Xena menempelkan salep luka tepat di atas luka milik Aksa. Sesekali ia mendekatkan wajahnya untuk memberi tiupan ringan guna mempercepat salepnya untuk mengering. Ia tak menatap kedua bola mata yang masih fokus menatap ke arahnya. Xena terus saja mencoba menghindari bertatap mata dengan remaja sialan satu ini. Persetanan gila memang rasa iba yang ada di dalam diri Xena. Ia tak bisa melihat siapapun terluka, apalagi orang yang terluka sebab dirinya seperti Aksa dan Malik. Xena merasa bahwa semua luka yang ada di atas tubuh dan di atas wajah milik dua remaja jangkung kemarin malam itu adalah tanggung jawab Xena. Meraka terluka sebab kecerobohan yang ada di dalam dirinya. Jika saja ia tak gegabah, maka Malik dan Aksa tak akan pernah mendapatkan luka-luka yang mengotori wajah tampan mereka.
"Sudah. Jangan lupa bersihin lukanya kalau lo berkeringat. Simpan salep ini kalau suatu saat lo terluka lagi." Xena menghentikan aktivitas kecilnya. Ia melirik sekejap wajah Aksa
Sang mentari lengser dari kedudukan agungnya. Kini cahaya jingga kuat menyinari bumi dengan suasana sore yang khas. Gadis itu menatap jauh ke depan sesaat selepas seorang laki-laki duduk tepat di sisinya. Ia mengambil sedikit jarak yang normal untuk menjadi celah duduknya bersama Xena. Tak ada percakapan yang datang memecah sepi. Gadis itu diam sembari terus memandang jauh ke depannya. Pemandangan yang luar biasa syahdu dan damai. Taman kota adalah tempat yang baik untuk bersua dengan seseorang sesekali dalam satu pekan atau kalau tak sengaja bertemu di jalan. Xena tak begitu, ia tak pernah pergi ke taman di sore hari menjelang petang begini. Untuk akhir pekan, kadang kala saja. Kalau tubuhnya sudah meminta untuk diselaraskan dengan berolahraga ringan mengintari bangunan taman kota ini.Kali ini ia datang bukan bersama sang kekasih, Haidar Bara Ivander. Juga bukan bersama si saudara tiri, Abian Malik Guinandra. Ia datang bersama teman baik, yang dulunya baik-baik saja. Kini r
Xena melangkah menyusuri setiap rerumputan dan susunan batu di atas jalan setapak yang akan membawa tubuhnya untuk datang masuk ke dalam rumah. Gadis itu menyelesaikan hari dengan perasaan yang sedikit tak enak. Duduk bersama Daffa Kailin Lim tak pernah menjadi hal yang begitu membebani untuk dirinya sebelum ini. Gadis itu selalu menyukai momen-momen saat dirinya bisa bersua dengan mantan kekasih sang sahabat. Bukan untuk mengkhianati Nea, ia begitu hanya sebab ingin mengobati rasa rindu ingin berjumpa dan menatap wajah tampan milik Daffa Kailin Lim dulunya. Namun, semua sudah berubah. Xena memutuskan untuk mengubur dalam-dalam perasaannya juga membuang jauh-jauh segala harapan dan doa baik dengan menyebut nama Daffa Kailin Lim. Xena tak ingin lagi mengkhianati Nea meskipun itu hanya sebatas perasaan pada si laki-laki yang disukai oleh sahabatnya itu. Meksipun tak memiliki raganya, tetapi Xena benar-benar merasa bersalah dengan hal itu. Sejenak Xena meng
Pandangan matanya turun ke bawah. Dari celah-celah tirai yang terbuka, gadis itu terus saja menitikkan manik matanya untuk menatap kepergian mobil hitam bersama dengan remaja jangkung dan pria dewasa yang ada di dalamnya. Baru tadi pagi, dirinya berani berangkat ke sekolah bersama si saudara tiri. Baru hari ini, Xena merasa bangga punya orang baik seperti Malik di dalam hidupnya. Baru kali ini juga, gadis itu merasakan perasaan yang begitu lega selepas semua masalah yang mengganjal di dalam hatinya pasal Abian Malik Guinandra sirna begitu saja. Namun, malam ini semesta benar-benar membuat remaja itu pergi menjauh dari kehidupannya. Xena merasakan bahwa ia sedang kehilangan seseorang untuk saat ini. Gadis itu tak bisa berkata apa-apa untuk mencegah semuanya. Bahkan mamanya pun tak mengiringi kepergian pria dewasa itu bersama sang putra. Kiranya kisah persaudaraan mereka benar-benar telah usia malam ini. Secara tiba-tiba, hingga membuat Xena tak bisa memahami dengan benar apa yang seb
Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang membelah padatnya jalanan kota. Malik mulai menekan tombol yang ada di sisi pintu mobil di sampingnya, membiarkan sang bayu masuk mobil menggantikan hawa dingin yang dihasilkan oleh AC mobil mewah miliknya itu. Tatapan sang remaja mulai keluar, menatap apapun yang ada di sekitarnya. Mobil itu semakin tegas meninggalkan area rumah milik Xena dan mamanya. Ini bukan sebuah mimpi yang mengharuskan Malik bangun selepas semuanya sudah selesai. Inilah jalan baru untuknya dan sang papa. Kembali berdua, hanya dirinya dan si pria tua ini. Malik tak punya lagi saudara tiri cantik yang menawan harinya. Ia tak bisa lagi mengganggu Xena di pagi hari dan mandi di kamar mandi pribadinya. Ia tak bisa lagi duduk menatap paras gadis itu saat sedang tidur. Meskipun masih boleh menginap, rasanya pasti sudah sangat lain dan berbeda. Ia dan Xena bukan lagi saudara tiri yang punya hubungan resmi secara negara, mereka sudah menjadi orang asing."
Sinar mentari memulai segalanya. Hari cerah datang seakan-akan sedang menghina Xena yang sedang gundah hatinya saat ini. Gadis itu terus saja menatap jalanan yang ada di depannya dengan tatapan kosong. Sesekali helaan napas ringan muncul sebagai tanda gundah, gelisah, dan merana hatinya saat ini. Xena belum bisa mempercayai semuanya dengan kokoh. Dalam bayangannya, ini semua masih semu dan tak nyata. Ia masih ingin menjadi saudara tiri untuk Abian Malik Guinandra. Tak ingin berpisah dari remaja jangkung itu apalagi harus menjadi asing tak seperti dulu lagi. Jika ini adalah sebuah hukuman untuk dirinya yang sudah berdosa sebab menyimpan rasa suka pada saudara tiri sendiri, maka Xena akan melakukan apapun demi mendapatkan pengampunan dari sang kuasa."Ayo bolos," ucap seseorang menyelamatkan dirinya dari sepi yang mulai melanda. Berjalan seorang diri tentunya membuat Xena bak gadis yang menyedihkan. Malik tak kuasa menatapnya begitu.
Netranya menitik tepat pada gundukan tanah yang ada di depannya. Rerumputan hijau menyelimuti, mengubah warna cokelat tanah menjadi hijau daun yang menyegarkan. Makamnya bersih. Taburan bunga yang baru saja jatuh di atas gundukan tanah itu kini menjadi point penyempurna untuk apapun yang ada di bawah makamnya. Jasad seorang pria terbaring di dalam sana sudah beberapa tahun lamanya. Xena sesekali datang dalam satu tahun untuk 'menjenguk' sang ayahanda. Katanya rindu, tetapi juga katanya hanya beralasan kalau ini sebuah kewajiban. Xena adalah gadis yang malang sebelum pria bernama Arjuna menjadi suami baru untuk mamanya. Kini, gadis itu kembali lagi dalam sebuah kemalangan. Ia tak punya ayah, dan dirinya kehilangan ayahnya lagi. Hatinya benar-benar hancur pagi ini."Gue juga mau datang ke sini tadi," tutur remaja jangkung yang ada di sisinya dengan tegas. Ia menatap paras cantik gadis yang masih fokus menitikkan lensa matanya untuk bisa menatap apapun yang ada di bawah pandanga
