Jakarta, Indonesia.
Selesai mengikuti kelas, Jelita merasa bimbang dan takut sendiri untuk keluar. Hal ini mengundang atensi dari Prita yang memang duduk di sebelahnya.
“Kenapa lo?” tanya Prita, sibuk memasukkan laptop miliknya ke dalam tas.
“Takut,” jawab Jelita, lirih. Wajahnya bahkan sangat memelas.
“Bagus?” tebak Prita, tepat sasaran.
“Hm.”
Prita juga bingung harus memberikan nasihat apa karena setiap orang juga akan merasa canggung jika habis melakukan ciuman dengan teman.
“Terus lo mau tinggal aja di kelas gitu?” tanya Prita sambil meledek. “Bentar lagi bakalan dipakai lagi ini kelas,” tambahnya memberitahu.
Jelita mendengkus kasar karena mau tidak mau harus menghadapi Bagus. Jujur saja saat ini mentalnya belum kuat menatap Bagus. Pikirannya teringat akan adegan ciuman di bioskop tadi malam. Apalagi Jelita baru merasakan yang namanya ciuman.
Sa
Mendengar jika Jelita sudah berciuman dengan laki-laki lain membuat jiwa dan darah muda milik Matheo kian mendidih panas. Apalagi selama pacaran ia belum pernah mencium bibir milik Jelita.“Dasar murahan! Awas lo, Ta! Pokoknya gue bakalan balas lebih parah dari ini!” geram Matheo, merasa terkhianati oleh Jelita padahal mereka sudah putus. Bubar jalan.Tengah dikuasai emosi membuat Matheo tidak berpikir panjang lagi soal hal ini. Di otaknya hanya ingin membalas perlakuan Jelita saja. Dia saja bisa ciuman dengan laki-laki lain harusnya ia juga bisa lebih dari itu! Laki-laki itu yang dilihat kehebatan dan harga diri bukan? Untuk meningkatkan harga diri maka Matheo buru-buru menghubungi Jessie supaya bisa adu mekanik di atas kasur.“Halo, honey,” sapa Jessie, tampak mabuk di seberang telepon sana. “Ada apa kau menghubungiku, hm?”“Kau di mana?”“Kelab malam biasa.”Matheo tidak menjawab
Sampai di kos-an Jelita dan Shasa langsung duduk di atas ranjang. Tidak memiliki stok makanan membuat Jelita tidak enak sendiri.“Duh! Enggak ada makanan lagi.”“Hahaha gapapa lagi, Kak. Lagian Shasa ke sini karena ada sesuatu yang mau disampaikan.”“Apa emang, Sha?” tanya Jelita, penasaran dengan hal yang akan disampaikan oleh Shasa. Jelita sudah menahannya dari kampus sampai kos-an.“Nanti pas aku libur semester Kak Lita ikut ke Los Angeles, ya,” bujuk Shasa, meringis lebar. “Daddy sama Mommy nyuruh aku buat kasih tahu kabar ini sama Kak Lita.”Jelita merasa gusar sendiri dengan ajakan dari Shasa. Bukan gimana atau bagaimana, tapi untuk apa dirinya ikut liburan ke Los Angeles. Sedangkan hubungan dengan Matheo saja sudah berakhir.“Kenapa aku harus ikut, Sha?”“Soalnya ini permintaan khusus dari Kak Mamat. Dia ngancam Daddy mau pulang ke Indonesia dan engga
Shasa benar-benar terkejut dan tidak menyangka jika ponsel milik kakaknya berada di tangan perempuan asing. Ditambah penampilan perempuan itu sangat membuat Shasa mendesah panjang.Ingin menghindar panggilan video call ini pun rasanya percuma. Jelita juga sudah terlanjur melongok ke kamera dan melihat kondisi di seberang sana.Sungguh Jelita pun sama-sama terkejut luar biasa. Ekspresi kagetnya tidak bisa disembunyikan dan tanpa disadari sebelah tangan miliknya meremas kuat sperei—menahan rasa sakit hati yang tiba-tiba muncul dan menjalar ke mana-mana.“Apa kau Clarisa? Adiknya Matheo?” tanya perempuan yang bernama Jessie. Ekspresinya langsung menangis tersendu. “Matheo telah merenggut keperawananku. Dia lupa menggunakan pengaman,” tambahnya menjelaskan.Shasa yang dibuat kesal dan bingung saat ini memilih untuk melirik sekilas ke arah Jelita. Memperhatikan ekspresi Jelita yang masih tenang, tapi menahan sakit hati. Shasa pun
