"Pa, kenapa malah mintain Pak Arion uang?" Airyn memejam jengah dengan sikap Guntur, tidak habis pikir jika berdebatan mereka malah berujung pemerasan.
Guntur berhasil memeras Arion sebesar dua juta akibat perlakuan tidak baik dan pukulan yang diterimanya. Jika tidak, Guntur mengancam akan membawa masalah ini ke pihak berwajib."Sudah sepantasnya dia ganti rugi. Kamu pikir hidung dan bibir Papa nggak berdarah akibat pukul satpamnya yang gendut itu?" Guntur balas mengomeli Airyn yang sejak tadi juga lumayan menyulut emosi di hadapan Arion. Anaknya itu terlalu lemah, padahal Guntur memang sengaja memanfaatkan keadaan.Kapan lagi memeras orang kaya secara cuma-cuma?Uangnya bisa Guntur pakai untuk membeli minuman dan modal berjudi nanti malam.Sementra Airyn, dia hanya tidak ingin papanya semakin dipandang sebelah mata oleh orang lain. Namun, sikap Guntur sendirilah yang membuat dirinya tercela."Apa kata Pak Arion nanti, Pa? Aku nggak enak." Terlebih dia akan bersama Arion selama dua bulan mendatang, selama periode magang yang Airyn ambil.Magang berlangsung awal bulan, setelah Airyn menyelesaikan ujian akhir semester."Ngapain dibuat ribet sih, Ai, mereka orang kaya. Dua juta bagi mereka nggak ada apa-apanya. Nggak usah dipikirin."Belum apa-apa, Airyn sudah membuat dua kali kesalahan. Dia kaget bukan main saat mengetahui Arion Harrison adalah orang yang sama dengan pria yang Airyn peluk sewaktu di kampus kemarin.Tanpa sepengetahuan Guntur, Airyn menyelipkan sepenggal kertas di tangan Arion sebelum pergi. Airyn janji akan menyicil uang yang dua juta tadi, anggap saja sebagai hutang. Entah bagaimana reaksi Arion setelah mereka pergi, bisa saja pria itu risih sekaligus murka pada dia dan papanya."Kamu mau beli makanan apa? Kita beli sekarang, mumpung masih di jalan.""Enggak usah, Pa, langsung pulang aja.""Nanti malam doakan Papa menang judi. Kamu jadi mau beli laptop, 'kan?""Iya, Pa.""Besok kita beli, tapi yang bekas saja. Uang Papa nggak cukup kalau beli baru, mending sisa uangnya buat beli printer.""Makasih, Pa." Dia menyandarkan kepala pada punggung Guntur, menangis dalam diam.Di saat yang sama, ternyata Guntur memiliki niat baik untuk memenuhi kebutuhan Airyn. Seperti yang pernah Guntur bilang dulu, "Apa pun akan papa usahakan buat Airyn."***Kertas dari Airyn tadi masih Arion simpan, dia tersenyum tipis membacanya untuk kesekian kali. Bisa-bisanya gadis itu kepikiran untuk menyicil, padahal Arion tidak mempermasalahkannya sama sekali.Lucu.Satu kata yang Arion sematkan untuk Airyn. Gadis itu benar-benar berbeda."Arion, kamu kenapa tiba-tiba pergi tinggalin Fevita? Kesian banget anak gadis orang, dia jadi pulang sendirian." Nyonya Harrison langsung mendatangi Arion ke kamar ketika mengetahui sang putra sudah kembali. "Apa yang terjadi di kantor? Kata Ayah ada keributan di lobi.""Satu-satu tanyanya, Bun. Tadi ada sedikit kesalahpahaman di lobi. Udah selesai kok, bukan masalah serius.""Fevita mungkin sedikit merajuk sama kamu. Anak itu baik banget, Arion, bahkan dia masih bisa bilang nggak pa-pa setelah kamu tinggalin. Bunda nggak enak sama orang tuanya.""Mendadak, Bun."Nyonya Harrison memicing. "Kertas apa itu? Kenapa disembunyikan?"Arion memasukkan dalam saku, menggeleng. "Cuman pesan singkat.""Dari siapa?""Seorang gadis.""A—apa? Kamu serius sudah punya