita paruh baya itu mengulas senyum kemudian berjalan mendekat dan mengelus kepala Zafran.“Anak pintar, mau berangkat sekolah, ya?” tanya Bu Tika.Zafran tersenyum sambil menunju
“IBU!! Tante!! Aku mohon jangan seperti ini,” ucap Aina.Ia benar-benar kebingungan menghadapi tiga orang yang sedang berlutut di depannya. Damar hanya diam menatapnya dengan seksama. Matanya berbinar menawarkan banyak cinta, bibirnya tersungging indah mempermanis rautnya.Banyak kebaikan yang diberikan Damar selama ini, hanya saja Aina selalu menutup matanya. Ia masih menyimpan benci pada pria itu tiap mengingat kejadian malam tak terduga tersebut. Malam penuh dosa yang selalu ingin dilupakan Aina.Namun, tidak ada salahnya jika dia membuka hati dan memberi kesempatan Damar. Ada Zafran yang membutuhkan pria itu. Selain itu, tidak selamanya Aina harus membenci pria ini setelah semua kebaikan yang ia beri.“Aku tahu ini sulit bagimu, Aina. Namun, aku ingin kamu mencobanya. Aku janji tidak akan menyakitimu,” ucap Damar.Kata-katanya terdengar tulus dan penuh penekanan emosi yang mendalam. Entah mengapa hati Aina berdebar saat
“KATAKAN PADAKU SIAPA AYAHNYA? Siapa ayah Zafran, Aina!!” seru Fakhri penuh amarah.Aina hanya diam, menundukkan kepala dan tak bersuara sedikit pun. Dia benar-benar shock saat suaminya bertanya seperti itu. Semua berawal saat Zafran, putra pertama mereka masuk rumah sakit akibat penyakit demam berdarah.Trombosit Zafran turun drastis dan membutuhkan transfusi darah secepatnya. Tadi siang, pihak rumah sakit menghubungi mereka mengatakan jika stock darah golongan B habis dan meminta Fakhri serta Aina segera mendapatkannya di luar sana. Fakhri terkejut mendengar hal itu dan setibanya di rumah, Fakhri malah mencercah pertanyaan seperti ini.“Kenapa diam saja, Aina?? Kamu tidak mau menjawab pertanyaanku?”Aina masih membisu, ia bingung harus menjawab apa. Fakhri pasti terkejut saat tahu golongan darah putra mereka adalah B, sementara kedua orang tuanya bergolongan darah A. Harusnya Zafran memiliki golongan darah A juga atau O. Ini malah berbeda. Tentu saja menimbulkan tanya seperti itu pa
“IBU!! Tante!! Aku mohon jangan seperti ini,” ucap Aina.Ia benar-benar kebingungan menghadapi tiga orang yang sedang berlutut di depannya. Damar hanya diam menatapnya dengan seksama. Matanya berbinar menawarkan banyak cinta, bibirnya tersungging indah mempermanis rautnya.Banyak kebaikan yang diberikan Damar selama ini, hanya saja Aina selalu menutup matanya. Ia masih menyimpan benci pada pria itu tiap mengingat kejadian malam tak terduga tersebut. Malam penuh dosa yang selalu ingin dilupakan Aina.Namun, tidak ada salahnya jika dia membuka hati dan memberi kesempatan Damar. Ada Zafran yang membutuhkan pria itu. Selain itu, tidak selamanya Aina harus membenci pria ini setelah semua kebaikan yang ia beri.“Aku tahu ini sulit bagimu, Aina. Namun, aku ingin kamu mencobanya. Aku janji tidak akan menyakitimu,” ucap Damar.Kata-katanya terdengar tulus dan penuh penekanan emosi yang mendalam. Entah mengapa hati Aina berdebar saat
“Waalaikumsalam, Tante,” jawab Aina.Aina tersenyum membalas sapaan wanita paruh baya di depannya yang tak lain Bu Tika. Dua hari yang lalu, Aina sempat bertemu dengan Bu Tika di kafe. Bahkan ekspresi wanita paruh baya itu tampak terkejut usai mengetahui status Aina. Namun, mengapa sekarang ekspresi wajahnya berubah ramah dan ceria, seakan tidak terjadi apa-apa.“Boleh Tante masuk?” Pertanyaan Bu Tika membuyarkan lamunan Aina.Aina tampak gugup sekaligus kebingungan. Belum sempat ia menjawab, Zafran sudah keluar dari dalam rumah sambil merapikan topinya.“Bunda, aku sudah siap!!” seru bocah laki-laki itu.Aina menoleh ke arah Zafran dan tersenyum sekilas. Tak disangka Bu Tika juga sedang memperhatikan Zafran. Wanita paruh baya itu mengulas senyum kemudian berjalan mendekat dan mengelus kepala Zafran.“Anak pintar, mau berangkat sekolah, ya?” tanya Bu Tika.Zafran tersenyum sambil menunju
