Share

Sudut Pandang

Author: reystoria
last update Last Updated: 2021-06-04 19:07:41

Pulang sekolah, selesai makan Nara membantu Papanya membersihkan ubi ungu dari tanah yang menempel. Di belakang rumah Nara, ada gubuk khusus yang dibuat Firdaus. Biasanya tempat itu digunakan untuk keperluan hasil kebun. 

Nara memakai kaos oblong warna biru dan celana panjang hitam. Keringat membasahi baju. Tangannya dengan sigap merontokkan tanah di ubi dengan sikat. 

Firdaus juga di sana. Dia sedang memisahkan wortel, ubi ungu, tomat, dan timun ke keranjang masing-masing. 

"Nih, minuman sama rotinya ya." Kiki datang membawa nampan berisi makanan. Lalu ikut duduk di sana. 

"Makasih, Ma." Ucap Nara. 

"Nara, yang kemarin itu beneran temen kamu?" Tanyanya kepo. Nara merasakan ada maksud lain.

"Iya, temen, Ma. Kenapa?"

Kiki menggeser duduknya menjadi lebih dekat ke Nara. 

"Ganteng tau. Kamu gak mau sama dia?"

Nara mengangguk semangat. "Maulah. Aku kan emang suka sama dia, Ma. Tapi dia udah punya pacar." Jujur Nara. Ia selalu berterus terang pada orang tuanya.

"Ya udah tungguin aja sampe Nak Raffa putus," usul Kiki. 

"Rencananya gitu, Ma. Bukan-"

"Heh bicarain apa. Gak ada pacar-pacaran ya, Ra." Firdaus yang sejak tadi menguping pun menyahut. 

Kiki cemberut. "Ih papa. Emang papa gak mau punya menantu seganteng Raffa?" 

Firdaus menyentil dahi istrinya. "Ya nggak sekarang juga. Jangan pacaran ya, Ra. Kamu harus fokus belajar dulu. Lulus kuliah baru boleh." 

Nara hanya terkekeh saja melihat itu semua. 

"Iya, Pa. Iya."

#

Turun dari angkot, Geovan jalan sebentar untuk sampai ke rumahnya. 

Tiin tinn! 

Dua motor berhenti di dekat Geo. Lantas memberi Geo kunci motor miliknya yang dipinjam tadi. 

"Noh, Ge. Thanks ya. Gue balik dulu, babay!" Ujar Aji sembari naik di motor temannya satu lagi. 

"Oy, setan. Bensinnya abis woy!" Teriakan Geo percuma saja, Aji sudah ngebut terlalu jauh. 

"Definisi temen laknat." Umpatnya. 

Kemudian, Geovan pulang ke rumahnya naik motor. 

Sampai di pekarangan rumah, Geo melihat tiga motor dan satu mobil terparkir di sana. Ia bisa menebak apa yang sedang terjadi di dalam rumahnya. 

Geo memasuki rumah. 

Benar saja dugaan Geo. Vano, abangnya sedang berpesta alkohol bersama empat orang temannya. Mereka semua sedang kumpul di ruang tamu. Rumahnya sekarang sudah seperti kapal pecah. Botol alkohol bertumpuk di meja, kulit kacang berserakan, beberapa bungkus jajanan ringan juga ada. Lengkap. 

Manusia-manusia yang ada di sana tertawa bersama, ada juga yang teler, tertidur di sofa. 

Hanya helaan napas yang keluar dari bibir Geo. Ia sudah lelah dengan kelakuan abangnya yang semena-mena. Berulang kali Geo memperingatkan jangan mabuk di rumah, namun cowok dua puluh empat tahun itu mengabaikan. Perkataan Geo hanya dianggap angin lalu saja. 

Di rumah seluas ini mereka hanya tinggal berdua. Mama Geovan sudah tiada, sementara papa Geovan tinggal bersama istri barunya yang ia nikahi dua tahun lalu. Meskipun begitu, dia masih mengirim uang jajan tiap bulan. Tinggal bersama Vano membuat Geovan sering sakit kepala. Terkadang Vano membawa cewek-cewek ke rumah. Entah apa saja yang mereka lakukan. Ia tidak habis pikir. Vano kadang memasang lampu disko ala-ala. 

Geovan masuk ke kamarp mandi dan berganti baju. Setelah ini, ia akan pergi keluar, tidak betah di rumah. 

"Rame gak, bang?" Geovan menelpon teman setongkrongannya.

"Belum rame. Dateng aja."

"Otw."

Cowok itu memakai jaket kulit warna hitam, lalu menyambar kunci motor. Dia melajukan motornya menuju base camp. 

Setiap hari Geo seperti ini. Terlalu malas berada di rumah. 

Sampai di sana, Geo bergabung bersama yang lain. Mereka adalah sekelompok geng motor, Black Bird namanya. Basecamp ini sengaja dibuat oleh ketuanya. Tempat ini bisa dibilang seperti rumah. Ada sofa, kulkas, tempat tidur, tivi, dan fasilitas lainnya. Geovan masuk ke geng ini sejak kelas tiga SMP. Anggota Black Bird rata-rata berusia di atas Geo. 

"Ge," sapa Fadil ketua Black Bird. Dia ikut duduk bersama Geo di bangku depan. 

"Yo, bang."

