Laura semakin tidak suka karena Elvira malah perhatian pada Zehra. "Aku tidak rela suamiku terus bersamanya, Mommy El juga kenapa harus perhatian seperti itu sih?" Laura terus bergerutu dalam hatinya. "Jika menunggu Zehra melahirkan, kelamaan. Aku harus mencari cara untuk menyingkirkan bayi itu." "Bagaimana, enak? Apa masih mual?" Zehra tersenyum senang penuh arti pada Elvira. "Nyonya, ini enak sekali. Terima kasih banyak, Nyonya. Perutku sudah tidak terasa mual." Elvira menoleh pada Beti, lalu kembali pada Zehra. "Sebelumnya saya minta maaf, apa kamu ... punya suami?" Jantung Zehra kembali berdetak tak karuan. "Punya, Nyonya. Tapi dia kerja dan tidak bisa pulang kapan saja. Jadi saya ikut Bi Beti dulu karena tidak punya keluarga lagi." "Saya sudah izin sama Nyonya Laura juga Tuan Jovan, Nyonya," sahut Beti. Elvira mengangguk mengerti. "Baiklah, aku hanya berpikir suami mana yang begitu kejam membiarkan istrinya menderita sendiri. Aku masih ingat dulu saat aku hamil Jovan,
"Om, sebaiknya Om cepat ke kamar Nyonya Laura. Aku takut Nyonya Elvira atau Nyonya Laura datang ke sini." Jovan menatap Zehra begitu sendu. "Kamu yakin tidak apa-apa?" Zehra menunduk bingung. Sejujurnya hatinya terus gelisah jika harus seperti itu. Zehra tidak bisa hidup tenang dengan keberadaan Laura atau pun Elvira. "Om, aku rasa sebaiknya aku tidak tinggal di sini. Apalagi Nyonya Elvira mau ke sini terus. Hubungan kita bisa saja tercium oleh Nyonya Elvira nanti, bukan?" Jovan menatap Zehra sejenak. "Kamu benar, Zehra. Aku akan bicarakan ini pada Laura nanti. Sekarang kamu tidurlah." Zehra tersenyum getir merasakan perhatian dari Jovan. Perhatian yang seharusnya tidak membuatnya nyaman. Sebab, kenyamanan itu hanya akan membuatnya semakin sakit hati. "Iya, Om. Terima kasih." Jovan mengelus perut Zehra, lalu membungkukkan tubuhnya mengecup perut itu. "Daddy mohon kamu baik-baik ya di sana. Jangan buat Mommy mu sakit." Zehra menghela napasnya panjang menetralkan
"Berani kamu melanggar perjanjian kita, Zehra!" "Laura!" Jovan menahan tangan Laura yang hendak menampar Zehra. "Apa yang kamu lakukan?" Laura menurunkan kepalan tangannya. Untuk mengatakan jika Zehra mencintai Jovan, Laura yakin itu bukan yang terbaik. Laura malah takut jika Jovan pun memiliki perasaan yang sama dan akan berakibat fatal jika tahu Zehra pun mencintai Jovan. Laura memilih pergi dari villa itu untuk menetralkan emosinya. Jovan menoleh pada Zehra yang terdiam merutuki kecerobohannya karena sampai Laura tahu apa yang dirasakannya. "Zehra, kamu baik-baik saja?" Zehra menepis tangan Jovan yang hendak menyeka air matanya. Zehra tidak ingin perasaannya pada Jovan semakin dalam karena perhatian pria itu padanya. Sebab, semua itu hanya akan membuat hatinya sakit. Walau pada kenyataannya, Zehra tidak akan bisa terus menghindar dari Jovan. "Zehra, ada apa?" Jovan menatap Zehra bingung karena Zehra tidak seperti biasanya. Zehra tersenyum kecut melihat Jovan yang
