Arion melangkah lebar meninggalkan lobi, menuju ruangannya untuk menetralkan amarah yang memuncak. Tidak disangka pada hari yang cerah siang ini, istrinya Pak Sagara mendatangi Arion dan berakhir membuat keributan. Wanita itu tidak terima karena Arion memutus kerja sama mereka sepihak tanpa ada konfirmasi apa pun. Dia merasa dirugikan dan meminta tanggung jawab.Arion awalnya tidak terlalu menanggapi serius, hanya saja ketika Pak Sagara muncul dan mulai menyulut, barulah Arion turun tangan untuk menghajarnya. Sudah sejak malam itu dia tahan, baru sekarang terlaksana. Rasanya benar-benar puas.Pak Sagara tidak terima kena pukul, ingin membalas, hanya saja Bagas dan satpam berhasil memisahkan mereka.Dengan perasaan kelewat murka, Arion memperingati istri Pak Sagara agar berhati-hati terhadap suaminya. Pria itu tidak bisa dipercaya dan sangat berbahaya.Arion juga menyuruh Bagas memperingati Pak Sagara. Jika pria itu masih ingin berurusan dengannya, Arion tak segan mempermalukan sekal
Sekitar jam sebelas malam, Veroni mengabari Airyn jika saat ini Guntur sedang dilarikan ke rumah sakit. Pria itu batuk berdarah, kemudian tidak sadarkan diri setelah mengeluh pusing dan sesak napas. Guntur ditemukan di kamar mandi dalam keadaan sangat lemah dan wajahnya pucat pasi. Sepanjang perjalanan Airyn tidak berhenti menangis. Bagaimana pun sikap Guntur, Airyn sangat menyayangi pria itu, tidak siap kehilangannya. Hanya sang papa yang menyayangi Airyn, menjaga dan selalu berusaha melakukan yang terbaik. Airyn juga belum sukses dan membuat Guntur bangga dengan segala pencapaiannya hasil kerja keras pria itu.Air mata kian deras ketika Airyn mendengar penuturan dokter tentang keadaan Guntur. Gaya hidup yang tidak sehat membuat Guntur mengidap penyakit berbahaya yang hampir menyerang seluruh organ dalam tubuhnya. Penyakit itu menyebar dan menyebabkan komplikasi. Tak heran jika setiap hari Guntur merasakan sakit yang sangat menyiksa.Belum lagi biaya pengobatan yang sangat mahal, b
Airyn diantarkan oleh Bagas menuju Penthouse Arion, dia dijemput pagi-pagi buta entah untuk melakukan apa. Sebenarnya Guntur akan marah jika tahu Airyn ikut dengan pria sembarangan, tapi karena Airyn punya hutang nyawa dan uang dengan Arion, alhasil tidak bisa menolak. Nanti jika keadaan Guntur sudah membaik, Airyn akan menceritakan semuanya.Tidak peduli Airyn akan menjadi pesuruh orang, dia melakukannya demi keselamatan Guntur. Airyn takut hidup sendirian.Kesepian dan kesedihan adalah musuh Airyn."Bagaimana keadaan papa kamu?" Arion melangkah dari dapur, membawa secangkir kopi. Dia duduk di salah satu sofa. "Duduk, lelah berdiri di sana."Airyn mengangguk, mengambil posisi berhadapan dengan Arion. "Operasinya lancar, tapi papa belum siuman. Kata dokter perlu beberapa waktu. Terima kasih, Pak, udah selamatin papa.""Bisa masak, 'kan?"Airyn mengangkat wajah, menatap Arion sedikit kaget. "B—bisa, Pak, tapi menu yang sederhana aja, mungkin beberapa menu yang sering aku makan di ruma
