Sinar mentari memulai segalanya. Hari cerah datang seakan-akan sedang menghina Xena yang sedang gundah hatinya saat ini. Gadis itu terus saja menatap jalanan yang ada di depannya dengan tatapan kosong. Sesekali helaan napas ringan muncul sebagai tanda gundah, gelisah, dan merana hatinya saat ini. Xena belum bisa mempercayai semuanya dengan kokoh. Dalam bayangannya, ini semua masih semu dan tak nyata. Ia masih ingin menjadi saudara tiri untuk Abian Malik Guinandra. Tak ingin berpisah dari remaja jangkung itu apalagi harus menjadi asing tak seperti dulu lagi. Jika ini adalah sebuah hukuman untuk dirinya yang sudah berdosa sebab menyimpan rasa suka pada saudara tiri sendiri, maka Xena akan melakukan apapun demi mendapatkan pengampunan dari sang kuasa.
"Ayo bolos," ucap seseorang menyelamatkan dirinya dari sepi yang mulai melanda. Berjalan seorang diri tentunya membuat Xena bak gadis yang menyedihkan. Malik tak kuasa menatapnya begitu.
Netranya menitik tepat pada gundukan tanah yang ada di depannya. Rerumputan hijau menyelimuti, mengubah warna cokelat tanah menjadi hijau daun yang menyegarkan. Makamnya bersih. Taburan bunga yang baru saja jatuh di atas gundukan tanah itu kini menjadi point penyempurna untuk apapun yang ada di bawah makamnya. Jasad seorang pria terbaring di dalam sana sudah beberapa tahun lamanya. Xena sesekali datang dalam satu tahun untuk 'menjenguk' sang ayahanda. Katanya rindu, tetapi juga katanya hanya beralasan kalau ini sebuah kewajiban. Xena adalah gadis yang malang sebelum pria bernama Arjuna menjadi suami baru untuk mamanya. Kini, gadis itu kembali lagi dalam sebuah kemalangan. Ia tak punya ayah, dan dirinya kehilangan ayahnya lagi. Hatinya benar-benar hancur pagi ini."Gue juga mau datang ke sini tadi," tutur remaja jangkung yang ada di sisinya dengan tegas. Ia menatap paras cantik gadis yang masih fokus menitikkan lensa matanya untuk bisa menatap apapun yang ada di bawah pandanga
"Ini bukan acara pemintaan gue supaya lo jadi kekasih gue, Malik. Gue hanya ingin mengatakan apa yang ingin gue katakan sekarang." Xena menyela keheningan yang ada di antara dirinya juga Abian Malik Guinandra. Dua remaja itu bak orang bodoh sekarang. Duduk menatap jauh ke depan tak ada objek pandangan yang jelas. Malik dan Xena sama-sama saling menghindari pandangan mata satu sama lain. Xena terlalu malu untuk menatap Malik selepas bibirnya tak bisa berhenti dalam berkata. Baru saja dirinya menyatakan perasaan yang sudah lama dipendam olehnya. Xena menyesali apapun yang sudah dikatakan olehnya sebelum ini. Jika saja mulutnya ini bisa diajak bersahabat dan bekerja sama, maka ia tak harus meladeni Malik lebih lama lain.Parahnya, ia membongkar sendiri apa yang menjadi rahasia dalam hidupnya selama lima tahun terakhir. Malik mengetahui.fakta bahwa dirinya menyukai Abian Malik Guinandra. Bukan sebagai saudara tiri, melainkan sebagai seorang perempuan pada laki-lakinya. Siang ini,
"Apa maksud lo?""Gue bersalah, Xena. Gue memang bersalah untuk hal ini. Jika saja—""Katakan yang sejujurnya!" Xena menarik kedua bahu lebar milik remaja jangkung yang ada di depannya itu. Malik diam menatapnya dengan nanar. Mungkin ini terlambat, tetapi ia ingin Xena mengetahui apa yang sebenarnya terjadi malam itu. Bukan dirinya memang, tetapi Bara. Malik berani bersumpah dengan mengatasnamakan kehidupan kedua orang tua kandungnya saat ini. Ia bahkan berani bertaruh atas kehidupan sang ibunda di rumah sakit, kalau ia tak pernah sekalipun menyentuh tubuh Tara juga mayatnya malam itu. Ia hanya bodoh, sebab tak bisa melakukan apapun karena ego terlalu besar menghalanginya."Gue merekam semua kejadian itu, gue merekam saat ia mengancam Tara dan menyudutkan gadis malang itu di sisi atap bangunan sekolah. Gue melihatnya dan gue merekam semua itu. Gue berpikir, dia tak akan benar-benar berani melukai sahabatnya s
"Mengapa lo harus membunuhnya?" Aksa menarik kerah baju milik Bara. Membawa tubuh remaja jangkung yang ada di depannya itu untuk datang mendekat padanya. Tatapan itu tak mau lagi di ajak bersahabat, Aksa menatap rajam paras tampan milik Bara. Bahkan sampai sekarang ini, setelah bertahun-tahun berlalu, remaja jangkung ini tak pernah sadar sedikit pun. Dirinya membuat pengakuan dengan ekspresi wajahnya yang menyebalkan. Bahkan sesekali, senyum itu datang mengiringi tatapan matanya yang penuh kedamaian. Ia sudah membunuh seorang gadis tak bersalah, lantas hatinya itu tak pernah merasa aneh juga bersalah! Sekarang Aksa tahu, Bara bukan manusia. Remaja bodoh ini bahkan sudah punya gen psikopat yang mengalir di dalam dirinya."Karena dia gadis yang menyebalkan. Tara selalu saja merengek dan mengeluh pasal kehamilannya. Saat gue bertanya siapa yang sudah melakukan itu padanya ... gadis itu menyebutkan nama kakak angkat gue. Lo tau, Aksa? Gue mencintai gadis itu,
