Share

Semakin Dekat

Penulis: reystoria
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-03 15:07:15

"Ma, Nara jogging ya ma. Boleh ya?"

"Gak usah. Di rumah aja. Nanti kamu kehujanan." Timpal Kiki yang sedang mencuci piring.

Nara meletakkan kepalanya di atas meja makan. "Papa aja ngizinin masa mama enggak."

Masih pukul tujuh pagi, Nara membujuk Kiki. Ia ingin pergi jogging di pagi ini. Tetapi, Tata melarangnya dengan alasan cuaca sedang mendung. Nara sudah bilang kalo mendungnya palingan cuma sebentar, nanti matahari pasti terbit lebih cerah. Tetap saja mamanya itu kekeuh. Sifat keras kepala Nara memang turunan dari Ibunya.

"Ya udah cuci dulu sepatu kamu, tuh. Baru boleh pergi." 

"Udah dicuci, Ma. Kemarin pulang sekolah langsung Nara cuci." 

"Hmm gitu."

"Jadi boleh gak nih?" Tanya Nara memastikan.

Kiki yang tengah mengeringkan piring pun mengangguk.

"YEAY! Makasih, Ma." Nara melompat kegirangan. Ia mencium pipi Kiki. "Pergi dulu ya, Ma. Nanti kalo kehujanan Nara neduh tenang aja."

"Udah sana. Jangan lupa bawa air minum." Teriak Kiki pada Nara yang sudah keluar rumah secepat kilat.

"Iya."

#

Nara memakai pakaian serba hitam-hitam, warna favoritnya. Hoodie hitam, celana training, dan sepatu hitam. Ia tidak suka warna yang terlalu mencolok menurutnya terlihat sangat girly. Nara gak suka itu.

Tempat tujuan Nara setiap jogging selalu berbeda-beda. Kali ini Nara ingin ke taman komplek, sudah lama dia tidak ke sana. Katanya sih tempat itu sekarang sering ramai. Banyak orang yang duduk-duduk di sana. 

"Cewek."

"Cwitt cwiitt."

"Sendiri aja, kakak."

"Mau ditemenin gak?"

Kini Nara sedang berjalan melewati warung kopi yang isinya cowok-cowok gak jelas. Mereka semua membuat Nara heran, masih pagi begini sudah nongkrong saja. Apa mereka tidak punya kegiatan bermanfaat lain yang bisa dilakukan? Daripada kumpul tanpa tujuan, merokok bermain catur, godain cewek yang lewat, mending ngelakuin apa kek.

Ia tidak bisa diam saja. Geram dengan kelakuan cowok-cowok itu, Nara menghampiri mereka dengan raut marah. 

"Widih kita didatengin cewek."

"Maksudnya apaan kayak gitu?" Nara menatap tajam satu-satu dari mereka.

Mereka semua terdiam. Berpura-pura sibuk sendiri. Cih, Nara sangat jijik melihatnya. Dasar cowok mental yupi.

"Heh, gue tanya maksudnya apa!?" Tanyanya lagi dengan intonasi suara yang mulai meninggi.

Cowok di hadapannya mengibaskan tangan. "Enggak. Becanda doang neng."

"Iya kaku amat."

"Gak bisa diajak becanda nih."

"Main-mainlah sesekali."

Kesabaran Nara mulai habis. Lima orang cowok yang duduk di sana sangat menyebalkan. 

Nara menarik napas dalam sebelum berkata. "Kalian tau gak kalo itu catcalling? Hah? Catcalling masuk dalam kategori pelecehan. Cewek-cewek pada takut digituin. Ngerti gak!"

Bukannya menjawab, mereka semua malah tertawa seakan perkataan Nara hanya sebuah lelucon. 

Geram, Nara membuka tutup botol air mineral yang dibawanya dari rumah, lantas menyiramnya ke cowok-cowok itu sampai habis. Membuat semuanya terkejut atas tindakan berani cewek itu. Botol air mineral itu ia lempar asal. 

"Susah banget ya ngehargain cewek? Dasar cowok mental yupi." Itu kata terakhir yang Nara ucapkan sebelum pergi. 

"Berani amat tuh orang." Gerutu salah satu dari mereka. Sekarang mereka semua basah.

#

Nara melanjutkan jalannya dengan bersungut-sungut. Meskipun gemetar, Nara tetap harus memasang wajah galak. Cowok-cowok kayak mereka itu memang harus ditegasin agar tidak semakin bertingkah seenaknya. Mereka gak tahu aja beberapa cewek malas keluar rumah karena diganggu manusia-manusia aneh semacam itu.

Sampai di taman komplek, Nara duduk di bangku panjang yang ada di sana. Ia melihat sekeliling, beberapa orang sedang duduk-duduk, bersepeda, lansia yang jalan kaki, dan anak kecil yang bermain.

Cewek itu menutupi rambut dengan hoodie. Kepalanya mendongak melihat langit yang gelap. Ia melirik jam tangannya. Sudah hampir jam delapan tapi matahari masih tertutup awan hitam. Sepertinya perkataan Kiki benar, hujan akan turun. 

Di dekat taman, ada lapangan basket kecil. Nara melangkahkan kakinya ke sana. Ia bosan kalau duduk saja. 

