Tubuhnya mulai lemah. Ia lelah harus terus meronta-ronta untuk minta dilepaskan oleh pria-pria bertubuh kekar dengan beberapa tato yang menghiasi lehernya. Xena kini hanya bisa menghela napasnya sembari terus berdoa, seseorang mau datang dan menolongnya. Ia terus berharap pada sang kuasa untuk memberikan sedikit celah baginya dan Nara untuk bisa pergi dari pria bertubuh kekar ini. Tubuhnya hanya dipenuhi oleh keringat dan rasa takut yang kian tegas menggerogoti di dalam dirinya. Ia bersungguh-sungguh dalam menyebut nama Tuhan saat situasi seperti ini.
Mereka kini keluar dari gang. Kini sebuah tempat yang lumayan tersembunyi dari hadapan publik mulai menyambut keduanya. Xena melirik tepat pada gadis setara usia dengannya itu. Nara masih diam bungkam sembari berjalan mengikuti arah dari pria-pria bertubuh kekar yang mengiring mereka masuk ke dalam bangunan. Awalnya, Xena tak mengerti tempat apa ini? Lampu remang di depan gedung tanpa nama itu membuat kesan seram
Irama langkah kaki keduanya kini mulai memelan. Nara menghentikan larinya bersama dengan genggaman jari jemarinya yang mulai melunak. Pergelangan tangan Xena terlepasnya bersamaan dengan gadis itu membungkukkan badannya dan berusaha untuk mengatur ritme detak jantung yang tak karuan. Keringat menetes di sisi pelipisnya juga hawa panas mulai menyelimuti tubuhnya. Hawa dingin sang bayu tak mampu membuat dua gadis itu merasa sejuk malam ini. Meksipun sudah lega sebab mereka berada di tempat yang ramai dan jauh dari bangunan setan itu, akan tetapi tetap saja. Malik dan Aksa membuat perasaan Xena was-was tak karuan.Pria-pria yang menangkapnya dan membawanya masuk ke dalam bangunan malam penuh dengan lampu yang berkelap-kelip dan wanita-wanita bertubuh seksi dengan gaun pendek tak cukup kain itu, sungguh besar dan kekar. Bahkan satu lengan milik pria itu saja setara dengan dua tangan milik Xena kalau disatukan. Jika Aksa dan Malik terluka, maka mereka akan habi
Jari jemarinya kuat meremas perban yang ada di dalam genggaman. Sudah lewat dari lima belas menit, tetapi Malik dan Aksa belum datang juga ke tempat ini. Xena tak ingin menunggu dalam diam seperti ini. Ia ingin berlari kembali ke tempat itu selepas memberikan salep luka di atas permukaan kulit wajah milik gadis yang kini meneguk sebotol air putih yang ia beli bersama perban dan salep luka itu. Nara seakan tak peduli. Ia mengabaikan fakta bahwa Malik dan Aksa yang sudah menolongnya tadi. Gadis itu masih kokoh dalam diam hanya sesekali melirik ke arah gang gelap tempat akses utama untuk datang ke neraka itu. Nara tak berucap apapun. Bahkan sekali ia menguap sebab rasa kantuk mulai dirasakan olehnya.Gadis berambut panjang dengan ujung yang bergelombang itu kini mulai menundukkan pandangannya. Ia memainkan ujung sepatu dengan sesekali menghentak di atas rerumputan hijau yang menjadi alas pijakannya kali ini. Ia resah dan hatinya gelisah. Menunggu dalam diam s
Langkah kaki keduanya mulai tegas membelah jalanan yang ada di depannya. Sesekali saling melirik satu sama lain dengan ekspresi wajah yang sama-sama lesu tak bertenaga. Malam datang dengan semilir hawa bayu yang semakin tegas membelai setiap inci bagian tubuh keduanya. Malik menuntun langkah Xena untuk datang mengambil motor gedenya di sisi bangunan toko besar tempat dirinya menghentikan laju motor kesayangannya itu. Malik terlalu gila dengan meninggalkan motor gedenya di tepi ruko tanpa memberi tahu siapapun atau memesan pada orang-orang di sana untuk menitip motor pribadinya itu. Entahlah, jika Malik tak beruntung maka ia akan kehilangan motor gedenya malam ini. Dirinya akan benar-benar mati kaku dengan omelan papa dan mamanya nanti di rumah. Belum lagi wajah tampannya yang terluka sebab luka pukul dan beberapa goresan di sisi matanya. Ia menggila hanya untuk menyelamatkan Xena.Aksa memang bajingan berengsek yang tak cekatan. Ia bahkan berbasa-basi padanya sebelum me
