Ya, keterkejutan seketika melanda ustadzah Saina. Dia memandangi Anna dengan wajah tidak yang sungguh percaya dengan apa yang dikatakan Anna.
"Saya seperti mimpi buruk, Anna."Anna membenamkan wajah di sela jemarinya. Menangis sejadi-jadinya. Menatap Ustazah Saina pun ia begitu malu. Dia begitu kotor dengan harga diri yang tercabik-cabik oleh kelakuannya bersama Dae Song.
"Apa yang harus aku lakukan, Ustadzah," pinta Anna yang merasa putus asa.
Ustadzah Saina sejenak beristighfar, sulit mengatakan apa yang harus ia katakan pada Anna. Jujur pun itu akan membuat Anna sulit bernafas bila mendengar sarannya.
Ustadzah Saina mengambil air putih, "Kamu minum dulu, tenangkan dirimu, istighfar Anna," ucapnya.
Setelah meneguk air itu sampai habis, Anna kembali berfokus pada perempuan berwajah teduh itu. Dia tetap ingin meminta saran langkah apa yPlak! Tamparan keras dari Kakek Hang melayang ke wajah Dae Song. Luapan amarah pria berusia lanjut itu menakutkan seluruh yang ada di istana Korain. Bu Nas saat itu hanya dapat menundukkan wajah atas pengakuan Dae Song tentang kehamilan Anna. Kembaran Dae Jung itu telah berani berkata jujur atas dasar saran ustadzah Saina. Ya, ia rasa itu memang jauh ke lebih baik, karena kehamilan tak dapat di sembunyikan oleh cara apapun. "Kau! Dari dulu kau memang bejat! Apa salahku sehingga bisa mendapatkan cucu seperti mu?" Dae Song hanya membisu, tak ada kata yang dapat ia ucapkan. Dia tahu, ini kesalahan yang ebsar, memalukan, menghinakan keluarga, juga mengkhianati adik kandungnya. "Adikmu sedang sakit, berjuang hidup, kau tega berbuat itu pada adikmu? Dae Jung tidak pernah membuatmu terluka, dia bahkan rela memberikan apapun untuk kakaknya," tegas Kakek Hang dengan suara bergetar. Anna
Tangis Anna masih sesenggukan di balik kedua telapak tangannya. Dae Song memandangi Anna dengan hati pilu. Dia tahu, ini berat buat Anna, bahkan ia tahu pula tak ada sedikitpun keikhlasan di hati adik iparnya itu. Tapi, demi kebaikan untuk perkembangan anaknya, Dae Song harus tega melakukan pemaksaan itu pada Anna. "Aku tahu perasaan kamu, tapi maaf, ini lebih baik kita lakukan demi anak ini," ucap Dae Song. Anna terisak tangis, dia tak menjawab ucapan Dae Song yang ia anggap akan membunuhnya secara perlahan. Mana mungkin ia bisa sekuat itu berpisah cerai dengan Dae Jung. Sosok suami yang sangat ia cintai. "Anna, tolong, pahami keadaan kita, pahami sejenak," pinta Dae Song. Dengan berurai air mata, Anna menatap wajah Dae Song. "Kamu tahu, ini sudah sulit, tapi bagaimana dengan hati Dae Jung? apakah dia tidak punya hati untuk kecewa, bersedih, dan marah pada kita?" Anna menyerang Dae So
Dua hari telah berlalu, Dae Song menunggu masih menanti jawaban Anna yang tak kunjung ia dapat. Rasa khawatir tak henti menyelimutinya, takut bila Anna malah membiarkan janinnya terbengkalai.Siang itu Dae Song tak lagi ke kantor, sejak kemarin dia tak diberikan wewenang dari Kakek Hang untuk menjabat di kantor sebelum masalah dia dengan Anna selesai. Keputusan itu diterima Dae Song karena sangat memahami rasa terpukul kakeknya."Anna dimana, Bu Nas?" tanyanya pada Bu Nas yang sedang mengawasi para pelayan."Nona Anna masih ada di atas kamarnya, sejak kemarin belum pernah turun."Dae Song yang khawatir bergegas ke atas kamar Anna. Bu Nas yang takut bila akan ada perdebatan lagi mengikuti Dae Song secara diam-diam.Setiba di depan kamar Anna, Dae Song mencoba menguping dari luar, namun tak ada suara sediki
