Lalu bagaimana gadis mungil ini bisa begitu mudah melakukannya?
Apakah gadis mungil ini istimewa atau dia saja yang selama ini tidak pernah benar-benar dianggap berusaha? Lucien merasa dia bisa gila.
Terlepas dari itu, dia sangat mengenal karakter seorang Evander dan sikap acuh tak acuh nya sudah diketahui bukan hanya oleh dirinya sendiri, tapi hampir semua orang yang sudah mengenalnya. Evander tidak pernah peduli dengan orang lain kecuali mereka yang sudah menjadi bagian dari hidupnya.
Lantas, bagaimana dia bisa melihat sekilas bahwa secara tidak sadar, langkah pertama Evander saat mengetahui musuh datang bukanlah mempersiapkan dirinya sendiri, tapi justru melindungi gadis mungil itu.
Benar! Dia memberikan perlindungan pada gadis itu.
Bagaimana bisa Evander yang acuh tak acuh melakukan hal itu..? Ini mustahil.
Lucien pikir, gadis mungil itu pastinya memang istimewa.
Atau.. jangan bilang bahwa gadis mungil itu adalah Moir nya? Ah! Itu mungkin saja terjadi. Tapi, kenapa Evander tidak menunjukan tanda-tanda seperti orang yang sudah menemukan Moirnya? Kenapa dia justru semakin bingung dengan tebakan dirinya sendiri.
Moir adalah takdir bagi setiap mahkluk atau dapat dikatakan sebagai pasangan yang diikat oleh takdir, ini seperti sebutan Mate yang digunakan oleh kaum werewolf. Moir sendiri diambil dari nama Sang Dewi pembawa takdir 'Moiroe'. Dan tentu saja, seharusnya reaksi pertama ketika kita menemukan Moir milik kita adalah rasa kebahagiaan dan ketergantungan sehidup semati.
Evander jelas tidak memiliki reaksi ini, jadi kenapa?
Lucien memutuskan untuk terus mengamati.Di sisi Irisha..
Ah! Sekarang dia ingat bukankah dia ingin menanyakan apa itu Rover pada Archer, karena saat ini ada Evander di dekatnya yang juga merupakan seorang Rover, bukankah lebih baik jika dia langsung menanyakan pada yang berkaitan. Jadi dia langsung berpose serius dan menatap Evander, "Bisakah kau beritahu aku, apa itu Rover?"
Evander mengangkat alisnya, "Kenapa kau ingin tahu tentang Rover?"
"Tentu saja karena aku hanya ingin tahu," Irisha merasa agak kebingungan.
"Lalu kenapa kau bertanya kepadaku dan bukan kepada Archer? Kupikir dia harus berada di tempat pertama untuk orang yang ingin kau tanyai."
"Karena kau menyebut dirimu Rover saat kau datang, seharusnya kau lebih mengerti tentang apa itu Rover ketimbang Archer."
"Baiklah, bisa dikatakan bahwa Rover adalah sebutan bagi mereka yang senang berpetualang, mengembara mengelilingi seluruh dunia dengan kebebasan dan tidak terikat dengan ras maupun klan, tidak masalah dari ras apapun kamu, jika kamu ingin mengenalkan dirimu maka kau bisa menyebut Rover dan bukan ras maupun asal klan." Evander dengan menjelaskan dengan pelan.
"Apakah itu berarti meninggalkan ras dan klan?" Irisha benar-benar ingin tahu dengan sedikit rasa terkejut.
Evander bilang Rover tidak terikat dengan ras maupun klan, apakah itu berarti mereka tidak diakui lagi oleh ras maupun klan mereka, tidakkah ini berarti Rover terbuang?
Evander menggelengkan kepala, "Tentu saja tidak, maksudnya adalah selama kau menjadi Rover kau tidak perlu merasakan beban atau identitas serta asal ras mu, kau bebas menjadi dirimu sendiri. Namun kau bisa kembali ke Ras ataupun klan mu kapan saja kau mau."
Irisha mulai berpikir, "Lalu kenapa kau menjadi seorang Rover? Apakah kamu merasa tertekan berada dalam ras mu? Kau dari ras vampire bukan?"
Evander tersenyum, "Aku menjadi seorang Rover karena aku ingin melihat dunia luar selain rasku dan merasakan kehidupan seluruh bangsa jika aku bisa."
