Pintu rumah sudah kunci. Lampu-lampu dimatikan dan jendela dirapatkan. Kini saatnya bergegas pergi ke sekolah sebab jam sudah menunjuk pukul setengah tujuh pagi. Kiranya sekolah akan dimulai tiga puluh menit lagi. Malik menunggu Xena di depan gerbang rumahnya. Gadis itu akan berangkat bersamanya. Tanpa persetujuan Xena tentunya. Ia tak tahu kalau Malik sedang menunggunya di luar sana. Remaja jangkung itu pergi dari dalam rumah lebih awal. Xena berpikir kalau Malik berangkat dengan menggunakan moge-nya kali ini. Naasnya, Xena harus berjalan di trotoar jalanan untuk sampai ke tempat tujuannya seorang diri. Namun, tak apa. Toh juga itu sudah menjadi kebiasaan untuk dirinya bukan?
Gadis itu kini berjalan menuju ke pintu gerbang yang ada di depannya. Mulai menarik pintu besar itu untuk keluar dari halaman rumah. Alangkah terkejutnya ia, Malik berada di depan rumah sedang menunggu Xena untuk keluar dari sana.
"Ngapain lo di sini?" tanya Xena
Sesuai dugaan Xena, semua mata memandang ke arahnya. Tak ada tatapan yang luput dari setiap aktivitas yang diambil oleh gadis itu. Ia turun dadi moge besar yang membawa tubuhnya untuk datang ke sekolah pagi ini. Xena tak berbicara apapun pada Malik. Remaja jangkung itu seperti biasa pula! Ia memarkirkan motor gedenya lalu mematikan mesin, melepas helm hitam yang ia kenakan, dan turun dari sana. Tubuh jangkungnya berputar seiring dengan tatapan yang ia berikan untuk Xena. Kedatangan sepasang netra elang bersama dengan senyum manis yang menghampirinya. Malik sudah gila! Xena sempat mengatakan padanya untuk menurunkan dirinya di sisi bangunan sekolah. Xena akan dengan lapang dada berjalan masuk ke dalam bangunan sekolahnya nanti. Alasannya adalah seperti ini. Xena tak suka kalau harus dipandang dengan tatapan aneh dan sinis. Malik adalah idola untuk semua kaum hawa.Malik merapikan seragamnya. Ia melirik sejenak Xena kemudian berjalan untuk pergi dari parkira
"Lain kali, bilang kalau lo bosan naik bus. Gue akan datang ke rumah lo dan menjemput lo." Remaja jangkung yang ada di sisinya itu terus saja memberi tatapan pada gadis yang baru saja duduk meletakkan pantatnya di atas kursi. Xena datang dan masuk ke dalam kelasnya selepas Malik pergi dan meninggalkan dirinya di depan kelas. Tatapan sesekali datang padanya hingga Bara, sang kekasih ikut tertarik untuk datang dan menghampiri Xena juga Malik. Tak ada percakapan di antara dua remaja jangkung itu sebelumnya. Malik hanya menatap Bara dengan tatapan malas begitu juga sebaliknya. Bara bahkan berdecak kasar dan mengusir remaja itu untuk segera menjauh pergi dari gadisnya. Ia tak suka kalau Malik terlalu dekat dengan Xena. Mereka adalah saudara tiri. Bukan saudara kandung dengan darah yang sama.Bara tak bisa menjamin, begitu juga dengan Malik. Bisa saja suatu saat nanti, Malik dan Xena berpisah dan mereka saling mencintai sebab kedekatan yang terjalin sebelumnya begitu dekat da
"Katakan alasan kenapa lo menyelamatkan gue kemarin? Biasanya lo cuma datang dan duduk di pojok bangunan. Lo bukan orang yang bisa peduli dengan apa yang ada di depan lo saat itu. Kenapa tiba-tiba menjadi baik?" tanya Nara mulai mencecar remaja yang menatapnya dengan aneh. Aksa tak menjawab. Ia hanya berdecak ringan lalu kembali memutar tubuhnya dan pergi begitu saja. Ia meninggalkan gadis yang kini mulai bangkit dari posisinya dan berlari untuk mengejar sepasang langkah kaki jenjang milik Aksa. Menarik ujung lengan seragam putih miliknya. Memaksa Aksa untuk berhenti sebelum benar-benar keluar dari dalam bangunan UKS sekolah. Jika di luar sana seseorang melihatnya begini dengan Aksa, maka salah paham dan kabar simpang siur akan datang dengan menyertakan namanya. Nara tak pernah terlibat kedekatan dengan seorang remaja seperti ini sebelumnya."Jawab dulu pertanyaan gue! Main pergi gitu aja!" Nara memprotes. Ia menatap sepasang netra pekat yang teduh menatap ke arahnya. Bukan A
Xena menempelkan salep luka tepat di atas luka milik Aksa. Sesekali ia mendekatkan wajahnya untuk memberi tiupan ringan guna mempercepat salepnya untuk mengering. Ia tak menatap kedua bola mata yang masih fokus menatap ke arahnya. Xena terus saja mencoba menghindari bertatap mata dengan remaja sialan satu ini. Persetanan gila memang rasa iba yang ada di dalam diri Xena. Ia tak bisa melihat siapapun terluka, apalagi orang yang terluka sebab dirinya seperti Aksa dan Malik. Xena merasa bahwa semua luka yang ada di atas tubuh dan di atas wajah milik dua remaja jangkung kemarin malam itu adalah tanggung jawab Xena. Meraka terluka sebab kecerobohan yang ada di dalam dirinya. Jika saja ia tak gegabah, maka Malik dan Aksa tak akan pernah mendapatkan luka-luka yang mengotori wajah tampan mereka."Sudah. Jangan lupa bersihin lukanya kalau lo berkeringat. Simpan salep ini kalau suatu saat lo terluka lagi." Xena menghentikan aktivitas kecilnya. Ia melirik sekejap wajah Aksa