kekasih?"Arion menghela, memijat pangkal hidungnya. "Bukan kekasih, Bun.""Lalu? Kamu suka dia?" Arion tidak menjawab, tapi Nyonya Harrison langsung memutuskan dugaannya sepihak. "Siapa perempuan itu? Kerja di mana dia, Arion? Bawa dia ke sini, kenalkan sama Bunda dan Ayah.""Belum bekerja.""Kok belum bekerja?""Masih muda, Bun.""Kamu penyuka anak kecil, Arion? Ingat umur, ngapain pacarin gadis belia. Cari yang seperti Fevita, umur kalian nggak beda jauh."Arion menatap bundanya, geleng-geleng. "Bun, cukup. Dia bukan kekasih aku, baru kenal." Melihat Nyonya Harrison memicing, Arion kembali meluruskan, "Sedikit lucu anaknya. Berbeda dari yang lain. Cukup, Bun?""Siapa gadis itu? Kok bisa bikin kamu jatuh hati padahal baru kenal?""Bun, aku ada kerjaan yang harus diurus. Bunda sebaiknya istirahat." Arion menarik bundanya menuju pintu, mengakhiri obrolan ini agar tidak semakin berkelanjutan. Nyonya Harrison akan terus mencecar sampai ke akar, Arion bingung menjawabnya. "Sampai ketemu makan malam nanti. Berhenti jodohin aku dengan perempuan di luar sana, aku bisa pilih sendiri." Mengulas senyum, lalu segera menutup pintu.Arion membawa segelas air dan ponsel ke balkon, menghubungi tangan kanan sekaligus sekretaris pribadi Arion."Sudah saya kirimkan profil singkat gadis itu melalui email pribadi. Kamu cari lebih lanjut tentang dia. Saya tunggu, secepatnya.""Kamu serius tertarik sama anak preman itu, Arion?" Bagas tidak habis pikir, apalagi melihat sikap Guntur yang tidak tahu sopan santun. Kalau Bagas jadi Arion, tidak ingin lagi berurusan dengan mereka. Orang seperti itu jika sekali diberi hati, ke depannya semakin melunjak."Dilarang bertanya urusan pribadi."Bagas tertawa mengejek. "Fevita jauh lebih unggul, Arion. Nurut sama kata Bu Megan saja, kalian setara dalam hal apa pun.""Kamu suka padanya? Ambil saja.""Kamu serius menolak Fevita? Sehat atau sedikit demam?""Sedang jatuh cinta."Mau tidak mau, Bagas tergelak. "Wow, seorang Arion Harrison jatuh cinta sama gadis kecil? Kalau media tahu, langsung viral ini.""Omong kosong. Saya tunggu kabar selanjutnya dari kamu, kalau bisa malam ini sudah rampung datanya. Satu lagi, tolong kirimkan beberapa dokumen yang harus saya selesaikan untuk rapat besok.""Baik. Saya juga akan mengirimkan jadwal Anda untuk besok dan lusa, Pak Arion. Ada beberapa meeting dan pertemuan dengan pihak agensi." Arion bergumam kecil mengiyakan. "Besok pagi perlu saya jemput ke kediaman orang tua Anda?"Jika pembicaraan mereka serius, Bagas menghindari candaan agar sekiranya tetap professional meski Arion adalah sahabatnya."Tidak usah. Saya mau ke Penthouse sebentar, ada yang mau saya ambil. Kamu bisa tunggu saya di lobi, kita berangkat bersama dari sana.""Baik, Pak Arion."***Sekitar jam sepuluh malam, Airyn bersiap tidur, tiba-tiba Sera datang. "Ai, ayo ikut Mama.""Ke mana, Ma? Aku mau tidur, nanti dimarahin papa keluyuran malam-malam. Besok ada kelas pagi juga."Sera buru-buru mencarikan pakaian yang pantas untuk Airyn. "Mama punya mangsa baru, kayaknya anak orang kaya. Dia ajak kamu kenalan.""Ma, aku nggak mau jadi pelacur.""Mama pukul juga kamu ya lama-lama. Bebal banget dibilangin orang tua. Ini buat kebaikan kamu, Ai, demi uang." Sera menarik Airyn agar bangkit dari kasur, dipaksa mengenakan dress yang pernah Sera belikan saat Airyn ulang tahun. "Pakai, sebelum Mama yang kasarin kamu."Airyn terisak pelan sambil mengenakan dress. Dia tidak punya pilihan, karena Sera mengambil hanger untuk memukulnya jika tidak menurut."Ayo, pakai sepatu kamu yang agak bagusan."Keluar dari rumah, Airyn langsung melihat seseorang yang dia kenali sedang menunggunya."Hai, Airyn!”Airyn menganga, melihat sekitar mereka untuk mencari keberadaan seseorang yang lain. “Bapak ngapain ke sini?”