Irisha tertegun. Impian pria ini benar-benar besar, tidak heran dia tampaknya sangat menikmati identitas sebagai seorang Rover bahkan meskipun dia harus meninggalkan rasnya. Ini hampir seperti impian untuk mengelilingi dunia di dalam tempat asalnya, impian yang dia sendiri tidak pernah berpikir untuk memimpikannya.
Irisha mengaitkan jari-jari tangannya, dia ingin bertanya hal lain tapi dia tidak tahu apakah Evander akan bersedia untuk menjawabnya.
Evander menemukan wajah kusut gadis di depannya, "Apa kau tidak puas dengan penjelasan ku tentang Rover?"
Irisha mengangkat wajahnya dan matanya melebar, "Tentu saja tidak, bagaimana bisa aku seperti itu. Hanya saja..."
Evander tidak bisa tidak mengangkat tangannya dan mengacak-acak rambut gadis dihadapannya karena gemas, "Ada apa dengan wajah bimbangmu itu? Kau ingin bertanya hal yang lain? Tapi kau takut aku tidak mau menjawabnya? "
"Bagaimana kau..." Irisha merasa malu, pikirannya terlalu mudah dibaca dan mungkin saja tergambar di wajahnya.
Evander tersenyum, "Jadi aku benar ya."
"Tunggu, apa kau bisa membaca pikiran seseorang?"
"Aku tidak. Hanya saja, aku merasa matamu mengatakan semuanya dengan begitu jelas. Hingga aku langsung tahu apa yang kau pikirkan."
Itu sangat memalukan.
"Itu.. sebenarnya... Aku ingin tahu, tentang Blue Fire yang kamu keluarkan tadi, apakah semua Rover memilikinya?"
"Oh tentang Blue Fire, itu adalah kemampuan bawaan sejak aku lahir, jadi hanya aku yang memilikinya. Para Rover biasanya mengandalkan kemampuan murni masing-masing jadi aku juga mengandalkan Blue Fire sebagai salah satunya. Kenapa kau bertanya?"
Irisha merasa semakin malu, bahkan dia merasa wajahnya memanas, "Anu, sejujurnya aku merasa Blue Fire mu terlihat sangat Cantik dan murni."

Source : Pinterest
Imagine : Blue fire
Tidak mungkin dia jatuh hati pada gadis mungil ini.
Dia tidak pernah percaya dengan Cinta pada pandangan pertama yang sering di katakan orang-orang sebagai ikatan takdir yang paling manis. Karena itu jugalah, dia tidak percaya pada Moir atau pasangan yang ditakdirkan, dia ingin memiliki pasangan yang dipilihnya sendiri.Tentu saja dia tidak melupakan fakta bahwa dirinya menjadi sedemikian berbeda hingga menarik wajah penuh pertanyaan dari Lucien, saat dia bersama gadis mungil ini. Hanya saja, dia merasa itu hanyalah naluri karena gadis di hadapannya ini sangat mungil dan juga rapuh, orang berhati mana yang tega mengabaikannya. Dia yakin tidak ada. Kecuali ras Orc yang tidak mengenal definisi cantik, mungil atau rapuh. Dan dirinya bukan Orc jadi tentu saja dia merasa perlu memberi sedikit kepedulian.
Jika saja Lucien mendengar apa yang dipikirkan Evander sekarang, dia pasti akan berkata : 'sebagai orang yang paling mengenalmu setelah keluargamu, kau jelas orang paling tidak berhati yang aku tahu.'
Tapi yah... Lucien tidak pernah tahu.
"Hey... Evander!.. Evander...! Apa kau keberatan karena kata-kata manusia seperti aku? Tidak perlu dipikirkan. Aku hanya merasa Blue Fire ku sangat indah dan aku harus mengatakannya padamu. Jangan merasa rendah." Melihat Evander terdiam, ia agak takut bahwa Evander akan merasa terhina dipuji oleh manusia biasa seperti dia.
Evander tersadar dari lamunannya, "Itu bukan masalah. Terima kasih."
"Ah, Baiklah, sama-sama."
Irisha menepuk dahinya, "Oh! Dan juga kami belum mengucapkan terima kasih atas bantuanmu dan juga Lucien dalam menghadapi para Dark Elf itu. Jika kalian tidak ada bersama kami, aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada Archer karena aku sendiri tidak bisa membantunya. Sungguh, terima kasih."
Dia mengatakannya sambil menganggukkan kepalanya pada Evander dan Lucien.
Mendengar perkataannya, Lucien dan Archer yang semula bercakap-cakap mengalihkan tatapan mereka pada gadis mungil itu.