Fadil memberi Geo minuman kaleng. "Minum dulu. Biar lega."

Geo menerimanya. 

Fadil bukan orang yang seram, kecuali saat sedang bertarung. Cowok itu sangat ramah pada anak-anak buahnya. Gak heran kalau Geo sangat betah di sini. Fadil tahu masalah apa saja yang dihadapi setiap anggotanya. 

Tangan Geo mengambil sepuntung rokok, menjepitnya di mulut, lalu dibakarnya dengan korek. Ya, inilah Geo yang sebenarnya. Ketika di  luar sekolah, ia adalah pribadi yang serius, cuek, dan tak banyak basa basi. Berbeda ketika di sekolah karena itu semua hanya topeng saja. 

"Sekolah gimana? Aman?"

"Ya, gitu. Seru, sih. Udah kayak taman bermain. Haha."

Fadil mengangguk paham. 

"Anggota labby ngajak kita taruhan, satu lawan satu. Mau ikut gak lo?" 

Geovan mengembuskan napas yang disertai asap. "Boleh. Taruhannya apa?"

"Duit lima puluh juta. Gue yakin lo pasti mau. Kalo kita menang kan lumayan." 

"Gaslah. Ngikut aja gue mah." Ujarnya santai. 

Fadil tertawa sembari menepuk bahu Geo. "Masuk gih. Anak-anak lagi pada mabar."

#

Pukul lima sore, Geo melajukan motornya pulang ke rumah. Matahari sore menyilaukan mata, membuat Geo harus menyipitkan penglihatan. 

Mata Geo tidak sengaja melihat seorang cewek yang sepertinya dia kenali. Benar saja. Itu Erika. Erika di pinggir jalan dengan motornya yang berhenti. Geo berhenti di dekat Erika, lalu membuka helmnya. 

"Kak Erika?" Tanya Geo memastikan apakah benar itu Erika. 

Yang dipanggil menoleh. Erika terkejut. "Geo?"

"Kenapa motor lo, Kak?" 

"Bannya bocor. Gue kira kempes."

Tadi, Erika sedang dalam perjalanan pulang dari rumah pamannya. Cewek itu membawa gitar sang paman, demi latihan persiapan untuk praktek besok. Bisa dibilang Erika sangat totalitas. Ia berlatih nyanyi dan main gitar dengan giat. Semua itu dilakukannya demi nilai. 

Terlihat Geo yang tengah mengecek ban motor Erika. Lalu, cowok itu menelpon tukang bengkel langganannya. 

"Nanti gue share loc ya, bang.""

Oke, makasih."

Erika menaruh gitar di bangku yang kebetulan ada di pinggir jalan. Dia tidak menyangka akan bertemu Geo di luar sekolah. 

"Nanti tukang bengkel dateng benerin motor lo. Tunggu sebentar ya, Kak." 

"Eh, gue gak bawa duit."

"Gak masalah. Gue yang bayarin, kak."

"Makasih banyak ya."

Geovan mendorong motor besarnya ke pinggir. Erika juga ingin melakukan hal yang sama pada motornya, namun Geo dengan cepat memindahkan motor Erika. 

"Thanks, ya. Geovan." Erika tersenyum. 

Anggukan pelan Geo tunjukkan. Gak lama kemudian, tukang bengkel datang, langsung dia perbaiki. 

Geo berbincang sebentar dengan abang bengkel itu. Lalu berjalan ke arah Erika. 

Sambil menunggu motornya, kedua orang itu duduk di bangku. Suasana sangat canggung, dari tadi tidak ada yang membuka percakapan. 

"Lo dari mana?" Akhirnya, Erika memecahkan keheningan. 

"Nongkrong bareng temen."

"Ooh."

Hening lagi. Erika bertanya-tanya, apakah Geo yang sekarang di sampingnya ini adalah orang yang sama dengan Geo yang menyebalkan di sekolah? Entah kenapa Erika rasa mereka beda orang. 

Geovan yang ini tampak sangat serius, terlebih penampilannya semakin membuat Erika yakin bahwa mereka beda orang. 

"Kok jadi awkward gini. Perasaan di sekolah kita gak gini deh, Kak." Tutur Geo tiba-tiba. 

Erika memukul bahu Geo. "Idih, gue kira gue aja yang mikir gini. Vibes lo bikin gue serem tau."

"Serem apanya. Emang gue limbad. Emang gue deddy composer."

"Corbuzier."

"Loh, kok hapal? Cie ngefans ya..."

"Dih, ogah banget bro."

Lantas keduanya tertawa bersama. Mereka bercerita random selama beberapa menit. Geovan ternyata bisa bermain gitar. Dia memetik senar gitar dan Erika bernyanyi. Geovan bilang suara Erika cempreng tapi pas nyanyi bagus. Terakhir, Erika cerita kalau besok lusa mereka ada praktek menyanyi. 

"Udah, bro." Abang tukang bengkel berkata. 

Menyadari itu, Geo dan Erika bangkit berdiri. Setelah basa basi sebentar, mereka pulang ke arah rumah masing-masing. 

Erika naik motor sambil senyum dan tertawa sendiri. Bahkan sampai ke rumah pun masih begitu. Dia merebahkan dirinya di kasur, mengambil ponsel dan mengunjungi instargram, mencari profil Geovan di kolom pencarian. 

Ketemu. 

