Selesai memimpin rapat, dia memasuki salah satu ruangan khusus untuk mencari data diri seorang gadis yang memeluknya tadi. Hanya memerlukan waktu beberapa puluh menit, dia menemukannya secara lengkap.
Airyn Gershon, gadis berusia dua puluh tahun yang saat ini sedang duduk di bangku perkuliahan semester lima. Dia berada di fakultas ekonomi, mengambil bagian manajemen bisnis. Sejauh ini perolehan nilai Airyn sangat bagus dengan indeks prestasi komulatif sementara di angka 3.97 dari 4.00.Saat membaca bagian beasiswa yang didapatkan Airyn, pria itu tersenyum miring."Pak Arion, ini dokumen yang Bapak perlukan tadi." Seorang dekan menghampiri pria bernama Arion ini, menyerahkan map berisikan beberapa dokumen penting yang harus dia tanda tangani."Terima kasih, Bu."Mengesampingkan tentang Airyn, Arion lebih dulu mendahulukan berkas pentingnya untuk di tanda tangani segera. Setelah ini dia harus secepatnya kembali ke kantor untuk mengurus kerjaan yang lain. Hari ini Arion hanya mewakili ayahnya yang berhalangan hadir selaku ketua dan yang punya yayasan ini.Selesai menandatangani semuanya, Arion menyerahkan kembali dokumen tersebut ke ruangan dekan. Yayasan ini berniat melakukan pembangunan gedung baru untuk memperluas tiga fakultas yaitu ekonomi, teknik, dan kesehatan masyarakat. Selain itu ada juga renovasi perpustakaan, laboratorium, dan ruang dosen."Bu Laila, saya akan mengurus anak ini untuk melakukan praktik kerja lapangan di perusahaan saya. Tolong hubungi anak yang bersangkutan sesegera mungkin. Jika dia setuju, secepatnya masukkan berkas yang dibutuhkan. Saya tunggu.""Baik, Pak Arion. Kebetulan pada semester ini saya mengajar di kelas Airyn. Ini anaknya sangat pintar dan aktif jika di kelas. Kemarin kalau tidak salah dia juga berkesempatan menerima beasiswa secara full untuk pembebasan biaya UKT."Arion mengangguk, mengulurkan tangan untuk menyalami Ibu Laila. "Kalau begitu saya permisi, Bu. Terima kasih untuk waktu dan kesempatannya hari ini.""Terima kasih kembali, Pak Arion. Saya berharap Pak Abimayu segera pulih dan bisa beraktivitas kembali seperti biasanya.""Amin. Jika ada sesuatu yang harus disampaikan kepada Ayah, bisa segera hubungi saya. Untuk ke depannya, saya yang akan membantu Ayah mengurus yayasan ini.""Baik, Pak Arion. Hati-hati di jalan."***Airyn sangat risih ketika pria berstatus kekasih mamanya ini berada di rumah. Sejak tadi pria itu terus saja mengajak Airyn mengobrol banyak hal, apalagi sambil menatap nakal seolah sedang menelanjangi Airyn.Dia takut.Kata Sera, pria itu sangat baik dan tidak sebrengsek Guntur. Tapi Airyn justru takut dengannya, sangat tidak nyaman dipandang sedemikian rupa. Entah perasaan Airyn saja atau bagaimana, pria itu memang memiliki tatapan yang tajam, sedikit mesum, dan tipe orang yang tidak bisa diam—selalu memiliki topik pembicaraan.Nama dia Deri, dari perawakannya pria itu tidak hanya lebih muda dari papa Airyn, tapi juga terlihat lebih muda dari sang mama."Masih lumayan gerimis, jadi terpaksa saya lebih lama di sini. Kamu tidak keberatan 'kan, Airyn?" Terhitung Deri sudah dua jam berada di rumah Airyn, dan sialnya hujan pun tampak tidak bersahabat.Airyn ingin