Archer juga berdiri dan melanjutkan kata-kata Irisha, "Dia benar. Sebagai seorang prajurit aku sangat menghargai bantuan kalian. Terima kasih dan juga maafkan atas sambutan ku sebelumnya yang kurang bersahabat." Kemudian Archer membungkuk pada Evander dan Lucien.
Lucien angkat bicara, "Tidak perlu terlalu formal begitu, kami membantumu juga untuk melindungi diri sebenarnya, dan lagi kami memahami sambutan mu adalah dikarenakan faktor kewaspadaan, apalagi kau juga melindungi gadis itu."
Archer sudah kembali duduk saat dia melontarkan perkataan, "Aku hanya merasa sedikit heran mengapa para Dark Elf itu menyerang kita? Maksudku wilayah ini bukanlah wilayah yang biasanya di incar oleh Dark Elf, mengapa mereka bisa kebetulan kemari saat kita ada disini? Ini tidak biasa."
Wajah Evander menggelap, "Mereka pasti mencium darahnya." Sambil melihat ke arah Irisha.
Irisha menunjuk dirinya sendiri, "Jadi itu karena darahku?"
Lucien menjawabnya, "Para Dark Elf memang keluar dari lembah kegelapan biasanya untuk berburu mangsa dan mengambil darahnya, jadi secara naluriah penciuman mereka terhadap darah akan lebih tajam, meskipun itu tidaklah setajam para vampire. Mereka pastinya tidak jauh dari sini sebelumnya, atau justru mengikuti kalian dari jarak yang jauh hingga kita tidak bisa mendeteksi mereka sejak awal."
Sekarang Irisha merasa bersalah, "Maafkan aku Archer."
Archer menatap wajah gadis di depannya yang penuh dengan rasa bersalah, "Astaga, ini bukan salahmu, kita sudah aman sekarang. Tidak ada yang perlu disalahkan atas apa yang sudah terjadi tadi, mengerti?"
Irisha mengangguk, "Baiklah, aku mengerti."
Tapi Irisha masih merasa terganggu, "Bagaimana... Jika kedepannya aku mengundang bahaya yang lain... Maksudku, aku hanya tidak ingin membuat kalian terancam hanya untuk melindungi aku yang tidak jelas asal-usulnya. Terutama kau Archer, kau terlalu baik padaku, aku tidak ingin kau terluka karena manusia sepertiku."
Archer memegang pundak gadis di depannya itu, "Bahkan jika kau mengundang bahaya, lalu apa? Kau ingin memintaku untuk meninggalkanmu yang terluka untuk menuju ke Arkadia sendirian? Aku tidak akan melakukannya meskipun kau memaksaku dan aku yakin kalian juga tidak, bukan?"
Archer mengalihkan tatapannya ke arah Evander dan Lucien.
Evander mengangguk, "Bahkan jika kau mengusir Kami kurasa tidak ada yang akan pergi."
Lucien juga mengangguk setuju, "Evander benar, kami bisa menjadi teman mengobrol jika kau kesepian, bukankah itu lebih baik daripada berjalan di hutan sendirian?"
"Kenapa kalian mau repot-repot menolongku, manusia yang bahkan tidak bisa mengingat tentang diriku sendiri, dan juga aku lemah. Kalian terlalu baik, apa kalian tahu itu?" Dia merasa agak tersentuh sebenarnya.
"Justru karena kau lemah itu berarti kami sebagai laki-laki harus berkewajiban untuk melindungimu. Apa yang salah dengan itu?" Lucien menyahut.
Archer juga menimpali, "Lagipula kau tidak tau dimana atau kemana arah Arkadia, Tanpaku bagaimana kamu akan menemukannya? Kau hanya akan berakhir tersesat dan memasuki inti ras lain."
Irisha merengut, "Aku tahu itu tapi seharusnya kau tidak mengatakannya saat suasana sedang mengharukan seperti ini. Kau menghancurkan suasana."
Mereka bertiga berakhir tertawa dengan tingkah Irisha.
~~~
Malam terus berlanjut, mereka berempat sibuk terdiam dengan pikiran masing-masing sambil menatap api unggun. Sesekali ada sekelebat bayangan yang melintas, entah itu hewan atau burung-burung yang memutuskan bergerak dimalam hari. Namun, untungnya mereka tidak menganggu sama sekali sehingga mereka aman.