Akun Geo sepertinya tidak aktif lagi. Tidak ada postingan, tidak ada bio, foto profilnya juga kosong. Erika menghela napas kecewa. 

Jempol Erika memencet icon follow. Lalu mengirim pesan di dm. 

"Follback, jangan sombong." Begitu tulisnya. 

Semenit kemudian, ada notifikasi dan ternyata Geo memfollback. Erika kira akunnya udah gak aktif. 

"Udah. Kapan, sih gue sombong?"

Geo membalas pesan Erika. Cewek itu menahan untuk tidak berteriak kesenangan. 

Percakapan mereka di dm semakin seru. Sampai akhirnya, Geo meminta pindah ke whatsaap. 

Menurut Erika, Geo anaknya seru dan asik diajak bercanda. Berkali-kali Erika tertawa atas lelucon garing yang dilemparkan Geo. 

Edo, abang Erika membuka pintu kamar. Ia memakai sarung, mulut mengunyah, tangannya sedang memegang pisang yang tinggal setengah. 

"Apaan?" Ketus Erika. 

"Ngapain lo senyum-senyum gitu liat hape? Udah gila."

Erika melempar bantal tepat sasaran ke target. "Kepo banget. Sana!"

Edo selalu datang ke kamar Erika, berdiri di ambang pintu tanpa tujuan. Membuat Erika kesal sendiri dibuatnya. 

Bahu Edo terangkat acuh. Dia pergi begitu saja tanpa menutup pintu lagi kamar. 

"Ih! Rese banget, sih. Apa susahnya tutup pintu!" 

Erika mencak-mencak meluapkan kekesalan. 

"GANGGU AJA!"

#

Hari Selasa. H-1 sebelum praktek menyanyi. Rencananya besok Rabu dikosongin satu hari full khusus untuk pelajaran bahasa inggris. Ya, jelas siswanya aja tiga puluh orang. 

Bel masuk belum berbunyi. Tetapi semua siswa kelas Nara sudah masuk ke dalam. 

"Gimana persiapan lo buat besok?" Tanya Erika. 

Nara menempelkan dagunya di atas meja. "Yang jelas gue deg-degan sekarang."

"Santai. Lo udah bisa kok. Pokoknya anggap aja gak ada yang nonton. Pas main piano nih lo fokus aja, jangan pandang penonton. Oke." Saran Erika. 

"Bismillah aja." 

"Nara. Ada yang panggil." Fira datang ke meja Nara. 

Nara mengerutkan keningnya. "Hah? Siapa?" 

"Katanya sih nama dia Geovan. Cepetan." Lantas, Fira berlalu. 

"Geo? Ngapain tuh anak ke sini?" Erika bertanya. Mata Erika menangkap sosok Geo yang sedang bersandar di tembok. 

"Bentar ya, Er."

Nara menghampiri Geo. 

"Ngapain lo nyari gue?" Ketus Nara. 

"Jangan galak-galak, dong. Gue mau minjem pulpen doang, hehe. Boleh kan?" Alis Geo naik turun. 

Nara menggaruk kepalanya. "Kurang kerjaan banget. Emangnya temen lo gak punya pulpen lebih apa?"

"Nggak punya, Kak. Makanya gue kemari."

Nara menghela napas, lelah dengan tingkah Geo yang susah ditebak. Cewek itu mengeluarkan pulpen di saku seragam, lantas memberikannya pada Geo. 

"Nih. Dah, sana pergi." Usir Nara. Ia masuk ke dalam tanpa berkata lagi. 

Geo menyengir lebar ketika menyadari Erika memandangnya dengan wajah datar sejak tadi. Dia langsung pergi dari sana. 

"Er, ke gedung kelas dua belas itu butuh effort loh. Emangnya dari sekian banyak siswa di gedung kelas sebelas gak ada yang punya pulpen banyak? Mesti gitu ke sini. Aneh tuh orang." Gerutu Nara. 

Erika menyandarkan punggungnya ke kursi. "Dia emang aneh, Na."

"Kemarin, dia naik angkot bareng gue. Tiba-tiba muncul entah dari mana. Gak jelas emang si Geo." 

Perkataan Nara membuat Erika termenung lama. Sebenarnya, apa tujuan Geo melakukan itu semua? Erika rasa Geo menyukai Nara. Meskipun Geo mengatakan hal itu kemarin dengan main-main, mungkin saja dia serius saat bilang dia suka ke Nara. 

#

Nara dan Erika sedang makan di kantin. Nara bilang dia sedang ngidam nasi padang. Jadilah dia makan nasi padang, dan tak lupa menggunakan tangan biar lebih nikmat katanya. 

Tak lama kemudian, Geo datang bersama Aji seraya membawa makanan. Nara memutar bola matanya malas. Erika tertegun. 

"Ini pulpennya, Kak. Makasiiiiih." Geo meletakkan pulpen hitam itu di hadapan Nara. 

"Modus." 

Celetukan Aji membuat Erika berhenti memakan baksonya. Mendadak selera makannya hilang. Untuk sekarang Erika menelan saliva aja rasanya susah sekali. 

Geovan dan Aji melawak tak tentu arah. Sampai-sampai Geovan tertelan permen, ia tersedak. 

Cepat-cepat Erika memberikan minum, Geo pun meneguknya sampai habis. 