Jovan semakin membuat Zehra mengeluarkan suara indah memabukkan itu dengan sentuhan yang semakin liar pada bagian tubuh Zehra yang lain. Sungguh Zehra semakin jatuh cinta pada pria dewasa itu. Selain perhatiannya, Jovan juga begitu pandai membuatnya terbuai dalam surga dunia yang diciptakannya. Sejenak pikiran Zehra gamang membayangkan bagaimana nanti dirinya harus melepaskan pria seperti Jovan. Ingin sekali Zehra egois. Namun, Zehra sadar diri karena Jovan pun tidak mencintainya dan hanya melakukan kewajibannya sebagai seorang suami pada Zehra. Walau Jovan dan Zehra hanya menikah kontrak, tapi Jovan memang selalu bersikap adil pada kedua istrinya. "Terima kasih, Zehra. Terima kasih karena kamu sudah membuat pagiku indah," ucap Jovan dengan mengecupi wajah Zehra. "Tolong bangunkan aku di jam 10 nanti, karena jam siang ini aku ada meeting." Zehra hanya mengangguk mengiyakan, setelah itu Zehra melihat Jovan terlelap setelah melepaskan hormon lelahnya. Pandangan Zehra belum teralih
"Keadaan bayinya sangat sehat ya, Nyonya, Tuan. Bayinya juga sudah memasuki trimester akhir dan semuanya dinyatakan bagus." Jovan tersenyum bahagia mendengar penuturan sang dokter. "Terima kasih banyak, Dokter." Jovan menoleh pada Zehra, lalu meraba perut buncit itu dengan sangat bahagia. Sayang, Jovan tidak bisa mendapatkan kebahagiaan itu dari Laura, wanita yang dicintainya. Padahal Jovan berharap jika Laura lah yang mengandung anaknya. Namun, nyatanya Laura lebih mengkhawatirkan keadaan tubuhnya jika harus mengandung anaknya daripada membahagiakan dirinya. "Zehra, terima kasih karena kamu sudah menjaga anakku dengan baik." "Sama-sama, Om. Dia juga anakku, Om." Zehra mengusap lembut perutnya, namun, sedetik kemudian Zehra menghentikan usapan itu saat sadar apa yang akan terjadi padanya nanti. Jovan pun menatap Zehra dengan sendu. Pria dewasa itu tahu jika sebenarnya Zehra tidak rela jika nanti harus merelakan anaknya pada Laura. Jovan sangat mengerti bagaimana perasaan
"Om, kok Om di sini?" Jovan tersenyum manis mendengar pertanyaan yang selalu terlontar dari istri mudanya. Dan pertanyaan itu seolah Zehra sadar diri jika dirinya bukan pemilik Jovan seutuhnya. Entah mengapa hati pria dewasa itu semakin tersentuh oleh kedewasaan Zehra. "Aku merindukanmu, Zehra." Zehra menatap Jovan begitu dalam. Begitu bahagia hati Zehra mendengar ucapan Jovan yang mengatakan jika pria itu merindukannya. Namun, Zehra tidak ingin terlalu ke geeran karena biasanya Jovan memang bilang seperti itu, tapi nyatanya cinta pria itu hanya untuk Laura, istrinya. "Tapi bukankah seharusnya Om masih di kantor?" Jovan meraih pinggang Zehra, lalu menarik tubuhnya hingga wajah mereka begitu dekat. "Sudah kukatakan aku merindukanmu, Zehra." "Tapi--" Zehra tak bisa lagi mengatakan apapun karena Jovan sudah menempelkan bibirnya pada bibir tipis Zehra. Jovan terus mendalami apa yang dilakukannya pada benda seksi itu. Pria itu memang begitu tergoda akan tubuh Zehra yan
Jovan tak banyak bicara dan hanya langsung membersihkan diri tanpa ingin mengatakan apapun pada Laura. Tentu saja membuat Laura semakin yakin jika Jovan pun memiliki perasaan lain pada Zehra. Laura tidak akan membiarkan Zehra menempati posisinya karena jika itu terjadi, reputasinya mungkin tidak akan sebagus sekarang, menantu kesayangan dari pemilik perusahaan besar, Royal Company group. "Kamu lihat saja, Zehra. Aku tidak akan tinggal diam dan membiarkan kamu menempati posisi di hati suamiku." Laura berdecak kesal karena satu pesan yang mengharuskan dirinya segera pergi. "Kenapa harus sekarang, sih? Jika aku pergi, Jovan pasti kecewa dan aku yakin dia pasti menemui Zehra lagi." Handphone Laura akhirnya berdering karena mungkin pesan yang tidak kunjung di balas wanita seksi itu. "Iya, iya. Aku berangkat sekarang!" Jovan menatap Laura yang sudah menatapnya setelah menutup panggilan teleponnya dengan emosi. Terlihat helaan napas kasar dari pria bertubuh tinggi besar itu. Laura in