Diambilnya bola dalam keranjang lalu mulai memantul-mantulkan secara asal. Kemudian, dia bergerak mendribble bola dan melemparkannya ke ring. Entah ring yang terlalu tinggi atau tubuh Nara yang terlalu pendek, bola itu gagal lolos dari jaring. Nara sadar dirinya tidak tinggi, tubuhnya hanya 158 cm.

"Bukan gitu cara mainnya."

Seseorang datang mengambil alih bola. Nara berdebar menyadarinya.

Raffa.

"Gini. Yang paling utama, lo harus fokus." Tutur Raffa.

Nara yang masih bingung pun memperhatikan dengan pikiran kosong. Banyak pertanyaan di kepalanya.

Raffa mulai mencontohkan cara bermainnya. Selama beberapa menit Raffa menjelaskan dan  mempraktekkan, Nara hanya mengangguk bingung.

"Nah, coba lu rebut bola ini dari gua ya. Bisa gak." Tantang Raffa.

"Bisalah. Gampang."

Cowok itu mendribble bola, menjauhkan bola itu dari Nara sehingga susah baginya merebut. Dia tertawa melihat ekspresi Nara yang menurutnya lucu.

Ketika ada kesempatan, dengan cekatan Nara mengambil bolanya. Karena terlalu bersemangat, Nara sampai tersungkur.

"Aduh."

Raffa panik, dia berjongkok di depan Nara. "Eh lu gak papa?"

"Aw- sakit." Ringis Nara.

Tangan Raffa menggoyangkan bahu Nara pelan. "Nara, lu kenapa?" Ia semakin panik.

"Prank!!"

Nara bangkit berdiri lalu membersihkan celananya yang kotor. Tawanya melebur seketika saat Raffa nampak kesal karena dikerjain.

Nyatanya Raffa gak benar-benar marah. Raffa mengejar Nara sampai dapat. Nara terbahak sambil berlari menghindari kejaran Raffa. Bersembunyi di balik pohon, sampai sembunyi di bunga-bunga.

"Hayo loh, kena lu!"

Raffa berpura-pura menggorok leher Nara dengan tangan, membuat cewek berambut sebahu itu tertawa kegelian sampai terduduk di rumput.

"Hahaha. Udah udah. Ampun bang jago."

Mereka berdua ngakak bersama.

Tak berhenti sampai disitu, Raffa meletakkan tangan kanannya di kepala Nara seakan sedang menangani orang kesurupan. Menggoyang-goyangkannya. Raffa tertawa lepas.

"Halo, ini siapa? Setan dari mana lu. Kembaliin Nara please, dia belum bayar utang gorengan kantin. Ngakunya beli dua padahal ngambil tujuh."

"Ngawur ya! Orang gue ngambil dua puluh, kok."

"Sama aja, Maimunah."

Nara tertawa terpingkal-pingkal mendengarnya. Ia tidak tahu kalau Raffa ternyata punya humor yang receh.

Tiba-tiba rintik hujan turun ke muka bumi. Nara mengajak Raffa berteduh di gazebo taman. Hanya ada satu gazebo di sana. Yang lain cuma bangku panjang. Ukurannya sedang, cukuplah untuk dua orang saja.

"Lo kok bisa di sini, sih?" Tanya Nara. Pertanyaan itu yang sangat ingin ia tanyakan dari kemarin.

"Rumah gua di sekitar sini, cuy. Gak jauh dari rumah lu. Gue sering ke sini kalo lagi bosen."

"Baru pindah?"

Raffa menggeleng. "Nggak. Udah lima tahun."

Mulut Nara membulat ber-oh ria. "Gue baru dua tahun di sini. Jadi masih terbilang baru."

"Gue boleh nanya gak, Raf."

"Boleh."

Nara memanjangkan hoodie, menutupi tangannya sebab hawa semakin dingin.

"Punya adek enak gak, sih? Lo berapa bersaudara?"

"Gue sama Vio berdua doang. Ada enaknya ada enggaknya. Enaknya gue punya temen kalo di rumah. Nggak enaknya gue selalu ngerasa gak tega kalo harus ninggalin dia di rumah." Jelas cowok itu. Diliriknya Nara sebentar. "Lu anak tunggal?"

Nara mengangguk lesu. "Kayaknya lo sayang banget ya sama adek lo. Kemarin, gue liatnya gitu."

"Ya iyalah. Vio butuh kasih sayang gua. Kalo bukan gua siapa lagi yang sayang sama dia."

Bisa Nara lihat raut sedih Raffa saat menceritakan tentang adiknya. Sekarang Nara bisa tebak ada sesuatu yang terjadi pada keluarga Raffa. Namun, cewek itu paham situasi, tidak ingin bertanya lebih lanjut. Ia takut akan melukai perasaan Raffa.

"By the way, lo suka outfit item ya?" Nara mengalihkan pembicaraan. Detik itu juga ia baru sadar, entah sejak kapan mereka bisa sedekat ini.

Raffa memakai jaket hitam, kaos hitam, topi hitam, dan sepatu hitam. Tidak jauh berbeda dengan Nara.

"Isi lemari gue kebanyakan item."

"Sama. Gue sampe diledekin gak pernah ganti baju tau, gara-gara sering pake item."

"Dih, ikut-ikut." Cibir Raffa sambil menahan tawa.

"Ngeselin ya." Nara memukul lengan Raffa.

Raffa mengaduh kesakitan. "Aw. Lu mukul luka gua yang kemaren, Ra."