"Makanya jangan pecicilan." Nara berkomentar. 

"Au dah, kek cacing kedinginan." Aji menambahkan. 

"Kepanasan!" Seru mereka serentak. 

#

Pelajaran matematika. Masing-masing siswa harus menjawab soal di papan tulis kalau mau cepet istirahat kedua. Yang bisa jawab boleh keluar, yang gak bisa jawab harus tetap di kelas sampai bel berbunyi. 

Mereka dipanggil sesuai absen. Erika sudah duluan keluar dan menunggu Nara di depan kelas. Sebentar lagi giliran Nara. Semoga saja ia bisa menjawabnya. 

"Nara Amanda."

"Fuuh. Bisa yuk bisa." Bisiknya pada diri sendiri. 

Dan... Yap. Nara bisa mengerjakannya. Untung saja soal ini pernah Erika ajarkan. 

"Yey!"

Erika dan Nara berpegangan tangan sambil melompat lompat kegirangan. Sampai tidak sadar Nara menabrak seseorang. 

"Eh."

"Liat-liat dong." 

Itu Kevin, teman sekelas Nara. Kebetulan Nara gak pernah berinteraksi dengan dia. Anaknya dingin dan cuek. Kevin termasuk salah satu cogan incaran yang berasal dari kelas Nara. Cowok itu masuk tim futsal, makanya banyak digilai cewek. 

"Iya, maaf ya." Ucap Nara menyesal. Dia mundur beberapa langkah, mempersilakan Kevin lewat. 

"Dih, sok edgy banget." Bisik Erika setelah Kevin pergi. Muka julidnya ketara sekali. 

"Huss."

#

Dua sahabat itu shalat zuhur di mesjid. Bagai de javu, Nara kembali melihat punggung Raffa, di tempat yang sama ketika pertama kali Nara melihat dia. 

Nara memakai sepatunya, Erika juga. 

"Nara, kemarin ban motor gue bocor di tengah jalan. Terus Geo dateng manggil orang buat perbaikin." 

"Oh ya? Kok lo baru cerita, Er."

"Belum selesai. Nah, dia bilang gak usah bayar kan. Dan lo tau gak apa yang bikin kaget?"

"Apa?"

"Dia kek beda orang, Na. Penampilan dia kayak anak geng motor gitu. Pake jaket kulit warna item terus naik motor gede. Gue juga ngehirup bau asap rokok di deket dia. Asli gue jadi serem pas pertama kali liat Geo yang gitu." Jelas Erika panjang. 

Nara memicingkan mata curiga. "Kok bisa lo inget sedetail itu? Hayo. Oh, gue paham sekarang. Jangan-jangan...." Tangannya mencolek dagu Erika. 

"Apaan?" Erika berdiri. 

"Lo suka sama Geo ya? Cieee." Goda Nara, membuat wajah Erika jadi merah menahan malu. 

"Sssttt. Nara, lo mah nyebar hoax, ih." 

"Hahaha. Enggak ada yang denger kali, santuy." 

Saat berjalan keluar pekarangan mesjid, Nara melihat Raffa lagi. Cowok itu bersama ketiga temannya, Bintang, Rizki, dan Dendi. 

Sejujurnya Nara merindukan Raffa. Terakhir mereka ketemu kemarin sewaktu hujan di hari Minggu. Sejak saat itu, dia gak melihat Raffa lagi. 

#

Hari ini tim basket gak latihan. Jadi Raffa bisa langsung pulang ke rumah. Saat ini dia sedang membonceng Thalia, jalan-jalan sebentar ke mall. 

Mereka menghabiskan waktu dengan menonton film di bioskop, bermain capit boneka yang sayangnya gak dapat, main permainan basket, belanja baju untuk Thalia, dan makan ayam goreng. Tak lupa, Raffa membelikannya juga untuk Vio, anak itu pasti suka. 

"Udah? Kemana lagi kita?" Tanya Raffa lembut. 

Thalia menggandeng lengan Raffa. "Ayok pulang, aku udah capek banget, Yang."

Raffa menurutinya.

Pukul empat sore, Raffa dan Thalia pulang. 

"Yang, bensinnya abis ternyata." Ujar Raffa dibalik helmnya. 

"Kok bisa?"

"Udah sekarat ini."

"Jadi gimana dong?"

"Tuh. Mogok."

Motor Raffa jalannya jadi tersendat-sendat, gak lama kemudian berhenti total di pinggir jalan. 

Raffa menyuruh Thalia turun, ia mengecek motornya. "Abis beneran, Yang."

Thalia mengerucutkan bibir, kesal. "Di sini gak ada tukang jualan bensin lagi."

"Jalan kita."

"Hah? Jalan?" Thalia melepas helm. 

Anggukan pelan Raffa berikan. "Iya. Yuk. Aku aja yang dorong, kamu gak usah. Di perempatan jalan sana seingatku ada jual bensin." 

"Ya udah." Helm yang ada di tangan Thalia, cewek itu sangkutkan di motor. 

Raffa melepas helm. Lantas mulai mendorong motornya. Thalia mengekori dari belakang. Sebal tapi dia gak bisa marah. 

Sekitar lima belas menit berjalan, Thalia mengeluh lelah. "Capek, Raffa."

"Sebentar lagi, Lia. Itu udah deket." Tunjuknya ke arah depan. 