mandi tapi takut, apalagi sekarang Sera tengah tidur. Bisa-bisanya wanita itu membiarkan anak gadisnya bersama pria lain yang tidak dikenal."Airyn, kamar mandi di mana, ya?""Di belakang, Om."Airyn beberes ruang tengah, sengaja mencari kesibukan agar tidak melulu meladeni obrolan Deri. Hanya saja, Airyn tetap merasa diawasi setiap gerakannya.Melihat raut polos dengan keringat tipis membasahi daerah leher dan dahi Airyn membuat Deri tersenyum miring. Dia baru tahu jika Sera memiliki anak gadis yang cantik."Sedang apa, Airyn?"Airyn terkesiap ketika mendapati Deri berada di belakangnya, bersuara dekat telinga dengan napas yang sengaja dihembuskan."L-lagi jahit celana Papa, Om." Airyn lantas menjauhkan diri, duduk sedikit berjarak dari Deri. "Aku bangunin mama dulu, kayaknya gerimis udah reda." Beranjak cepat menuju kamar, saking gugupnya Airyn sampai tersandung undakan tangga.Tidak bermaksud menduga yang tidak-tidak, tapi sikap Deri barusan semakin membuat Airyn yakin jika pria itu lebih berengsek dari papanya. Dia benar-benar menunjukkan siapa dirinya yang berbanding terbalik saat di hadapan Sera tadi."Ma, hujannya udah reda. Itu Om Deri ajakin keluar sekarang."Sera memukul Airyn karena gadis itu cukup keras mengguncangnya akibat panik. "Kurang ajar kamu Ai bangunin Mama kayak gitu.""M-maaf, Ma.""Kamu kayak nggak senang banget Mama ada di sini. Ngomong apa tadi papa kamu sampai kamu kasar ke Mama?"Airyn menggeleng. Dia tidak bermaksud, ini akibat Deri yang membuatnya ketakutan."Tadi aku buru-buru, Ma, sempat kesandung juga."Sera mendengkus, menepis genggaman Airyn yang berusaha meminta maaf."Kamu beneran nggak ada uang?" Sera memicing, tadi dia sempat diam-diam membongkar barang-barang Airyn, ternyata memang tidak menemukan uang sepeser pun. "Ayolah, Ai, pinjamin Mama seratus deh. Dikit aja, masa kamu perhitungan? Selama ini Mama udah keluarin berapa uang sampai kamu besar?""Ma, aku beneran nggak ada uang."Sera sering meminjam uang Airyn, tapi tidak pernah dikembalikan seperti papanya tadi. Akhirnya Airyn sendiri yang diomelin Guntur karena terlalu takut dan menurut. Mau bagaimana lagi, Airyn tidak tega. Dia selalu menangis dan merasa bersalah jika melihat Sera maupun Guntur sedang perlu uang tetapi dirinya tidak bisa memberikan.Airyn tidak boleh bekerja, jika Guntur tahu pasti akan dijemput dan orang yang memberinya pekerjaan juga kena marah. Guntur hanya ingin putrinya fokus belajar dan kuliah. Urusan uang biar Guntur yang mengusahakannya—kendati selalu dengan cara yang salah. Yang terpenting Airyn tahu, niat Guntur untuk menjadikannya orang sukses sangatlah tulus."Papa kamu nggak ngasih uang sama sekali? Udah, lebih baik berhenti aja kuliah. Mending kerja, Ai, jangan suka nyusahin orang tua. Sadar kamu, papa itu bukan orang kaya.""Ma, aku yakin suatu saat nanti bisa banggain papa hasil kerja keras papa.""Paling lama-lama kalau bosan, kamu juga jadi pelacur di rumah susun. Kamu pikir Mama nggak hafal sifat serakah papa kamu?""Udah, Ma, malu didengar orang kita berantem kayak gini.""Udah besar bukannya berguna, kamu malah makin nyusahin, Ai. Nanti Mama carikan pacar orang kaya, kita harus punya seseorang