Zura dan Dae Jung masih menunggu Gang Sang di rumah sakit, pria yang berwajah sangar itu sedang berdiskusi dengan dokter untuk mendonorkan paru-paru pada Dae Jung. Saat itu kondisi keponakan Gang Sang memang sangat kritis karena gagal ginjal dan asam lambung yang di deritanya. Setelah memberikan keyakinan penuh, dokter yang ia berikan sejumlah suap itupun menyetujui permintaan Gang Sang meski hal itu tidak diketahui oleh Zura. Gang Sang keluar membawa map biru hasil ronsen paru-paru keponakannya, menggambarkan paru-paru yang akan didonorkan pada Dae Jung cukup sehat dan baik. "Kamu lihat 'kan? paru-paru keponakan ku bersih, selama masa hidupnya dia tidak pernah merokok," ujar Gang Sang. Dae Jung lega karena paru-paru yang akan di donor kan padanya. Zura yang sangat berniat membantu Dae Jung merelakan tabungannya untuk memberikan uang muka pada Gang Sang. "Aku rasa ini cukup untuk uang muka, jadi tolong awasi terus se
Zura menangkap ada mimik kesedihan di wajah Dae Jung. Dia mengikuti langkah Dari Jung dari arah belakang, memandangi pria tampan itu dengan perasaan iba.'Aku tahu perasaan mu sedih saat ini, kau tidak bisa menyapa keluarga mu sedangkan mereka ada dihadapan mu,' ucap Zura dalam hati.Dae Jung duduk di bangku jalan. Dia banyak mengingat tentang kenangan indahnya bersama Anna. Bagaimana ia membuatkan makanan Anna saat di masa ngidamnya."Aku merindukan masa itu," lirihnya.Tiba-tiba Zura mengejutkannya dari belakang."Hei, kau terlalu bersedih, kamu masih punya kesempatan, jangan putus asa," seru Zura.Dae Jung hanya membalas dengan senyuman, Ia bersyukur Tuhan mengirimkan Zura untuk membantunya, jika tidak, dia hanya ruh yang sebatang kara tanpa harapan yang jelas."Pulanglah, aku akan duduk disini sampai besok," kata Dae Jung. Duduk di bangku jalan yang tidak jauh dari rumahnya mengobati rasa rindu kenangan di masa kecilnya. Di taman itu, dia dan Anna seringkali berlari pagi menghiru
Saat Anna hendak masuk ke dalam mobil, namun mata terarah pada Zura yang berdiri di depan pintu masuk rumah sakit. Wanita bercadar itu juga tak melepaskan pandangan darinya. Anna yang sudah pernah bertemu Zura di Masjid Sentral Seoul menyimpan rasa penasaran dengan Zura."Perempuan bercadar itu lagi," gumam Anna tak melepaskan pandangannya dari Zura. "Dia melihat kita," kata Zura pada Dae Jung. "Bukan kita, tapi hanya kamu," timpal Dae Jung. Anna mengurungkan niatnya masuk ke dalam mobil. Dia beranjak ke arah Zura seraya melemparkan senyuman."Assalamualaikum, kalau tidak salah, sepertinya kita pernah bertemu," ucap Anna pada Zura. Dia yakin karena Anna mengenali mata dan bentuk alis tebal Zura pada waktu itu."Iya, Nona. Saya Zura, di Masjid Seoul," sahut Zura menyambut tangan Anna.Mata Dae Jung tak melepas pandangan dari Anna, sosok perempuan cantik yang begitu ia cintai itu selalu mengagumkan baginya. Anna selalu ramah pada semua orang."Kamu sedang apa disini? Ada keluarga kam
"Lepaskan, ingat perjanjian kita," kata Anna mengingatkan."Bahkan memeluk pun saat ini aku berhak sepenuhnya, jadi jangan mencoba protes, Anna. Aku sakit hati dengan penolakan kamu seperti ini!" Dae Song menatap tajam pada Anna. Dia ingin dihargai oleh Anna sebagaimana Anna memperlakukan Dae Jung. "Aku tidak ingin berdebat, aku sudah kehabisan tenaga, kasihanilah aku dengan anak yang aku kandung saat ini," pinta Anna. Dae Song melemah, dia melirik ke perut Anna yang sudah diisi oleh buah hatinya. Mengacaukan pikiran Anna, sama saja membuat ketidaknyamanan pada janinnya. "Aku tahu pernikahan ini paksaan, tapi bisakah kau memperlakukan ku sebagai suami mu sehari saja, sebelum Dae Jung sadar," pinta Dae Song memohon. Dia ingin merasakan kebahagiaan menjadi suami dengan ditemani istrinya yang mengandung anaknya pula. Sementara itu Anna terenyuh, dia tahu Dae Song dari dulu mencintainya, tetapi bukan seperti ini caranya jika pria itu ingin memilikinya, pikir Anna."Kamu tidak memikir