Nara panik. Dia membuka lengan jaket Raffa, benar saja lukanya masih diperban.

"Duh, sorry. Gue lupa."

Cowok itu semakin meringis.

"Sakit banget ya? Gue minta maaf." Ucapnya menyesal.

"Prank balik!"

Kaget, Nara sampai memegang jantungnya. Membuat Raffa terkekeh menyaksikan itu.

Sudah pukul setengah sembilan, hujan semakin deras, udara semakin dingin. Nara sadar bahwa perkataan Mamanya benar. Hujan turun.

Raffa melihat cewek di sebelahnya sedang menggigil kedinginan. Memang, Nara sudah pakai hoodie tapi dia masih kedinginan. Biasanya kalau hujan begini Nara meringkuk di kamarnya dengan selimut tebal dua lapis. Nara paling gak bisa kedinginan. Kemarin, modal nekat dia hujan-hujan alhasil langsung sakit esoknya.

Hatinya tergerak untuk memberikan jaket pada nya. Raffa membuka jaket dan memakaikannya  ke Nara.

"Nih, pake. Tambahan."

Deg.

Jantung Nara kembali heboh. Demi Tuhan, posisi ia dan Raffa sangat dekat. Nara menahan napas sampai Raffa menjauh.

"Fiuhh." Hembusan napas Nara terdengar.

"Kenapa lu?"

"Pake nanya lagi. Ya lo pikir aja sendiri, gimana rasanya duduk dideket orang yang lu sukai." Batin Nara berbisik.

"Gak papa." Jawabnya singkat. Nara berharap Raffa tidak mendengar detak jantungnya yang sedang berdisko.

Mimpi apa dia semalam. Berduaan bersama Raffa menunggu hujan reda, dan diberikan jaket. Plus, dipasangin pula jaketnya.

"Raffa."

Yang dipanggil menoleh. "Hmm."

Kini, mereka bertatapan.

"Garis takdir kita bersinggungan lagi."

Alis Raffa bertaut, tak mengerti apa maksud Nara. "Maksud lu?"

Nara menggeleng pelan, lantas menunduk, matanya terpejam rapat. Lagi dan lagi dia teringat ucapan Erika. Ia harus tahu batas. Ia tidak boleh begini. Ia tidak seharusnya keluar jalur.

"Lupain aja."

Hujan sudah reda. Bau sesudah hujan sangat menenangkan bagi Nara. Dia sedang berjalan keluar area taman bersama Raffa. Sedari tadi mereka mengobrol banyak hal random, tentang teman-temannya Bintang, Rizki, Dendi, tentang basket, tentang kelucuan Vio, dan tentang kartun upin ipin yang baru saja mengeluarkan episode terbaru. Nara bersyukur Raffa gak menceritakan tentang Thalia.

"Apapun masalah yang terjadi lo harus semangat ya. Gue yakin lo bisa laluin itu." Nara berucap ketika mereka akan berpisah jalan.

Raffa tertegun. Bibirnya melengkungkan senyuman yang manis. Ia memasukkan tangannya ke saku jaket, kemudian merapatkan topi.

"Thanks, Ra."

"Iya. See ya!" Nara melambaikan tangan.

"Nice to meet you."

Nara pergi duluan. Disenyumin Raffa seperti itu membuatnya ingin salto seketika. Setelah jauh baru Nara bisa melompat lompat kegirangan.

"Ganteng banget, Mamaaa mau nangis. Raffa lo ganteng banget, sial." Pekiknya heboh.

"Bisa gak sih lo aja yang jadi jodoh gue." Lanjut Nara.

"Cowok ganteng sih banyak tapi yang bikin gue gila ya cuma elo, Raffa!"

Orang-orang yang lewat memandang Nara dengan tatapan aneh.

Tunggu, Nara baru sadar kalau Raffa memanggilnya dengan sebutan "Ra". Biasanya orang lain menyebut "Na atau Nar." Hanya Papanya yang memanggil "Ra".

Sampai di rumah, Nara masuk ke kamar sambil senyum-senyum sendiri. Kiki yang baru saja keluar kamar pun terheran melihat kelakuan anaknya.

#

Upacara Hari Senin.

Nara berdiri di barisan paling belakang, bersembunyi di belakang teman-temannya yang lebih tinggi. Terlalu malas di depan karena berhadapan dengan guru, juga sinar matahari pagi yang menyengat. Ia tidak sanggup.

Mata Nara tak sengaja melihat Raffa di barisan kelasnya. Ia jadi teringat kejadian kemarin. Dan upacara senin lalu, saat dia dan Raffa dihukum bersama. Tidak terasa sudah seminggu saja.

#

Geovan membasahi rambut dengan air keran. Cowok itu berkaca di cermin. "Gila, ganteng banget gue." Gumamnya.

"Ganteng apaan. Mirip kodok zuma kok ganteng." Aji, temannya menyahut. Aji baru saja keluar dari toilet.

"Tiap abis upacara gue selalu ngerasa jelek, bro. Tapi pas ngaca lagi beuuh ternyata gue masih seganteng Zayn Malik, Ji."

"Hoax."

Geo keluar kamar mandi sambil bersiul. Tangannya berulang kali merapikan rambut.

Dia semakin geer ketika kakak kelas cewek yang lewat senyum-senyum ke arahnya.

