Satu rumah bersama seorang gadis berstatus istrinya tapi tidak bisa dia sentuh bahkan sudah beberapa hari ini tidak bertegur sapa ternyata membuat Rendra hampir gila. Apalagi mengetahui seorang pria yang tidak kalah tampan dan memiliki kekayaan melebihi dirinya membuat hati Rendra dilanda kekhawatiran. Sungguh, Rendra membenci perasaan ini tapi dia sendiri tidak kuasa menafikannya. Setelah membersihkan tubuh sepulang dari pesta, Rendra keluar dari kamar. Sesaat langkahnya terhenti ketika melihat pintu kamar Aura yang tertutup rapat. Istrinya mungkin sudah tertidur, setidaknya itu yang ada di pikiran Rendra. Setelah dia melarang Aura untuk pergi bersama Ben dengan intonansi tinggi, Rendra belum berbicara lagi dengan istrinya. Saat ini Rendra berharap alergi Aura kambuh jadi dia bisa menerjang pintu itu untuk memeluk Aura. Rendra melanjutkan langkah menuruni tangga menuju dapur, sepertinya segelas kopi bisa menyegarkan pikirannya. Suara pintu dibuka membuat Ren
Bola mata Aura bergerak gelisah di balik kelopak matanya yang tertutup rapat.Peluh membasahi pelipis dan kepalanya yang bergerak ke kiri lalu ke kanan bahkan Aura meronta dalam pelukan Rendra.“Jangan!! Lepas!! Jangan, please!! Abaaaaang!!!” Aura berteriak sampai tanpa sadar bangkit mendudukan tubuhnya.Matanya terbuka lebar dengan nafas tersengal, Aura merasakan jantungnya berdetak hingga terasa sakit memukul rongga dada.“Ra...,” panggil Rendra yang ikut mendudukan tubuh dari posisi berbaring.“Jangan...lepaaas,” bentak Aura sambil menutup wajah ketika Rendra menyentuhnya.“Ini Abang, Ra....” “Abaaaaang!!!” Aura melingkarkan tangan di tubuh Rendra setelah menyadari sang suami ternyata berada di sampingnya, mendekap erat seolah tidak ingin lelaki itu pergi.“Abang...maafin Aura, Bang!” ungkapan itu Aura lontarkan bersamaan dengan isak tangis yang tidak bisa dibendung.“Aura salah, maafin Aura, Bang!” tambahnya lagi.Rendra menghembuskan nafas kasar, membalas pelukan Aur
Pagi menjelang, suara kicau burung menjadi alarm alam ketika keduanya masih tertidur pulas dengan posisi saling mendekap erat.Aura mengerjap beberapa kali kemudian membuka matanya yang kini telah bengkak karena memeras air mata semalaman.“Abang! Bangun!! Enggak kerja?” Aura mendongak ketika bertanya demikian.Satu tangan Rendra yang dijadikan bantal oleh Aura dan satunya lagi yang melingkar di pinggangnya semakin mengerat.Membawa Aura masuk semakin dalam ke pelukannya.“Baaaang!” “Hem?” “Udah siang!” “Biarin!!” Rendra menyahut sambil memejamkan mata.Lelaki itu sehari saja ingin bangun siang, otaknya terlalu lelah memikirkan pekerjaan ditambah kelakuan sang istri yang sudah menyita banyak pikirannya.“Kamu kuliah?” lelaki yang masih memejamkan matanya itu bertanya.“Eeemm...bolos aja deh! Sehari aja! Hari ini sekelas sama mereka,” jawab Aura malas.Sudah pasti yang dimaksud mereka oleh Aura adalah Jesica, Lauren dan Briana.“Kalau kamu bolos kapan kuliah kamu kelar?