Megan Harrison mendatangi Arion, menjewer putranya itu kesal. "Kenapa menghindari Bunda?" decaknya tak terima. "Dari mana aja kamu? Bunda telepon nggak diangkat, Bunda tungguin selesai rapat kamu menghilang." "Bunda, aku sibuk. Ada banyak kerjaan yang harus aku urus. Habis ini juga terjun lapangan buat ngecek proyek. Kata siapa sih aku hindarin Bunda, ada-ada aja." Megan mendengkus, melipat kedua tangan di dada. Pembahasan mereka soal jodoh belum selesai, tapi Arion selalu menghindar jika diajak bertemu, bahkan jarang pulang ke rumah. Sampai saat ini, Arion tak kunjung membawa wanita mana pun padanya untuk dikenalkan—padahal Arion janji. "Bunda tahu kamu nggak punya pacar, kenapa selalu nolak kebaikan Fevita? Kesian anak orang, Arion, jangan tega gitu. Nanti kamu disumpahin nggak laku sampai tua gimana?" cerocosnya tanpa jeda. Megan dapat laporan dari Bagas jika setiap makan siang yang Fevita kirim, selalu Bagas yang makan. Sebenarnya Bagas tidak bermaksud membocorkan rahasia itu d
Arion menatap Airyn yang baru saja tiba tanpa sepatah kata pun dengan tangan terlipat di dada. Kata Bagas, perempuan itu menolak habis-habisan saat dijemput. Banyak sekali alasannya termasuk kebelet buang air dan berdiam diri di kamar mandi dalam waktu yang lama agar Bagas bosan menunggunya. Sayang, Arion menugaskan Bagas menunggu sampai Airyn yang menyerah. Jika Airyn sampai subuh menghindar, maka Bagas tidak boleh beranjak dari sana sampai subuh tiba. Kalau kata Bagas, “Gadis gila ini banyak gaya sekali.”“Siapa yang mengajari kamu bermain-main dengan saya?”Airyn memejam, menunduk dalam merasa bersalah. Dia tidak menyangka Bagas akan menunggunya selama ini. “Biasanya makan malam jam berapa, Airyn?” Karena sama sekali tidak mendapat sahutan, Arion terpaksa menggertak Airyn. “Saya bicara sama patung atau bagaimana ini? Mulut kamu ketinggalan di toilet rumah sakit?”“Maaf, aku telat.”“Kenapa tidak sampai subuh saja?”Airyn menatap Arion takut. “A—aku bakal masak sekarang.” Lantas b
Pagi-pagi Sera datang ke ruangan Guntur, dia mencari Airyn sebelum gadis itu berangkat ke kampus. “Ai, Mama minta uang dong. Seratus aja, beras abis, Mama belum makan apa pun dari semalam.” Mengulurkan tangannya, setengah memelas dan memaksa.“Ma, Mama nggak liat keadaan Papa gimana? Tabungan aku tinggal sedikit, nanti kalau perlu sesuatu gimana? Lagian kemarin Mama udah ambil uang Kak Oni sejuta, masa udah abis aja?” Bukannya ingin jadi anak durhaka, tapi Sera sangat keterlaluan padanya. Tidak habis-habis mengganggu ketenangan hidup Airyn.“Berani kamu tanya kayak gitu ke Mama? Kamu pikir uang sejuta itu kayak seratus juta, kah? Sekali makan juga abis, Ai, kayak debu ketiup angin. Cepat kasih Mama uang, nanti kamu tinggal poroti saja kekasih kamu yang kemarin. Mumpung kaya, jangan sia-siakan kesempatan.”Pasti uang itu Sera habiskan untuk judi atau ikutan pesta miras dengan teman-temannya.“Dia bukan pacar aku, Ma. Jangan malu-maluin, aku nggak enak kalau Mama terus-terusan meminta u
"Saya tidak mau tahu, hilangkan jejak Airyn, baru kamu kirim filenya ke Bunda. Lagian ngapain sih Bunda kepo banget. Saya tidak mungkin menghamili anak itu."Bagas mencebikkan bibir. "Hanya belum. Saya lihat Anda ini memang napsu kepada anak di bawah umur. Menggelikan."Arion menatap Bagas muak. "Menurut kamu, kira-kira bunda akan merestui Airyn sebagai menantunya, tidak?""Saya lihat, tidak." Bagas menaikkan bahu, cuek dan seolah memang bisa menerawang masa depan."Airyn anak baik.""Bibit, bebet, bobotnya tidak sesuai dengan kriteria Bu Megan. Apalagi ibu Anda sangat menjunjung martabat keluarga dan aktif kumpul bersama teman sosialitanya. Coba bayangkan, bagaimana cara Bu Megan memperkenalkan Airyn jika dia berasal dari keluarga dan lingkungan seperti itu? Saya rasa, Airyn juga akan malu mengakui asal usulnya.""Jika Anda menikah, media pasti berada di garis depan meliputi berita itu dan mencari tahu segala hal tentang calon menantu Harrison. Ingat waktu Andre dulu? Litzi sedikit t