"Asek. Kenapa kak? Saya ganteng kan?"

Seorang adik kelas menghampirinya. "Kak Geo, resleting celana kakak kebuka. Kolor kakak warna pink keliatan, tuh." Kemudian, cewek yang rambutnya digerai itu pergi.

Geo mengecek celana. Ia menepuk jidatnya sendiri. Benar yang dikatakan adik kelasnya. Cepat-cepat ia tarik resletingnya naik.

"Malu banget anjir." Aji datang mengejeknya.

"Diem lo. Yang penting gue ganteng."

Geo berpapasan dengan Nara yang sedang bercanda dengan Erika. Nara berjalan mundur ke belakang. Sebuah ide terlintas di otaknya.

"DORR!"

"Eh, Mak!" Nara kaget.

Ketiganya tertawa menyaksikan itu.

"Gue kirim juga lo ke Israel ya." Kata Nara seraya melipat tangan di dada.

"Dih enak aja."

"Ke palestina aja, berjuang disana." Erika menimpali.

"Lumayan mati syahid masuk surga, Ge." Aji pun tidak mau kalah.

Tiba-tib Geo maju ke hadapan Nara. Jarak mereka kini berdekatan.

"Apaan, sih." Ketus Nara.

"Tolong rapiin dasi gue dong, Kak."

"Rapiin sendiri lah masa harus gue."

"Gue maunya lo yang rapiin kak."

Nara mengembuskan napas lelah. Malas berdebat, Nara maju merapikan dasi Geo yang memang berantakan.

Aji dan Erika hanya diam saja memperhatikan. Suasananya sangat awkward.

"Baju kalian tuh dimasukin. Jadi siswa harus rapi." Itu suara Erika.

"Gak mau gerah."

"Gini aja udah keren kali, kak."

Nara mengajak Erika pergi, namun ditahan Geo.

"Gue suka sama lo, Kak Nara." Ujar Geo gak ada angin gak ada hujan.

"Hah?" Nara dan Erika bersahut serentak.

Wajah Erika mendadak berubah tak enak menyaksikan pemandangan di depannya.

"Jangan mau kak, dia playboy. Pacarnya sampe dua. Beneran deh." Celetuk Aji.

"Wah, parah lo, Ji."

Geo berpura-pura akan menonjok cowok itu.

Nara memutar bola matanya malas. "Apaan sih gak jelas banget lo, Geo." Tawa kecilnya terdengar.

Kemudian, Nara menarik tangan Erika mengajaknya untuk pergi. Mengabaikan dua anak absurd itu yang kini berkelahi.

#

Sehabis istirahat pertama, khusus kelas dua belas diberi jam kosong sebab para guru yang mengajar kelas tiga dipanggil rapat oleh kepala sekolah.

Semua siswa bersorak heboh termasuk Nara. Pikirannya langsung tertuju pada Raffa. Nara meminta Erika untuk menemaninya ke toilet. Tapi melalui tangga kanan, sengaja biar bisa melewati kelas Raffa.

Nara bingung sedari tadi Erika diam saja. Tidak biasanya dia badmood seperti ini. Padahal, Erika paling senang saat jam kosong. Meskipun begitu, Nara tak mau ambil pusing. Mungkin cewek itu cuma lelah.

Keduanya berjalan di koridor yang ramai, para siswa berhamburan keluar kelas. Lalu, rombongan anak ekskul PASKIBRA dan PRAMUKA berpapasan jalan dengan Nara dan Erika. Nara yang kurus membuatnya jadi terombang-ambing, berdesakan dengan padatnya siswa lain.

"Nara Nara, lewat sini. Pegang tangan gue."

Nara menggandeng lengan Erika, mengikuti langkahnya menerobos kerumunan. Tinggi mereka memang sama, tapi Nara merasa badan Erika lebih ideal dibanding dirinya.

Akhirnya, mereka bisa bernapas lega setelah berhasil melalui itu.

"Aduh, pengap banget." Napas Erika memburu.

"Niatnya mau liat mas crush, eh malah ketiban para galah."

Ucapan Nara yang spontan membuat Erika melotot seram.

"Oh, jadi lo minta lewat sini karena mau liat Raffa?"

Nara hanya menyengir saja. "Tapi gue beneran kebelet pipis, kok."

#

Sekembalinya dari toilet, Nara dan Erika dikejutkan dengan pengumuman heboh yang sedang guru diskusikan sekarang. Katanya, Senin depan ada praktek renang untuk anak kelas tiga. Tetapi, dibagi menjadi dua rombongan. Alias tidak semua serentak pergi bersama.

Rombongan pertama, kelas unggulan IPA dan IPS 1, 2, 3. Rombongan kedua, kelas IPA dan IPS 4, 5, 6. Itu artinya Nara bisa melihat Raffa.

"Kas kas kas. Tolong dibayar kasnya ya anak baik."

Tuti, bendahara kelas sedang berkeliling mengutip uang kas. Dia mendatangi meja Nara dan Erika.

"Eh, Tuti. Kumpul uangnya kapan?" Tanya Nara.

"Besok udah bisa dikumpul."

"Sama lo, kan?" Giliran Erika bertanya.

Tuti mengangguk kemudian pergi ke meja lain.

#

Pulang sekolah, Nara menunggu angkot di pinggir jalan. Dia tidak sendiri, anak sekolah lain juga ada.