Irisha masih terganggu dengan kenyataan bahwa orang-orang baik yang saat ini menolongnya, dia benar-benar takut bahwa dirinya yang akan membuat mereka terluka. Dia tidak akan bisa menanggungnya jika sesuatu terjadi pada salah satu dari mereka.Evander yang melihat Irisha justru melamun mengangkat tangannya dan meletakan jubahnya yang sejak tadi tergelatak di tanah, ke tubuh Irisha yang sedang terduduk. "Kau tidak ingin tidur? Bukankah manusia biasanya mengantuk di waktu ini, kenapa kau justru berakhir melamun?"
Dia melihat jubah yang menutupi tubuhnya dan memegangnya erat, "Aku tidak mengantuk sama sekali, aku pikir seharusnya kalian yang tidur, apakah kalian tidak perlu tidur?"
Evander menggeleng, "kamu tidur hanya jika kamu ingin, jika tidak maka kami tidak akan tidur."
"Daya tahan makhluk seperti kami sangat tinggi." Lucien menambahkan.
"Irisha meliriknya, "Apa kau ingin mengatakan daya tahan manusia itu rendah?"
Lucien mengangkat tangannya, "Aku tidak mengatakannya, tapi kau."
Irisha merengut, "Lucien! Kau menyebalkan!"
"Kuanggap itu pujian, hehe." Lucien menjawab sambil tergelak.
Evander hanya tersenyum.
Lantas, menatap Irisha, "Archer tadi menyebutkan bahwa kalian akan pergi menuju Arkadia?"
Dia mengangguk.
"Mengapa?" Evander melanjutkan.
"Karena kami memiliki pemikiran bahwa aku bisa menemukan orang tua ku disana, itupun jika aku memiliki mereka. Jika tidak maka aku tidak tau apa yang harus aku lakukan selanjutnya."
Evander menoleh ke arah Lucien, "Lucien, bagaimana jika kali ini kita mengunjungi Arkadia?"
Lucien terdiam sebentar, " Aku rasa tidak ada masalah, kita juga belum menentukan tujuan selanjutnya bukan? Jadi Arkadia bisa menjadi tujuan kita selanjutnya."
Evander mengangguk.
"Kalian akan ke Arkadia?" Irisha dengan antusias bertanya.
"Em, kami rasa iya. Apakah kau keberatan jika kami bergabung dalam perjalanan kalian nanti?" Evander bertanya.
Irisha tersenyum, "Tentu saja tidak." Kemudian Irisha beralih menatap Archer Dan berkata : "Archer kita punya teman perjalanan baru, kau tidak keberatan, bukan?"
Archer tertawa, "Yah, aku sudah mendengarnya, dan karena kau tidak keberatan maka itu tidak masalah."
Irisha tertawa, "Itu bagus!"
~
Menurut perkiraan Irisha mungkin saat itu pukul 3 pagi saat mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Arkadia. Dia kembali naik di belakang tubuh Centaur Archer.
Satu hal yang masih menjadi pikirannya adalah tatapan heran Lucien dan lebih parah lagi adalah tatapan gelap dari Evander, namun persamaan dari kedua orang itu adalah tatapan mereka yang terkejut dan penuh tanda tanya.
Sebenarnya apa yang salah dengan dia yang duduk di belakang Archer? Apakah dia melewatkan sesuatu yang seharusnya dia ketahui?
Tapi apa itu?