yang bisa dimanfaatin. Denger nggak kamu?" Sera mencubit lengan Airyn gemas. Anak itu iya-iya terus, tapi tidak pernah melakukan ucapannya. "Mama nggak mau nemuin kamu lagi kalau nggak bisa nurut. Kamu mau Mama tinggalin selama-lamanya beneran?""Enggak, Ma, jangan.""Makanya denger kalau orang ngomong, dilakuin. Sudah dulu, Mama mau pergi sama Om Deri sebelum hujan lagi."Airyn mengangguk. "Hati-hati ya, Ma.""Pinter-pinter simpan sebagian uang pemberian Papa, kasih Mama. Dari dulu Papa itu memang pelit, makanya Mama nggak betah hidup sama dia."Tidak ada jawaban, Airyn tidak tahu harus membalasnya seperti apa selain hanya tersenyum."Baik-baik di rumah. Nanti Mama carikan kerjaan yang bagus buat kamu dan bisa hasilin uang yang banyak." Sera mengusap bahu Airyn, menyelipkan rambut gadis itu ke belakang telinga sambil tersenyum sebelum beranjak menaiki motor Deri.Satu hal yang Sera sadari. Semakin besar Airyn, semakin memesona kecantikan anak gadisnya. Dia mirip Guntur. Mantan suaminya itu ganteng sekali ketika muda dulu, incaran banyak cewek sekitar tempat tinggal mereka."Papa nggak pernah ada niat mau jual aku, Ma, kenapa malah Mama tega lakuin ini? Papa tahu, Mama bisa aja dipukul."Airyn menghela sedih. Dia tidak tega jika membiarkan Sera dimarahi Guntur, tapi mamanya juga yang sering menyulut emosi.Sera gila judi, gayanya selangit, dan sering menghamburkan uang untuk mentraktir teman-temannya untuk sebuah pujian yang sebenarnya tak berarti apa pun.Tak jarang ketika masih bersama Guntur, Sera sering menuntut banyak hal agar keinginannya terpenuhi. Airyn menyaksikan jika papanya sampai dikejar-kejar polisi akibat ketahuan mencuri perhiasan di pasar.Sibuk menyelesaikan jahitannya, ponsel Airyn di atas meja bergetar.Ibu Laila: Selamat sore, Airyn. Kamu mau magang tidak libur semester ini? Kebetulan ada tawanan langsung dari Pak Arion untuk kamu. Kalau bisa jangan ditolak, Nak, siapa tahu ini bisa menjadi jembatan agar kamu punya peluang bekerja di sana ketika lulus nanti. Kapan lagi kamu bekerja di kantor ternama milik Harrison, 'kan?"Arion, kamu baru pulang, Nak? Segera bebersih, Bunda punya tamu spesial buat kamu." Nyonya Harrison menyapa hangat ketika mendapati putra sulungnya datang. Masih sama seperti biasa ketika dia pulang ke rumah, selalu menerima kasih sayang yang tiada tanding meski usianya sudah kepala tiga.Biasanya Arion tinggal di Penthouse pada salah satu gedung apartemen paling mewah di Ibu Kota atas kepemilikan keluarganya, Harrison Group. Apartemen itu masih satu kawasan dengan kantor, sehingga memudahkan Arion untuk pulang pergi melakukan kewajibannya sebagai Direktur Muda penerus ayahnya kelak."Siapa, Bun?""Rahasia. Ada di ruang baca Mama, nanti kita makan malam bersama. Kamu bersiaplah seganteng dan serapi mungkin.""Andre datang bersama istri dan anaknya?" Arion bisa menebak dengan mudah, sebab tadi sempat dapat kabar jika si sulung akan datang sesuai pinta ayahnya yang sedang sakit. "Itu nggak salah, tapi masih ada kejutan lain."Arion tersenyum, mengecup pipi sang bunda dengan penuh kasi