Kaki Thalia menghentak kesal. Ia menyapu keringat di dahinya. 

"Udahlah. Aku pulang duluan ya, naik grab. Capek banget, Yang." Rengek Thalia. 

Raffa mengerutkan kening. "Kamu kok gitu. Kamu tega ninggalin aku sendirian?"

"Itu kan salah kamu sendiri. Kenapa gak dicek dulu sebelum jalan? Kan gini jadinya."

Bungkusan belanjaan miliknya, Thalia ambil. Lalu memesan grab melalui ponselnya. Ia mengabaikan perkataan Raffa. 

"Yang." Raffa berusaha meraih tangan Thalia, namun dengan cepat gadis itu tepis. 

"Thalia."

"Raffa, please. Ngertiin aku dong, aku capek jalan. Kaki aku pegel. Terus panas pula. Matahari sore ini nyengat banget."

Raffa gak habis pikir dengan perkataan Thalia. 

Selang beberapa menit, grab yang dipesan Thalia pun datang. Cewek itu masuk ke mobil, meninggalkan Raffa sendirian di tengah jalan. 

"Bener-bener ya."

Related chapters

  • MY FAVORITE BOY   Unjuk Diri

    Nara sedang menemani Papanya mengantar hasil kebun dengan menggunakan mobil maxim, untuk diantar ke penjual buah yang sudah memesan. Mobil ini hanya pinjaman dari sahabatnya Firdaus."Wih seger-seger ya, Daus." Puji Pak Toni, si pembeli yang seumuran dengan Firdaus."Yo jelas. Baru semua ini boss." Firdaus menanggapi.Nara membantu mereka menurunkan buah-buahan dan sayuran ke tempat yang disediakan."Dek Nara, sehat?" Tegur Hesti, istri Pak Toni."Alhamdulillah, Bu sehat." Nara menyunggingkan senyum.Ya, suami istri itu memang langganan Firdaus. Nara sudah mengenal mereka karena dia sering menemani Papanya.Selesai.Firdaus berbincang sebentar dengan Pak Toni. Nara memutuskan kembali ke mobil. Saat Nara baru saja akan membuka pintu mobil, ia mendengar teriakan dari arah kiri."COPET!""COPET!""TOLONG ADA COPET!"Seorang Ibu-ibu berter

    Last Updated : 2021-06-06
  • MY FAVORITE BOY   Tuhan Punya Rencana

    Sore ini Nara sedang asyik memotret pemandangan sore di taman yang biasa dia datangi kalau suntuk mau ngapain. Mengandalkan kamera ponsel, Nara berhasil menjepret beberapa gambar aesthetic. Cewek itu lumayan tertarik di bidang fotografi, foto-foto miliknya ia kumpulkan di instagram.Mata Nara terpaku pada suatu objek di ujung sana, dekat danau. Ada seseorang yang sangat mirip dengan Raffa. Nara sampai mengucek mata lalu melihatnya lagi. Benar. Tidak salah lagi, itu adalah Raffa. Memakai jaket hitam, celana pramuka sekolah, serta sendal jepit.Perlahan tapi pasti, Nara melangkah mendekati cowok yang berada di bawah pohon itu. Nara membuat langkah tanpa suara, berjalan di balik pohon.Samar-samar Nara mendengar suara isak tangis dari sana. Ia tertegun menyadari itu."Raffa."Nara menampakkan diri, duduk di samping Raffa yang terlihat tengah menghapus air matanya.Hening beberapa saat."Astaga, Raffa.

    Last Updated : 2021-06-06
  • MY FAVORITE BOY   Egois?

    Sabtu. Akhirnya, hari ini Erika masuk sekolah. Nara dan Erika melompat kesenangan sambil berpegangan tangan. Keduanya sedang duduk di dalam kelas, menunggu bel berbunyi. "Er, lo tau gak. Geo kemarin nanyain lo." Ungkap Nara terus terang. Erika terdiam. Ingin senang, tapi ia tahu bahwa Geo sukanya sama Nara. Sudah dua hari ini Erika dan Geo tidak saling bertukar pesan. Rasanya kosong. Melihat Erika terdiam, Nara menggoyangkan tubuh cewek itu. "Kok bengong, sih. Gue gak bohong. Serius." Ucapnya seraya mengangkat dua jari. "Udah, ah. Ngapain sih bahas dia." Tutur Erika. Ketukan di jendela membuat dua orang itu menoleh. Geo di sana, sedang menyengir lebar. Kepala dia masukkan melalui jendela. "Kayak biasa, Kak. Pulpen." Nara memberikan pulpen miliknya. "Pulpen lo udah sama gue. Hati lo kapan?" Tawa Nara menyembur mendengarnya. Bahkan dia sampai memukul meja.&nb

    Last Updated : 2021-06-08
  • MY FAVORITE BOY   Praktek Renang

    Pagi ini Nara sangat lemas dan kepalanya pusing. Tadi dia buru-buru datang ke sekolah karena bangun terlambat, makanya Nara tidak sempat sarapan. Ditambah lagi, sejak kemarin asam lambung Nara kambuh, perutnya sakit.Untuk berdiri di bawah panas matahari seperti ini butuh tenaga, mendengarkan amanat pembina upacara yang sangat panjang membuat Nara semakin pusing.Berulang kali Nara menguatkan dirinya agar bisa bertahan minimal sampai selesai upacara. Namun, pandangannya mengabur. Suara di sekitar bahkan tidak lagi terdengar. Akhirnya, tubuh Nara ambruk seketika."Eh, Nara!" Erika yang di sebelah Nara segera menahan agar tidak jatuh.Anak PMR yang berjaga dengan cepat membantu, serta menyiapkan tandu untuk mengangkat Nara.Tiba-tiba tak disangka, Kevin datang dan mengangkat tubuh Nara dengan tangannya."Kelamaan. Udah biar gue aja." Ucapnya sebelum pergi, berjalan menuju UKS. Diikuti Erika yang mengekor.