✓✓✓
Tepat pada saat matahari dengan malu-malu menampakan diri, mereka berempat akhirnya mencapai jalan masuk Arkadia yang begitu besar dan terhubung dengan dinding yang sama besarnya dan membentuk lingkaran yang menutupi seluruh wilayah Arkadia.Saat Irisha melihat jalan masuk menuju Arkadia ini, dia hanya ingin mengatakan mengapa plakat nama yang begitu besar bertuliskan 'Arkadia' ini terpampang nyata namun tidak ada gerbang atau penutup apapun dibawahnya. Jadi, apakah ini memang pintu masuk menuju Arkadia atau dia yang salah memahami sesuatu?Ataukah, memang semua ras bebas masuk ke Arkadia?Apakah karena Arkadia adalah wilayah dimana semua ras terbiasa berbaur bersama, jadi siapapun bisa masuk ke sana?Dia menatap Lucien dan Evander yang berjalan di sebelah kanan Archer, menimbang apakah dia harus menanyakan hal ini atau menyimpan pertanyaan ini sam
Rumahnya ini dapat dikatakan rumah yang cukup besar dibandingkan dengan rumahnya di dunia yang sebenarnya, dan juga tampilan rumah ini terkesan lebih mengarah pada kesederhanaan daripada kemewahan ataupun kemegahan. Dari tempatnya berdiri sekarang, dia bisa melihat bahwa rumah ini terdiri dari dua lantai.Jasindha membalikkan tubuhnya menghadap mereka, kemudian berkata : "Selamat datang di keluarga Maulvi dan juga selamat datang kembali dirumah, Putriku Isaura."Lucien mewakili mereka untuk menjawab, "Terima kasih nyonya Jasindha, kami sudah merepotkan Anda."Jasindha tersenyum, "Tidak ada yang merepotkan, pertolongan kalian untuk putriku benar-benar berkah besar yang tidak ternilai. Sekali lagi, terima kasih telah membantu putriku sampai kembali kemari dengan selamat.""Kami hanya kebetulan bertemu dengan Isaura dan Archer di pertengahan perjalanan mereka. Secara alami, Kami tidak mengambil andil besar."Jasindha
Perempuan yang sejak tadi berada dibelakang laki-laki itu akhirnya melangkah maju dan memegang bahu pria di hadapannya, "Neo, bersabarlah sebentar... Mengapa kami menjadi begitu impulsif, ah! Kau akan menyakiti Isaura dengan antusiasme yang kau miliki ini."Selanjutnya dia menatap ke arah Isaura dan tampaknya juga tidak mampu menahan dirinya untuk memeluk Isaura, merengkuh pelan dalam pelukan yang sangat erat, "Mengetahui bahwa kau kembali dengan selamat membuat kami sangat bahagia, sehingga kami sedikit lupa untuk menahan diri ataupun bertanya bagaimana keadaanmu saat ini. Maafkan kami. Tapi sungguh aku bahagia sekali bisa memelukmu sekali lagi, disaat aku berpikir aku tidak akan pernah bisa melakukannya jika kau tidak pernah kembali."Isaura yang hanya dalam waktu beberapa saat harus kembali menghadapi dua sosok baru dihadapannya dan juga mereka baru saja memeluknya tidak bisa tidak mengh
Neo berasal dari Ras Werewolf.Jadi sebenarnya Isaura yang asli sama sekali tidak membatasi dengan siapa dia berteman, dia tidak hanya berteman dengan sesama manusia, tapi sebenarnya teman baiknya sejak bayi adalah seorang Werewolf. Maka dari itu, Isaura yang dulu pastinya adalah anak yang baik dan sederhana, yang bahkan tidak perlu repot untuk memilah dengan siapa dia berteman.Tunggu!Jika Isaura dan Neo berteman sejak bayi, maka Jasindha seharusnya mengetahui bahwa Neo adalah seorang Werewolf, mengapa dia memutuskan untuk membiarkan mereka tumbuh bersama?Maksudnya, seorang ibu biasanya akan sangat protektif terhadap pergaulan anak mereka. Jadi, naluri seorang ibu mereka biasanya akan memilah dengan serius tentang dengan siapa buah hati mereka berteman.Isaura menghela nafas, tampaknya ibunda Jasindha ini benar-benar baik.Tiba-tiba d
"Mengapa kau justru duduk sendirian disini?"Isaura memandang kearah datangnya suara yang sebelumnya bertanya padanya, dia mendapati Neo yang sedang berjalan menuju ke arahnya.Saat ini dia sendiri sedang duduk di bangku taman bunga, yang menurut ibundanya merupakan taman bunga kesayangannya, ah, mungkin maksudnya kesayangan Isaura yang asli, bukan dirinya. Tapi mau tak mau dia harus mengakui bahwa taman bunga ini memang memiliki pesonanya sendiri."Aku hanya sedang ingin mencoba mencari kenangan ku di taman ini, aku tidak mengerti tapi aku sangat senang berada disini. Dan, mengapa kau kemari? Apakah ibunda sudah selesai denganmu?" Dia menatap ke arahnya."Yah, ibundamu terlalu antusias untuk membuat teman-teman baru yang kau bawa merasa senyaman mungkin disini, sehingga ia tidak memiliki waktu untuk memberi hukuman kecil padaku." Dia m