"Bi, sebenarnya Jovan dan Laura ke mana? Ko mereka belum pulang juga?" Elvira sedikit bingung karena hampir larut malam, Laura dan Jovan belum pulang. "Em, saya tidak tahu, Nyonya." Beti menghela napasnya dalam, karena bingung harus mengatakan apa pada Elvira. Tanpa Beti sadari, kecemasannya membuat Elvira curiga jika Beti menyimpan sesuatu darinya. "Bi, kamu sudah lama bekerja dengan Jovan, bukan? Kamu juga tahu bagaimana aku menganggapmu seperti keluarga, bukan?" Beti meremas jari-jarinya karena sadar arti ucapan Elvira. Beti tahu bagaimana baiknya Elvira tidak hanya padanya, tapi juga pada keluarga Beti. Namun, Beti tidak mungkin mengatakan apa yang terjadi pada rumah tangga Jovan. Sebab, Beti sudah berjanji pada Jovan dan Laura untuk tidak mengatakan apapun pada Elvira. "Nyonya, maafkan saya. Tapi saya tidak bisa mengatakan apapun pada Anda. Nyonya tahu sendiri siapa saya, juga bagaimana Nyonya Laura jika sampai saya melanggar aturannya." Elvira memalingkan wajahnya
"Zehra, Leon, kalian pulang lah. Terima kasih karena sudah menjengukku. Aku minta maaf karena sudah merepotkanmu." Zehra menoleh pada Leon yang mengangguk. "Iya, Om." Zehra masih meremas jari-jarinya cemas. Leon melihat Zehra begitu cemas, seperti ada sesuatu yang Zehra ingin katakan. "Ze, ada apa?" Jovan dan Elvira pun menoleh dan menatap Zehra. "Zehra, ada apa?" Zehra kembali meremas jari-jarinya. "Om, bolehkah aku bawa Andrew pulang ke rumahku? Hanya malam ini saja saat Om Jovan di rawat di sini." Jovan dan Elvira saling tatap. Mereka tahu jika Zehra mungkin khawatir pada keadaan Andrew karena Jovan saat ini tidak di rumah. Namun, Jovan merasa hatinya begitu tak rela membayangkan Zehra dan Leon bahagia bersama Andrew. "Zehra, apa itu tidak mengganggumu dengan Leon?" Zehra menoleh pada Leon. Zehra menunduk karena melupakan Leon sebagai suaminya. "Maaf, Le. Aku lupa izin dulu sama kamu." Leon menelan salivanya mendengar ucapan Zehra yang bahkan melupakan diriny
Sekian jam Zehra berada di ruangan Jovan, tak ada sedikitpun tanda-tanda kedatangan Laura. Zehra menoleh pada arah Elvira yang masih terduduk lemah di samping Jovan yang masih terlelap. Zehra bingung harus memulai pertanyaannya dari mana. "Mommy." Zehra memberanikan diri untuk menatap Elvira yang terlihat sendu. Elvira pun menatap Zehra dengan sorot mata yang menyedihkan. "Laura selingkuh, Zehra." Deg!! Tak ada sahutan dari Zehra karena Zehra sudah tahu semua itu. Entah harus senang atau tidak mendengar ucapan Elvira. Sebab, nyatanya semua itu membuat Jovan sampai jatuh sakit karena kenyataan yang terjadi pada rumah tangganya. "Selama ini Jovan selalu berusaha menjadi suami yang baik, yang setia, Jovan selalu memberikan apapun yang diinginkan oleh Laura. Tapi, kenapa? Kenapa dia tega melakukan ini pada putraku, Zehra?" Zehra menelan salivanya. Zehra bingung harus menanggapi ucapan Elvira seperti apa. Karena Zehra memang sudah tahu jika Laura berselingkuh. Zehra menyesal ka