"Ini bukan acara pemintaan gue supaya lo jadi kekasih gue, Malik. Gue hanya ingin mengatakan apa yang ingin gue katakan sekarang." Xena menyela keheningan yang ada di antara dirinya juga Abian Malik Guinandra. Dua remaja itu bak orang bodoh sekarang. Duduk menatap jauh ke depan tak ada objek pandangan yang jelas. Malik dan Xena sama-sama saling menghindari pandangan mata satu sama lain. Xena terlalu malu untuk menatap Malik selepas bibirnya tak bisa berhenti dalam berkata. Baru saja dirinya menyatakan perasaan yang sudah lama dipendam olehnya. Xena menyesali apapun yang sudah dikatakan olehnya sebelum ini. Jika saja mulutnya ini bisa diajak bersahabat dan bekerja sama, maka ia tak harus meladeni Malik lebih lama lain.Parahnya, ia membongkar sendiri apa yang menjadi rahasia dalam hidupnya selama lima tahun terakhir. Malik mengetahui.fakta bahwa dirinya menyukai Abian Malik Guinandra. Bukan sebagai saudara tiri, melainkan sebagai seorang perempuan pada laki-lakinya. Siang ini,
"Apa maksud lo?""Gue bersalah, Xena. Gue memang bersalah untuk hal ini. Jika saja—""Katakan yang sejujurnya!" Xena menarik kedua bahu lebar milik remaja jangkung yang ada di depannya itu. Malik diam menatapnya dengan nanar. Mungkin ini terlambat, tetapi ia ingin Xena mengetahui apa yang sebenarnya terjadi malam itu. Bukan dirinya memang, tetapi Bara. Malik berani bersumpah dengan mengatasnamakan kehidupan kedua orang tua kandungnya saat ini. Ia bahkan berani bertaruh atas kehidupan sang ibunda di rumah sakit, kalau ia tak pernah sekalipun menyentuh tubuh Tara juga mayatnya malam itu. Ia hanya bodoh, sebab tak bisa melakukan apapun karena ego terlalu besar menghalanginya."Gue merekam semua kejadian itu, gue merekam saat ia mengancam Tara dan menyudutkan gadis malang itu di sisi atap bangunan sekolah. Gue melihatnya dan gue merekam semua itu. Gue berpikir, dia tak akan benar-benar berani melukai sahabatnya s
Ini bukan pertemuan mereka yang terakhir, itulah yang ingin Xena katakan lewat kehadiran dan tatapan matanya untuk Bara. Ia meminta polisi untuk menemui teman juga mantan kekasihnya itu. Perpisahan dan akhir sidang harus dirasakan dengan perasaan yang ikhlas dan lapang dada, Xena ingin memberikan kesan itu pada remaja yang baru saja meletakkan pantatnya di atas kursi. Bara tak berucap apapun. Ia terus memandang Xena. Wajahnya tak sesayu dan tatapannya tak senanar sebelumnya. Gadis itu lebih terlihat 'hidup' dengan polesan make up yang khas seorang Xena Ayudi Bridella. Suasana yang ia dapatkan dari Xena mulai kembali lagi."Kenapa lo menemui gue lagi?"Xena tersenyum manis. Ia meraih ujung jari Bara dengan perlahan-lahan. Remaja yang ada di depannya mulai menatap dengan aneh. Ia tak bergerak, terus mengikuti apa yang dilakukan Xena padanya sekarang. Gadis itu mulai menggenggam ujung jari-jari miliknya lalu menatap Bara dengan penuh kehangatan
"Pengadilan menyatakan terdakwa atas nama Haidar Bara Ivander terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan, penculikan dan penyekapan kelas ringan, serta penganiayaan kelas ringan. Untuk itu pengadilan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 10 tahun ditambah dengan pidana penjara 2 tahun dan ditambah dengan pidana penjara 6 bulan. Menetapkan lamanya terdakwa di tahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan selama 2 tahun mengingat usia terdakwa yang masih remaja. Pengadilan memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan dengan denda sekurang-kurangnya adalah 20 juta rupiah. Demikian putusan pengadilan ditetapkan."Ketokan palu terdengar begitu tegas menggema di ruangan. Remaja jangkung dengan pakaian khas seorang tahanan kota itu hanya bisa mengangguk. Tak ada yang disanggah. Pengacaranya pun nampak diam dan mulai pasrah. Tak perlu waktu yang lama, tak perlu drama ini itu untuk mengurung si iblis