    Last Updated : 2021-06-08
  • MY FAVORITE BOY   Hati, tolong jangan keterlaluan

    Sesuai janji, Erika dan Geo akan pergi sore ini. Cowok itu akan menjemput Erika ke rumahnya, untuk pertama kali. Rencananya mereka akan menonton bioskop dulu, tujuan selanjutnya terserah Geo, itu bisa dipikirkan nanti. Yang penting jalan bareng.Saat ini Erika tengah bersemangat memilih baju mana yang akan ia pakai. Seisi lemari habis berantakan dibongkarnya. Vano masuk ke kamar, seperti biasa berdiri di ambang pintu tanpa alasan yang jelas."Ngapain sih lo. Ntar dimarahin Mama loh." Komentar Vano."Bacot pengangguran. Cari kerja sana.""Eh mulutnya minta di tempel pake dollar ya." Ucapnya nyolot."Berisik! Sana, ah!"Erika mendorong tubuh Vano, memaksanya keluar kamar. Kemudian, dia mengunci pintu.Setelah memilih beberapa lama, akhirnya pilihan Erika jatuh pada kaos putih, celana ripped jeans, serta luaran jaket jeans. Simple. Erika tidak suka ribet. Untuk tatanan rambut, ia biarkan saja rambut hitamnya terge

    Last Updated : 2021-06-10
  • MY FAVORITE BOY   Perseteruan

    "Wah, gak kerasa minggu depan udah lomba ekskul aja. Mana lawannya anak SMA bakti lagi." Gumam Nara sembari membaca poster di mading yang baru ditempel.Hari jum'at dan Sabtu depan dikosongkan karena lomba ekskul. Sesuai jadwal yang tertulis, pengumuman pemenangnya di hari Senin. Bisa dipastikan akan segabut apa siswa yang tidak ikut ekskul manapun, termasuk Nara dan Erika.Nara berjalan di koridor dengan senyum tipis, senang hari ini tidak terlambat alias Nara datang tepat waktu. Saat menaiki tangga, Nara berpapasan jalan dengan Raffa dan Bintang."Naraaaaa." Bintang membuat suara seolah sedang seriosa, Nara tertawa."Bintang kecil... Di langit yang biru... Amat banyak.." Nara membalas dengan nyanyian merdu."Bentar." Bintang mengangkat telapak tangannya di udara. "Salah lirik, harusnya dilangit yang tinggi." Protes Bintang.Terakhir, mereka duet menyanyikan lagu tersebut. Orang yang lewat hanya memandang

    Last Updated : 2021-06-10
  • MY FAVORITE BOY   Menjauh

    Hari jum'at ini para siswa pulang jam setengah dua belas, seperti biasa. Jadi, Nara dan Erika punya waktu untuk kerja kelompok. Saat ini, Nara baru saja turun dari gojek, di depan rumah Erika. Nara cuma punya satu motor, itupun dipakai Papanya kerja. Makanya dia sangat susah untuk keluar-keluar.Baru saja Nara mau masuk, Kevin datang dengan motornya. Nara mempercepat langkah, masuk ke dalam rumah."Assalamu'alaikum." Ucap Nara."Wa'alaikumsalam. Masuk masuk, Nara."Ternyata di sana sudah ada Tuti dan Ifan juga. Mereka sedang berkumpul di ruang tivi. Tuti bermain ponsel, Ifan membaca buku, dan Erika memandang layar laptop. Nara ikut bergabung, ia duduk di lantai bersama mereka."Judul kita apa, Tuti?" Tanya Erika."Pengaruh tulisan sastra terhadap remaja."Tak lama kemudian, Kevin masuk. Duduk di sebelah Ifan. Setelah semuanya berkumpul, Tuti sebagai ketua kelompok memberi tahu mereka harus melakukan

    Last Updated : 2021-06-11
  • MY FAVORITE BOY   Lomba Ekskul

    Hari berikutnya.Bel istirahat pertama baru saja berbunyi. Seperti biasa semua siswa berhamburan keluar kelas. Nara dan Erika masih di dalam, merapikan buku-buku pelajaran dan membuang sampah di laci."Tes tes 1 2 3. Maaf bikin keributan sebentar."Suara orang memakai toa mengambil perhatian semua orang termasuk Nara dan Erika."Ngomong-ngomong, gue udah izin ke guru ya. Jangan salah paham. Yang gak suka boleh lewat aja.""Kek kenal tu suara." Gumam Erika.Beberapa dari siswi di sana penasaran dan mencari di mana asal suara."Emang ada pengumuman apa, sih?" Nara ikutan bingung. Dia melangkah keluar kelas, diikuti Erika.Di lapangan bawah sana, ada Geovan yang berbicara menggunakan toa. Orang-orang di sekitar hanya melihat saja."Mau buat ulah apa lagi coba." Erika mengerutkan kening.Nara malah tertawa. "Keknya dia mau ngelakuin apa yang ada di pikiran gue deh."

