Semenjak malam pertama di desa Kinderdjik, Aura dan Rendra menjadi lebih terbuka.
Meskipun Rendra tidak mengatakan bila lelaki itu mencintai Aura, namun ucapannya yang mengatakan bahwa dirinya bahagia menikahi Aura itu sudah cukup bagi Aura untuk percaya diri tetap berada di samping suaminya.Aura terus melangkah mendekati meja Rendra dan ketika lelaki itu mengulurkan tangan, langsung saja Aura meraihnya.Aura memutar setengah bagian meja dituntun oleh tangan Rendra yang ia genggam kemudian setelah berada di samping kursi lelaki itu, tubuhnya terjerambab ke atas pangkuan Rendra yang menarik tangannya tanpa aba-aba.“Abaaang....” protesnya manja membuat sang CEO tampan terkekeh.“Udah makan siang?” Rendra yang menempelkan keningnya dengan kening Aura bertanya tepat di depan wajahnya.Kedua tangannya melingkar di pinggang Aura untuk memenjarakan sang istri agar tidak beranjak.Aura mengangguk sebagai balasan, “Abang udah m“Bang...kenapa kita pulang? Acaranya juga belum selesai!” Aura yang ditarik Rendra menuju loby gedung tempata acara berlangsung, bertanya demikian.“Gunting pita sama pidatonya udah selesai jadi urusan Abang juga udah beres...Kita pulang aja!” jawab lelaki itu sambil terus melangkah membuat langkah Aura terseok untuk menyamai langkah panjang suaminya.Limousine yang membawa mereka tadi ke pesta telah berada di depan loby dengan Rudolf dibalik kemudi yang siap mengantar mereka kemana pun mereka ingin.“Rumah...” ucap Rendra kepada Rudolf setelah keduanya berada di kursi kabin belakang.Perlahan mobil mewah itu bergerak melintasi jalanan membelah kota London.“Bisa kita berhenti disini Rudolf?” sebuah pertanyaan yang terdengar memerintah itu seketika membuat Rudolf menginjak rem.Kepalanya menoleh kebelakang dengan pandangan melewati sekat menjangkau sang Tuan untuk meminta persetujuan.Rendra mengangguk walau dirinya send
“Bang....” panggil Aura setelah meletakan bukunya di meja.“Hem...” Aura tersenyum mendengar suaminya hanya bergumam menjawab panggilannya.Lelaki itu memang telah berubah hangat tapi masih tidak dapat menghilangkan gumaman tersebut.“Ada apa?” tanya Rendra dengan kedua alis trangkat.Sungguh kemajuan yang sangat pesat, biasanya lelaki itu hanya bergumam saja tapi kini Rendra menambahkan sebuah pertanyaan.“Apa yang Abang lakuin sampai temen-temen Aura di kampus ga berani gangguin Aura trus karyawan di kantor Abang juga jadi pada ramah banget sama Aura...” tanya Aura hati-hati.“Enggak ada!” jawab Rendra tak acuh.“Bohong! Kata Alvin sama Maria, Abang ngelakuin hal yang---“ kalimat Aura terhenti kemudian menutup mulutnya dengan kedua tangan.Ia merasa kelepasan bicara seolah mengadukan kedua sahabatnya karena ekspresi wajah Rendra berubah kesal ketika nama Alvin dan Maria disebut.“Dasar tukan
Kebahagiaan Aura kian hari kian bertambah karena Rendra memperlakukannya sudah selayaknya sebagaimana seorang istri yang amat dicintai.Keluarga di Indonesia yang mendengar berita sudah tentu ikut berbahagia.Terutama Grandma dan Grandpa yang merasa lega karena sang cucu telah menemukan cintanya bersama Aura-gadis yang sudah mereka kenal baik.Hari ini, Rendra sengaja pulang lebih awal karena beberapa hari belakangan ia sibuk menyelesaikan proyeknya bersama Ben.Sejujurnya Rendra sudah tidak ingin berhubungan lagi dengan pria itu karena kekesalannya pada Ben dan sepupunya belum kunjung mereda.Namun apalah daya urusan pekerjaan memaksanya untuk menghadapi Ben.Rendra memang pergi pagi dan pulang larut setelah istrinya tertidur, namun tidak membuat komunikasi diantara mereka terputus.Aura selalu punya cara untuk membuat Rendra tersenyum ketika membaca pesan singkat darinya.Seperti tadi sianh ketika ia bertanya