"Lepaskan aku!"Neo mengelengkan kepalanya, "Tidak, sebelum kau bersedia untuk memaafkan aku.""Aku bilang lepaskan aku! Kenapa kau sulit sekali di ajak bicara?! Aku tidak butuh permintaan maafmu sekarang. Hanya lepaskan saja aku dan tinggalkan aku sendiri."Neo masih mengeratkan pelukannya, "Kau baru saja kehilangan ingatanmu. Melihat kau bereaksi seperti ini membuatku yakin bahwa kau tidak sepenuhnya kehilangan semua ingatanmu. Kau sahabatku. Aku tidak akan melarikan diri dari masalahku apalagi ini terjadi denganmu."Melihat apa yang terjadi diantara mereka berdua, Cato yang sejak tadi terdiam untuk mencerna semua masalahnya mulai angkat bicara, "Kalian berdua ... Berhenti bertingkah kekanakan seperti ini, kalian hampir membuatku gila karena penasaran."Neo mengalihkan tatapannya ke arah Cato, "Jik
Mereka semua masih terpaku di tempat yang sama.Neo hanya mengelengkan kepalanya pelan, "Aku sulit untuk mengakuinya tapi bagaimana bisa kau mengatakan kebohongan dengan wajah serius seperti itu?"Cato juga mengangguk, "Aku juga sangat ingin menanyakan hal yang sama, maksudku itu terlalu nyata untuk menyebutnya sebagai sebuah kebohongan."Evander hanya menatap mereka berdua tanpa mengatakan apa-apa.Lucien melihat interaksi diantara mereka dan tidak bisa untuk tidak ikut menambahkan beberapa kata, "Tentu saja dia bisa melakukannya, karena memang seperti itulah bentuk wajahnya. Dia bahkan tidak tau bagaimana caranya bercanda, haha."Evander melontarkan lirikan tajam padanya.Lucien merasa seluruh bulu kuduk di belakang lehernya berdiri, ini pertanda bahaya! "Ahaha, Maksudku adalah aku ingin mengatakan betapa tampan dirimu dengan sikap serius seperti itu."Evander tampaknya tid
Di pagi hari yang cerah, saat sinar matahari mulai menyinari ruangan yang menjadi kamar dari isaura, akhirnya seorang gadis mulai membuka matanya. Tampaknya sinar matahari berhasil membangunkannya karena rasa tidak nyaman dari cahaya yang mengarah tepat ke arah wajahnya. Gadis itu adalah Irisha atau Isaura yang lain.Dia terdiam sebentar, mengusap kedua matanya, dan tentu saja menguap karena meskipun dia seorang gadis, bangun pagi bukanlah kebiasaan dalam hidupnya. Dia terbiasa kelelahan karena pekerjaan yang terus menerus bertumpuk, dia bahkan sering terlambat masuk pekerjaan karena kelelahan yang luar biasa.Lalu dia berpikir sebentar, dia belum benar-benar menyadari keberadaannya saat ini.Dia melihat sekeliling, "dimana ini?"Sesaat kemudian dia menepuk dahinya, "ah, bagaimana bisa aku lupa bahwa aku tidak lagi berada di dunia yang sama. Apa yang orang lain aka
Hingga ratusan tahun kemudian, Moiroe masih akan menjadi Dewi yang paling dipuja. Meskipun mereka tidak menghendakinya, namun baik dewa ataupun manusia menghargai mereka begitu banyak. Kisah Sang dewi penengah yang menghilang selama tujuh ratus tahun untuk menghentikan musuhnya pun menjadi kisah yang diceritakan turun temurun dalam berbagai ras. Bangsa Centaur menjadi yang paling menghormati keberadaan sang dewi, sebab salah satu pemimpin mereka yang paling berani, dikenal sebagai Xantha Archer, menjadi yang pertama memegang teguh keyakinannya terhadap sang dewi, kemudian keyakinan ini akan berlangsung hingga generasi setelah dirinya. Niflheim masih terasa sangat dingin dan mencekam, tetapi setelah peristiwa penaklukan, sungai beracun yang ada di dalamnya tidak pernah lagi bergejolak, meninggalkan Ygdrassil dalam kedamaian. Perlahan, bangsa Dark Elf juga tidak lagi memangsa atau menghancurkan ras lain, meskipun keberadaan mereka masih mengalami penolakan oleh beberapa pihak. Kini
