Devin keluar dari dapur rumah Lusie Harper, menutup kembali pintu dengan gerakan tak bersuara, lalu sejurus kemudian dia sudah bergabung dengan penduduk yang berlarian dari rumah mereka ke jalan.
Para tetangga yang akan merubungi tempat kejadian perkara dan membuat polisi kerepotan. Devin mengikuti arus beberapa orang dan matanya menangkap gestur gadis belia yang berkali-kali dipanggil Amanda oleh beberapa tetangga.
Saat Devin sampai di ujung gang, dia melihat ada seorang berjacket hitam dan bertudung, keluar dari salah satu rumah. Tepatnya dari arah belakang rumah, seperti dirinya ketika keluar dari rumah Lusie Harper. Di tangan lelaki itu ada tas panjang dan Devin langsung mengenalinya.
Dia pasti sniper-nya.
Devin keluar dari rombongan penduduk yang
Devin terbangun saat mendengar suara pintu depan dibuka. Dia yang tidur di atas kotak perkakas di garasi terpaksa membuka mata. Langit sudah mulai terang, dan sinar matahari menerobos melalui sela-sela jendela garasi yang masih tertutup.Sejurus kemudian terdengar langkah mendekat. Langkah Liliana yang tergesa sangat dihapalnya. Dan benar saja, raut wajahnya muncul di pintu garasi.“Tuan Devin baru bangun?” tanyanya hati-hati.Devin mengangguk, lalu mengeliat sebentar. Mengusap muka dengan kedua telapak tangannya, lalu turun dari kotak perkakas. Berjalan menuju jendela garasi, berniat membukanya.“Hm, jadi kapan nona Harper pulang? Kenapa anda tidak memberitahu saya? Saya menyiapkan banyak makanan dari rumah.”
Setelah kejadian tadi pagi, tidak mudah bagi keduanya untuk berkomunikasi. Devin memasuki rumah dalam diam, sementara Liliana segera menuju dapur untuk membuat sarapan. Devin melirik ke dalam kamar dan melihat Amanda membenamkan wajah ke bantal, dan menarik rapat selimutnya. Devin menyusul Liliana ke dapur. “Kau tidak usah menyiapkan makanan sampai malam. Aku harus kembali ke Batista. Aku akan membawa Amanda ke sana.” Liliana yang memunggungi Devin tersenyum-senyum. “Baik, Tuan. Oh iya, Amanda akan dibawa ke Batista. Apakah dia …” “Tidak usah berpikiran macam-macam. Dia akan menjadi pelayanku, pengganti kamu.” Liliana mendelik dan tiba-tiba tersedak air liurnya sendiri. Dia terbatuk-batuk, dan bergegas meraih gelas dan menuang air minum dari teko.
Kondisi dokter Cleve mulai menurun, meski lelaki itu berusaha untuk nampak bugar di hadapan putri semata wayangnya. Dia tidak ingin anak gadisnya itu menjadi lemah dan mempengaruhi pekerjaannya. Siang itu, Bella mengantar ayahnya ke rumah sakit untuk persiapan menjelang kemoterapi. Ada beberapa tes yang harus dilalui dan Bella tidak ingin ayahnya melalui semuanya sendirian. Dia ingin selalu berada di sebelahnya. “Kau bisa meninggalkanku, sayang,” ucap Cleve saat mobil yang dikendarai Bella memasuki pelataran parkir. “Rumah Sakit itu rumah keduaku. Aku tidak akan takut seperti para pasienku.” Bella mengembang senyum meski dadanya perih. Setelah mematikan mesin, dia memutar badan dan menatap ayahnya. “Siapa bilang aku mengantar ayahku karena dia penakut. Aku mengantarnya karena aku yakin dia akan kabur. Jadi aku ak
"Apa yang kaulihat bukan sebenarnya, Devin. Aku bisa menjelaskannya." Bella meraih tangan Devin dan menggenggamnya. Menatap lelaki itu penuh harap agar mau melihat ke dalam relung jiwanya. Dia benar-benar panik, khawatir Devin akan menutup telinga terhadap apa yang akan dijelaskannyaNamun lelaki itu justru tersenyum lebar, seolah tidak pernah ada kejadian penting beberapa hari ini. "Bella, jangan khawatir. Aku justru senang akhirnya kamu menerima Levin setelah sekian lama dia mengejar-ngejarmu."Bella membeliak lalu menghempas tangan Devin. Devin sedikit terkejut melihat reaksi spontan Bella, namun dia tetap mengembang senyum. "Aku sama sekali tidak menerima dia, Devin. Dia menjebakku. Dia membuat aku mengira kalau dia …""Bella, it's oke. Tenang saja," ucap Devin sembari menepuk-nepuk pu