Anna tak bergeming, tatapan Dae Song memang sudah dipenuhi nafsu lagi. Dia bahkan mulai meraba punggung Anna. "Apa kau ikhlas kali ini?" tanya Dae Song.Anna menundukkan wajahnya, batinnya bergejolak ingin kari dari dekapan Dae Song. Sementara tangan pria itu sudah nakal menjelajahi tubuh Anna. "Aku mohon Anna .." Pinta Dae Song berbisik mesra ditelinga Anna. Hembusan nafasnya melemahkan tubuh Anna.Mata indah Ibu dua anak itu menatap nanar Dae Song, Anna memejamkan matanya, pertanda bersiap menerima segala perlakuan Dae Song. Tubuh Anna dibaringkan di sofa, Dae Song tahu, lima tahun belakangan ini Anna juga berusaha menahan hasratnya. Dia ingin membusi Anna dengan sentuhan-sentuhan lembut dengan lidahnya. Anna sudah mengeluarkan suara desahan, Dae Song lebih bersemangat. "Oppa ..shhh," ucap Anna mencengkram bantal sofa. Dae Song memanfaatkan kesempatan itu, dia adalah suami Anna, sudah sepantasnya melakukan hubungan badan dengan istrinya. Di kamar calon bayinya, mereka berdua ber
Dae Song dan anak buahnya menuju tempat tinggal Rini, dengan bantuan manajer di perusahaanya, Dae Song dapat mengetahui tempat tinggal Rini yang sebenarnya. Selama ini Rini hanya mencantumkan alamat kontrakannya menjadi riwayat pribadi untuk kantornya. Setiba di gang yang sulit di akses oleh kendaraan roda empat, salah seorang anak buah Dae Song keluar dari mobil untuk mencari cara, tetapi tak ada jalan lain selain jalan yang di depan mereka."Tidak ada jalan lain, Tuan. Hanya ini akses satu-satunya," ucapnya."Kalau begitu kita jalan kaki saja, kata kamu kamu rumahnya sudah tidak jauh lagi 'kan?""Iya Tuan, hanya jarak seratus meter lagi.""Kalau begitu kita turun, kita jalan kaki saja," usul Dae Song yang keluar dari mobilnya.Anak buahnya mengelilingi Dae Song agar tuan mereka tetap terjaga. Masyarakat disekitar gang itu mulai grasak-grusuk, mereka terheran dengan kedatangan pria yang amat menonjol sebagai bos besar. Dae Song dan anak buahnya tetap berjalan, tidak menanggapi sapaa
Di Indonesia, Dae Song masih setia menunggu hasil pemeriksaan dari dokter, Zura mulai membaik secra kesehatan, namun secara psikis butuh waktu yang panjang untuk menerima kenyataan bahwa dia telah kehilangan kesuciannya secara sadis. Zura bahkan seringkali terpikirkan untuk mengakhiri hidupnya, Dae Song yang selalu diliputi rasa bersalah, selalu saja Dae Song menyudutkan diirnya dengan peristiwa yang menimpa Zura. Dae Ssong tetap disamping Zura, memberi dukungan moril,selain itu Zura juga tidak memiliki keluarga lagi di Indonesia.Dae Song menganggap dirinya sebagai kakak bagi Zura saat ini . "Kamu akan baik-baik saja, Zura.. Ada aku disini," ucap Dae Song menenangkan Zura."Aku sudah tidak berharga lagi, aku suda hina.." Zura tetap mencaci-maki dirinya sendiri."Tidak begitu, Zura.Kamu tetap berharga, kok. Zura yang dulu dan yang sekarang tetaplah sama, tidak ada yang berubah, kesucian seperti itu hanya kiasan sema