Tok! Tok! Tok! Zehra dan Leon menoleh apa arah suara. Leon pun menarik senyumnya melihat siapa yang datang. Walau bagaimanapun perasaan cemburu itu pasti ada. Apalagi saat Leon teringat bagaimana Jovan menyentuh Zehra. "Apa kami ganggu kalian?" Elvira langsung menghampiri Andrew yang sudah terlelap. "Tidak kok, Moms. Andrew baru saja tidur. Aku stok ASI-nya dulu sebelum pulang." Elvira menoleh pada Jovan yang tidak mengatakan apapun selain hanya terdiam menatap wajah sang putra. Elvira begitu iba karena Jovan pasti saat ini begitu tersiksa. Selain Laura selingkuh, kini Jovan pun harus merelakan Zehra untuk Leon. Elvira pun menoleh pada Leon yang begitu setia menunggu Zehra. "Leon, terima kasih karena kamu masih mengizinkan isterimu memberikan ASI-nya pada Andrew." Leon mengangguk. "Tidak masalah, Aunty. Aku menerima apapun masa lalu Zehra, jadi aku pun harus rela saat-saat seperti ini, bukan?" Zehra menoleh pada Leon. "Terima kasih, Le." Jovan masih belum ingin m
Plak!! Elvira menampar pipi Laura begitu keras. "Ini untuk kamu yang sudah mengkhianati putraku." Plak!! Elvira kembali menampar Laura. "Ini untuk sakit hatiku sebagai ibu dari Jovan." Plak!! Elvira masih belum puas. "Ini untuk kamu yang sudah membodohiku juga Jovan." Elvira hendak kembali menampar Laura, namun. Laura keburu berlutut. "Ampun, Mommy. Aku tahu aku salah, Moms. Aku mohon maafkan aku, Moms. Aku masih mencintai Jovan." "Cih!! Kamu bilang kamu cinta pada putraku? Lalu apa yang sudah kamu lakukan padanya, Laura?? Setelah apa yang Jovan berikan padamu, tapi kamu tega melakukan semua ini? Kamu memang pela**r, Laura!!" Jovan yang baru saja datang, menghentikan langkahnya. Laura menoleh pada arah suaminya. Laura tahu jika Jovan memang pria baik dan setia. Penyesalan itu terlihat dari sorot matanya, hanya saja, Laura memang lebih mencintai Mike dari pada Jovan. "Kita pulang, Moms. Untuk apa Mommy buang-buang waktu datang ke sini?" Jovan meraih tangan Elvira denga
Brak!! "Aarghh!!" Jovan menggusar rambutnya prustasi. "Kenapa kamu tega melakukan ini padaku, Laura!" Jovan tidak menyangka jika nasibnya bisa semalang itu. Selama ini Jovan merasa begitu beruntung memiliki istri seperti Laura. Namun, nyatanya Jovan salah. Nyatanya Jovan adalah orang bodoh yang tidak bisa mengenali siapa Laura sebenarnya. Serapat-rapatnya mengubur bangkai, lama-lama tercium juga. Jovan tidak menyangka jika pertemuannya dengan Zehra adalah sebuah anugrah besar. Selain Jovan bisa merasakan rasanya menjadi seorang Daddy, kini Jovan pun bisa tahu siapa Laura sebenarnya. Jovan mengambil handphonenya, lalu menghubungi sang asisten. "Gerald, tolong segera kamu cek siapa nama pemilik di Royal Company cabang 1." Jovan berusaha untuk tetap kuat dan sadar karena Andrew. "Andrew, putraku." Jovan pun segera menemui sang putera yang untungnya masih anteng dalam mimpinya. Susi pun keluar dari kamar Andrew sesuai perintah Jovan. Pria itu mengecup kening sang bayi deng
"Honey, apa kamu baik-baik saja? Aku merindukanmu, Mike." Laura mengecupi Mike yang sudah beberapa hari tidak ditemuinya. "Apa ini perbuatan Leon?" Laura meraba luka-luka di tubuh juga wajah Mike. Mike masih terdiam walau nyatanya begitu senang karena akhirnya bisa lolos dari sekapan Leon. Namun, Mike masih bingung siapa orang yang menyelamatkan Zehra hari itu, karena Leon dan asistennya datang setelah Mike babak belur. "Aku bersumpah akan membuat mereka menyesal sudah membuatmu seperti ini, Mike." "La, aku memang di sekap oleh Leon, tapi bukan Leon yang membuatku seperti ini." Laura menatap Mike dengan kening yang mengerut heran. "Apa maksudmu, Mike?" Mike menarik napasnya, lalu beranjak dari baringannya. "Hari itu ada pria asing memasang topeng menyelamatkan Zehra, dan Leon baru datang setelah aku seperti ini." "Apa?" Laura mencoba berpikir. "Jika bukan Leon, lalu siapa yang menyelamatkan Zehra, Mike?" "Aku juga tidak tahu, tapi sudahlah. Untuk saat ini itu tidak p