Nyonya Harrison membuka gorden yang langsung menghadap pada tempat tidur Arion, membuat sang empunya silau. "Bangun, Nak, sudah jam sembilan."Arion menggeliat di bawah selimut tebal berwarna hitam, mengubah posisi kepalanya membelakangi gorden. Dia belum berniat bangun, masih mengantuk akibat semalam begadang hingga hampir subuh bermain poker bersama Andre.Tidak sia-sia, Arion yang menang hingga meraup puluhan juta rupiah."Ajak Fevita jalan-jalan sambil mengobrol lebih banyak, Arion, nikmati waktu libur kamu berkenalan dengan wanita."Fevita Adiyaksa, wanita cerdas dan mandiri berusia dua puluh lima tahun yang saat ini menduduki jabatan sebagai Co-Founder di perusahaan keluarganya, PT. Adiyaksa Utama."Berhenti jodohin aku, Bun, nggak bakal berhasil.""Belum kamu coba, jangan menyerah dulu. Umur kamu sudah berapa, Arion, nggak berniat menikah?" dumel Nyonya Harrison sambil merapikan buku-buku Arion di meja. Sejak semalam Nyonya Harrison gemas pada Arion, putranya itu tampak mendia
"Pa, kenapa malah mintain Pak Arion uang?" Airyn memejam jengah dengan sikap Guntur, tidak habis pikir jika berdebatan mereka malah berujung pemerasan.Guntur berhasil memeras Arion sebesar dua juta akibat perlakuan tidak baik dan pukulan yang diterimanya. Jika tidak, Guntur mengancam akan membawa masalah ini ke pihak berwajib."Sudah sepantasnya dia ganti rugi. Kamu pikir hidung dan bibir Papa nggak berdarah akibat pukul satpamnya yang gendut itu?" Guntur balas mengomeli Airyn yang sejak tadi juga lumayan menyulut emosi di hadapan Arion. Anaknya itu terlalu lemah, padahal Guntur memang sengaja memanfaatkan keadaan.Kapan lagi memeras orang kaya secara cuma-cuma? Uangnya bisa Guntur pakai untuk membeli minuman dan modal berjudi nanti malam.Sementra Airyn, dia hanya tidak ingin papanya semakin dipandang sebelah mata oleh orang lain. Namun, sikap Guntur sendirilah yang membuat dirinya tercela."Apa kata Pak Arion nanti, Pa? Aku nggak enak." Terlebih dia akan bersama Arion selama dua b
Airyn menganga, melihat sekitar mereka untuk mencari keberadaan seseorang yang lain. “Bapak ngapain ke sini?”“Ma, aku mau bicara sebentar. Tunggu dulu.” Dia cepat-cepat menarik tangan pria itu, membawanya agak menjauh dari Sera.“Bapak, jangan bilang aku orang sini sama siapa-siapa, ya?” Airyn berbisik cemas. “Aku juga nggak bakal bilang kok kalau Bapak main-main sama pelacur di sini. Aku janji.”“Kamu menuduh saya yang tidak-tidak,” balas Bagas tidak terima. “Saya hanya tidak sengaja lewat sini, lalu nyasar.” Jika kalian tanya siapa yang pintar membuat alibi, maka Bagas jagonya. Sekarang dia tiba-tiba menjadi detektif handal yang diutus Arion. Bagas mengakui dirinya serba bisa, asal jangan mencari berlian di lubang semut saja.Airyn menatap Bagas tidak percaya. “Ah, gitu, ya? Ya sudah, Bapak aja yang jaga rahasia aku.” Menangkup kedua tangan, meminta sangat serius.“Ai, ayo! Jangan bikin Mama makin murka.” Sera bersungut jengah menunggu Airyn.“Pak, aku harus pergi. Bapak sebaikny