Usai dari kebun binatang, mereka tidak langsung pulang ke rumah, sejenak Dae Jung mengajak Anna dan kedua anaknya mampir di restoran milik sahabatnya. Micha dan Haneul begitu bersemangat memasuki restoran milik sahabat Ayahnya."Hati-hati sayang, nanti kamu tersandung," ujar Anna.Dae Jung melirik ke Anna yang sedang membawa beban berat bayi dalam perutnya."Seharusnya kalimat itu ditujukan padamu, berhati-hatilah, kamu sedang membawa tanggungjawab," timpal Dae Jung. Ia cemburu, tapi bagaimanapun bayi di dalam kandungan Anna adalah keponakannya, yang ia sayangi seperti Micha dan Haneul.Anna tergugah, dia menyunggingkan senyuman lebar karena ucapan Dae Jung persis ucapan Dae Song sewaktu mengandung si kembar, yang pada kala itu Dae Jung terbaring koma."Kau telah melewati masa ngidammu?" Tanya Dae Jung."Ia, sepertinya," sahut Anna.Dae Jung mengangguk-anggukkan kepalanya, dia berlalu menghampiri sahabatnya yang pemilik restoran Jepang itu. Anna duduk bersama si kembar, Micha yang bah
Mereka sudah tiba di kebun binatang, Dae Jung sudah menyiapkan kamera untuk mengambil setiap momen Anna dan si kembarnya. Dae Jung berjalan disamping Anna yang sedang mengontrol anak-anaknya. Dae Jung dan Anna mengunci mulutnya masing-masing, liburan kali ini amat berbeda dari keluarga kawan-kawan Haneul dan Micha yang lain. Kedua orangtuanya malah kaku, bak seseorang yang baru saja saling kenal."Ayah, Ibu, lihat sana," teriak Micha menunjuk ke arah monyet yang bergelantungan.Anna berlari kecil ke arah kedua anaknya, takut jika anak-anaknya lepas kontrol dari guru yang mengawasi saat itu. Sementara Dae Jung berjalan tenang dibelakang sana, pikirannya tetap saja berkecamuk, dia berharap jika situasi itu segera berubah, bukan hanya sekedar sandiwara didepan kedua anaknya, melainkan mereka adalah keluarga utuh yang lengkap."Dia kenapa memilih berjalan di belakang?" Gumam Anna yang bingung melihat tingkah Dae Jung.Karena tak mampu mengawasi si kembar sendirian, Anna bergegas menghampi
"Saya akan jelaskan secara detail di kantor polisi, kita tidak bisa bicara disini, Pak Dae Song diharapkan sore ini ke kantor, setelah urusannya telah selesai," ucap salah seorang petinggi di kepolisian di kota itu."Baiklah, Pak. Saya sedang menyelesaikan masalah dengan kolegaku juga siang ini, mohon bantuannya agar masalah ini cepat selesai," sahut Dae Song.Dae Song dan polisi keluar dari ruangan dokter, dia berpisah jalan dengan pihak berwajib itu ketika menyusuri lorong rumah sakit, sesaat Dae Song ke depan ruangan ICU tempat Zura melakukan perawatan lanjutan sebelum dipindahkan ke ruangan pemulihan. Pria itu menatap pintu ruangan ICU dengan hembusan nafas lega, sedikit demi sedikit dia mengontrol masalah mental Zura yang hancur karena pemerkosaan."Tuan, mobil sudah siap, mari kita berangkat sekarang," ucap salah satu pengawalnya.Dae Song mengangguk, dia berjalan keluar dari rumah sakit itu di dampingi kelima bodyguardnya, para awak media tetap saja menunggu pernyataan Dae Song
Dae Song tercengang dengan penuturan Zura, dia tidak menyadari betapa pedulinya Zura terhadapnya walaupun hubungan mereka hanya sebatas sekretaris dan bos semata."Seharusnya kau tidak perlu peduli seperti itu, jika aku tahu, aku akan melarang mu,," ucap Dae Song.Zura tersenyum sinis, dia menghardik dirinya sendiri dalam hati, memang tidak seharusnya ia menuangkan perhatian lebihnya kepada Dae Song, pria yang sudah beristri. "Aku memang bodoh, karena kebodohanku, aku dihukum seperti ini, aku bodoh karena mengikuti perasaanku," gumamnya.Dae Song menelisik kalimat Zura, dia tidak mengerti makna dari ucapan sekretarisnya itu."Maksud kamu apa, Zura?""Tinggalkan aku sendiri, Pak. Aku bisa mengurus diriku sendiri, pergilah mengurus urusanmu, dan keluargamu," kata Zura tanpa menoleh ke Dae Song.Dae Song tetap ingin bertahan di ruangan rawat Zura, dia tidak ingin meninggalkan Zura yang sudah menjadi tanggungjawabnya, dia yang mengajak Zura untuk dinas ke Indonesia, Dae Song juga tahu Zu