Sinar mentari kembali menyoroti bumi. Gadis cantik itu menggeliat kasar sembari mengerang kala tubuhnya mulai tertimpa sinar sang surya yang datang dari celah jendela di kamarnya. Seseorang sudah membuka tirai kamarnya, tetapi tidak membangunkan Xena untuk datang ke sekolah. Ia mulai mengerjapkan matanya. Sesekali berusaha untuk membuka bola mata itu dengan gerakan ringan sedikit dipaksakan. Kini dirinya mulai bangkit dengan kedua mata yang terpejam rapat. Jari jemarinya itu mulai mengucek kedua matanya. Xena mencoba cepat mengambil semua kesadaran yang hilang selepas dirinya memutuskan untuk pergi tidur kemarin malam. Menuntaskan harinya bersama si saudara tiri dengan membantu Malik untuk masuk ke dalam rumah tanpa diketahui oleh kedua orang tuanya. Malik tak bisa membuat alasan kalau papa dan mamanya bertanya ini itu pasal luka yang didapat oleh remaja jangkung itu kemarin malam. Malik tak kuasa kalau harus menyangkut pautkan nama Xena di dalam sana. Gadis itu pasti juga terkena m
Pintu rumah sudah kunci. Lampu-lampu dimatikan dan jendela dirapatkan. Kini saatnya bergegas pergi ke sekolah sebab jam sudah menunjuk pukul setengah tujuh pagi. Kiranya sekolah akan dimulai tiga puluh menit lagi. Malik menunggu Xena di depan gerbang rumahnya. Gadis itu akan berangkat bersamanya. Tanpa persetujuan Xena tentunya. Ia tak tahu kalau Malik sedang menunggunya di luar sana. Remaja jangkung itu pergi dari dalam rumah lebih awal. Xena berpikir kalau Malik berangkat dengan menggunakan moge-nya kali ini. Naasnya, Xena harus berjalan di trotoar jalanan untuk sampai ke tempat tujuannya seorang diri. Namun, tak apa. Toh juga itu sudah menjadi kebiasaan untuk dirinya bukan?Gadis itu kini berjalan menuju ke pintu gerbang yang ada di depannya. Mulai menarik pintu besar itu untuk keluar dari halaman rumah. Alangkah terkejutnya ia, Malik berada di depan rumah sedang menunggu Xena untuk keluar dari sana."Ngapain lo di sini?" tanya Xena
Sesuai dugaan Xena, semua mata memandang ke arahnya. Tak ada tatapan yang luput dari setiap aktivitas yang diambil oleh gadis itu. Ia turun dadi moge besar yang membawa tubuhnya untuk datang ke sekolah pagi ini. Xena tak berbicara apapun pada Malik. Remaja jangkung itu seperti biasa pula! Ia memarkirkan motor gedenya lalu mematikan mesin, melepas helm hitam yang ia kenakan, dan turun dari sana. Tubuh jangkungnya berputar seiring dengan tatapan yang ia berikan untuk Xena. Kedatangan sepasang netra elang bersama dengan senyum manis yang menghampirinya. Malik sudah gila! Xena sempat mengatakan padanya untuk menurunkan dirinya di sisi bangunan sekolah. Xena akan dengan lapang dada berjalan masuk ke dalam bangunan sekolahnya nanti. Alasannya adalah seperti ini. Xena tak suka kalau harus dipandang dengan tatapan aneh dan sinis. Malik adalah idola untuk semua kaum hawa.Malik merapikan seragamnya. Ia melirik sejenak Xena kemudian berjalan untuk pergi dari parkira
"Lain kali, bilang kalau lo bosan naik bus. Gue akan datang ke rumah lo dan menjemput lo." Remaja jangkung yang ada di sisinya itu terus saja memberi tatapan pada gadis yang baru saja duduk meletakkan pantatnya di atas kursi. Xena datang dan masuk ke dalam kelasnya selepas Malik pergi dan meninggalkan dirinya di depan kelas. Tatapan sesekali datang padanya hingga Bara, sang kekasih ikut tertarik untuk datang dan menghampiri Xena juga Malik. Tak ada percakapan di antara dua remaja jangkung itu sebelumnya. Malik hanya menatap Bara dengan tatapan malas begitu juga sebaliknya. Bara bahkan berdecak kasar dan mengusir remaja itu untuk segera menjauh pergi dari gadisnya. Ia tak suka kalau Malik terlalu dekat dengan Xena. Mereka adalah saudara tiri. Bukan saudara kandung dengan darah yang sama.Bara tak bisa menjamin, begitu juga dengan Malik. Bisa saja suatu saat nanti, Malik dan Xena berpisah dan mereka saling mencintai sebab kedekatan yang terjalin sebelumnya begitu dekat da