“APA!!!?? Apa maksudmu, Damar?” seru Bu Tika.Damar terdiam, tapi matanya terus mengunci ke wanita paruh baya di depannya. Damar sudah menduga jika Bu Tika akan sangat terkejut mendengar penjelasannya.“Ka—kamu selingkuh dengan Aina, begitu?” imbuh Bu Tika.Damar mendengkus sambil menggelengkan kepala.“Tidak, Ma. Kami berdua hanya berada di tempat dan waktu yang salah hingga melakukan sebuah kebodohan.”Bu Tika tampak kebingungan, tapi dia tidak menambahkan kalimatnya. Perlahan Damar menggeser duduknya kemudian berada sangat dekat di samping Bu Tika dan menceritakan apa yang pernah terjadi di antara dia dengan Aina.“Zafran itu anakku. Jadi apa salahnya jika aku menikahi ibunya? Aku ingin membentuk sebuah keluarga yang utuh, Ma.”Masih tidak ada jawaban keluar dari bibir Bu Tika. Wanita paruh baya itu masih shock usai mendengar penjelasan Damar. Ia masih bingung dengan semua kejadian hari ini.“Sayangnya, hingga kini Aina masih sulit menerimaku. Kemarin saat ulang tahun Mama … .”Kem
“Bun—da. Dia memanggilmu Bunda? Memangnya dia siapa?” tanya Bu Tika.Bu Tika sangat terkejut dengan kehadiran Zafran yang tiba-tiba. Aina hanya diam, menghela napas sejenak sambil tersenyum ke arah Zafran. Kemudian Aina menatap Bu Tika dan membalasnya dengan senyuman.“Dia … putra saya, Tante. Namanya Zafran.”Sontak mata Bu Tika melebar usai mendengar jawaban Aina. Wajahnya terlihat shock bahkan mulutnya terus terbuka. Tepat dugaan Aina jika wanita paruh baya ini belum tahu statusnya. Bisa jadi Damar tidak pernah menjelaskannya.“Putramu? Ka—kamu … kamu ---”“Saya seorang janda, Tante.” Belum sempat Bu Tika menyelesaikan kalimatnya, Aina sudah menyahut lebih dulu.Ia sudah menduga jika reaksi Bu Tika seperti ini. Hubungan janda dengan seorang perjaka memang sering dianggap tabu. Nanti ujungnya banyak pertentangan di keluarga sang Pria. Aina bisa menebak kalau pada akhirnya seperti ini.Itu juga sebabnya dia tidak mau membuka hatinya pada Damar. Ia takut terluka lagi. Ia belum siap un
“MAMA!! Kenapa Mama ke sini?” tanya Damar pagi itu.Damar sangat terkejut saat tiba di ruangannya, ia mendapati Bu Tika berada di sana. Wanita paruh baya itu tersenyum sambil menatap Damar dengan lembut. Damar bergegas masuk kemudian duduk di sofa bersebelahan dengan Bu Tika.“Memangnya Mama tidak boleh datang ke kantormu, Damar?” Bukannya menjawab pertanyaan Damar, Bu Tika malah menanyakan hal yang lain.Damar tidak menjawab, ia hanya menatap Bu Tika dengan jakun yang bergerak naik turun. Entah mengapa Damar menjadi gelisah kali ini.“Mama hanya mau mengingatkan kamu kalau akhir pekan ini nenekmu datang dari luar negeri dan beliau ingin bertemu dengan calon istrimu, Aina. Kamu bisa mengajaknya ke rumah, kan?”Tepat dugaan Damar, jika kedatangan Bu Tika ke kantornya kali ini punya maksud tertentu. Damar tidak menjawab, ia hanya menunduk sambil sibuk memainkan jarinya. Bu Tika memperhatikan reaksinya.&ldqu