"Tidur yang nyenyak, Nak. Daddy ada di sini." Jovan menoleh pada arah jam dinding yang menunjukkan sudah pukul sembilan malam. Jovan mengeluarkan handphonenya. "Ger, tolong kamu selidiki kemana istriku pergi." Jovan pun keluar dari kamar Andrew. "Sus, tolong jaga Andrew dulu. Saya nanti ke sini lagi." "Baik, Tuan." "Bibi juga akan ikut jaga Tuan Andrew, Tuan." Jovan menoleh pada Beti. "Terima kasih, Bi. Apa Bibi tahu kemana Laura pergi?" Jovan menarik napasnya saat Beti menggelengkan kepalanya. "Ya udah, tolong jaga Andrew ya, Bi." Jovan masuk ke ruang kerjanya. Pria itu sudah semakin curiga dengan apa yang dilakukan istrinya akhir-akhir ini. Sikapnya pun semakin membuat Jovan jengah dan tidak peduli pada pria dewasa itu. "Bagaimana, Ger? Apa kamu sudah mendapatkan informasi tentang isteriku?" tanya Jovan pada sambungan teleponnya. "Ok, kirim informasi selengkapnya segera." Jovan mengepalkan tangannya mendengar informasi dari Gerald jika Laura tidak memiliki jadwal pe
Leon mulai mendekatkan wajahnya pada wajah Zehra. "Ze, Aku sudah lama menunggu momen ini, tidak ada kebahagiaan yang teramat membuatku bahagia selain memilikimu." Leon mengusap wajah Zehra dengan begitu lembut. "Bahkan aku tidak peduli pada statusmu sebelumnya, karena aku terlalu mencintaimu, Ze. Aku menyesal sempat mengabaikanmu, jika saja waktu bisa diputar, aku tidak akan pernah membiarkan mu menderita." Zehra menatap Leon begitu sendu. Antara terharu juga kasihan karena nyatanya Zehra belum bisa memberikan cinta pada pria itu seperti Leon mencintainya. Namun, Zehra memang akan belajar mencintai Leon. "Terima kasih, Le. Terima kasih atas cintamu padaku." Zehra tak ingin memberontak dan membuat Leon kecewa lagi. Zehra mulai rileks dan membiarkan Leon melakukan apapun pada tubuhnya termasuk pada bibirnya. Leon mencoba memulai aksinya dengan lembut pada benda itu. Tak ada penolakan dari sang istri, Leon semakin mendalami apa yang dilakukannya. Zehra memejamkan matanya. Sa
Leon menatap Zehra begitu dalam. "Aku pun berterima kasih padamu, Ze. Karena kamu masih mau menerimaku, padahal aku ini bukan pria baik-baik." Zehra hanya menghela nafasnya. "Di dunia itu tidak ada manusia yang sempurna, Le. Karena kesempurnaan itu hanya milik Allah." Leon mengecup kening Zehra. "Aku sangat beruntung bisa menjadi suamimu. Aku mohon bawa aku ke jalan yang benar." Zehra teringat pada orang tua Leon yang katanya belum bisa datang karena kesibukan mereka. Dan juga karena Zehra dan Leon belum ingin melakukan resepsi. Namun, Zehra khawatir jika nanti orang tua Leon tahu status Zehra sebelumnya. "Le, bagaimana jika Daddy dan Mommy kamu tidak bisa terima statusku?" Leon menatap Zehra sedikit mengerutkan keningnya. "Sudahlah, Ze. Jangan banyak berpikir akan hal itu. Aku sudah mengatakan pada mereka jika aku mencintaimu, jadi mereka pun tidak bisa mencegahku hanya karena statusmu. Lagipula, aku pastikan mereka tidak tahu hubunganmu dengan Om Jovan sebelumnya." Zehra