Tanpa sengaja matanya melihat Raffa yang sedang membonceng Thalia dengan motornya. Nara mengira kalau Raffa hanya mengantar Thalia, setelah itu kembali lagi ke sekolah, pasalnya cowok itu tidak membawa tas.

Ia tersenyum kecut. Mereka mesra sekali. Juga sangat cocok. Nara teringat kejadian kemarin pagi, ketika dia berdua bersama Raffa. Setiap gerak gerik Raffa terekam jelas diingatannya. Mana mungkin Nara bisa melupakan setiap detik yang terjadi saat itu.

Sebuah angkot berhenti. Nara dan penumpang lainnya naik mengambil tempat duduk. Ia memilih duduk di dekat pak supir.

Tiba-tiba Geovan ikut masuk dan duduk di sebelahnya. Nara terkejut.

"Loh, kok lo naik angkot?"

Geovan mengangkat bahunya acuh. "Kenapa emangnya? Gak boleh?"

"Bukan gak boleh. Aneh aja tiba-tiba dateng kayak jelangkung."

"Cih." Bibir atas Geovan naik sebelah, mencibir ucapan Nara.

"Motor gue dibawa temen laknat, Kak. Bilangnya minjem bentar tapi sampe sekarang gak dibalikin. Ya gue naik angkotlah, males nunggu."

Nara mengangguk paham.

"Gue suka lo, Kak."

"Mulai."

Tangan Nara mencubit lengan Geo, membuatnya mengaduh kesakitan.

Bab terkait

  • MY FAVORITE BOY   Sudut Pandang

    Pulang sekolah, selesai makan Nara membantu Papanya membersihkan ubi ungu dari tanah yang menempel. Di belakang rumah Nara, ada gubuk khusus yang dibuat Firdaus. Biasanya tempat itu digunakan untuk keperluan hasil kebun.Nara memakai kaos oblong warna biru dan celana panjang hitam. Keringat membasahi baju. Tangannya dengan sigap merontokkan tanah di ubi dengan sikat.Firdaus juga di sana. Dia sedang memisahkan wortel, ubi ungu, tomat, dan timun ke keranjang masing-masing."Nih, minuman sama rotinya ya." Kiki datang membawa nampan berisi makanan. Lalu ikut duduk di sana."Makasih, Ma." Ucap Nara."Nara, yang kemarin itu beneran temen kamu?" Tanyanya kepo. Nara merasakan ada maksud lain."Iya, temen, Ma. Kenapa?"Kiki menggeser duduknya menjadi lebih dekat ke Nara."Ganteng tau. Kamu gak mau sama dia?"Nara mengangguk semangat. "Maulah. Aku kan emang suka sama dia, Ma. Tapi dia udah puny

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-04
  • MY FAVORITE BOY   Unjuk Diri

    Nara sedang menemani Papanya mengantar hasil kebun dengan menggunakan mobil maxim, untuk diantar ke penjual buah yang sudah memesan. Mobil ini hanya pinjaman dari sahabatnya Firdaus."Wih seger-seger ya, Daus." Puji Pak Toni, si pembeli yang seumuran dengan Firdaus."Yo jelas. Baru semua ini boss." Firdaus menanggapi.Nara membantu mereka menurunkan buah-buahan dan sayuran ke tempat yang disediakan."Dek Nara, sehat?" Tegur Hesti, istri Pak Toni."Alhamdulillah, Bu sehat." Nara menyunggingkan senyum.Ya, suami istri itu memang langganan Firdaus. Nara sudah mengenal mereka karena dia sering menemani Papanya.Selesai.Firdaus berbincang sebentar dengan Pak Toni. Nara memutuskan kembali ke mobil. Saat Nara baru saja akan membuka pintu mobil, ia mendengar teriakan dari arah kiri."COPET!""COPET!""TOLONG ADA COPET!"Seorang Ibu-ibu berter

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-06
  • MY FAVORITE BOY   Tuhan Punya Rencana

    Sore ini Nara sedang asyik memotret pemandangan sore di taman yang biasa dia datangi kalau suntuk mau ngapain. Mengandalkan kamera ponsel, Nara berhasil menjepret beberapa gambar aesthetic. Cewek itu lumayan tertarik di bidang fotografi, foto-foto miliknya ia kumpulkan di instagram.Mata Nara terpaku pada suatu objek di ujung sana, dekat danau. Ada seseorang yang sangat mirip dengan Raffa. Nara sampai mengucek mata lalu melihatnya lagi. Benar. Tidak salah lagi, itu adalah Raffa. Memakai jaket hitam, celana pramuka sekolah, serta sendal jepit.Perlahan tapi pasti, Nara melangkah mendekati cowok yang berada di bawah pohon itu. Nara membuat langkah tanpa suara, berjalan di balik pohon.Samar-samar Nara mendengar suara isak tangis dari sana. Ia tertegun menyadari itu."Raffa."Nara menampakkan diri, duduk di samping Raffa yang terlihat tengah menghapus air matanya.Hening beberapa saat."Astaga, Raffa.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-06
  • MY FAVORITE BOY   Egois?