Tidak bisa menepati janji-nya kepada Jelita membuat Matheo merasa bersalah. Apalagi semalam ia mengambil sikap yang terbilang sangat gegabah juga buru-buru tanpa memikirkan resiko ke depan.Dan, seperti inilah hasilnya. Bikin pusing dan mumet sendiri. Padahal jika dipikir-pikir kemarin dirinya sangat menggebu ingin membalas dendam kepada Jelita. Tapi setelah melakukan justru hatinya semakin tidak tenang juga merasa bersalah.“Maafin gue, Ta,” gumam Matheo, bermonolog.Kacau dan tidak tahu harus bersikap bagaimana saat ini, Matheo akhirnya memilih pergi ke rumah sang Aunty, Mikaila.Sepertinya Matheo akan mencoba bercerita kepada Mikaila tentang persoalan masalahnya. Siapa tahu aunty-nya ini memiliki solusi yang tepat. Jika bercerita dengan Daddy atau Mommy yang ada bukannya mendapat solusi justru semakin dimarah-marahi.Tidak membutuhkan waktu lama, Matheo akhirnya tiba di rumah Mikaila. Untung saja aunty-nya ini sedang di rumah. Biasa-
“Astaga Lita itu adonannya sampai tumpah-tumpah lho!” tegur salah satu karyawan yang melihat Jelita tampak melamun. Seakan sadar membuatnya terkaget dan melihat ke arah adonan yang sudah terlihat berantakan tidak karuan. “Kalau banyak pikiran sebaiknya istirahat saja. Lagipula stok kue masih aman kok,” tambah karyawan itu, mencoba memahami.Jelita yang seakan lelah hati juga fisik memilih pergi ke depan kitchen sink. Jelita mencuci tangan, namun tanpa diduga-duga air matanya luruh membasahi pipi putihnya yang mulus.Seakan tidak kuat menahan sakit-nya, tubuh Jelita meluruh ke bawah. Ia langsung menelungkupkan wajah di antara kedua kakinya itu. Jelita menangis kencang karena ingat soal Matheo.Pedih. Sakit. Sungguh sudah tidak bisa Jelita uraikan lagi dengan sebuah kata yang menggambarkan.Jelita pikir hubungan LDR yang dijalani-nya bisa berjalan baik dan mulus karena berpacaran dengan sahabat. Tapi ternyata konflik yang dialami leb
Ditatap sinis seperti itu tentu saja membuat Rendi langsung menyengir lebar. Tak lupa juga langsung menabok lengan Bagus sambil cengengesan.“Ah lo kayak enggak tahu mulut gue aja. Suka sompral,” kata Rendi, masih cengengesan.Bagus mendengkus saja dan kembali fokus mengerjakan tugas meski dalam hati rasanya ingin sekali berbicara empat mata dengan Jelita.Tapi apa daya ia harus menahan rasa itu semua demi kebaikan bersama. Bagus juga tidak mau kalau Jelita selalu jadi bahan julid-an Rendi.Sampai akhirnya Bagus, Rendi, dan teman lainnya memutuskan keluar dari restoran setelah tugas itu selesai. Lebih tepatnya Rendi sibuk bermain game sejak datang hingga selesai.“Yakin enggak mau samperin?” celetuk Rendi, menyenggol lengan Bagus dengan tatapan wajah ke arah meja di mana ada Jelita dan Gilang di sana.“Ck! Ngehe lo! Buruan balik!” sahut Bagus, sedikit malas menanggapi ucapan sahabatnya itu.Bagus se