“Ma, aku mau bicara sebentar. Tunggu dulu.” Dia cepat-cepat menarik tangan pria itu, membawanya agak menjauh dari Sera.“Bapak, jangan bilang aku orang sini sama siapa-siapa, ya?” Airyn berbisik cemas. “Aku juga nggak bakal bilang kok kalau Bapak main-main sama pelacur di sini. Aku janji.”“Kamu menuduh saya yang tidak-tidak,” balas Bagas tidak terima. “Saya hanya tidak sengaja lewat sini, lalu nyasar.” Jika kalian tanya siapa yang pintar membuat alibi, maka Bagas jagonya. Sekarang dia tiba-tiba menjadi detektif handal yang diutus Arion. Bagas mengakui dirinya serba bisa, asal jangan mencari berlian di lubang semut saja.Airyn menatap Bagas tidak percaya. “Ah, gitu, ya? Ya sudah, Bapak aja yang jaga rahasia aku.” Menangkup kedua tangan, meminta sangat serius.“Ai, ayo! Jangan bikin Mama makin murka.” Sera bersungut jengah menunggu Airyn.“Pak, aku harus pergi. Bapak sebaikny
Sekitar jam tujuh, Airyn terbangun dari tidurnya. Dia terlonjak ketika menyadari ruangan yang begitu asing. Buru-buru Airyn mengecek keadaannya, untunglah masih aman seperti semalam. Sementara itu, di nakas tersedia sepotong roti bakar cokelat, obat, air, dan kertas kecil yang menempel pada gelas. "Makan dan minum. Habiskan!”Airyn meminum obatnya untuk meredakan pusing, lalu memakan roti sambil berusaha mengingat kembali kejadian semalam. Dia ingat jika Arion datang mencoba menghentikan, namun bukannya melepaskan, pria tua itu justru semakin kasar mendorong Airyn ke kamar hingga harus bertengkar dulu dengan Arion yang tampak tak terima melihat perlakuannya.Tanpa sengaja di tengah keributan, Pak Sagara mendorong Airyn sampai terbentur pintu. Setelah itu semua gelap, Airyn pingsan.“Dasar om-om tua itu. Untung kepalaku nggak bocor.” Airyn bersungut sebal, lalu salah fokus pada jam kecil yang ada di nakas “Ya Tuhan, telat!” Dia melompat dari kasur, tetapi malah terjungkal karena terl
“Tolong, putus semua kerja sama kita bersama Pak Sagara dan istrinya. Saya tidak ingin mendengar nama maupun melihat wajahnya lagi. Pria itu di depan istrinya saja seperti kambing congek, di belakang berbisa daripada ular.” Arion memutuskan dengan tegas, tanpa pandang bulu. Pak Sagara hanya debu kecil yang sangat mudah Arion singkirkan. Bahkan jika masih saja mengganggu Airyn, Arion tak segan membuatnya gulung tikar.“Anda serius, Pak? Padahal lusa Anda ada pertemuan dengan mereka di hotel Dexonc untuk membahas lebih lanjut mengenai logo kopi dalam kemasan terbaru, bukan?”“Saya tidak peduli. Pria itu mengacaukan gadis saya.” Arion menaikkan bahu, menyeruput kopinya sambil membubuhkan tanda tangan pada beberapa dokumen penting.Bagas memutar bola mata malas. “Arion, dengarkan saya. Airyn juga pelacur kecil, sebenarnya mereka sama-sama cari untung. Mungkin ada beberapa faktor yang bikin Airyn takut, akhirnya semalam dia merasa terancam. Ayolah, jangan bodoh karena baru mengenal cinta.