Rendra tercenung di tempatnya berdiri, ia merasa lega karena sang istri ternyata sedang berbicara dengan Kenzi tapi sungguh ia tidak pernah tau perasaan Aura yang sebenarnya.Istri yang dinikahinya ini ternyata pandai bersandiwara.Aura seolah telah melupakan Sigit namun ternyata kecewa yang diukir Sigit sudah terlalu dalam hingga ia sulit untuk mengembalikan hatinya seperti semula.Aura juga nampak bahagia ketika bersamanya, selalu tersenyum, tersipu dan berbinar layaknya seorang gadis yang tengah jatuh cinta namun jauh di lubuk hati Aura yang paling dalam kekhawatiran dan keraguan akan perasaan Rendra kepadanya masih merajai.Dibalik senyum dan tawa yang selalu tercetus renyah itu ternyata menyimpan begitu banyak penderitaan akan kegelisahan hati.“Apa yang harus Abang lakukan agar kamu mengerti kalau Abang mencintai kamu?” Rendra bertanya di dalam hati.Lelaki itu mengurungkan niat awalnya menghampiri Aura dan memilih untuk ke
“Semakin hari aku lihat kamu semakin berseri saja, padahal pekerjaan kita sedang berat-beratnya!” sindir George saat makan siang disebuah restoran.Mereka baru saja selesai melakukan pertemuan dengan klien dan memilih singgah di restoran untuk makan siang.“Oh ya? Mungkin hanya perasaan kamu saja!” sanggah Rendra santai.“Setiap hari dia menjadi lebih bersemangat, jatuh cinta memang seluar biasa itu!” timpal Robert yang merupakan pakar cinta.Lelaki itu telah enam tahun menjalin hubungan dengan kekasihnya tanpa berniat membagi hati untuk wanita lain.Patricia mulai jengah, ia tau akan menjurus kemana pembicara George dan Robert dan dirinya tidak ingin menyakiti diri sendiri untuk tetap berada disana mendengar kemesraan pria yang dicintainya dengan sang istri.Ia hendak beranjak namun kedua tangannya di tahan oleh George dan Robert.“Mau kemana?” tanya George dan Robert bersamaan.“Toilet!” jawab Patricia singkat
Rendra mengusap punggung Patricia yang bergetar untuk meredakan kesedihan gadis itu karena ulahnya.Ceklek...Suara pintu terbuka membuat Rendra menoleh dan seketika saja matanya membulat sempurna dengan jantung yang mulai berdetak menaikan tempo.“Aura..” ucapnya tanpa suara dan ekspresi ketakutan seperti melihat malaikat maut, tercetak jelas diwajahnya tanpa bisa ia tutupi.Kenapa istrinya bisa datang di waktu yang tidak tepat?Nafas Aura tertahan satu hembusan dan jantungnya serasa berhenti satu detakan.Suaminya bilang bila tidak pernah mencintai Patricia dan beberapa kali sengaja mengumbar kemesraan di depan Patricia namun apa yang dilihatnya saat ini seolah menghempaskan semua itu.Apa sang suami berubah pikiran? Dan bila dirinya tidak datang memergoki mereka seperti saat ini, apakah mereka akan melanjutkan pelukan itu di dalam ruangan yang tersembunyi di balik lemari buku?Apakah suaminya terins
“George, mau ngomong sama kamu!” ucapnya kemudian memberikan ponsel kepada Aura.“Apakabar, George?” sapa Aura setelah menyaut ponsel yang diberikan suaminya yang kemudian ia tempelkan di telinga.“Datanglah besok bersama suami mu untuk merayakan ulang tahun ku!” ucap George to the point.“Baiklah George, kami akan datang!” balas Aura singkat tanpa George perlu memberikan usaha lebih untuk membujuknya.“Oke! Sampai bertemu besok, cantik!” kata George lalu memutuskan sambungan telepon.Aura mengembalikan ponselnya pada Rendra tanpa menatapnya juga tanpa kata.Entah sampai kapan Aura akan berada pada mode ngambeknya yang pasti belum satu jam saja sudah membuat Rendra frustasi.**** “Ra...Bisa kita bicara?” Rendra yang baru saja keluar dari kamar mandi dan mendapati sang istri sedang berpura-pura tertidur, akhirnya bertanya.Sesampainya di rumah tadi hingga mereka selesai makan malam dan Aura langsung per
Aura menatap dirinya di cermin, mini dress dengan tali ruffle di pundak yang berwarna biru muda dan rok yang melebar dari pinggang hingga lutut menjadi pilihannya untuk acara pesta ulang tahun George siang ini.Flatshoes berwarna senada dengan bunga besar dibagian depannya membuat Aura nampak feminim.Make up yang di aplikasikan pada wajah pun tidak mencolok dan terkesan natural, Aura nampak muda sesuai umurnya.“Cantik!” bisik Rendra yang sudah melingkarkan tangan di pinggang Aura kemudian memberi kecupan di pipi membuat kepala Aura miring beberapa derajat kesamping akibat dorongan bibir Rendra.Lihatlah apa yang dilakukan Rendra, image pria dingin yang melekat padanya telah hilang berganti dengan julukan ‘Budak Cinta' karena lelaki itu masih belum lelah dan menyerah membujuk Aura agar memaafkannya.Aura tidak meronta atau pun memberengut kesal, ekspresi wajahnya datar menatap Rendra dari pantulan cermin.“Abang udah telepon Gra