Airyn was-was ketika mengetahui Sera ada di rumah. Entah apa yang akan dilakukannya lagi, Airyn takut Mamanya menggeledah rumah untuk mencari uang. Tidak ada tabungan yang Airyn sembunyikan, dia tidak berbohong.“Kamu yakin baik-baik saja?” Bagas menaikkan alis. Tampak jelas raut Airyn berubah, dia kelihatan diam beberapa saat sebelum turun dari mobil.Airyn tersadar, kemudian mengangguk dan segera turun. “Terima kasih, Pak Bagas. Bapak pulang aja, aku aman kok.” Sera berdiri di ambang pintu, melipat kedua tangan di pinggang dengan raut penuh permusuhan. Airyn lumayan panik, makanya cepat-cepat menyuruh Bagas pergi.“Ma, udah makan malam?”“Mama perlu uang, Ai. Minta uang lagi dong, Mama ada hutang yang harus banget dibayar. Kalau sampai besok uangnya nggak ada, Mama bakal dilaporin ke polisi.”“Hah? P—polisi? Kok bisa, Ma?” Airyn luruh, kakinya seketika lemas. Kondisi sang papa belum membaik, kini Sera ikut membuat masalah.“Mama waktu itu pinjam uang lima juta buat rayain ulang tah
Airyn mondar-mandir di ruang tengah, sebab hingga jam delapan Arion belum juga pulang. Makan malam sudah siap, seketika rasanya tidak tenang, terlebih nomor pria itu tidak bisa dihubungi. Sebal, karena Arion tidak mengabari apa pun sebelumnya."Aneh. Kenapa rasanya nggak enak gini? Apa karena udah jadi suami istri?" Airyn menggigit kuku, memegangi dadanya yang berdebar lebih kencang. "Atau ini perasaan gugup karena kepikiran ancaman Mama tadi?""Aish! Sejak kapan khawatir banget gini sama Pak Arion? Padahal sebelumnya kamu sendiri yang nggak rela nikah sama dia, Ai."Airyn bermonolog sendiri. Tatapan dan gerak-geriknya memang menunjukkan kecemasan, tidak tenang sebelum memastikan Arion baik-baik saja. "Setidaknya kalau pulang telat, bilang!" gerutunya sebal. "Aku bisa makan dan tidur dengan tenang tanpa harus khawatir gini. Senang banget bikin merasa bersalah."Airyn mengambil ponselnya di meja, mencoba menghubungi Bagas sekali lagi. Nomor pria itu aktif, hanya saja tidak diangkat. K
Ketika jam makan siang, tiba-tiba Airyn kedatangan tamu. Sebelumnya dia tidak mengira jika yang datang adalah ibu mertua. Airyn baru saja bangun tidur, belum sempat menyiapkan apa pun karena Arion juga membebaskan Airyn untuk istirahat sepanjang hari ini. Airyn ingin menyapa sebagai basa-basi agar kelihatan tetap sopan, namun urung karena merasa sungkan. Terlebih Megan juga langsung masuk dan meninggalkannya. Wanita itu terlihat membawa sekotak kue."Kamu baru bangun jam segini?"Megan melihat sekitar ruangan tersebut. Kebetulan di wastafel masih ada piring kotor, bekas Airyn menyiapkan sandwich untuk bekal Arion tadi. Keranjang pakaian kotor mereka juga terlihat penuh karena belum dijemput jasa laundry. Niatnya memang setelah ini baru akan Airyn bereskan semuanya."M—maaf, Bun, tadi aku ketiduran. Setelah ini baru beres-beres. Bunda mau aku bikinkan minum apa?" Airyn memainkan ujung tali bathrobe-nya, gugup. Mimik Megan tidak seramah biasanya, Airyn tahu wanita itu sudah terlanjur t