Arion melangkah lebar meninggalkan lobi, menuju ruangannya untuk menetralkan amarah yang memuncak. Tidak disangka pada hari yang cerah siang ini, istrinya Pak Sagara mendatangi Arion dan berakhir membuat keributan. Wanita itu tidak terima karena Arion memutus kerja sama mereka sepihak tanpa ada konfirmasi apa pun. Dia merasa dirugikan dan meminta tanggung jawab.Arion awalnya tidak terlalu menanggapi serius, hanya saja ketika Pak Sagara muncul dan mulai menyulut, barulah Arion turun tangan untuk menghajarnya. Sudah sejak malam itu dia tahan, baru sekarang terlaksana. Rasanya benar-benar puas.Pak Sagara tidak terima kena pukul, ingin membalas, hanya saja Bagas dan satpam berhasil memisahkan mereka.Dengan perasaan kelewat murka, Arion memperingati istri Pak Sagara agar berhati-hati terhadap suaminya. Pria itu tidak bisa dipercaya dan sangat berbahaya.Arion juga menyuruh Bagas memperingati Pak Sagara. Jika pria itu masih ingin berurusan dengannya, Arion tak segan mempermalukan sekal
Sekitar jam sebelas malam, Veroni mengabari Airyn jika saat ini Guntur sedang dilarikan ke rumah sakit. Pria itu batuk berdarah, kemudian tidak sadarkan diri setelah mengeluh pusing dan sesak napas. Guntur ditemukan di kamar mandi dalam keadaan sangat lemah dan wajahnya pucat pasi. Sepanjang perjalanan Airyn tidak berhenti menangis. Bagaimana pun sikap Guntur, Airyn sangat menyayangi pria itu, tidak siap kehilangannya. Hanya sang papa yang menyayangi Airyn, menjaga dan selalu berusaha melakukan yang terbaik. Airyn juga belum sukses dan membuat Guntur bangga dengan segala pencapaiannya hasil kerja keras pria itu.Air mata kian deras ketika Airyn mendengar penuturan dokter tentang keadaan Guntur. Gaya hidup yang tidak sehat membuat Guntur mengidap penyakit berbahaya yang hampir menyerang seluruh organ dalam tubuhnya. Penyakit itu menyebar dan menyebabkan komplikasi. Tak heran jika setiap hari Guntur merasakan sakit yang sangat menyiksa.Belum lagi biaya pengobatan yang sangat mahal, b
Airyn diantarkan oleh Bagas menuju Penthouse Arion, dia dijemput pagi-pagi buta entah untuk melakukan apa. Sebenarnya Guntur akan marah jika tahu Airyn ikut dengan pria sembarangan, tapi karena Airyn punya hutang nyawa dan uang dengan Arion, alhasil tidak bisa menolak. Nanti jika keadaan Guntur sudah membaik, Airyn akan menceritakan semuanya.Tidak peduli Airyn akan menjadi pesuruh orang, dia melakukannya demi keselamatan Guntur. Airyn takut hidup sendirian.Kesepian dan kesedihan adalah musuh Airyn."Bagaimana keadaan papa kamu?" Arion melangkah dari dapur, membawa secangkir kopi. Dia duduk di salah satu sofa. "Duduk, lelah berdiri di sana."Airyn mengangguk, mengambil posisi berhadapan dengan Arion. "Operasinya lancar, tapi papa belum siuman. Kata dokter perlu beberapa waktu. Terima kasih, Pak, udah selamatin papa.""Bisa masak, 'kan?"Airyn mengangkat wajah, menatap Arion sedikit kaget. "B—bisa, Pak, tapi menu yang sederhana aja, mungkin beberapa menu yang sering aku makan di ruma
Megan Harrison mendatangi Arion, menjewer putranya itu kesal. "Kenapa menghindari Bunda?" decaknya tak terima. "Dari mana aja kamu? Bunda telepon nggak diangkat, Bunda tungguin selesai rapat kamu menghilang." "Bunda, aku sibuk. Ada banyak kerjaan yang harus aku urus. Habis ini juga terjun lapangan buat ngecek proyek. Kata siapa sih aku hindarin Bunda, ada-ada aja." Megan mendengkus, melipat kedua tangan di dada. Pembahasan mereka soal jodoh belum selesai, tapi Arion selalu menghindar jika diajak bertemu, bahkan jarang pulang ke rumah. Sampai saat ini, Arion tak kunjung membawa wanita mana pun padanya untuk dikenalkan—padahal Arion janji. "Bunda tahu kamu nggak punya pacar, kenapa selalu nolak kebaikan Fevita? Kesian anak orang, Arion, jangan tega gitu. Nanti kamu disumpahin nggak laku sampai tua gimana?" cerocosnya tanpa jeda. Megan dapat laporan dari Bagas jika setiap makan siang yang Fevita kirim, selalu Bagas yang makan. Sebenarnya Bagas tidak bermaksud membocorkan rahasia itu d