Sekitar jam tujuh, Airyn terbangun dari tidurnya. Dia terlonjak ketika menyadari ruangan yang begitu asing. Buru-buru Airyn mengecek keadaannya, untunglah masih aman seperti semalam. Sementara itu, di nakas tersedia sepotong roti bakar cokelat, obat, air, dan kertas kecil yang menempel pada gelas. "Makan dan minum. Habiskan!”Airyn meminum obatnya untuk meredakan pusing, lalu memakan roti sambil berusaha mengingat kembali kejadian semalam. Dia ingat jika Arion datang mencoba menghentikan, namun bukannya melepaskan, pria tua itu justru semakin kasar mendorong Airyn ke kamar hingga harus bertengkar dulu dengan Arion yang tampak tak terima melihat perlakuannya.Tanpa sengaja di tengah keributan, Pak Sagara mendorong Airyn sampai terbentur pintu. Setelah itu semua gelap, Airyn pingsan.“Dasar om-om tua itu. Untung kepalaku nggak bocor.” Airyn bersungut sebal, lalu salah fokus pada jam kecil yang ada di nakas “Ya Tuhan, telat!” Dia melompat dari kasur, tetapi malah terjungkal karena terl
“Tolong, putus semua kerja sama kita bersama Pak Sagara dan istrinya. Saya tidak ingin mendengar nama maupun melihat wajahnya lagi. Pria itu di depan istrinya saja seperti kambing congek, di belakang berbisa daripada ular.” Arion memutuskan dengan tegas, tanpa pandang bulu. Pak Sagara hanya debu kecil yang sangat mudah Arion singkirkan. Bahkan jika masih saja mengganggu Airyn, Arion tak segan membuatnya gulung tikar.“Anda serius, Pak? Padahal lusa Anda ada pertemuan dengan mereka di hotel Dexonc untuk membahas lebih lanjut mengenai logo kopi dalam kemasan terbaru, bukan?”“Saya tidak peduli. Pria itu mengacaukan gadis saya.” Arion menaikkan bahu, menyeruput kopinya sambil membubuhkan tanda tangan pada beberapa dokumen penting.Bagas memutar bola mata malas. “Arion, dengarkan saya. Airyn juga pelacur kecil, sebenarnya mereka sama-sama cari untung. Mungkin ada beberapa faktor yang bikin Airyn takut, akhirnya semalam dia merasa terancam. Ayolah, jangan bodoh karena baru mengenal cinta.
Arion melangkah lebar meninggalkan lobi, menuju ruangannya untuk menetralkan amarah yang memuncak. Tidak disangka pada hari yang cerah siang ini, istrinya Pak Sagara mendatangi Arion dan berakhir membuat keributan. Wanita itu tidak terima karena Arion memutus kerja sama mereka sepihak tanpa ada konfirmasi apa pun. Dia merasa dirugikan dan meminta tanggung jawab.Arion awalnya tidak terlalu menanggapi serius, hanya saja ketika Pak Sagara muncul dan mulai menyulut, barulah Arion turun tangan untuk menghajarnya. Sudah sejak malam itu dia tahan, baru sekarang terlaksana. Rasanya benar-benar puas.Pak Sagara tidak terima kena pukul, ingin membalas, hanya saja Bagas dan satpam berhasil memisahkan mereka.Dengan perasaan kelewat murka, Arion memperingati istri Pak Sagara agar berhati-hati terhadap suaminya. Pria itu tidak bisa dipercaya dan sangat berbahaya.Arion juga menyuruh Bagas memperingati Pak Sagara. Jika pria itu masih ingin berurusan dengannya, Arion tak segan mempermalukan sekal