    Sabtu. Akhirnya, hari ini Erika masuk sekolah. Nara dan Erika melompat kesenangan sambil berpegangan tangan. Keduanya sedang duduk di dalam kelas, menunggu bel berbunyi. "Er, lo tau gak. Geo kemarin nanyain lo." Ungkap Nara terus terang. Erika terdiam. Ingin senang, tapi ia tahu bahwa Geo sukanya sama Nara. Sudah dua hari ini Erika dan Geo tidak saling bertukar pesan. Rasanya kosong. Melihat Erika terdiam, Nara menggoyangkan tubuh cewek itu. "Kok bengong, sih. Gue gak bohong. Serius." Ucapnya seraya mengangkat dua jari. "Udah, ah. Ngapain sih bahas dia." Tutur Erika. Ketukan di jendela membuat dua orang itu menoleh. Geo di sana, sedang menyengir lebar. Kepala dia masukkan melalui jendela. "Kayak biasa, Kak. Pulpen." Nara memberikan pulpen miliknya. "Pulpen lo udah sama gue. Hati lo kapan?" Tawa Nara menyembur mendengarnya. Bahkan dia sampai memukul meja.&nb

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-08
  • MY FAVORITE BOY   Praktek Renang

    Pagi ini Nara sangat lemas dan kepalanya pusing. Tadi dia buru-buru datang ke sekolah karena bangun terlambat, makanya Nara tidak sempat sarapan. Ditambah lagi, sejak kemarin asam lambung Nara kambuh, perutnya sakit.Untuk berdiri di bawah panas matahari seperti ini butuh tenaga, mendengarkan amanat pembina upacara yang sangat panjang membuat Nara semakin pusing.Berulang kali Nara menguatkan dirinya agar bisa bertahan minimal sampai selesai upacara. Namun, pandangannya mengabur. Suara di sekitar bahkan tidak lagi terdengar. Akhirnya, tubuh Nara ambruk seketika."Eh, Nara!" Erika yang di sebelah Nara segera menahan agar tidak jatuh.Anak PMR yang berjaga dengan cepat membantu, serta menyiapkan tandu untuk mengangkat Nara.Tiba-tiba tak disangka, Kevin datang dan mengangkat tubuh Nara dengan tangannya."Kelamaan. Udah biar gue aja." Ucapnya sebelum pergi, berjalan menuju UKS. Diikuti Erika yang mengekor.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-08
  • MY FAVORITE BOY   Hati, tolong jangan keterlaluan

    Sesuai janji, Erika dan Geo akan pergi sore ini. Cowok itu akan menjemput Erika ke rumahnya, untuk pertama kali. Rencananya mereka akan menonton bioskop dulu, tujuan selanjutnya terserah Geo, itu bisa dipikirkan nanti. Yang penting jalan bareng.Saat ini Erika tengah bersemangat memilih baju mana yang akan ia pakai. Seisi lemari habis berantakan dibongkarnya. Vano masuk ke kamar, seperti biasa berdiri di ambang pintu tanpa alasan yang jelas."Ngapain sih lo. Ntar dimarahin Mama loh." Komentar Vano."Bacot pengangguran. Cari kerja sana.""Eh mulutnya minta di tempel pake dollar ya." Ucapnya nyolot."Berisik! Sana, ah!"Erika mendorong tubuh Vano, memaksanya keluar kamar. Kemudian, dia mengunci pintu.Setelah memilih beberapa lama, akhirnya pilihan Erika jatuh pada kaos putih, celana ripped jeans, serta luaran jaket jeans. Simple. Erika tidak suka ribet. Untuk tatanan rambut, ia biarkan saja rambut hitamnya terge

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-10
  • MY FAVORITE BOY   Perseteruan

    "Wah, gak kerasa minggu depan udah lomba ekskul aja. Mana lawannya anak SMA bakti lagi." Gumam Nara sembari membaca poster di mading yang baru ditempel.Hari jum'at dan Sabtu depan dikosongkan karena lomba ekskul. Sesuai jadwal yang tertulis, pengumuman pemenangnya di hari Senin. Bisa dipastikan akan segabut apa siswa yang tidak ikut ekskul manapun, termasuk Nara dan Erika.Nara berjalan di koridor dengan senyum tipis, senang hari ini tidak terlambat alias Nara datang tepat waktu. Saat menaiki tangga, Nara berpapasan jalan dengan Raffa dan Bintang."Naraaaaa." Bintang membuat suara seolah sedang seriosa, Nara tertawa."Bintang kecil... Di langit yang biru... Amat banyak.." Nara membalas dengan nyanyian merdu."Bentar." Bintang mengangkat telapak tangannya di udara. "Salah lirik, harusnya dilangit yang tinggi." Protes Bintang.Terakhir, mereka duet menyanyikan lagu tersebut. Orang yang lewat hanya memandang

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-10
  • MY FAVORITE BOY   Menjauh

    Hari jum'at ini para siswa pulang jam setengah dua belas, seperti biasa. Jadi, Nara dan Erika punya waktu untuk kerja kelompok. Saat ini, Nara baru saja turun dari gojek, di depan rumah Erika. Nara cuma punya satu motor, itupun dipakai Papanya kerja. Makanya dia sangat susah untuk keluar-keluar.Baru saja Nara mau masuk, Kevin datang dengan motornya. Nara mempercepat langkah, masuk ke dalam rumah."Assalamu'alaikum." Ucap Nara."Wa'alaikumsalam. Masuk masuk, Nara."Ternyata di sana sudah ada Tuti dan Ifan juga. Mereka sedang berkumpul di ruang tivi. Tuti bermain ponsel, Ifan membaca buku, dan Erika memandang layar laptop. Nara ikut bergabung, ia duduk di lantai bersama mereka."Judul kita apa, Tuti?" Tanya Erika."Pengaruh tulisan sastra terhadap remaja."Tak lama kemudian, Kevin masuk. Duduk di sebelah Ifan. Setelah semuanya berkumpul, Tuti sebagai ketua kelompok memberi tahu mereka harus melakukan