Arion menatap Airyn yang baru saja tiba tanpa sepatah kata pun dengan tangan terlipat di dada. Kata Bagas, perempuan itu menolak habis-habisan saat dijemput. Banyak sekali alasannya termasuk kebelet buang air dan berdiam diri di kamar mandi dalam waktu yang lama agar Bagas bosan menunggunya. Sayang, Arion menugaskan Bagas menunggu sampai Airyn yang menyerah. Jika Airyn sampai subuh menghindar, maka Bagas tidak boleh beranjak dari sana sampai subuh tiba. Kalau kata Bagas, “Gadis gila ini banyak gaya sekali.”“Siapa yang mengajari kamu bermain-main dengan saya?”Airyn memejam, menunduk dalam merasa bersalah. Dia tidak menyangka Bagas akan menunggunya selama ini. “Biasanya makan malam jam berapa, Airyn?” Karena sama sekali tidak mendapat sahutan, Arion terpaksa menggertak Airyn. “Saya bicara sama patung atau bagaimana ini? Mulut kamu ketinggalan di toilet rumah sakit?”“Maaf, aku telat.”“Kenapa tidak sampai subuh saja?”Airyn menatap Arion takut. “A—aku bakal masak sekarang.” Lantas b
Airyn mondar-mandir di ruang tengah, sebab hingga jam delapan Arion belum juga pulang. Makan malam sudah siap, seketika rasanya tidak tenang, terlebih nomor pria itu tidak bisa dihubungi. Sebal, karena Arion tidak mengabari apa pun sebelumnya."Aneh. Kenapa rasanya nggak enak gini? Apa karena udah jadi suami istri?" Airyn menggigit kuku, memegangi dadanya yang berdebar lebih kencang. "Atau ini perasaan gugup karena kepikiran ancaman Mama tadi?""Aish! Sejak kapan khawatir banget gini sama Pak Arion? Padahal sebelumnya kamu sendiri yang nggak rela nikah sama dia, Ai."Airyn bermonolog sendiri. Tatapan dan gerak-geriknya memang menunjukkan kecemasan, tidak tenang sebelum memastikan Arion baik-baik saja. "Setidaknya kalau pulang telat, bilang!" gerutunya sebal. "Aku bisa makan dan tidur dengan tenang tanpa harus khawatir gini. Senang banget bikin merasa bersalah."Airyn mengambil ponselnya di meja, mencoba menghubungi Bagas sekali lagi. Nomor pria itu aktif, hanya saja tidak diangkat. K
Ketika jam makan siang, tiba-tiba Airyn kedatangan tamu. Sebelumnya dia tidak mengira jika yang datang adalah ibu mertua. Airyn baru saja bangun tidur, belum sempat menyiapkan apa pun karena Arion juga membebaskan Airyn untuk istirahat sepanjang hari ini. Airyn ingin menyapa sebagai basa-basi agar kelihatan tetap sopan, namun urung karena merasa sungkan. Terlebih Megan juga langsung masuk dan meninggalkannya. Wanita itu terlihat membawa sekotak kue."Kamu baru bangun jam segini?"Megan melihat sekitar ruangan tersebut. Kebetulan di wastafel masih ada piring kotor, bekas Airyn menyiapkan sandwich untuk bekal Arion tadi. Keranjang pakaian kotor mereka juga terlihat penuh karena belum dijemput jasa laundry. Niatnya memang setelah ini baru akan Airyn bereskan semuanya."M—maaf, Bun, tadi aku ketiduran. Setelah ini baru beres-beres. Bunda mau aku bikinkan minum apa?" Airyn memainkan ujung tali bathrobe-nya, gugup. Mimik Megan tidak seramah biasanya, Airyn tahu wanita itu sudah terlanjur t