Sekitar jam sebelas malam, Veroni mengabari Airyn jika saat ini Guntur sedang dilarikan ke rumah sakit. Pria itu batuk berdarah, kemudian tidak sadarkan diri setelah mengeluh pusing dan sesak napas. Guntur ditemukan di kamar mandi dalam keadaan sangat lemah dan wajahnya pucat pasi. Sepanjang perjalanan Airyn tidak berhenti menangis. Bagaimana pun sikap Guntur, Airyn sangat menyayangi pria itu, tidak siap kehilangannya. Hanya sang papa yang menyayangi Airyn, menjaga dan selalu berusaha melakukan yang terbaik. Airyn juga belum sukses dan membuat Guntur bangga dengan segala pencapaiannya hasil kerja keras pria itu.Air mata kian deras ketika Airyn mendengar penuturan dokter tentang keadaan Guntur. Gaya hidup yang tidak sehat membuat Guntur mengidap penyakit berbahaya yang hampir menyerang seluruh organ dalam tubuhnya. Penyakit itu menyebar dan menyebabkan komplikasi. Tak heran jika setiap hari Guntur merasakan sakit yang sangat menyiksa.Belum lagi biaya pengobatan yang sangat mahal, b
Airyn mondar-mandir di ruang tengah, sebab hingga jam delapan Arion belum juga pulang. Makan malam sudah siap, seketika rasanya tidak tenang, terlebih nomor pria itu tidak bisa dihubungi. Sebal, karena Arion tidak mengabari apa pun sebelumnya."Aneh. Kenapa rasanya nggak enak gini? Apa karena udah jadi suami istri?" Airyn menggigit kuku, memegangi dadanya yang berdebar lebih kencang. "Atau ini perasaan gugup karena kepikiran ancaman Mama tadi?""Aish! Sejak kapan khawatir banget gini sama Pak Arion? Padahal sebelumnya kamu sendiri yang nggak rela nikah sama dia, Ai."Airyn bermonolog sendiri. Tatapan dan gerak-geriknya memang menunjukkan kecemasan, tidak tenang sebelum memastikan Arion baik-baik saja. "Setidaknya kalau pulang telat, bilang!" gerutunya sebal. "Aku bisa makan dan tidur dengan tenang tanpa harus khawatir gini. Senang banget bikin merasa bersalah."Airyn mengambil ponselnya di meja, mencoba menghubungi Bagas sekali lagi. Nomor pria itu aktif, hanya saja tidak diangkat. K
Ketika jam makan siang, tiba-tiba Airyn kedatangan tamu. Sebelumnya dia tidak mengira jika yang datang adalah ibu mertua. Airyn baru saja bangun tidur, belum sempat menyiapkan apa pun karena Arion juga membebaskan Airyn untuk istirahat sepanjang hari ini. Airyn ingin menyapa sebagai basa-basi agar kelihatan tetap sopan, namun urung karena merasa sungkan. Terlebih Megan juga langsung masuk dan meninggalkannya. Wanita itu terlihat membawa sekotak kue."Kamu baru bangun jam segini?"Megan melihat sekitar ruangan tersebut. Kebetulan di wastafel masih ada piring kotor, bekas Airyn menyiapkan sandwich untuk bekal Arion tadi. Keranjang pakaian kotor mereka juga terlihat penuh karena belum dijemput jasa laundry. Niatnya memang setelah ini baru akan Airyn bereskan semuanya."M—maaf, Bun, tadi aku ketiduran. Setelah ini baru beres-beres. Bunda mau aku bikinkan minum apa?" Airyn memainkan ujung tali bathrobe-nya, gugup. Mimik Megan tidak seramah biasanya, Airyn tahu wanita itu sudah terlanjur t
Katanya Arion punya hadiah spesial untuk Airyn. Ternyata benar. Usai Airyn berendam dan menghabiskan banyak waktu untuk merawat diri, dia dikejutkan dengan sebuket mawar di kasur. Tidak lupa, ada kertas kecil yang terselip di sana juga membuat Airyn terkekeh kecil.—Untuk cintaku yang baik hati—Airyn suka aroma mawar segar, menciptakan senyum kecil yang mewakili isi hatinya. Masih menggunakan jubah mandi, Airyn turun ke bawah sambil memanggil Arion beberapa kali. Terdengar suara kecil dari ruang makan, lagi-lagi senyum Airyn merekah."Wow!" pujinya menutup mulut sambil menatap dengan binar takjub. Di meja makan tersedia menu makan malam mereka, Arion yang memasak. "Wangi, pasti enak. Aku laper banget, dari luluran tadi perut aku bunyi."Arion selesai memotong buah, kemudian menghampiri Airyn dan mencium pipinya. "Duduk, Sayang, waktunya isi tenaga."Dengan riang, Airyn duduk ketika Arion menarik kursi untuknya. Kenapa tiba-tiba Arion semanis ini? Airyn sampai keheranan."Kamu juga wa