Rumput hijau yang menyejukkan mata dan hati. Mendamaikan perasaan yang sedang riuh bergemuruh di dalam jiwa saat ini. Malik memutuskan untuk mengikuti setiap langkah yang diambil oleh Zain pagi ini. Ia ingin berbicara banyak dengan laki-laki yang sudah menjadi temannya itu. Ia tak benar-benar membenci Zain. Hanya saja, siapa dingin Zain padanya membuat Malik menjadi sedikit jauh dari temannya itu. Sebenarnya di dalam lubuk hati yang dalam, ia tak pernah menyimpan dendam untuk remaja berponi naik ini. Hanya saja, ia iba. Zain terlalu lama menyimpan rasa sakitnya sendirian. Selepas kematian Tara, remaja itu menjauhi Malik dan memutuskan untuk menghilang dari peredaran. Baru beberapa bulan yang lalu ia kembali datang dengan Aksa yang membawanya penuh luka dan darah segar yang mengalir dari beberapa bagian tubuhnya.Memang, permusuhan keduanya sedikit unik. Tak ada pertengkaran juga perkelahian. Malik selalu memaafkan bagaimana perilaku Zain padanya. Toh juga, ada a
Semilir hawa bayu mengiringi langkah keduanya membelah trotoar jalanan yang menjadi jalur utama untuk mereka saat ini. Jalanan Kota Jakarta yang ramai, padat, dan tak pernah sepi juga sela. Selepas keluar dari bangunan kantor polisi, keduanya kini memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak dan mampir ke sebuah tempat untuk menikmati liburnya hari ini. Tanggal merah, hari penting untuk negara. Namun, surganya bagi para pelajar. Mereka diberi jeda satu untuk merilekskan otak dan hati mereka. Menikmati suasana kota di pagi hari sampai senja datang menutup kisah nanti sore. Malik dan Xena merasakan semua itu. Sedikit demi sedikit perasaan yang mengganggu di dalam hati mereka mulai hilang begitu saja. Semua masalah yang datang mulai surut bak gelombang air laut di malam hati. Rasanya sedikit tenang, mereka bisa menjalani hidup sesuai dengan apa yang mereka inginkan saat ini. Menjalin hubungan sederhana dan mulai merajut kasih juga cinta untuk melalui masa muda. Malik
Malik menatap wajah wanita tua yang ada di depannya saat ini. Pandangan matanya terus saja tertuju pada Sarah yang baru saja datang menghadang langkahnya. Sepasang mata dengan lensa pekat itu mulai menatap sayu dan nanar wajah mantan anak tirinya itu. Penuh luka, identik dengan apa yang terjadi pada sang putri kemarin malam. Kata Xena selepas ia sukses membuat mamanya menangis dengan keadaan wajah dan tubuhnya yang kacau, ia melegakan hati wanita tua itu dengan mengatakan bahwa untung saja Malik datang menyelematkan Xena dari Bara. Katanya, juga. Malik terluka sama dengan apa yang dialami oleh Xena. Gadis itu juga mengimbuhkan kalau yang menghantar dirinya sampai gerbang depan malam-malam begini adalah Abian Malik Guinandra, tetapi kala disuruh mampir untuk mengobati lukanya, Malik menolak. Alasannya hanya satu, ia tak mau membuat Sarah kembali kacau dengan dua luka di dalam hatinya selepas mendapatkan dua putra dan putrinya pulang dalam keadaan seperti itu. Toh juga ada papanya di
Bara mengetukkan ujung jari jemarinya di atas meja kayu yang ada di sisinya. Ia bersandar tepat di atas kursi sembari menyilangkan kaki dan menatap ke arah gadis yang masih tak sadarkan diri selepas ia menyiksanya habis-habisan. Bara memukul wajah Xena. Sisi bibir gadis itu tergores dengan darah yang mulai mengering. Ujung matanya lebam selepas Bara melayangkan tinju ringan kala sang gadis terus saja mengumpat padanya. Xena mengejutkan. Jujur saja, Bara tak tahu kalau gadis itu bisa setangguh ini dengan penampilan dan tatapan wajah dan polos. Kala dirinya mendorong Xena masuk ke dalam gudang sekolah dan menutup pintunya dengan rapat. Xena bahkan mulai bergeming di tempatnya dengan terus menatapnya menggunakan tatapan tajam penuh amarah. Bara menampar wajahnya lalu mendorong tubuh Xena hingga jatuh terantuk sisi meja rusak di belakang tubuh gadis itu. Darah mengalir dari sisi sikunya dan luka lecet datang selepas paku berkarat tak sengaja menyentuh permukaan lengannya.