"Katakan alasan kenapa lo menyelamatkan gue kemarin? Biasanya lo cuma datang dan duduk di pojok bangunan. Lo bukan orang yang bisa peduli dengan apa yang ada di depan lo saat itu. Kenapa tiba-tiba menjadi baik?" tanya Nara mulai mencecar remaja yang menatapnya dengan aneh. Aksa tak menjawab. Ia hanya berdecak ringan lalu kembali memutar tubuhnya dan pergi begitu saja. Ia meninggalkan gadis yang kini mulai bangkit dari posisinya dan berlari untuk mengejar sepasang langkah kaki jenjang milik Aksa. Menarik ujung lengan seragam putih miliknya. Memaksa Aksa untuk berhenti sebelum benar-benar keluar dari dalam bangunan UKS sekolah. Jika di luar sana seseorang melihatnya begini dengan Aksa, maka salah paham dan kabar simpang siur akan datang dengan menyertakan namanya. Nara tak pernah terlibat kedekatan dengan seorang remaja seperti ini sebelumnya."Jawab dulu pertanyaan gue! Main pergi gitu aja!" Nara memprotes. Ia menatap sepasang netra pekat yang teduh menatap ke arahnya. Bukan A
Ini bukan pertemuan mereka yang terakhir, itulah yang ingin Xena katakan lewat kehadiran dan tatapan matanya untuk Bara. Ia meminta polisi untuk menemui teman juga mantan kekasihnya itu. Perpisahan dan akhir sidang harus dirasakan dengan perasaan yang ikhlas dan lapang dada, Xena ingin memberikan kesan itu pada remaja yang baru saja meletakkan pantatnya di atas kursi. Bara tak berucap apapun. Ia terus memandang Xena. Wajahnya tak sesayu dan tatapannya tak senanar sebelumnya. Gadis itu lebih terlihat 'hidup' dengan polesan make up yang khas seorang Xena Ayudi Bridella. Suasana yang ia dapatkan dari Xena mulai kembali lagi."Kenapa lo menemui gue lagi?"Xena tersenyum manis. Ia meraih ujung jari Bara dengan perlahan-lahan. Remaja yang ada di depannya mulai menatap dengan aneh. Ia tak bergerak, terus mengikuti apa yang dilakukan Xena padanya sekarang. Gadis itu mulai menggenggam ujung jari-jari miliknya lalu menatap Bara dengan penuh kehangatan
"Pengadilan menyatakan terdakwa atas nama Haidar Bara Ivander terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan, penculikan dan penyekapan kelas ringan, serta penganiayaan kelas ringan. Untuk itu pengadilan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 10 tahun ditambah dengan pidana penjara 2 tahun dan ditambah dengan pidana penjara 6 bulan. Menetapkan lamanya terdakwa di tahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan selama 2 tahun mengingat usia terdakwa yang masih remaja. Pengadilan memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan dengan denda sekurang-kurangnya adalah 20 juta rupiah. Demikian putusan pengadilan ditetapkan."Ketokan palu terdengar begitu tegas menggema di ruangan. Remaja jangkung dengan pakaian khas seorang tahanan kota itu hanya bisa mengangguk. Tak ada yang disanggah. Pengacaranya pun nampak diam dan mulai pasrah. Tak perlu waktu yang lama, tak perlu drama ini itu untuk mengurung si iblis