Katanya Arion punya hadiah spesial untuk Airyn. Ternyata benar. Usai Airyn berendam dan menghabiskan banyak waktu untuk merawat diri, dia dikejutkan dengan sebuket mawar di kasur. Tidak lupa, ada kertas kecil yang terselip di sana juga membuat Airyn terkekeh kecil.—Untuk cintaku yang baik hati—Airyn suka aroma mawar segar, menciptakan senyum kecil yang mewakili isi hatinya. Masih menggunakan jubah mandi, Airyn turun ke bawah sambil memanggil Arion beberapa kali. Terdengar suara kecil dari ruang makan, lagi-lagi senyum Airyn merekah."Wow!" pujinya menutup mulut sambil menatap dengan binar takjub. Di meja makan tersedia menu makan malam mereka, Arion yang memasak. "Wangi, pasti enak. Aku laper banget, dari luluran tadi perut aku bunyi."Arion selesai memotong buah, kemudian menghampiri Airyn dan mencium pipinya. "Duduk, Sayang, waktunya isi tenaga."Dengan riang, Airyn duduk ketika Arion menarik kursi untuknya. Kenapa tiba-tiba Arion semanis ini? Airyn sampai keheranan."Kamu juga wa
"Pak Arion, ngapain?" Airyn terkesiap ketika melihat sang suami itu berdiri tak jauh dari posisinya dan Aldo. Bahkan mereka baru saja ingin memulai obrolan, seketika sungkan. "B—boleh tinggalin kami dulu, ada yang mau dibicara sebantar?""Bicara saja, anggap saya tidak ada." Arion memasukkan kedua tangannya ke saku celana, menatap dengan sorot setajam belati—seolah sedang memperingati Aldo agar tidak macam-macam pada miliknya. "Lima menit, setelah ini kamu harus mengantarkan surat ke atas. Pak Abimayu sudah menunggu."Airyn menganga, lantas terpaksa senyum karena tahu mimik Arion tengah kesal. Jangan sampai dia mendebat, nanti malah muncul masalah baru."Ada apa, Aldo? Kamu repot-repot ke sini. Lain kali bilang ya kalau mau ketemu, jangan di sini. Aku posisinya lagi magang, nggak boleh seenaknya terima tamu sembarangan di luar kepentingan dengan Pak Arion." Aldo menatap Arion sekali lagi, dia juga melempar tatap permusuhan. "Lo serius menikah dengan pria aneh ini, Ai?" tanyanya senga
Arion mengusap puncak kepala Airyn ketika wanita itu diam lagi saat dia meminta bantuan memasang dasi. Sejak mereka mandi bersama, Airyn tampak malu dan pendiam, Arion sangat memahami situasi ini untuk mereka yang baru saja menjalani kehangatan sebagai pengantin baru. Bagi Arion, Airyn justru semakin lucu dan menggemaskan.“Ini dasinya, Ai. Apa kamu masih merasa nggak nyaman? Kalau pegal, nanti aku panggil jasa pijat ke sini, kamu nggak usah ke kantor.”Airyn menggeleng cepat, menegak saliva cukup sulit. Dia juga kesusahan mengumpulkan kata yang tercekat di kerongkongan. Wajah Airyn tidak berhenti memanas, rasanya masih tidak sanggup memandangi pria di hadapannya ini.“E—enggak usah. Aku baik kok, aku nggak pa-pa. K—kamu agak nunduk dikit, badan aku nggak sampe.” Dengan pipi kemerahan paham, Airyn berusaha tetap waras. Dia tahu Arion terus saja memandanginya, sesekali berusaha memberi perhatian dengan kecupan hangat dan kalimat manis penuh kekhawatiran. Padahal Airyn baik, dia tidak k
"Ayah tidak percaya akhirnya kamu akan jatuh cinta." Abimayu tersenyum singkat. "Hanya saja, Ayah tidak bisa bohong, kami terkejut mengetahui siapa sebenarnya Airyn. Kamu dan Bagas sejak awal yang membuat kebohongan ini, Arion. Kamu kasih data diri Airyn yang berbeda ke Bunda, tidak salah jika Bunda juga kecewa dengan perbuatan kamu."Arion mengangguk, menyadari dosanya. Memang benar, selama-lamanya menyimpan dusta pasti akan ketahuan juga."Aku tahu aku salah, Yah. Aku juga awalnya terlalu takut memberi tahu siapa Airyn. Takut Ayah dan Bunda nggak setuju. Maaf kalau sikap aku masih kekanak-kanakan sekali.""Tunggu Bunda kamu lebih tenang dulu, lalu datanglah ke sini lagi untuk bicara padanya. Jangan sekarang, Ayah juga tidak bisa memaksakannya saat ini. Biarkan Bunda sendiri dulu, sambil belajar menerima.""Iya, Yah. Aku berharap Bunda bisa memahami pilihan aku. Percaya, aku tahu siapa yang terbaik untuk hidupku."Abimayu menghela panjang, memijat pangkal hidungnya. "Untuk saat ini,
