Jovan tak banyak bicara dan hanya langsung membersihkan diri tanpa ingin mengatakan apapun pada Laura. Tentu saja membuat Laura semakin yakin jika Jovan pun memiliki perasaan lain pada Zehra. Laura tidak akan membiarkan Zehra menempati posisinya karena jika itu terjadi, reputasinya mungkin tidak akan sebagus sekarang, menantu kesayangan dari pemilik perusahaan besar, Royal Company group. "Kamu lihat saja, Zehra. Aku tidak akan tinggal diam dan membiarkan kamu menempati posisi di hati suamiku." Laura berdecak kesal karena satu pesan yang mengharuskan dirinya segera pergi. "Kenapa harus sekarang, sih? Jika aku pergi, Jovan pasti kecewa dan aku yakin dia pasti menemui Zehra lagi." Handphone Laura akhirnya berdering karena mungkin pesan yang tidak kunjung di balas wanita seksi itu. "Iya, iya. Aku berangkat sekarang!" Jovan menatap Laura yang sudah menatapnya setelah menutup panggilan teleponnya dengan emosi. Terlihat helaan napas kasar dari pria bertubuh tinggi besar itu. Laura in
"Bi, sebenarnya Jovan dan Laura ke mana? Ko mereka belum pulang juga?" Elvira sedikit bingung karena hampir larut malam, Laura dan Jovan belum pulang. "Em, saya tidak tahu, Nyonya." Beti menghela napasnya dalam, karena bingung harus mengatakan apa pada Elvira. Tanpa Beti sadari, kecemasannya membuat Elvira curiga jika Beti menyimpan sesuatu darinya. "Bi, kamu sudah lama bekerja dengan Jovan, bukan? Kamu juga tahu bagaimana aku menganggapmu seperti keluarga, bukan?" Beti meremas jari-jarinya karena sadar arti ucapan Elvira. Beti tahu bagaimana baiknya Elvira tidak hanya padanya, tapi juga pada keluarga Beti. Namun, Beti tidak mungkin mengatakan apa yang terjadi pada rumah tangga Jovan. Sebab, Beti sudah berjanji pada Jovan dan Laura untuk tidak mengatakan apapun pada Elvira. "Nyonya, maafkan saya. Tapi saya tidak bisa mengatakan apapun pada Anda. Nyonya tahu sendiri siapa saya, juga bagaimana Nyonya Laura jika sampai saya melanggar aturannya." Elvira memalingkan wajahnya
Suara burung berkicau terdengar jelas di telinga Zehra. Perlahan, Zehra mengerjapkan matanya. Dengan segera Zehra beranjak dari baringannya lalu mengedarkan pandangannya mencari sosok pria yang semalam bersamanya. Namun, nyatanya Jovan sudah tidak ada karena jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi. "Astaghfirullah, kenapa aku sampai ke siangan seperti ini, sih?" Zehra mengingat-ingat kejadian hangat tadi malam. Jovan jarang bermalam di tempat tidur Zehra, sebab Laura selalu saja mengganggu mereka. Untuk itu, Zehra begitu bahagia saat Jovan bisa bermalam dengannya. Bibir Zehra tidak luput dari senyuman saat teringat kisah manis semalam, bahkan Jovan kembali menyentuhnya di akhir pagi. Zehra tidak menolak, Zehra justru sangat senang karena dirinya memang mencintai pria dewasa itu. "Terima kasih, Om. Terima kasih atas malam indahnya. Walau sebentar lagi semua itu akan berakhir, tapi sekarang aku bahagia." Zehra mengusap perutnya yang tak bosan-bosan Jovan kecup semala