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-11

Bab terbaru

  • MY FAVORITE BOY   Don't Read

    Sunyi.Satu kata yang menggambarkan kehidupan Falisha sejak kepergian separuh jiwanya beberapa bulan lalu.Hanya suara televisi yang memenuhi apartemen itu. Satu-satunya manusia yang ada di sana tengah duduk melamun di sofa kesayangannya.Falisha membenci tempat ini. Tempat penuh kenangan bersama mantan suaminya, Devano. Tempat di mana mereka berdua menghabiskan waktu selama satu tahun.Andai saja saat itu Falisha dapat menahan kata-katanya agar tak menyakiti siapapun. Pasti Devano masih di sini, bersamanya. Lagi dan lagi Falisha menyesali itu.Ketika itu dia terlampau marah dan dipenuhi rasa cemburu berlebihan. Falisha telah menuduh Devano bermain di belakangnya. Sampai saat kata-kata itu terucap, Devano terdiam dan langsung meninggalkannya sendirian.“Itu bukan selingkuhan aku, Fal. Itu rekan kerjaku!”“Jangan bohong. Kamu gak tahu diri banget ya udah banyak aku bantu segala macem masih beraninya selingkuh!”

  • MY FAVORITE BOY   Don't read

    Matahari siang itu terasa begitu terik. Jalan raya padat kendaraan menghasilkan polusi yang memusingkan para pengendara. Suara klakson motor dan mobil saling bersahutan memekakkan telinga. Seorang gadis berambut sebahu duduk di bangku sendirian, menonton orang-orang berlalu lalang di depan toko baju tempat dia bekerja. Di saat pekerja lain berkumpul-kumpul makan siang, gadis bernama Fayola Adikari itu memilih mengasingkan diri. Mereka tidak mau berteman dengan Fayola. Alasan terjahat yang pernah Fay dengar adalah karena penampilannya yang tidak rapi dan aneh. Kulit sawo matang, freckles di bagian wajah, rambut pendek yang kusut, dan tubuh kurus tinggi. Mereka bilang Fay tidak pandai merawat diri dengan baik. Ya, memang benar adanya. Fay tak mem

  • MY FAVORITE BOY   Hancur Berkeping

    Nara mematung mendengar penjelasan panjang dari Geo. Cewek itu membelakanginya sejak tadi."Kak Nara, maaf. Maafin gue sama Erika, ya." Ujar Geo menyesal, dia menundukkan kepala.Keduanya sedang berbincang di halaman depan rumah Erika. Sore ini Nara memutuskan menjenguk Erika dan ya, dia melihat sendiri bagaimana keadaan sahabatnya itu. Bahkan ketika ia mengetahui yang sebenarnya, Nara belum mau berbicara dengan Erika maupun Geovan.Hembusan angin sore membuat daun dari pohon mangga berjatuhan ke atas rumput. Rambut pendek Nara menari-nari bersama udara. Kelopak matanya dipenuhi air yang sekali kedip saja bisa tumpah membasahi pipi.Hatinya terlalu nyeri untuk mengatakan sepatah kata. Nara terisak sampai menutup mulutnya sendiri, takut tangisnya terlalu keras.Dia hanya tidak menyangka ini akan terjadi. Sahabatnya. Masa depan Erika sudah hancur. Kena

  • MY FAVORITE BOY   Takdir Tak Terduga

    Hari ini adalah pembagian rapor anak SMA Nusantara. Sabtu pagi ini sekolah dipenuhi para orangtua siswa yang akan bertemu dengan wali kelas anaknya. Nara mengajak Firdaus untuk mengambilkan rapornya. Kebetulan hari ini Papanya itu sedang libur kerja. Nara tidak mau Mamanya yang datang karena itu akan berbahaya, beliau pasti akan menceramahi Nara jika nilai rapotnya di semester ini sangat jelek. Berbeda dengan Papanya yang santai saja."Sabar ya, Pa. Nama Nara sebentar lagi dipanggil, kok." Bisik Nara pelan. Ia menepuk paha Firdaus.Saat ini ayah dan anak itu tengah duduk di bangku kelas Nara, menunggu giliran dipanggil oleh wali kelas.Mama Erika baru saja selesai mengobrol dengan wali kelas, entah kenapa dia tampak terburu-buru ingin pulang ke rumah. Nara mengerutkan kening keheranan, Bu Lia sama sekali tidak menyapa dirinya dan juga Papanya. Padahal, selama ini mereka kenal dekat. Dan juga Erika, cewe