“Kau yakin?” tanya Andrew sembari mengerut kening, membuat dia kelihatan jauh lebih tua dari usia sebenarnya. Devin sedikit menyesal kenapa harus memberitahu kabar dari Salina sepagi ini. Kalau bukan karena Andrew mengetuk pintu kamarnya dan menanyakan hasil dari penyidikan polisi semalam.“Anak buah Komisaris Hoggart semalam ada di lokasi, setelah api berhasil dipadamkan,” ucap Devin berusaha meyakinkan ayahnya. “Penyebabnya konsleting listrik. Padahal kata security, area gudang sana dipadamkan sejak sore hari karena ada perbaikan instalasi listrik di pintu masuk dan ruang kendali. Aku tidak mengira bila polisi bisa secepat itu menemukan penyebab kebakaran. Kupikir mereka akan mendatangkan beberapa ahli, karena kita pasti akan membayar mereka, agar anggaran belanja kepolisian tidak membengkak. Bukankah Chayton selalu seperti itu?”
“Gudang di pabrik Devin kebakaran.”Bella menaikkan alis mendengar kalimat ayahnya. Dia sedang membuat sarapan dan Cleve menunggu di meja makan sembari membentang koran lokal. Berita dari teman dekat justru mereka baca dari koran.“Aku akan menelpon Devin, setelah sarapan.” Bella menghidangkan sarapan di meja makan, untuknya dan untuk ayahnya. Mulai hari ini, dia mulai mengatur menu makanan mereka berdua, dan Bella memilih untuk mengikuti menu makan ayahnya.Cleve menutup koran dan meletakkannya di kursi sebelahnya. Menatap Bella sejenak sebelum mulai sarapan. “Sebaiknya kau temui saja dia di rumahnya. Aku yakin, semua Chayton sedang sibuk di jam kerja. Urusan dengan polisi pasti tidak sebentar.”Bella terdiam. Dia sudah
Baru pertama kali dalam hidupnya, Devin mendapat ancaman dengan surat kaleng seperti ini. Dan hal itu memunculkan dugaan bahwa ada yang mengintainya malam itu selain The Vow. Atau bisa jadi, The Vow yang telah mengancamnya untuk menjauhi Lusie Harper. Bukankah The Vow menelponnya untuk menghentikan pengejarannya pada seorang sniper yang telah melumpuhkan Lusie Harper.Dan sniper itu bekerja pada The Vow. Tugasnya bukan tidak selesai karena Lusie Harper tidak mati. Sepertinya, baik Komisaris Hoggart ataupun Lusie Harper adalah target The Vow yang punya benang merah, saling terkait.Dan Devin harus menemukan benang merah itu, karena sepertinya semua kejadian saat ini diawali dari pembunuhan keluarga Mansion Garcia. Lalu merembet pada Amanda Harper, Komisaris Hoggart dan Lusie Harper. Maka bukan tidak mungkin akan merembet pada orang-orang di Mansion Batista.
Ini baru sesuatu yang menarik, sekaligus mengejutkan. Amanda mengakui dirinya sebagai Beverly Brenon. Itu sebuah nama yang asing di telinga Devin, dan kesempatan ini harus digunakannya untuk membuka mulut Amanda lebih lebar. Gadis itu, mau tak mau akhirnya mengakui siapa dirinya. Dia sudah mulai merasa nyaman dan aman dalam perlindungan Devin. Devin menarik Amanda untuk duduk di ranjang dan dia duduk di kursi berjarak dua meter dari wanita itu. Situasinya menjadi seperti kamar di rumah persembunyian, bedanya semua perabot di sini adalah perabot mewah. Sedangkan di rumah persembunyian itu, semuanya dari kayu, laiknya rumah orang miskin. Beverly tidak bisa memahami jalan pikiran Devin. Kekayaan dan hidup mewah sepertinya tidak membuatnya bisa terlelap. Saat di rumah persembunyian, dia kerap mendapati Devin pulas tertidur di kotak perkakas, dalam