Ada suara kepakan burung di atas rumah, beberapa dari mereka nampaknya memutuskan untuk hinggap di jendela ataupun pagar rumah. Dari kejauhan terdengar gelak tawa anak-anak yang bermain dan berlarian di sepanjang jalan. Suara ketukan dari kuda yang berlarian dengan santai di Padang rumput juga ikut meramaikan suasana. Kupu-kupu berbagai warna sibuk terbang dan hinggap di antara puluhan bunga yang mekar dengan begitu indah. Salah satu kupu-kupu dengan sayap berwarna biru murni, dan garis-garis keperakan di sepanjang tepian sayapnya terbang sejenak menuju di puncak bunga berwarna putih bersih sebab tergoda oleh baunya yang begitu harum. Nampaknya itu tidak peduli bahwa bunga yang ia tempati tampaknya tengah berada pada tangan seseorang. "Isaura, setelah melewatkan tujuh ratus tahun perpisahan, aku masih tidak menyesal memiliki hatiku untukmu. Sudah begitu lama dan aku belum memiliki kesempatan untuk memberikannya, jadi, Isaura ... Sang dewi yang begitu ku cintai, maukah kau menerima h
Sejak kapan tepatnya ia mulai merasa iri terhadap saudaranya? Jika itu sejak kecil, ia sendiri tidak yakin. Sebab, sepanjang ingatannya, mereka berdua bergaul dengan sangat baik, karena hidup mereka bergantung kepada satu sama lain. "Saudaraku, suatu hari nanti kita akan tinggal di rumah yang hangat, dengan banyak bunga berbagai warna dan juga pepohonan, sehingga kita hanya akan merasakan angin yang segar bergulir, bukan dingin yang begitu mengigit seperti saat ini." Ia mengatakannya dengan penuh keyakinan saat itu, seakan-akan segala yang ia ucapkan sudah pasti. Saudaranya tidak banyak berbicara, tetapi masih mengiyakan. "Um, mari melakukannya." Sahut saudaranya saat itu. Meskipun tidak banyak berbicara, tetapi ia bisa melihat keyakinan yang sama ada di mata saudaranya. Mereka sama-sama ingin mewujudkannya. Mereka selalu tidur bersama, sebab Niflheim bukanlah tempat yang ramah, dan segala sesuatu dapat terjadi yang mungkin bisa memisahkan mereka berdua. Niflheim sangat keras. O
"Jadi, inikah yang kau katakan dengan tidak akan ragu-ragu lagi?" Isaura menatap pemandangan dihadapannya, mereka di kelilingi dengan salju yang terhampar di sepanjang mata memandang, udara dingin yang mengigit segera menyelimuti mereka. Tempat ini adalah Niflheim dimana Vidar dan juga Vilaevils pernah tinggal di sini. Tentu saja, Isaura segera berbalik ke arah Forseti, dengan raut penuh tanda tanya. Evander melangkah maju, dengan kewaspadaan di wajahnya, ia berdiri di depan Isaura, "mengapa kau membawa kami kesini?" Forseti menyadari kecurigaan pihak lain, bahkan ia juga melihat bahwa Nouna dan Morta yang mengikuti mereka juga menguarkan udara berbahaya di sekitar mereka. Ia segera angkat bicara, "tunggu dulu, biarkan aku menjelaskannya." Morta membalas ucapannya, "jangan bertele-tele, Forseti." Forseti segera melangkah sejauh sepuluh langkah di hadapan ketiganya, setelah memastikan bahwa jarak di antara mereka baik-baik saja, Forseti mulai berbicara, "alasan mengapa aku membaw
"Lakhesis, beraninya kau baru kembali saat ini!" Teriakan ini bergema bersamaan dengan satu sosok yang melesat dan menabrak Isaura, pelukan erat segera dirasakan olehnya saat itu. Membalas pelukan sosok di hadapannya, Isaura tertawa kecil sebelum kemudian berbicara, "Nouna, bagaimana kabarmu bisa memarahiku seperti ini?" Satu sosok lain yang baru saja muncul menyela keduanya, "meninggalkan kami selama tujuh ratus tahun tanpa ucapan selamat tinggal sama sekali, menurutmu apakah kami akan menyambutmu dengan perayaan?" Isaura melirik ke arah sosok yang baru saja berbicara, Isaura merentangkan satu tangannya dan memberikan isyarat mata kepada pihak lain untuk datang padanya. Sosok itu berjalan dengan teguh, tetapi pada akhirnya ia masih bergabung dalam pelukan itu. Dan mereka bertiga segera jatuh dalam keheningan guna melepaskan rindu yang telah menunggu selama tujuh ratus tahun. Sosok terakhir, Morta, dewi yang menentukan kematian mengusap puncak kepala Isaura setelah melepaskan pe