Katanya Arion punya hadiah spesial untuk Airyn. Ternyata benar. Usai Airyn berendam dan menghabiskan banyak waktu untuk merawat diri, dia dikejutkan dengan sebuket mawar di kasur. Tidak lupa, ada kertas kecil yang terselip di sana juga membuat Airyn terkekeh kecil.—Untuk cintaku yang baik hati—Airyn suka aroma mawar segar, menciptakan senyum kecil yang mewakili isi hatinya. Masih menggunakan jubah mandi, Airyn turun ke bawah sambil memanggil Arion beberapa kali. Terdengar suara kecil dari ruang makan, lagi-lagi senyum Airyn merekah."Wow!" pujinya menutup mulut sambil menatap dengan binar takjub. Di meja makan tersedia menu makan malam mereka, Arion yang memasak. "Wangi, pasti enak. Aku laper banget, dari luluran tadi perut aku bunyi."Arion selesai memotong buah, kemudian menghampiri Airyn dan mencium pipinya. "Duduk, Sayang, waktunya isi tenaga."Dengan riang, Airyn duduk ketika Arion menarik kursi untuknya. Kenapa tiba-tiba Arion semanis ini? Airyn sampai keheranan."Kamu juga wa
"Pak Arion, ngapain?" Airyn terkesiap ketika melihat sang suami itu berdiri tak jauh dari posisinya dan Aldo. Bahkan mereka baru saja ingin memulai obrolan, seketika sungkan. "B—boleh tinggalin kami dulu, ada yang mau dibicara sebantar?""Bicara saja, anggap saya tidak ada." Arion memasukkan kedua tangannya ke saku celana, menatap dengan sorot setajam belati—seolah sedang memperingati Aldo agar tidak macam-macam pada miliknya. "Lima menit, setelah ini kamu harus mengantarkan surat ke atas. Pak Abimayu sudah menunggu."Airyn menganga, lantas terpaksa senyum karena tahu mimik Arion tengah kesal. Jangan sampai dia mendebat, nanti malah muncul masalah baru."Ada apa, Aldo? Kamu repot-repot ke sini. Lain kali bilang ya kalau mau ketemu, jangan di sini. Aku posisinya lagi magang, nggak boleh seenaknya terima tamu sembarangan di luar kepentingan dengan Pak Arion." Aldo menatap Arion sekali lagi, dia juga melempar tatap permusuhan. "Lo serius menikah dengan pria aneh ini, Ai?" tanyanya senga
Arion mengusap puncak kepala Airyn ketika wanita itu diam lagi saat dia meminta bantuan memasang dasi. Sejak mereka mandi bersama, Airyn tampak malu dan pendiam, Arion sangat memahami situasi ini untuk mereka yang baru saja menjalani kehangatan sebagai pengantin baru. Bagi Arion, Airyn justru semakin lucu dan menggemaskan.“Ini dasinya, Ai. Apa kamu masih merasa nggak nyaman? Kalau pegal, nanti aku panggil jasa pijat ke sini, kamu nggak usah ke kantor.”Airyn menggeleng cepat, menegak saliva cukup sulit. Dia juga kesusahan mengumpulkan kata yang tercekat di kerongkongan. Wajah Airyn tidak berhenti memanas, rasanya masih tidak sanggup memandangi pria di hadapannya ini.“E—enggak usah. Aku baik kok, aku nggak pa-pa. K—kamu agak nunduk dikit, badan aku nggak sampe.” Dengan pipi kemerahan paham, Airyn berusaha tetap waras. Dia tahu Arion terus saja memandanginya, sesekali berusaha memberi perhatian dengan kecupan hangat dan kalimat manis penuh kekhawatiran. Padahal Airyn baik, dia tidak k