    Last Updated : 2021-06-12

Latest chapter

  • MY FAVORITE BOY   Don't Read

    Sunyi.Satu kata yang menggambarkan kehidupan Falisha sejak kepergian separuh jiwanya beberapa bulan lalu.Hanya suara televisi yang memenuhi apartemen itu. Satu-satunya manusia yang ada di sana tengah duduk melamun di sofa kesayangannya.Falisha membenci tempat ini. Tempat penuh kenangan bersama mantan suaminya, Devano. Tempat di mana mereka berdua menghabiskan waktu selama satu tahun.Andai saja saat itu Falisha dapat menahan kata-katanya agar tak menyakiti siapapun. Pasti Devano masih di sini, bersamanya. Lagi dan lagi Falisha menyesali itu.Ketika itu dia terlampau marah dan dipenuhi rasa cemburu berlebihan. Falisha telah menuduh Devano bermain di belakangnya. Sampai saat kata-kata itu terucap, Devano terdiam dan langsung meninggalkannya sendirian.“Itu bukan selingkuhan aku, Fal. Itu rekan kerjaku!”“Jangan bohong. Kamu gak tahu diri banget ya udah banyak aku bantu segala macem masih beraninya selingkuh!”

  • MY FAVORITE BOY   Don't read

    Matahari siang itu terasa begitu terik. Jalan raya padat kendaraan menghasilkan polusi yang memusingkan para pengendara. Suara klakson motor dan mobil saling bersahutan memekakkan telinga. Seorang gadis berambut sebahu duduk di bangku sendirian, menonton orang-orang berlalu lalang di depan toko baju tempat dia bekerja. Di saat pekerja lain berkumpul-kumpul makan siang, gadis bernama Fayola Adikari itu memilih mengasingkan diri. Mereka tidak mau berteman dengan Fayola. Alasan terjahat yang pernah Fay dengar adalah karena penampilannya yang tidak rapi dan aneh. Kulit sawo matang, freckles di bagian wajah, rambut pendek yang kusut, dan tubuh kurus tinggi. Mereka bilang Fay tidak pandai merawat diri dengan baik. Ya, memang benar adanya. Fay tak mem

  • MY FAVORITE BOY   Hancur Berkeping

    Nara mematung mendengar penjelasan panjang dari Geo. Cewek itu membelakanginya sejak tadi."Kak Nara, maaf. Maafin gue sama Erika, ya." Ujar Geo menyesal, dia menundukkan kepala.Keduanya sedang berbincang di halaman depan rumah Erika. Sore ini Nara memutuskan menjenguk Erika dan ya, dia melihat sendiri bagaimana keadaan sahabatnya itu. Bahkan ketika ia mengetahui yang sebenarnya, Nara belum mau berbicara dengan Erika maupun Geovan.Hembusan angin sore membuat daun dari pohon mangga berjatuhan ke atas rumput. Rambut pendek Nara menari-nari bersama udara. Kelopak matanya dipenuhi air yang sekali kedip saja bisa tumpah membasahi pipi.Hatinya terlalu nyeri untuk mengatakan sepatah kata. Nara terisak sampai menutup mulutnya sendiri, takut tangisnya terlalu keras.Dia hanya tidak menyangka ini akan terjadi. Sahabatnya. Masa depan Erika sudah hancur. Kena

  • MY FAVORITE BOY   Takdir Tak Terduga

    Hari ini adalah pembagian rapor anak SMA Nusantara. Sabtu pagi ini sekolah dipenuhi para orangtua siswa yang akan bertemu dengan wali kelas anaknya. Nara mengajak Firdaus untuk mengambilkan rapornya. Kebetulan hari ini Papanya itu sedang libur kerja. Nara tidak mau Mamanya yang datang karena itu akan berbahaya, beliau pasti akan menceramahi Nara jika nilai rapotnya di semester ini sangat jelek. Berbeda dengan Papanya yang santai saja."Sabar ya, Pa. Nama Nara sebentar lagi dipanggil, kok." Bisik Nara pelan. Ia menepuk paha Firdaus.Saat ini ayah dan anak itu tengah duduk di bangku kelas Nara, menunggu giliran dipanggil oleh wali kelas.Mama Erika baru saja selesai mengobrol dengan wali kelas, entah kenapa dia tampak terburu-buru ingin pulang ke rumah. Nara mengerutkan kening keheranan, Bu Lia sama sekali tidak menyapa dirinya dan juga Papanya. Padahal, selama ini mereka kenal dekat. Dan juga Erika, cewe