"Sudah sangat bagus, tinggal menunggu jabang bayi keluar, ya. Jenis kelaminnya sudah dipastikan, dia sungguh tampan. Saya selalu menghimbau agar Nyonya tidak sampai setres. Sebab, jika Nyonya setres, jabang bayi akan ikut setres." Zehra dan Jovan terus menatap layar besar yang memperlihatkan keadaan bayi mereka yang tengah bergerak-gerak. Jovan begitu bahagia karena sebentar lagi akan jadi seorang Daddy. Jovan sangat bersyukur bisa bertemu dengan Zehra dan akhirnya bisa merasakan bagaimana menjadi daddy. Jovan pun tidak khawatir lagi akan harta kekayaannya karena kini dirinya sudah memiliki penerus. "Terima kasih, Dok." Jovan meraba perut Zehra, lalu mengecupinya penuh cinta. "Terima kasih, Zehra." Zehra semakin sakit hati karena sebentar lagi dirinya akan meninggalkan Jovan dan menyerahkan bayinya pada Laura. Entah bagaimana perasaan Zehra saat ini, gadis malang itu hanya bisa berharap dirinya bisa ikhlas saat nanti menyerahkan putranya pada Laura. Ingin sekali Zehra mengata
"Kamu jangan banyak pikiran, Ra. Insya Allah semua ada jalannya." Dewi memijit kaki Zehra yang sedikit bengkak. Zehra tersenyum getir. "Iya, Mom. Aku ingin segera keluar dari ikatan ini. Aku ingin mencari siapa orang yang sudah memfitnah Daddy. Karena dialah kita seperti ini." Dewi menarik napasnya dalam. Dewi tahu bagaimana perasaan Zehra saat ini. Walau Zehra tidak langsung mengatakan, Dewi tahu jika saja Altan tidak difitnah, mungkin Zehra tidak akan mengalami hal menyedihkan itu. "Yakin akan ada kejutan indah untuk kita, Ra. Mommy yakin kamu pasti bahagia setelah ini." Zehra menarik kakinya, lalu memeluknya sang mommy dengan erat. "Aamiin, semoga hari esok lebih baik." Jovan menatap pelukan pilu ibu dan anak itu dengan berbagai pikiran. Perasaannya pada Zehra memang belum seperti cintanya pada Laura. Apalagi tahu Zehra benar-benar ingin segera terlepas dari ikatannya, Jovan akan mengubur dalam-dalam perasaan itu agar hidupnya juga hidup Zehra bisa damai. "Ra, bag
"Aarghh!!!" Zehra berteriak sekencang-kencangnya melepaskan sesak di dadanya yang teramat sakit. "Kenapa ini sakit sekali, hiks!" Zehra terus meremas dadanya. Bahkan Zehra begitu tak tahan menahan rasa sakit itu. Air matanya terus mengalir mengingat bayi yang sudah dilahirkannya kini harus ditinggalkan. Zehra juga harus melupakan pria dewasa yang sudah membuatnya jatuh hati. "Maafkan Mommy, Devane, hiks!" Zehra memegang lalu mengecup erat baju bayi laki-laki yang sudah disiapkannya sejak awal. Laura tidak membiarkan Zehra untuk bertemu terlebih dahulu dengan bayinya. Namun, atas izin Jovan, Zehra boleh memberikan nama untuk bayi mereka. Walau Laura menolak keras, pada akhirnya Jovan mempu membuat Laura tidak bisa lagi menolak nama bayi yang di berikan oleh Zehra. "Andrew Devano Robert." Jovan mengelus pipi lembut sang buah hati dengan hati yang teriris. "Anak laki-laki yang kuat dan rendah hati. Daddy harap kamu bisa menjadi pria yang bisa membuat wanitanya bahagia nanti.