Rumput hijau yang menyejukkan mata dan hati. Mendamaikan perasaan yang sedang riuh bergemuruh di dalam jiwa saat ini. Malik memutuskan untuk mengikuti setiap langkah yang diambil oleh Zain pagi ini. Ia ingin berbicara banyak dengan laki-laki yang sudah menjadi temannya itu. Ia tak benar-benar membenci Zain. Hanya saja, siapa dingin Zain padanya membuat Malik menjadi sedikit jauh dari temannya itu. Sebenarnya di dalam lubuk hati yang dalam, ia tak pernah menyimpan dendam untuk remaja berponi naik ini. Hanya saja, ia iba. Zain terlalu lama menyimpan rasa sakitnya sendirian. Selepas kematian Tara, remaja itu menjauhi Malik dan memutuskan untuk menghilang dari peredaran. Baru beberapa bulan yang lalu ia kembali datang dengan Aksa yang membawanya penuh luka dan darah segar yang mengalir dari beberapa bagian tubuhnya.Memang, permusuhan keduanya sedikit unik. Tak ada pertengkaran juga perkelahian. Malik selalu memaafkan bagaimana perilaku Zain padanya. Toh juga, ada a
Semilir hawa bayu mengiringi langkah keduanya membelah trotoar jalanan yang menjadi jalur utama untuk mereka saat ini. Jalanan Kota Jakarta yang ramai, padat, dan tak pernah sepi juga sela. Selepas keluar dari bangunan kantor polisi, keduanya kini memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak dan mampir ke sebuah tempat untuk menikmati liburnya hari ini. Tanggal merah, hari penting untuk negara. Namun, surganya bagi para pelajar. Mereka diberi jeda satu untuk merilekskan otak dan hati mereka. Menikmati suasana kota di pagi hari sampai senja datang menutup kisah nanti sore. Malik dan Xena merasakan semua itu. Sedikit demi sedikit perasaan yang mengganggu di dalam hati mereka mulai hilang begitu saja. Semua masalah yang datang mulai surut bak gelombang air laut di malam hati. Rasanya sedikit tenang, mereka bisa menjalani hidup sesuai dengan apa yang mereka inginkan saat ini. Menjalin hubungan sederhana dan mulai merajut kasih juga cinta untuk melalui masa muda. Malik
Malik menatap wajah wanita tua yang ada di depannya saat ini. Pandangan matanya terus saja tertuju pada Sarah yang baru saja datang menghadang langkahnya. Sepasang mata dengan lensa pekat itu mulai menatap sayu dan nanar wajah mantan anak tirinya itu. Penuh luka, identik dengan apa yang terjadi pada sang putri kemarin malam. Kata Xena selepas ia sukses membuat mamanya menangis dengan keadaan wajah dan tubuhnya yang kacau, ia melegakan hati wanita tua itu dengan mengatakan bahwa untung saja Malik datang menyelematkan Xena dari Bara. Katanya, juga. Malik terluka sama dengan apa yang dialami oleh Xena. Gadis itu juga mengimbuhkan kalau yang menghantar dirinya sampai gerbang depan malam-malam begini adalah Abian Malik Guinandra, tetapi kala disuruh mampir untuk mengobati lukanya, Malik menolak. Alasannya hanya satu, ia tak mau membuat Sarah kembali kacau dengan dua luka di dalam hatinya selepas mendapatkan dua putra dan putrinya pulang dalam keadaan seperti itu. Toh juga ada papanya di
Bara mengetukkan ujung jari jemarinya di atas meja kayu yang ada di sisinya. Ia bersandar tepat di atas kursi sembari menyilangkan kaki dan menatap ke arah gadis yang masih tak sadarkan diri selepas ia menyiksanya habis-habisan. Bara memukul wajah Xena. Sisi bibir gadis itu tergores dengan darah yang mulai mengering. Ujung matanya lebam selepas Bara melayangkan tinju ringan kala sang gadis terus saja mengumpat padanya. Xena mengejutkan. Jujur saja, Bara tak tahu kalau gadis itu bisa setangguh ini dengan penampilan dan tatapan wajah dan polos. Kala dirinya mendorong Xena masuk ke dalam gudang sekolah dan menutup pintunya dengan rapat. Xena bahkan mulai bergeming di tempatnya dengan terus menatapnya menggunakan tatapan tajam penuh amarah. Bara menampar wajahnya lalu mendorong tubuh Xena hingga jatuh terantuk sisi meja rusak di belakang tubuh gadis itu. Darah mengalir dari sisi sikunya dan luka lecet datang selepas paku berkarat tak sengaja menyentuh permukaan lengannya.