  • MY FAVORITE BOY   Classmeet

    Sorak sorai penonton bergema di lapangan basket pagi itu. Pertandingan berlangsung seru. Kemeriahan Hari Kamis ini semakin menggebu kala tim Raffa berhasil mencetak poin kemenangan.Semua supporter berdiri sambil berteriak dan memukul balon tepuk. Nara bertepuk tangan, sesekali ia menutup gendang telinganya yang berdengung akibat suara teriakan itu.Ada yang aneh pada Raffa hari ini. Nara menyadari itu. Caranya bermain tak gesit seperti biasanya sampai-sampai teman satu timnya berkali-kali menegur Raffa. Mereka kehilangan poin karena Raffa."Oi, Nara!"Erika dan Geovan kembali dari kantin. Mereka memberi Nara satu minuman kaleng. Nara pun langsung meneguknya."Tim Raffa mah gak usah diraguin lagi. Tapi kayaknya tim adek kelas pada gak mau kalah ya." Komentar Geo.Semuanya kembali duduk ketika tim basket istirahat sejenak. Para pelatih menghampiri anak asuhnya, memberi arahan."Kalian liat Kevi

  • MY FAVORITE BOY   Putus

    "Kok pada diem?" Tanya Raffa sambil mengunyah gado-gado santai.Dua orang lainnya sibuk dengan pikiran masing-masing. Nara yang menetralkan detak jantungnya dan Kevin yang menahan kekesalannya. Pemuda itu membuang muka."Minggu depan classmeet, kan? Kalian udah persiapkan apa aja?" Nara berusaha mencairkan suasana."Gue sama tim udah sepakat. Untuk pertandingan kali ini kami gak peduli mau menang atau kalah. Yang terpenting nikmati jalannya permainan. Karena ini pertandingan terakhir kami sebelum lulus." Jelas Raffa."Lo gimana, Vin?"Nara menatap Kevin yang sedari tadi mengalihkan pandangannya. Ia melihat tangan Kevin yang mengepal kuat. Sebenarnya ada apa? Nara sama sekali tak mengerti."Gue udah keluar dari tim futsal."Raffa dan Nara serentak menatap si pembicara."Kenapa?""Males aja. Mau fokus ujian.""Keren." Nara mengacungkan dua jempol untuk Kevin.&nbs

  • MY FAVORITE BOY   Kevin dan Nara

    Memasuki minggu remidial adalah suatu hal yang paling membosankan dalam hidup Nara. Ini baru hari Senin, tapi rasa bosannya serasa menggerogoti jiwa.Suatu keberuntungan untuk Nara ketika melihat pengumuman di mading. Di semua mata pelajaran Nara tidak ada yang remidial. Erika pun sama. Mungkin karena mereka berdua belajar bersama mempersiapkan ujian.Berbeda dengan keduanya, Geovan justru banyak mendapatkan remidi. Mulai hari ini cowok tengil itu disibukkan dengan belajar untuk mengulang ujian. Nilainya benar-benar buruk. Erika lelah mengomeli pacarnya itu.Sementara itu, Nara dengar Raffa dan teman-temannya harus mengikuti remidi juga di beberapa mata pelajaran. Ya, Raffa bilang, sih, sudah biasa karena di antara mereka tidak ada yang begitu pintar.Entah sudah berapa kali Nara menghela napas lelah. Tumpukan buku tebal yang dia bawa sangatlah berat. Tadi, ketika melewati rua

  • MY FAVORITE BOY   One step closer

    Kevin mempercepat langkahnya menuju ruang ujian. Keringat mengucur di pelipisnya karena berlari sangat jauh, dari gerbang sampai ke lantai dua. Hari ini dia terlambat sepuluh menit. Ujian sudah dimulai.Tok! Tok! Tok!"Permisi, Bu. Mohon maaf saya terlambat." Ucapnya di depan pintu kelas. Seluruh pasang mata menatap ke arah Kevin.Pengawas ujian hari pertama ini adalah wali kelas mereka sendiri. Jadi sangatlah mudah mendapatkan maaf. Kevin menghela napas lega saat diperbolehkan duduk di kursi yang sudah dipisah-pisah, diberi jarak. Masing-masing dari mereka duduk dengan adik kelas.Entah kebetulan atau tidak, Kevin kedapatan duduk di sebelah Nara. Di barisan paling belakang. Seiring mendekat ke kursi, bisa Kevin lihat Nara sedang memberinya senyuman. Ia pun membalas senyum itu."Jangan ada yang mencontek, ya. Kerjakan yang jujur."

  • MY FAVORITE BOY   Membaik

    Bersama teman-temannya, Nara semakin hari mulai berangsur membaik. Orang-orang yang kemarin mencibir dan menatapnya aneh satu persatu meminta maaf. Nara kembali menjadi pribadi yang ceria. Bersama Erika tentunya.Hubungannya dengan Raffa, Dendi, Rizki, dan Bintang juga baik-baik saja. Pertemanan mereka semakin erat. Sayangnya perasaan Nara pada Raffa belum juga pudar, malah semakin luas. Nara ingin mengutuk dirinya sendiri karena itu.Namun, ada yang berbeda dari pemuda itu. Akhir-akhir ini, lebih tepatnya dua minggu belakangan ini Raffa tampak murung. Nara menduga ada hubungannya dengan Thalia. Cewek mirip selebgram itu sudah tidak pernah terlihat lagi di sekolah. Ia seakan menghilang, pindah sekolah mungkin.Seperti sekarang, di saat yang Dendi, Rizki, Bintang, Geo, dan Erika asyik menikmati waktu sore di rooftop rumah Raffa, si tuan rumah malah menyendiri di sudut- tempat melihat senja di ujung. 

DMCA.com Protection Status