"Jangan katakan kamu berubah karena wanita itu, Jo!" "Hentikan, Laura. Jangan menyalahkan orang lain untuk menutupi kesalahanmu. Mungkin aku yang baru sadar jika sebenarnya kamu tidak benar-benar mencintaiku." Laura menggelengkan kepalanya. "Kamu jahat, Jo! Kamu berubah karena wanita itu, bukan?" Elvira menggelengkan kepalanya mendengar Laura menyebut wanita lain. Elvira mengira sikap Jovan berubah karena kepincut wanita lain. Laura pun semakin berakting kembali saat melihat sang ibu mertua melihat mereka bertengkar. "Jo, Apa yang kamu lakukan pada isterimu?" "Mommy." Jovan mengusap wajahnya bingung. Jovan bingung harus bagaimana menjelaskan semuanya pada Elvira. Sebab, Elvira memang sangat menyayangi Laura, juga keadaan memang memojokkan Jovan. "Mom, aku bisa jelaskan." "Apa yang ingin kamu jelaskan, hah? Kamu selingkuh dan menyakiti istrimu, Jo? Kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan padanya? Laura baru saja bertaruh nyawa untuk melahirkan keturunanmu. Tapi i
"Dia sudah pingsan, kita mau bawa dia ke mana?" ujar pria yang sudah membekap Zehra. "Bos bilang terserah, asal tidak meninggalkan jejak," sahut satu pria yang menyamar sebagai supir taksi. "Apa kita mau bawa dia bersenang-senang dulu?" Pria yang membekap Zehra tersenyum penuh arti mendengar pertanyaan dari kawannya. Pria itu itu pun menatap wajah Zehra yang memang terlihat begitu cantik. Senyum penuh arti itu juga terlukis dari bibir pria yang mengendara mobil. "Baiklah, kita akan bersenang-senang terlebih dahulu." Sang supir pun menginjak pedalnya dengan cepat. Zehra masih tak sadarkan diri. Akhirnya mobil itu sampai di jalanan sepi. Dua pria itu turun mengamati sekitar. "Sepertinya aman, Bro." "Ya, aku duluan. Aku sudah tidak tahan melihat kecantikannya." Pria itu melangkahkan kakinya hendak menuju pada Zehra, namun lengannya tercekal oleh sang kawan. "Enggak bisa, aku duluan. Aku yang sudah membuatnya pingsan, jadi aku duluan dong." Setelah perdebatan pendek
"Zehra, Leon, kalian pulang lah. Terima kasih karena sudah menjengukku. Aku minta maaf karena sudah merepotkanmu." Zehra menoleh pada Leon yang mengangguk. "Iya, Om." Zehra masih meremas jari-jarinya cemas. Leon melihat Zehra begitu cemas, seperti ada sesuatu yang Zehra ingin katakan. "Ze, ada apa?" Jovan dan Elvira pun menoleh dan menatap Zehra. "Zehra, ada apa?" Zehra kembali meremas jari-jarinya. "Om, bolehkah aku bawa Andrew pulang ke rumahku? Hanya malam ini saja saat Om Jovan di rawat di sini." Jovan dan Elvira saling tatap. Mereka tahu jika Zehra mungkin khawatir pada keadaan Andrew karena Jovan saat ini tidak di rumah. Namun, Jovan merasa hatinya begitu tak rela membayangkan Zehra dan Leon bahagia bersama Andrew. "Zehra, apa itu tidak mengganggumu dengan Leon?" Zehra menoleh pada Leon. Zehra menunduk karena melupakan Leon sebagai suaminya. "Maaf, Le. Aku lupa izin dulu sama kamu." Leon menelan salivanya mendengar ucapan Zehra yang bahkan melupakan diriny
Sekian jam Zehra berada di ruangan Jovan, tak ada sedikitpun tanda-tanda kedatangan Laura. Zehra menoleh pada arah Elvira yang masih terduduk lemah di samping Jovan yang masih terlelap. Zehra bingung harus memulai pertanyaannya dari mana. "Mommy." Zehra memberanikan diri untuk menatap Elvira yang terlihat sendu. Elvira pun menatap Zehra dengan sorot mata yang menyedihkan. "Laura selingkuh, Zehra." Deg!! Tak ada sahutan dari Zehra karena Zehra sudah tahu semua itu. Entah harus senang atau tidak mendengar ucapan Elvira. Sebab, nyatanya semua itu membuat Jovan sampai jatuh sakit karena kenyataan yang terjadi pada rumah tangganya. "Selama ini Jovan selalu berusaha menjadi suami yang baik, yang setia, Jovan selalu memberikan apapun yang diinginkan oleh Laura. Tapi, kenapa? Kenapa dia tega melakukan ini pada putraku, Zehra?" Zehra menelan salivanya. Zehra bingung harus menanggapi ucapan Elvira seperti apa. Karena Zehra memang sudah tahu jika Laura berselingkuh. Zehra menyesal ka