Fajar menyingsing dari ufuk timur. Sinarnya tegas menghantam permukaan bumi dan mencoba menghangatkan komponen yang ada di bawahnya saat ini. Gadis yang sudah berdiri di depan papan pengumuman besar di sekolahnya itu tak pernah menyangka dan mengira-ngira sebelumnya. Ia mendapatkan sebuah undangan kematian yang datang dari teman dekatnya. Seisi sekolah mulai membicarakan kematian Nara yang terkesan mendadak. Bukan hanya Xena yang terkejut. Akan tetapi, hampir seluruh penghuni sekolah. Bahkan guru-guru juga mulai memberitakan kabar ini dengan bumbu yang membuat suasana sedikit tegang. Kisahnya hari ini mungkin tak akan berakhir baik. Setiap sudut sekolah yang punya Mading besar seperti ini, akan menampilkan wajah Nara dengan pita kuning di atasnya. Ucapan bela sungkawa datang kemudian. Mereka meninggal 'note' yang mereka tempelkan di sisi undangan untuk mengirim doa pada teman mereka yang sudah berpulang ke pangkuan yang maha kuasa. "Bagaimana ini ... gue bahkan berbicara den
Sirine mobil polisi meraung-raung di udara. Membawa sebuah duka di setiap lajunya beberapa saat yang lalu. Ambulan mengikuti, mayat gadis malang turun dari sana dengan keadaan sudah terbungkus oleh kain putih. Seorang remaja jangkung mengiringi masuk ke dalam bangunan kepolisian. Mayat itu akan disimpan di dalam ruangan mayat tempat beberapa korban pembunuhan lainnya berada hingga polisi menyelesaikan penyelidikannya besok pagi. Suasana sudah kacau dengan Aksa yang tak lagi kuasa untuk mengiringi kepergian gadis yang ia cintai. Nara adalah cinta pertama yang ada di dalam hatinya. Gadis itu adalah satu-satunya gadis yang bisa menyentuh lubuk hatinya paling dalam. Belum juga menyatakan perasaannya dengan resmi, ajal sudah menjemputnya dengan tragis. Aksa tak bisa berkata apapun lagi. Semua yang ada di depan matanya bak sebuah mimpi buruk yang harus ia lalui seorang diri.--ia membenci kisah malam ini!"Aksa ... kita cari tempat duduk
Langkah kakinya tegas membelah rerumputan hijau yang ada di bawah pijakan kaki remaja jangkung itu sekarang ini. Gelap terasa, sedikit sunyi sebab tak ada yang datang untuk bertamu dan menyambangi rumah tua itu sekarang. Semua benar-benar terasa sepi bak rumah hantu yang sengaja dijauhi oleh para masyarakat dan warga setempat. Bukan, bukannya di sisihkan dari kota. Bukan juga dijauhi orang-orang, beginilah suasana rumah Nara kalau malam tiba dengan kerikan jangkrik yang khas menghiasi suasana malam. Tak ada hujan, tak mendung dengan langit berbintang di atas sana. Kiranya, sambutan yang baik selepas Aksa memutuskan untuk memungkaskan perkejaan paruh waktu yang ia lakukan dan mulai menatap langit di atasnya.Ada satu alasan yang membuat dirinya datang ke tempat ini lagi. Tak penting jika ia menceritakan alasannya datang kemari pada orang-orang yang tak mengenal Nara dengan baik. Namun, baginya ini sangat penting. Kala keluar dari minimarket tempatnya bekerj