Siang itu Dae Song dikejutkan oleh ketukan keras dari pintu kamarnya, dia yang kelelahan tak menyadari dia telah kesiangan, salat subuh pun terlewat olehnya. Dae Song membangunkan diri seraya mengerjapkan matanya."Hmm, tunggu," ujarnya pada seseorang yang mengetuk pintu.Setelah mencuci wajahnya, Dae Song beranjak membuka pintu, ternyata seseorang yang membangunkannya adalah Pak Ben, sopir pribadinya. "Maaf Tuan, ada berita dari rumah sakit, Zura katanya sudah siuman," ucap Pak Ben.Mata Dae Song yang tadinya menahan kantuk seketika nahterbelalak."Yang benar, Pak Ben?!""Saya juga kurang tahu, Tuan. ini hanya informasi dari bodyguard Tuan katanya dari pihak rumah sakit memberitahukan mereka, Tuan Dae Song diminta untuk ke rumah sakit," jelas pria berkulit sawo matang itu."Baik, tunggu saya dibawah Pak Ben, saya akan bergegas ke rumah sakit, mau mandi dulu," kata Dae Song.Tapan membuang waktu, Dae Song segera mandi, dia hanya memakai kaos oblong hitam dan jaket agar terlihat lebih
"Lupakan, aku tidak bisa diwawancarai saat ini," sergahnya.Pihak kepolisian yang turun tangan melayani wartawan, manager Dae Song ikut mendampingi, mereka menjelaskan rentetan peristiwa itu namun tidak secara gamblang mengungkapkan bahwa korban telah diperkosa. Dae Song tetap meminta kepada pihak kepolisian agar kehormatan Zura tetap terjaga."Kalian tetap disini, aku akan kembali ke rumah, jika penyelidikan pihak kepolisian suatu selesai, kalian boleh pulang," ucap Dae Song kepada managernya.Dae Song menuju ke mobilnya, disetiap langkahnya selalu saja berhasil dipotret oleh wartawan. Dae Song bahkan ngedumel didalam hati karena sikap wartawan yang kurang sopan."Sepertinya lebih enak hidup di Seoul jika seperti ini," gerutunya ketika berhasil masuk ke mobil.Sopirnya melajukan mobil, menerobos kerumunan wartawan yang seakan mencegat kepergian Dae Song. Pak Ben, sengaja membunyikan klakson berkali-kali. Dengan bantuan polisi, mobil yang tumpangi Dae Song dan kedua mobil pengawalnya
Dae Song menatap Rini penuh curiga, bukan menuduh karyawannya itu berbuat jahat kepada Zura, tetapi gelagat Rini menujukkan ketidaknyamanan ketika rekna lainnya menanyakan tentang Zura."Apakah kau pernah keluar bersama Zura diluar jam kerja?" Tanya Dae Song lagi."Ti-tidak pernah, Pak." Rini. tetap lada jawaban yang sama.Salah seorang rekan lainnya tak Terima, " Ini anak pelupa, aku pernah lihat dia bersama Zura di toko souvenir sana, sekali doang sih, Pak."Rini menundukkan kepala, dia tidak berani menyanggah pengakuan temannya. Dae Song tak berniat menanyakan tentang Zura."Baiklah, kalian lanjutkan makan kalian, aku ingin kembali mengecek keadaan Zura," ucap Dae Song.Dae Song mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar makanan dan minuman para karyawannya."Jika ada yang ingin menambah makanan, silahkan," ujarnya.Dae Song memilih bubar dari perundingan bersama karyawannya, dia kembali menyusuri lorong rumah sakit. Namun dia terhenti ketika mendapatkan jalan persimpangan. Dae Song