Tok! Tok! Tok! Zehra dan Leon menoleh apa arah suara. Leon pun menarik senyumnya melihat siapa yang datang. Walau bagaimanapun perasaan cemburu itu pasti ada. Apalagi saat Leon teringat bagaimana Jovan menyentuh Zehra. "Apa kami ganggu kalian?" Elvira langsung menghampiri Andrew yang sudah terlelap. "Tidak kok, Moms. Andrew baru saja tidur. Aku stok ASI-nya dulu sebelum pulang." Elvira menoleh pada Jovan yang tidak mengatakan apapun selain hanya terdiam menatap wajah sang putra. Elvira begitu iba karena Jovan pasti saat ini begitu tersiksa. Selain Laura selingkuh, kini Jovan pun harus merelakan Zehra untuk Leon. Elvira pun menoleh pada Leon yang begitu setia menunggu Zehra. "Leon, terima kasih karena kamu masih mengizinkan isterimu memberikan ASI-nya pada Andrew." Leon mengangguk. "Tidak masalah, Aunty. Aku menerima apapun masa lalu Zehra, jadi aku pun harus rela saat-saat seperti ini, bukan?" Zehra menoleh pada Leon. "Terima kasih, Le." Jovan masih belum ingin m
Plak!! Elvira menampar pipi Laura begitu keras. "Ini untuk kamu yang sudah mengkhianati putraku." Plak!! Elvira kembali menampar Laura. "Ini untuk sakit hatiku sebagai ibu dari Jovan." Plak!! Elvira masih belum puas. "Ini untuk kamu yang sudah membodohiku juga Jovan." Elvira hendak kembali menampar Laura, namun. Laura keburu berlutut. "Ampun, Mommy. Aku tahu aku salah, Moms. Aku mohon maafkan aku, Moms. Aku masih mencintai Jovan." "Cih!! Kamu bilang kamu cinta pada putraku? Lalu apa yang sudah kamu lakukan padanya, Laura?? Setelah apa yang Jovan berikan padamu, tapi kamu tega melakukan semua ini? Kamu memang pela**r, Laura!!" Jovan yang baru saja datang, menghentikan langkahnya. Laura menoleh pada arah suaminya. Laura tahu jika Jovan memang pria baik dan setia. Penyesalan itu terlihat dari sorot matanya, hanya saja, Laura memang lebih mencintai Mike dari pada Jovan. "Kita pulang, Moms. Untuk apa Mommy buang-buang waktu datang ke sini?" Jovan meraih tangan Elvira denga
Brak!! "Aarghh!!" Jovan menggusar rambutnya prustasi. "Kenapa kamu tega melakukan ini padaku, Laura!" Jovan tidak menyangka jika nasibnya bisa semalang itu. Selama ini Jovan merasa begitu beruntung memiliki istri seperti Laura. Namun, nyatanya Jovan salah. Nyatanya Jovan adalah orang bodoh yang tidak bisa mengenali siapa Laura sebenarnya. Serapat-rapatnya mengubur bangkai, lama-lama tercium juga. Jovan tidak menyangka jika pertemuannya dengan Zehra adalah sebuah anugrah besar. Selain Jovan bisa merasakan rasanya menjadi seorang Daddy, kini Jovan pun bisa tahu siapa Laura sebenarnya. Jovan mengambil handphonenya, lalu menghubungi sang asisten. "Gerald, tolong segera kamu cek siapa nama pemilik di Royal Company cabang 1." Jovan berusaha untuk tetap kuat dan sadar karena Andrew. "Andrew, putraku." Jovan pun segera menemui sang putera yang untungnya masih anteng dalam mimpinya. Susi pun keluar dari kamar Andrew sesuai perintah Jovan. Pria itu mengecup kening sang bayi deng