"Pak Arion, ngapain?" Airyn terkesiap ketika melihat sang suami itu berdiri tak jauh dari posisinya dan Aldo. Bahkan mereka baru saja ingin memulai obrolan, seketika sungkan. "B—boleh tinggalin kami dulu, ada yang mau dibicara sebantar?""Bicara saja, anggap saya tidak ada." Arion memasukkan kedua tangannya ke saku celana, menatap dengan sorot setajam belati—seolah sedang memperingati Aldo agar tidak macam-macam pada miliknya. "Lima menit, setelah ini kamu harus mengantarkan surat ke atas. Pak Abimayu sudah menunggu."Airyn menganga, lantas terpaksa senyum karena tahu mimik Arion tengah kesal. Jangan sampai dia mendebat, nanti malah muncul masalah baru."Ada apa, Aldo? Kamu repot-repot ke sini. Lain kali bilang ya kalau mau ketemu, jangan di sini. Aku posisinya lagi magang, nggak boleh seenaknya terima tamu sembarangan di luar kepentingan dengan Pak Arion." Aldo menatap Arion sekali lagi, dia juga melempar tatap permusuhan. "Lo serius menikah dengan pria aneh ini, Ai?" tanyanya senga
Arion mengusap puncak kepala Airyn ketika wanita itu diam lagi saat dia meminta bantuan memasang dasi. Sejak mereka mandi bersama, Airyn tampak malu dan pendiam, Arion sangat memahami situasi ini untuk mereka yang baru saja menjalani kehangatan sebagai pengantin baru. Bagi Arion, Airyn justru semakin lucu dan menggemaskan.“Ini dasinya, Ai. Apa kamu masih merasa nggak nyaman? Kalau pegal, nanti aku panggil jasa pijat ke sini, kamu nggak usah ke kantor.”Airyn menggeleng cepat, menegak saliva cukup sulit. Dia juga kesusahan mengumpulkan kata yang tercekat di kerongkongan. Wajah Airyn tidak berhenti memanas, rasanya masih tidak sanggup memandangi pria di hadapannya ini.“E—enggak usah. Aku baik kok, aku nggak pa-pa. K—kamu agak nunduk dikit, badan aku nggak sampe.” Dengan pipi kemerahan paham, Airyn berusaha tetap waras. Dia tahu Arion terus saja memandanginya, sesekali berusaha memberi perhatian dengan kecupan hangat dan kalimat manis penuh kekhawatiran. Padahal Airyn baik, dia tidak k
"Ayah tidak percaya akhirnya kamu akan jatuh cinta." Abimayu tersenyum singkat. "Hanya saja, Ayah tidak bisa bohong, kami terkejut mengetahui siapa sebenarnya Airyn. Kamu dan Bagas sejak awal yang membuat kebohongan ini, Arion. Kamu kasih data diri Airyn yang berbeda ke Bunda, tidak salah jika Bunda juga kecewa dengan perbuatan kamu."Arion mengangguk, menyadari dosanya. Memang benar, selama-lamanya menyimpan dusta pasti akan ketahuan juga."Aku tahu aku salah, Yah. Aku juga awalnya terlalu takut memberi tahu siapa Airyn. Takut Ayah dan Bunda nggak setuju. Maaf kalau sikap aku masih kekanak-kanakan sekali.""Tunggu Bunda kamu lebih tenang dulu, lalu datanglah ke sini lagi untuk bicara padanya. Jangan sekarang, Ayah juga tidak bisa memaksakannya saat ini. Biarkan Bunda sendiri dulu, sambil belajar menerima.""Iya, Yah. Aku berharap Bunda bisa memahami pilihan aku. Percaya, aku tahu siapa yang terbaik untuk hidupku."Abimayu menghela panjang, memijat pangkal hidungnya. "Untuk saat ini,