"Ayah tidak percaya akhirnya kamu akan jatuh cinta." Abimayu tersenyum singkat. "Hanya saja, Ayah tidak bisa bohong, kami terkejut mengetahui siapa sebenarnya Airyn. Kamu dan Bagas sejak awal yang membuat kebohongan ini, Arion. Kamu kasih data diri Airyn yang berbeda ke Bunda, tidak salah jika Bunda juga kecewa dengan perbuatan kamu."Arion mengangguk, menyadari dosanya. Memang benar, selama-lamanya menyimpan dusta pasti akan ketahuan juga."Aku tahu aku salah, Yah. Aku juga awalnya terlalu takut memberi tahu siapa Airyn. Takut Ayah dan Bunda nggak setuju. Maaf kalau sikap aku masih kekanak-kanakan sekali.""Tunggu Bunda kamu lebih tenang dulu, lalu datanglah ke sini lagi untuk bicara padanya. Jangan sekarang, Ayah juga tidak bisa memaksakannya saat ini. Biarkan Bunda sendiri dulu, sambil belajar menerima.""Iya, Yah. Aku berharap Bunda bisa memahami pilihan aku. Percaya, aku tahu siapa yang terbaik untuk hidupku."Abimayu menghela panjang, memijat pangkal hidungnya. "Untuk saat ini,
Dengan segala ketidaksiapan, serba buru-buru, dan perasaan campur aduk—kini Airyn sudah resmi menikah dengan Arion. Mereka melakukan pemberkatan nikah tanpa gaun pengantin, tanpa tamu undangan, dan tanpa pesta. Bahkan Airyn hanya mengenakan dress yang Bagas belikan secara dadakan, untung Arion peka untuk memanggil penata rias, meski riasan wajah Airyn pun tetap natural.Orang tua Arion tahu, sebab sebelum mengucapkan janji suci, mereka sempat bicara dulu melalui telepon. Abimayu marah dan kecewa mengetahui pemberitaan yang beredar luas menjadi konsumsi massa, kemudian semakin dibuat jantungan dengan keputusan sepihak Arion untuk menikahi Airyn.Abimayu ingin bantu menyelesaikan masalah, mencari jalan keluar bersama tanpa pernikahan secara buru-buru ini, tetapi Arion tetap keras dengan pendiriannya. Megan menangis tersedu-sedu, tidak ingin bicara sepatah kata pun karena terlampau kecewa. Belum lagi ketika Megan mengetahui siapa sebenarnya Airyn. Tidak pernah terbayang olehnya akan memi
Arion melipat kedua tangannya di dada, menatap Airyn yang tampak ngos-ngosan. “Habis lari maraton kamu?” tanyanya setengah mencibir. Belum ada satu jam setelah Arion antarkan tadi, gadis itu kembali muncul di hadapannya. “Luka kamu sembuh?”“Bukan waktunya bertanya, Pak.” Arion menaikkan sebelah alis. Tidak sempat mencecar lebih lanjut, Airyn menerobos masuk. “Gawat, Pak Arion. Kita dapat masalah besar!” paniknya masih berusaha mengatur napas. Pusat kota sedang macet, dia rela lari-larian dari perempatan jalan menuju ke gedung apartemen ini. Kira-kira jaraknya sekitar lima ratus meter, dengan posisi matahari berada di atas kepala.“Minum dulu. Pelan-pelan saja, saya santai orangnya.” Arion mengambilkan air, membukakan tutupnya juga. Kurang perhatian apa lagi dia? Modelan begini saja masih ditolak puluhan kali oleh Airyn.“Pak, Mama laporin Bapak ke polisi.”Tidak kaget, Arion justru tertawa. “Bapak jangan ketawa, aku serius. Mama udah pergi dari tadi buat bikin laporan. Gimana ini?”
“Pak, udah!” Airyn berusaha menjauhkan wajah, tetapi Arion masih sibuk mengecupi pipinya sambil memeluk. Entah kenapa, setiap dipangku dengan posessif, jantung Airyn berdebar tidak keruan. Dia bahkan tidak bisa berpikir jernih, semacam hilang kendali diri.“Diam, saya lagi isi daya. Meski hari libur, kerjaan saya menumpuk. Saya perlu energi.”“Kayak hp aja perlu isi daya segala. Manusia cuman perlu istirahat, Pak.”“Saya bukan manusia, mungkin saya semacam malaikat.” Arion terkekeh, menaikkan bahu tak peduli jika Airyn mencibir kepercayaan dirinya setinggi langit. “Nyaman sekali pelukan sama kamu, saya jadi semangat. Pegal saya hilang, tanpa dipijat.”“Aku pengap, mulai sesak napas. Lama banget isi dayanya, udah terhitung setengah jam lebih. Aku belum beberes, belum siapin sarapan. Memangnya Pak Arion nggak laper?”“Kalau sama kamu, saya tidak kenal laper.”Airyn tertawa cemooh. “Udah, Pak, jangan kebanyakan bercanda dan ngegombal. Aku mau cepat pulang, Pak Arion suka ngulur waktu.”“