Fajar menyingsing dari ufuk timur. Sinarnya tegas menghantam permukaan bumi dan mencoba menghangatkan komponen yang ada di bawahnya saat ini. Gadis yang sudah berdiri di depan papan pengumuman besar di sekolahnya itu tak pernah menyangka dan mengira-ngira sebelumnya. Ia mendapatkan sebuah undangan kematian yang datang dari teman dekatnya. Seisi sekolah mulai membicarakan kematian Nara yang terkesan mendadak. Bukan hanya Xena yang terkejut. Akan tetapi, hampir seluruh penghuni sekolah. Bahkan guru-guru juga mulai memberitakan kabar ini dengan bumbu yang membuat suasana sedikit tegang. Kisahnya hari ini mungkin tak akan berakhir baik. Setiap sudut sekolah yang punya Mading besar seperti ini, akan menampilkan wajah Nara dengan pita kuning di atasnya. Ucapan bela sungkawa datang kemudian. Mereka meninggal 'note' yang mereka tempelkan di sisi undangan untuk mengirim doa pada teman mereka yang sudah berpulang ke pangkuan yang maha kuasa. "Bagaimana ini ... gue bahkan berbicara den
Sirine mobil polisi meraung-raung di udara. Membawa sebuah duka di setiap lajunya beberapa saat yang lalu. Ambulan mengikuti, mayat gadis malang turun dari sana dengan keadaan sudah terbungkus oleh kain putih. Seorang remaja jangkung mengiringi masuk ke dalam bangunan kepolisian. Mayat itu akan disimpan di dalam ruangan mayat tempat beberapa korban pembunuhan lainnya berada hingga polisi menyelesaikan penyelidikannya besok pagi. Suasana sudah kacau dengan Aksa yang tak lagi kuasa untuk mengiringi kepergian gadis yang ia cintai. Nara adalah cinta pertama yang ada di dalam hatinya. Gadis itu adalah satu-satunya gadis yang bisa menyentuh lubuk hatinya paling dalam. Belum juga menyatakan perasaannya dengan resmi, ajal sudah menjemputnya dengan tragis. Aksa tak bisa berkata apapun lagi. Semua yang ada di depan matanya bak sebuah mimpi buruk yang harus ia lalui seorang diri.--ia membenci kisah malam ini!"Aksa ... kita cari tempat duduk
Langkah kakinya tegas membelah rerumputan hijau yang ada di bawah pijakan kaki remaja jangkung itu sekarang ini. Gelap terasa, sedikit sunyi sebab tak ada yang datang untuk bertamu dan menyambangi rumah tua itu sekarang. Semua benar-benar terasa sepi bak rumah hantu yang sengaja dijauhi oleh para masyarakat dan warga setempat. Bukan, bukannya di sisihkan dari kota. Bukan juga dijauhi orang-orang, beginilah suasana rumah Nara kalau malam tiba dengan kerikan jangkrik yang khas menghiasi suasana malam. Tak ada hujan, tak mendung dengan langit berbintang di atas sana. Kiranya, sambutan yang baik selepas Aksa memutuskan untuk memungkaskan perkejaan paruh waktu yang ia lakukan dan mulai menatap langit di atasnya.Ada satu alasan yang membuat dirinya datang ke tempat ini lagi. Tak penting jika ia menceritakan alasannya datang kemari pada orang-orang yang tak mengenal Nara dengan baik. Namun, baginya ini sangat penting. Kala keluar dari minimarket tempatnya bekerj