Embusan bayu membelai lembut setiap inci bagian tubuh dua remaja yang memutuskan untuk tidak kembali ke dalam kelas siang ini. Bel sekolah nyaring dibunyikan menandakan bahwa semua harus kembali ke dalam kelasnya selepas menjalani waktu jeda dalam beberapa menit berjalan. Aksa menyelesaikan hukumannya, tidak semua. Ia 'membayar uang' muka untuk membebaskan dirinya siang ini. Katanya, Aksa berjanji akan menyelesaikan hukumannya besok pagi. Ia sudah menyelesaikan 500 kalimat untuk menulis permohonan maaf atas apa yang dilakukan dirinya pada Bara sebelumnya. Tak hanya memukul, Aksa juga memaki habis-habisan remaja jangkung itu di depan semua yang menonton pertengkaran mereka. Ia bahkan mengabaikan lerai dari guru yang datang sebab emosi yang ada di dalam dirinya sudah menggebu-gebu. Jika saja tak ada orang yang datang padanya tadi, mungkin saja Aksa sudah mematahkan tulang hidung milik Bara."Lo menyesali semuanya sekarang?" Nara menyahut. Gadis itu menyodorkan sekaleng soda yan
Langkah kakinya tegas berjalan. Tatapan matanya sesekali naik menatap jalanan yang ada di depannya, lalu turun menatap kedua ujung sepatunya yang berjalan menyusuri jalanan sepi untuk sampai ke rumahnya. Xena dan Malik harus berpisah di halte pertama setelah pergi dari area pemakaman sang ayah kandung. Gadis itu membenci fakta bahwa ia tak bisa lagi pulang bersama Malik. Jalur yang mereka tempuh, sudah berbeda. Malik tak akan lagi ada untuk menyambut sorenya dan tersenyum indah di pagi hari untuk dirinya. Hari ini akan berbeda. Mamanya mengatakan bahwa selepas sidang perceraian dilaksanakan dan diputuskan, ia tak akan langsung pulang ke rumah. Ada yang harus diurus olehnya. Katanya, urusan kantor akan sedikit kacau sebab ia absen pagi ini. Jadi, jangan menunggu wanita tua itu untuk pulang selepas senja menutup hari nanti. Xena harus pandai menyesuaikan dirinya mulai sekarang. Ia akan sendiri setiap malam, menunggu mamanya pulang membawa buah tangan untuk dirinya. Ia berharap sesekal
Xena mempersiapkan remaja jangkung yang ada di belakangnya untuk masuk ke dalam rumahnya. Tak ada siapapun di dalam sini. Bahkan, gadis itu baru saja menyalakan lampu ruangan selepas dirinya membuka pintu dan masuk ke dalam rumahnya sendiri. Xena meletakkan tas punggung miliknya di atas meja tamu. Ia melirik Bara yang masih ragu berjalan untuk datang masuk ke dalam rumahnya saat ini. Remaja jangkung itu sesekali melirik ke arah Xena yang menatapnya dengan aneh, lalu mulai menyapu setiap bagian ruangan yang kini mulai menyembunyikan tubuhnya dari hawa dingin di luar sana. Hujan gerimis datang itu sebabnya bayu berembus dengan sedikit kencang. Angin yang tadinya semilir, kini mulai terasa dingin menusuk masuk ke dalam tulang belulangnya."Masuklah. Rumah ini bak berbahaya," tutur Xena tertawa geli. Tangisnya sudah hilang selepas Bara menenangkan dirinya tadi. Meskipun demikian, pikiran dan hatinya masih enggan menerima fakta bahwa sang kekasih adalah remaja berengsek yang sudah
Pagi yang basah telah berlalu dengan cepat. Siang yang datang pun tak sepanas biasanya. Awan mendung masih kokoh di atas sana. Menghalangi sang surya untuk datang menampakkan wajah dan menjatuhkan sinar hangatnya untuk seluruh penduduk bumi yang ada di bawahnya saat ini. Tatapan gadis itu kini mulai mengudara. Ia menatap awan mendung di atas sana dengan sesekali menghela napasnya kasar. Sudah beberapa hari terakhir ini Xena tak duduk di sisi sang sahabat. Ia dan Nea saling mendiamkan satu sama lain. Bahkan Xena menghabiskan masa istirahatnya untuk duduk sembari menikmati sekaleng soda dan dan beberapa camilan seorang diri. Gadis itu enggan berbicara selepas dirinya memutuskan untuk datang ke dalam lingkungan sekolah beberapa waktu yang lalu.Helaan napas kasar mengundang seseorang untuk datang mendekati dirinya. Sang kekasih hati, Haidar Bara Ivander. Remaja tampan itu tiba-tiba saja dan duduk tepat di sisinya. Kehadiran Bara sukses mencuri perhatian Xena untuk datang dan men