“Apa masih penting untuk kamu ketahui saat ini?” tanya Aina.Bukannya menjawab pertanyaan Fakhri, Aina malah balik bertanya. Fakhri mendengkus sambil menatap Aina dengan lembut. Fakhri ingat dulu dia tidak mau tahu tentang siapa ayah Zafran. Bahkan Fakhri menolak penjelasan Aina. Hanya saja gara-gara ucapan Zafran semalam membuat Fakhri kepikiran dan bertanya seperti itu ke Aina.“Aku tahu aku salah, tidak mau mendengar penjelasanmu saat itu. Namun, apa salahnya jika aku ---”“CUKUP, MAS!!!!”Aina mengangkat tangannya ke udara seakan meminta Fakhri menghentikan ucapannya. Fakhri terdiam, menatap Aina dengan sudut matanya. Bukannya hal ini yang sering ia lakukan setiap Aina ingin menjelaskan padanya. Kenapa juga kini situasinya menjadi terbalik?“Aku sudah selingkuh darimu. Itu saja yang harus kamu tahu.”Mata Fakhri mengerjap saat Aina berkata seperti itu. Padahal dulu Aina mati-matian mengelak
“Bunda bilang begitu?” ulang Fakhri. Baik Fakhri dan Aina tahu jika golongan darah Zafran yang berbeda dengan mereka menyebabkan perselisihan terjadi. Karena itu juga Fakhri menuduh Aina selingkuh dan berimbas hingga ke perceraian mereka. Namun, Fakhri tidak menduga jika Aina akan mengatakan hal itu ke Zafran. “Enggak. Bunda gak bilang ke Zafran.” Zafran berkata sambil menggelengkan kepala. Fakhri menghela napas lega usai mendengar penjelasan Zafran. “Hanya saja … Zafran dengar saat Bunda dan nenek bicara di rumah. Mereka bilang Zafran bukan anak Ayah.” Fakhri kembali terkejut. Mata pria tampan itu mengunci Zafran dan berharap jika kalimat yang baru saja keluar dari bibir Zafran salah. Dia memang sempat tidak mengakui Zafran sebagai anaknya bahkan tidak peduli saat bocah ini sakit. Hanya saja setelah berpisah dengan Aina dan tahu jika Wulan penganut paham childfree membuat Fakhri menyesal. Ia sudah menjadi seorang ayah. Ia sudah terbiasa dengan segala kesibukan seorang pria yang b
“Eng … bukan apa-apa, Bu,” jawab Fakhri.Dia sangat terkejut dan belum menyiapkan jawaban saat Bu Rahma bertanya padanya. Salah Fakhri juga menyambungkan ponselnya ke audio mobil sehingga Bu Rahma langsung mendengar percakapannya dengan Wulan tadi.“Apa Wulan marah padamu gara-gara kamu tidak ke kantor?” Kembali Bu Rahma bertanya.Fakhri tidak menjawab hanya fokus menatap lalu lintas di depannya. Bu Rahma berdecak sambil menggelengkan kepala, kemudian tampak mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Fakhri meliriknya sekilas.“Ibu telepon siapa?” Fakhri sontak berseru saat melihat ibunya mulai melakukan panggilan kepada seseorang.Bu Rahma mengulas senyum kemudian menatap Fakhri dengan lembut.“Tentu saja istrimu, Wulan. Ibu tidak mau melihat kamu berselisih lagi dengannya seperti kemarin.”“Gak usah, Bu. Nanti biar aku telepon sendiri saja.” Fakhri sudah memohon bahkan m
“Ehmm … kok Zafran sudah bangun?” ucap Aina.Alih-alih menjawab pertanyaan Zafran, Aina malah balik bertanya. Ia sangat terkejut dengan kehadiran Zafran berserta pertanyaannya. Tidak ia duga jika Zafran mendengar pembicaraannya dengan Bu Hani.Zafran berdecak, wajahnya tampak kesal bahkan sudah memajukan bibirnya beberapa senti. Aina yakin Zafran akan kembali bertanya tentang hal yang sama padanya. Namun, tiba-tiba Bu Hani bangkit dan menghampiri Zafran.“Tadi Nenek bikin kue bolu kesukaan Zafran. Zafran mau, gak?”Zafran sontak tersenyum sambil menunjukkan gigi susunya. Kepalanya mengangguk kemudian menurut begitu saja saat Bu Hani membimbingnya meninggalkan Aina.Helaan napas lega lolos keluar dari bibir Aina. Ia bersyukur Bu Hani bisa mengalihkan perhatian Zafran. Mungkin mulai saat ini, dia harus berhati-hati membicarakan hal ini. Zafran memang harus tahu siapa ayahnya, tapi bukan sekarang.Senin pagi saat