Sang mentari lengser dari kedudukan agungnya. Kini cahaya jingga kuat menyinari bumi dengan suasana sore yang khas. Gadis itu menatap jauh ke depan sesaat selepas seorang laki-laki duduk tepat di sisinya. Ia mengambil sedikit jarak yang normal untuk menjadi celah duduknya bersama Xena. Tak ada percakapan yang datang memecah sepi. Gadis itu diam sembari terus memandang jauh ke depannya. Pemandangan yang luar biasa syahdu dan damai. Taman kota adalah tempat yang baik untuk bersua dengan seseorang sesekali dalam satu pekan atau kalau tak sengaja bertemu di jalan. Xena tak begitu, ia tak pernah pergi ke taman di sore hari menjelang petang begini. Untuk akhir pekan, kadang kala saja. Kalau tubuhnya sudah meminta untuk diselaraskan dengan berolahraga ringan mengintari bangunan taman kota ini.Kali ini ia datang bukan bersama sang kekasih, Haidar Bara Ivander. Juga bukan bersama si saudara tiri, Abian Malik Guinandra. Ia datang bersama teman baik, yang dulunya baik-baik saja. Kini r
Xena melangkah menyusuri setiap rerumputan dan susunan batu di atas jalan setapak yang akan membawa tubuhnya untuk datang masuk ke dalam rumah. Gadis itu menyelesaikan hari dengan perasaan yang sedikit tak enak. Duduk bersama Daffa Kailin Lim tak pernah menjadi hal yang begitu membebani untuk dirinya sebelum ini. Gadis itu selalu menyukai momen-momen saat dirinya bisa bersua dengan mantan kekasih sang sahabat. Bukan untuk mengkhianati Nea, ia begitu hanya sebab ingin mengobati rasa rindu ingin berjumpa dan menatap wajah tampan milik Daffa Kailin Lim dulunya. Namun, semua sudah berubah. Xena memutuskan untuk mengubur dalam-dalam perasaannya juga membuang jauh-jauh segala harapan dan doa baik dengan menyebut nama Daffa Kailin Lim. Xena tak ingin lagi mengkhianati Nea meskipun itu hanya sebatas perasaan pada si laki-laki yang disukai oleh sahabatnya itu. Meksipun tak memiliki raganya, tetapi Xena benar-benar merasa bersalah dengan hal itu. Sejenak Xena meng
Pandangan matanya turun ke bawah. Dari celah-celah tirai yang terbuka, gadis itu terus saja menitikkan manik matanya untuk menatap kepergian mobil hitam bersama dengan remaja jangkung dan pria dewasa yang ada di dalamnya. Baru tadi pagi, dirinya berani berangkat ke sekolah bersama si saudara tiri. Baru hari ini, Xena merasa bangga punya orang baik seperti Malik di dalam hidupnya. Baru kali ini juga, gadis itu merasakan perasaan yang begitu lega selepas semua masalah yang mengganjal di dalam hatinya pasal Abian Malik Guinandra sirna begitu saja. Namun, malam ini semesta benar-benar membuat remaja itu pergi menjauh dari kehidupannya. Xena merasakan bahwa ia sedang kehilangan seseorang untuk saat ini. Gadis itu tak bisa berkata apa-apa untuk mencegah semuanya. Bahkan mamanya pun tak mengiringi kepergian pria dewasa itu bersama sang putra. Kiranya kisah persaudaraan mereka benar-benar telah usia malam ini. Secara tiba-tiba, hingga membuat Xena tak bisa memahami dengan benar apa yang seb
Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang membelah padatnya jalanan kota. Malik mulai menekan tombol yang ada di sisi pintu mobil di sampingnya, membiarkan sang bayu masuk mobil menggantikan hawa dingin yang dihasilkan oleh AC mobil mewah miliknya itu. Tatapan sang remaja mulai keluar, menatap apapun yang ada di sekitarnya. Mobil itu semakin tegas meninggalkan area rumah milik Xena dan mamanya. Ini bukan sebuah mimpi yang mengharuskan Malik bangun selepas semuanya sudah selesai. Inilah jalan baru untuknya dan sang papa. Kembali berdua, hanya dirinya dan si pria tua ini. Malik tak punya lagi saudara tiri cantik yang menawan harinya. Ia tak bisa lagi mengganggu Xena di pagi hari dan mandi di kamar mandi pribadinya. Ia tak bisa lagi duduk menatap paras gadis itu saat sedang tidur. Meskipun masih boleh menginap, rasanya pasti sudah sangat lain dan berbeda. Ia dan Xena bukan lagi saudara tiri yang punya hubungan resmi secara negara, mereka sudah menjadi orang asing."