"Jadi kau bermaksud mengatakan, bahwa aku harus membangunkan saudariku sebelum aku memutuskan untuk menyelesaikan masalahku dengan Vilaevils?" Isaura bertanya, sembari meletakkan cangkir teh pada masing-masing dari mereka. "Kukira keduanya hanya mengasingkan diri dan bukannya tidur abadi." "Tadinya aku juga berpikir demikian," Sang Odin mengambil cangkir teh bagiannya ketika berbicara. "Setidaknya sampai mereka juga ikut menutup sumur Urd bersamanya." Keheningan jatuh untuk beberapa saat. Sampai Isaura bergumam kepada dirinya sendiri, "aku tidak menduga hal itu sama sekali." Sang Odin menanggapi dengan anggukan, "jadi itulah mengapa, sepertinya hanya kau yang bisa membuat mereka memiliki keinginan untuk bangun lagi. Sumur Urd juga sudah mencapai waktunya untuk dibuka kembali." "Um, kurasa juga begitu." Sahut Isaura. "Setelah ini, sepertinya aku harus kembali ke Asgard dan menemukan mereka." Sang Odin segera setuju, "kembalilah bersama denganku nanti." "Haruskah kau segera kembal
"Isaura, datang dan lihatlah, mereka berkata ingin bertemu denganmu!" Teriakan ini bergema saat Isaura tengah menyajikan beberapa hidangan yang telah ia selesaikan, ia segera menengok ke arah pintu dengan wajah ingin tahu. Siapa yang ingin bertemu dengannya hingga Lucien harus berteriak sedemikian rupa kepadanya? Tetapi, Isaura masih menanggapi, "baiklah, aku akan segera keluar." Beberapa waktu kemudian ketika Isaura akhirnya menunjukan dirinya, tidak ada siapapun di depan Lucien, yang membuat Isaura kebingungan, "Lucien? Bukankah baru saja kau berteriak tentang seseorang yang ingin bertemu denganku?" Lucien mengangguk, lalu ia berkata sambil menunjuk pada suatu arah, "yah, memang. Tetapi aku tidak mengatakan seseorang, aku mengatakan itu mereka." Isaura mengikuti ke arah mana jari telunjuk Lucien terarah, dan menemukan dua ekor burung gagak yang bertengger di salah satu dahan pohon yang berada di halaman rumah. Setelah mencoba mengingat siapa burung gagak itu, Isaura segera me
"Wahai, Maha bapa, apakah kau akan terus menjadi penonton dalam kisah Sang dewi utama ini?" Ratu Frigga, kekasih Sang Odin itu tersenyum kecil, tampaknya dia hanya sekedar memberikan pertanyaan yang serupa seperti sebuah basa-basi, namun sebagai pendampingnya, tentu saja Sang Odin merasakan petunjuk dalam perkataan ratunya itu. Sang Odin meraih jemari kekasihnya ketika ia bertanya-tanya dengan heran, "tidak biasa sekali bagimu, Frigga yang tersayang, untuk tiba-tiba mengangkat peristiwa semacam ini terhadapku?" Sang Ratu hanya tersenyum sembari menanggapi genggaman tangan kekasihnya. Namun hal itu membuat Sang Odin semakin bertanya-tanya, ia mengamati wajah Sang ratu dan menebak, "apakah aku telah melewatkan sesuatu yang penting, sayangku?" "Yah, jika ramalanku adalah sesuatu yang penting, maka memang benar kau telah melewatkannya, Maha bapa." Sang Odin segera menepuk dahinya dan tertawa kecil. "Oh, ternyata aku telah melewatkan ramalanmu, ratu yang tersayang. Sekarang, maukah k
"Apakah ada dari kalian yang menemukan jejak Neo?" Lucien menanyakan hal itu ketika Cato dan beberapa anggota pack Sethmolf datang mengunjungi rumah Isaura guna memastikan keadaannya. Mereka kini berkumpul di ruang tamu, dan Lucien akhirnya bergabung bersama mereka, menggantikan tuan rumah yang tidak dapat bergabung sementara waktu. Cato masih menunggu Evander dan Isaura yang berada di lantai atas, tetapi dia masih menanggapi pertanyaan pihak lain, "sejauh ini kami tidak merasakan jejaknya sama sekali, bahkan tidak di dekat pack. Tetapi sang alpha tetap meminta semua anggota untuk waspada, dan segera melaporkan selama melihat atau merasakan jejak Neo barang sedikitpun." "Itu bagus," sahut Lucien sembari mengangguk.Cato meliriknya, "apakah sihir yang merasuki Neo sangat berbahaya?" "Yah, dapat dikatakan begitu, sebab yang merasuki tubuh Neo itu, adalah musuh Isaura, mereka memiliki dendam yang cukup rumit."Cato memiliki kerutan di keningnya, "dendam macam apa itu? Mengapa aku tid