Cukup jauh perjalanan yang Aura tempuh dengan suami tampannya berada di balik kemudi.Selama perjalanan keduanya hanya diam, Rendra sibuk dengan pikirannya sedangkan Aura memperhatikan suasana dan arsitektur kota London yang jauh berbeda dengan yang ada di negaranya.Mata Aura tidak henti-hentinya berbinar takjub melihat bangunan-bangunan tempo dulu yang masih dipertahankan hingga kini.Sampai akhirnya Rendra menghentikan mobilnya di suatu area parkir.“Turun.” Suara bas itu terdengar datar ketika memerintah Aura untuk turun.Tidak membantah, Aura pun melepas seatbelt kemudian membuka pintu dan segera saja udara sejuk langsung menerpanya.Netra Aura bergerak memandang sekeliling disertai senyum bahagia yang terlukis cantik di wajahnya.Ini kali pertama Rendra mengajak jalan-jalan setelah dua bulan lebih dirinya menginjakan kaki di London.Rendra membawanya ke sebuah taman yang merupakan cagar alam dan taman konservasi seluas sembilan ratus lima puluh lima hektar.“Ra...,” pan
Setelah tadi Rendra membawanya ke sebuah taman dengan pemandangan yang indah, kini Rendra membawanya ke sebuah restoran yang...romantis.Kata itu sepertinya tepat menggambarkan restoran yang baru saja Aura masuki bersama sang suami.Restoran dengan cita rasa Perancis tersebut di masak langsung oleh chef Marceline Marc’s.Selain itu, interior dari restoran yang konon katanya menjadi salah satu restoran yang paling romantis di dunia ini sungguh memanjakan mata karena beratapkan kaca dan langit-langitnya terjuntai bunga rambat yang indah dilengkapi dengan lampu kecil yang membuat suasana menjadi romantis dan hangat.Setelah keduanya diantar pelayan untuk mencari meja yang kosong, wanita dengan pakaian seragam hitam putih dan celemek yang melingkar dipingganya memberikan Rendra dan Aura dua buku menu dengan hardcover berbahan kulit.“Bang,” panggil Aura sambil berbisik namun masih terdengar oleh pelayan membuat bukan hanya Rendra tapi pelayan itu juga melirik Aura.“Pesenin Aura, ap
Selama perjalanan pulang keduanya terdiam hanya mampu bersuara dalam pikiran masing-masing.Sungai Thames menjadi saksi ketika tanpa sengaja bibir mereka bersatu kembali dan Rendra seakan enggan melepas bibir Aura.Kedua tangannya malah membalik tubuh Aura agar bisa melesakan lidahnya lebih leluasa ke dalam sana.Dengan kemampuan yang masih amatir, Aura pun membalas semua perlakuan lembut Rendra pada bibirnya.Sambil memejamkan mata Aura bisa merasakan kalau Rendra menginginkannya, kedua telapak tangan lelaki itu mendekap lebih erat membuat dada mereka merapat.Rendra baru melepaskan pagutan ketika keduanya hampir kehabisan oksigen.Aura menggigit bibir bawah sambil memejamkan mata sekilas tatkala gelenyar asing seperti kupu-kuku beterbangan terasa di perutnya.Saat itu nafas keduanya masih tersengal, udara dingin menghasilkan uap di setiap hembusan nafas lalu setelah itu Rendra menghadiahkan kecupan di kening Aura cukup lama.Orang bilang kecupan di kening itu tanda sayang, t
“Sudah sampai Nyonya....” Suara Jerry membangunkan Aura dari lamunan.Ketika memasuki pelataran parkir kampusnya tadi, ingatan Aura mengenai kejadian di paviliun rumah Alvin datang kembali.Keringat dingin langsung menyerang, telapak tangannya mulai basah.“Jerry...apa setelah mengantarku, kamu akan pulang?” “Tidak Nyonya, saya diperintahkan tuan muda untuk menunggu Nyonya sampai selesai mata kuliah nanti.” “Oke...Thanks Jerry!” Setelah mndapat anggukan dan sebuah senyum dari Jerry, Aura turun dari kabin belakang mobil.Hatinya merasa tenang mengetahui Jerry akan menunggunya. Terlebih perintah tersebut datangnya dari Rendra, ternyata sang suami mengkhawatirkannya.Benarkan dugaan Aura, kalau Rendra telah menyayanginya.Aura mulai melangkah menaiki anak tangga menuju gedung fakultas.Banyak teman-teman satu fakultas Aura yang sedang duduk-duduk di sana.“Aura....” Terdengar suara pria memanggil, membuat Aura menoleh.Mata Aura seketika membulat sempurna dengan tubuh b
“Alvin!” Alvin menoleh ketika mendengar Aura memanggil lalu menghentikan langkahnya.“Ya?” tanyanya seraya membalikan tubuh sempurna menghadap Aura.“Aku belum mengucapkan terimakasih!” Alvin terkekeh. “It's Oke, Aura!” “Bukan hanya yang tadi tapi untuk yang di rumahmu juga! Kalau tidak ada kamu, mungkin aku....”Aura menunduk dengan tangan saling meremat tidak mampu melanjutkan kalimatnya.Kali ini Alvin menghembuskan nafas merasa prihatin, satu tangannya terangkat memegang pundak Aura.“Aku yang minta maaf soal itu, kamu tidak apa-apa,kan?” Alvin bertanya dengan kedua alis terangkat.Aura tersenyum samar kemudian mengangguk lantas menoleh saat Maria merangkul pundaknya.“Ayo kita ke kantin,” ajak Maria sok akrab.Aura mengangguk kemudian pamit kepada Alvin.Selama Maria merangkul pundaknya menuju dinning hall, Aura merasa risih bahkan pundaknya menegang.Maria adalah teman pertama di kampus ini yang menyapa Aura dengan ramah.“Santai saja, aku tidak seperti teman bar