Dengan segala ketidaksiapan, serba buru-buru, dan perasaan campur aduk—kini Airyn sudah resmi menikah dengan Arion. Mereka melakukan pemberkatan nikah tanpa gaun pengantin, tanpa tamu undangan, dan tanpa pesta. Bahkan Airyn hanya mengenakan dress yang Bagas belikan secara dadakan, untung Arion peka untuk memanggil penata rias, meski riasan wajah Airyn pun tetap natural.Orang tua Arion tahu, sebab sebelum mengucapkan janji suci, mereka sempat bicara dulu melalui telepon. Abimayu marah dan kecewa mengetahui pemberitaan yang beredar luas menjadi konsumsi massa, kemudian semakin dibuat jantungan dengan keputusan sepihak Arion untuk menikahi Airyn.Abimayu ingin bantu menyelesaikan masalah, mencari jalan keluar bersama tanpa pernikahan secara buru-buru ini, tetapi Arion tetap keras dengan pendiriannya. Megan menangis tersedu-sedu, tidak ingin bicara sepatah kata pun karena terlampau kecewa. Belum lagi ketika Megan mengetahui siapa sebenarnya Airyn. Tidak pernah terbayang olehnya akan memi
Arion melipat kedua tangannya di dada, menatap Airyn yang tampak ngos-ngosan. “Habis lari maraton kamu?” tanyanya setengah mencibir. Belum ada satu jam setelah Arion antarkan tadi, gadis itu kembali muncul di hadapannya. “Luka kamu sembuh?”“Bukan waktunya bertanya, Pak.” Arion menaikkan sebelah alis. Tidak sempat mencecar lebih lanjut, Airyn menerobos masuk. “Gawat, Pak Arion. Kita dapat masalah besar!” paniknya masih berusaha mengatur napas. Pusat kota sedang macet, dia rela lari-larian dari perempatan jalan menuju ke gedung apartemen ini. Kira-kira jaraknya sekitar lima ratus meter, dengan posisi matahari berada di atas kepala.“Minum dulu. Pelan-pelan saja, saya santai orangnya.” Arion mengambilkan air, membukakan tutupnya juga. Kurang perhatian apa lagi dia? Modelan begini saja masih ditolak puluhan kali oleh Airyn.“Pak, Mama laporin Bapak ke polisi.”Tidak kaget, Arion justru tertawa. “Bapak jangan ketawa, aku serius. Mama udah pergi dari tadi buat bikin laporan. Gimana ini?”
“Pak, udah!” Airyn berusaha menjauhkan wajah, tetapi Arion masih sibuk mengecupi pipinya sambil memeluk. Entah kenapa, setiap dipangku dengan posessif, jantung Airyn berdebar tidak keruan. Dia bahkan tidak bisa berpikir jernih, semacam hilang kendali diri.“Diam, saya lagi isi daya. Meski hari libur, kerjaan saya menumpuk. Saya perlu energi.”“Kayak hp aja perlu isi daya segala. Manusia cuman perlu istirahat, Pak.”“Saya bukan manusia, mungkin saya semacam malaikat.” Arion terkekeh, menaikkan bahu tak peduli jika Airyn mencibir kepercayaan dirinya setinggi langit. “Nyaman sekali pelukan sama kamu, saya jadi semangat. Pegal saya hilang, tanpa dipijat.”“Aku pengap, mulai sesak napas. Lama banget isi dayanya, udah terhitung setengah jam lebih. Aku belum beberes, belum siapin sarapan. Memangnya Pak Arion nggak laper?”“Kalau sama kamu, saya tidak kenal laper.”Airyn tertawa cemooh. “Udah, Pak, jangan kebanyakan bercanda dan ngegombal. Aku mau cepat pulang, Pak Arion suka ngulur waktu.”“