  • MY FAVORITE BOY   Classmeet

    Sorak sorai penonton bergema di lapangan basket pagi itu. Pertandingan berlangsung seru. Kemeriahan Hari Kamis ini semakin menggebu kala tim Raffa berhasil mencetak poin kemenangan.Semua supporter berdiri sambil berteriak dan memukul balon tepuk. Nara bertepuk tangan, sesekali ia menutup gendang telinganya yang berdengung akibat suara teriakan itu.Ada yang aneh pada Raffa hari ini. Nara menyadari itu. Caranya bermain tak gesit seperti biasanya sampai-sampai teman satu timnya berkali-kali menegur Raffa. Mereka kehilangan poin karena Raffa."Oi, Nara!"Erika dan Geovan kembali dari kantin. Mereka memberi Nara satu minuman kaleng. Nara pun langsung meneguknya."Tim Raffa mah gak usah diraguin lagi. Tapi kayaknya tim adek kelas pada gak mau kalah ya." Komentar Geo.Semuanya kembali duduk ketika tim basket istirahat sejenak. Para pelatih menghampiri anak asuhnya, memberi arahan."Kalian liat Kevi

  • MY FAVORITE BOY   Putus

    "Kok pada diem?" Tanya Raffa sambil mengunyah gado-gado santai.Dua orang lainnya sibuk dengan pikiran masing-masing. Nara yang menetralkan detak jantungnya dan Kevin yang menahan kekesalannya. Pemuda itu membuang muka."Minggu depan classmeet, kan? Kalian udah persiapkan apa aja?" Nara berusaha mencairkan suasana."Gue sama tim udah sepakat. Untuk pertandingan kali ini kami gak peduli mau menang atau kalah. Yang terpenting nikmati jalannya permainan. Karena ini pertandingan terakhir kami sebelum lulus." Jelas Raffa."Lo gimana, Vin?"Nara menatap Kevin yang sedari tadi mengalihkan pandangannya. Ia melihat tangan Kevin yang mengepal kuat. Sebenarnya ada apa? Nara sama sekali tak mengerti."Gue udah keluar dari tim futsal."Raffa dan Nara serentak menatap si pembicara."Kenapa?""Males aja. Mau fokus ujian.""Keren." Nara mengacungkan dua jempol untuk Kevin.&nbs

  • MY FAVORITE BOY   Kevin dan Nara

    Memasuki minggu remidial adalah suatu hal yang paling membosankan dalam hidup Nara. Ini baru hari Senin, tapi rasa bosannya serasa menggerogoti jiwa.Suatu keberuntungan untuk Nara ketika melihat pengumuman di mading. Di semua mata pelajaran Nara tidak ada yang remidial. Erika pun sama. Mungkin karena mereka berdua belajar bersama mempersiapkan ujian.Berbeda dengan keduanya, Geovan justru banyak mendapatkan remidi. Mulai hari ini cowok tengil itu disibukkan dengan belajar untuk mengulang ujian. Nilainya benar-benar buruk. Erika lelah mengomeli pacarnya itu.Sementara itu, Nara dengar Raffa dan teman-temannya harus mengikuti remidi juga di beberapa mata pelajaran. Ya, Raffa bilang, sih, sudah biasa karena di antara mereka tidak ada yang begitu pintar.Entah sudah berapa kali Nara menghela napas lelah. Tumpukan buku tebal yang dia bawa sangatlah berat. Tadi, ketika melewati rua

  • MY FAVORITE BOY   One step closer

    Kevin mempercepat langkahnya menuju ruang ujian. Keringat mengucur di pelipisnya karena berlari sangat jauh, dari gerbang sampai ke lantai dua. Hari ini dia terlambat sepuluh menit. Ujian sudah dimulai.Tok! Tok! Tok!"Permisi, Bu. Mohon maaf saya terlambat." Ucapnya di depan pintu kelas. Seluruh pasang mata menatap ke arah Kevin.Pengawas ujian hari pertama ini adalah wali kelas mereka sendiri. Jadi sangatlah mudah mendapatkan maaf. Kevin menghela napas lega saat diperbolehkan duduk di kursi yang sudah dipisah-pisah, diberi jarak. Masing-masing dari mereka duduk dengan adik kelas.Entah kebetulan atau tidak, Kevin kedapatan duduk di sebelah Nara. Di barisan paling belakang. Seiring mendekat ke kursi, bisa Kevin lihat Nara sedang memberinya senyuman. Ia pun membalas senyum itu."Jangan ada yang mencontek, ya. Kerjakan yang jujur."

  • MY FAVORITE BOY   Membaik

    Bersama teman-temannya, Nara semakin hari mulai berangsur membaik. Orang-orang yang kemarin mencibir dan menatapnya aneh satu persatu meminta maaf. Nara kembali menjadi pribadi yang ceria. Bersama Erika tentunya.Hubungannya dengan Raffa, Dendi, Rizki, dan Bintang juga baik-baik saja. Pertemanan mereka semakin erat. Sayangnya perasaan Nara pada Raffa belum juga pudar, malah semakin luas. Nara ingin mengutuk dirinya sendiri karena itu.Namun, ada yang berbeda dari pemuda itu. Akhir-akhir ini, lebih tepatnya dua minggu belakangan ini Raffa tampak murung. Nara menduga ada hubungannya dengan Thalia. Cewek mirip selebgram itu sudah tidak pernah terlihat lagi di sekolah. Ia seakan menghilang, pindah sekolah mungkin.Seperti sekarang, di saat yang Dendi, Rizki, Bintang, Geo, dan Erika asyik menikmati waktu sore di rooftop rumah Raffa, si tuan rumah malah menyendiri di sudut- tempat melihat senja di ujung. 

DMCA.com Protection Status