Dengan segala ketidaksiapan, serba buru-buru, dan perasaan campur aduk—kini Airyn sudah resmi menikah dengan Arion. Mereka melakukan pemberkatan nikah tanpa gaun pengantin, tanpa tamu undangan, dan tanpa pesta. Bahkan Airyn hanya mengenakan dress yang Bagas belikan secara dadakan, untung Arion peka untuk memanggil penata rias, meski riasan wajah Airyn pun tetap natural.Orang tua Arion tahu, sebab sebelum mengucapkan janji suci, mereka sempat bicara dulu melalui telepon. Abimayu marah dan kecewa mengetahui pemberitaan yang beredar luas menjadi konsumsi massa, kemudian semakin dibuat jantungan dengan keputusan sepihak Arion untuk menikahi Airyn.Abimayu ingin bantu menyelesaikan masalah, mencari jalan keluar bersama tanpa pernikahan secara buru-buru ini, tetapi Arion tetap keras dengan pendiriannya. Megan menangis tersedu-sedu, tidak ingin bicara sepatah kata pun karena terlampau kecewa. Belum lagi ketika Megan mengetahui siapa sebenarnya Airyn. Tidak pernah terbayang olehnya akan memi
Arion melipat kedua tangannya di dada, menatap Airyn yang tampak ngos-ngosan. “Habis lari maraton kamu?” tanyanya setengah mencibir. Belum ada satu jam setelah Arion antarkan tadi, gadis itu kembali muncul di hadapannya. “Luka kamu sembuh?”“Bukan waktunya bertanya, Pak.” Arion menaikkan sebelah alis. Tidak sempat mencecar lebih lanjut, Airyn menerobos masuk. “Gawat, Pak Arion. Kita dapat masalah besar!” paniknya masih berusaha mengatur napas. Pusat kota sedang macet, dia rela lari-larian dari perempatan jalan menuju ke gedung apartemen ini. Kira-kira jaraknya sekitar lima ratus meter, dengan posisi matahari berada di atas kepala.“Minum dulu. Pelan-pelan saja, saya santai orangnya.” Arion mengambilkan air, membukakan tutupnya juga. Kurang perhatian apa lagi dia? Modelan begini saja masih ditolak puluhan kali oleh Airyn.“Pak, Mama laporin Bapak ke polisi.”Tidak kaget, Arion justru tertawa. “Bapak jangan ketawa, aku serius. Mama udah pergi dari tadi buat bikin laporan. Gimana ini?”
“Pak, udah!” Airyn berusaha menjauhkan wajah, tetapi Arion masih sibuk mengecupi pipinya sambil memeluk. Entah kenapa, setiap dipangku dengan posessif, jantung Airyn berdebar tidak keruan. Dia bahkan tidak bisa berpikir jernih, semacam hilang kendali diri.“Diam, saya lagi isi daya. Meski hari libur, kerjaan saya menumpuk. Saya perlu energi.”“Kayak hp aja perlu isi daya segala. Manusia cuman perlu istirahat, Pak.”“Saya bukan manusia, mungkin saya semacam malaikat.” Arion terkekeh, menaikkan bahu tak peduli jika Airyn mencibir kepercayaan dirinya setinggi langit. “Nyaman sekali pelukan sama kamu, saya jadi semangat. Pegal saya hilang, tanpa dipijat.”“Aku pengap, mulai sesak napas. Lama banget isi dayanya, udah terhitung setengah jam lebih. Aku belum beberes, belum siapin sarapan. Memangnya Pak Arion nggak laper?”“Kalau sama kamu, saya tidak kenal laper.”Airyn tertawa cemooh. “Udah, Pak, jangan kebanyakan bercanda dan ngegombal. Aku mau cepat pulang, Pak Arion suka ngulur waktu.”“