"Honey, apa kamu baik-baik saja? Aku merindukanmu, Mike." Laura mengecupi Mike yang sudah beberapa hari tidak ditemuinya. "Apa ini perbuatan Leon?" Laura meraba luka-luka di tubuh juga wajah Mike. Mike masih terdiam walau nyatanya begitu senang karena akhirnya bisa lolos dari sekapan Leon. Namun, Mike masih bingung siapa orang yang menyelamatkan Zehra hari itu, karena Leon dan asistennya datang setelah Mike babak belur. "Aku bersumpah akan membuat mereka menyesal sudah membuatmu seperti ini, Mike." "La, aku memang di sekap oleh Leon, tapi bukan Leon yang membuatku seperti ini." Laura menatap Mike dengan kening yang mengerut heran. "Apa maksudmu, Mike?" Mike menarik napasnya, lalu beranjak dari baringannya. "Hari itu ada pria asing memasang topeng menyelamatkan Zehra, dan Leon baru datang setelah aku seperti ini." "Apa?" Laura mencoba berpikir. "Jika bukan Leon, lalu siapa yang menyelamatkan Zehra, Mike?" "Aku juga tidak tahu, tapi sudahlah. Untuk saat ini itu tidak p
"Tidur yang nyenyak, Nak. Daddy ada di sini." Jovan menoleh pada arah jam dinding yang menunjukkan sudah pukul sembilan malam. Jovan mengeluarkan handphonenya. "Ger, tolong kamu selidiki kemana istriku pergi." Jovan pun keluar dari kamar Andrew. "Sus, tolong jaga Andrew dulu. Saya nanti ke sini lagi." "Baik, Tuan." "Bibi juga akan ikut jaga Tuan Andrew, Tuan." Jovan menoleh pada Beti. "Terima kasih, Bi. Apa Bibi tahu kemana Laura pergi?" Jovan menarik napasnya saat Beti menggelengkan kepalanya. "Ya udah, tolong jaga Andrew ya, Bi." Jovan masuk ke ruang kerjanya. Pria itu sudah semakin curiga dengan apa yang dilakukan istrinya akhir-akhir ini. Sikapnya pun semakin membuat Jovan jengah dan tidak peduli pada pria dewasa itu. "Bagaimana, Ger? Apa kamu sudah mendapatkan informasi tentang isteriku?" tanya Jovan pada sambungan teleponnya. "Ok, kirim informasi selengkapnya segera." Jovan mengepalkan tangannya mendengar informasi dari Gerald jika Laura tidak memiliki jadwal pe
Leon mulai mendekatkan wajahnya pada wajah Zehra. "Ze, Aku sudah lama menunggu momen ini, tidak ada kebahagiaan yang teramat membuatku bahagia selain memilikimu." Leon mengusap wajah Zehra dengan begitu lembut. "Bahkan aku tidak peduli pada statusmu sebelumnya, karena aku terlalu mencintaimu, Ze. Aku menyesal sempat mengabaikanmu, jika saja waktu bisa diputar, aku tidak akan pernah membiarkan mu menderita." Zehra menatap Leon begitu sendu. Antara terharu juga kasihan karena nyatanya Zehra belum bisa memberikan cinta pada pria itu seperti Leon mencintainya. Namun, Zehra memang akan belajar mencintai Leon. "Terima kasih, Le. Terima kasih atas cintamu padaku." Zehra tak ingin memberontak dan membuat Leon kecewa lagi. Zehra mulai rileks dan membiarkan Leon melakukan apapun pada tubuhnya termasuk pada bibirnya. Leon mencoba memulai aksinya dengan lembut pada benda itu. Tak ada penolakan dari sang istri, Leon semakin mendalami apa yang dilakukannya. Zehra memejamkan matanya. Sa
Leon menatap Zehra begitu dalam. "Aku pun berterima kasih padamu, Ze. Karena kamu masih mau menerimaku, padahal aku ini bukan pria baik-baik." Zehra hanya menghela nafasnya. "Di dunia itu tidak ada manusia yang sempurna, Le. Karena kesempurnaan itu hanya milik Allah." Leon mengecup kening Zehra. "Aku sangat beruntung bisa menjadi suamimu. Aku mohon bawa aku ke jalan yang benar." Zehra teringat pada orang tua Leon yang katanya belum bisa datang karena kesibukan mereka. Dan juga karena Zehra dan Leon belum ingin melakukan resepsi. Namun, Zehra khawatir jika nanti orang tua Leon tahu status Zehra sebelumnya. "Le, bagaimana jika Daddy dan Mommy kamu tidak bisa terima statusku?" Leon menatap Zehra sedikit mengerutkan keningnya. "Sudahlah, Ze. Jangan banyak berpikir akan hal itu. Aku sudah mengatakan pada mereka jika aku mencintaimu, jadi mereka pun tidak bisa mencegahku hanya karena statusmu. Lagipula, aku pastikan mereka tidak tahu hubunganmu dengan Om Jovan sebelumnya." Zehra