Ditembak oleh orang yang sangat dicintai-nya itu membuat otak Bagus sedikit ngelag. Susah sekali percaya dengan apa yang sudah Jelita katakan barusan. Apakah Jelita sadar atau dia sedang mabuk.“Lo seriusan, Ta?” tanya Bagus, memastikan. Takutnya Jelita hanya bercanda saja dan ngeprank. Sungguh memalukan bukan jika kitanya menganggap sangat serius.Jelita sendiri mengangguk sambil tersenyum lebar. Lagipula ini waktu dan saatnya dia bangkit dari semua keterpurukan yang diberikan oleh Matheo.“Mau! Gue mau banget jadi pacar lo! Tapi tunggu dulu deh!” Bagus langsung menoleh kanan dan kiri—mencoba mencari bunga untuk diberikan kepada Jelita. Ketika menemukan kembang sepatu membuat Bagus memetiknya dan laki-laki itu langsung berlutut di depan Jelita. “Biar gue yang nembak lo sekarang.”“Tapi—““Cahaya Jelita Pramana, lo mau enggak jadi pacar gue?” kata Bagus, sambil berlutut membawa kembang sepatu untuk Jelita. “Gue bakalan buat hidup lo bahagia. Pokoknya lo akan jadi priorotas gue setelah
Sebagai sahabat tentu saja ikut bahagia mendengar jika Jelita sudah move on dari Matheo. Apalagi yang menjadi kekasih selanjutnya adalah Bagus. Laki-laki yang begitu dewasa sekaligus mengerti soal perasaan Jelita.Di samping itu juga ia merasa tenang karena sudah ada yang ikut mengawasi Jelita di Jakarta. Terlebih Jelita tidak memiliki siapa-siapa di ibukota ini.“Berarti sekarang kalau Bagus minta cium lagi boleh dong?” ledek Prita yang langsung ditonyor oleh Jelita. “Ihhhh! Udah pacaran mah bebas dong?” tambah Prita semakin meledek Jelita.Tentu saja digoda seperti itu membuat Jelita merasa malu dan salah tingkah sendiri. Alhasil Jelita mengejar Prita yang terus meledeknya.Bahkan kedua perempuan itu kini saling kejar-kejaran di dalam kamar kos-an. Bukan hanya itu saja. Suara teriakan keduanya pun begitu memekak telinga karena sangat menggema di ruangan kecil ini.“Enggak gitu juga, ya!” teriak Jelita, mengambi
Setelah mengalami perdebatan sengit dengan Bagus minggu lalu, hari ini Jelita mendatangi rumah keluarga Azekiel untuk memberikan kabar jika dirinya akan ikut ke Los Angeles. Apalagi setiap hari Shasa selalu menelepon dan membujuknya terus-terusan yang membuat Jelita merasa tidak enak sendiri.Hubungan dengan Bagus pun sedikit renggang akibat laki-laki itu yang melarang Jelita pulang ke kampung. Jika pun pulang, Bagus ingin ikut. Tapi, Jelita memberikan alasan yang begitu logis. Terlebih mereka belum memiliki ikatan tali pernikahan hingga sikap Bagus dianggap berlebihan oleh Jelita.Ting nong! Ting nong! Ting nong!Ceklek!“Eh Non Lita. Ayo masuk, Non,” sapa Bibi begitu ramah. “Ke sini sendirian aja, Non?”“Iya, Bi.”“Lama enggak pernah ketemu sama Non Lita semenjak Tuan Matheo ke Amerika. Gimana kabarnya?”“Baik kok, Bi. Tante Kaila ada?”“Ada dong. Beliau lagi di teras samping duduk sama Shasa lagi ngobrol. Ke sana saja langsung, Non.”Jelita mengangguk pelan dan berjalan menuju ke t
Saat ini Jelita sudah memutuskan apa yang akan dilakukannya nanti. Sepertinya ia akan memilih berbohong kepada Bagus. Entahlah apa yang dilakukan ini sudah benar atau belum. Yang pasti saat ini logikanya lebih kalah dari perasaan hatinya yang selalu teringat akan kondisi Matheo.“Lo yakin, Ta?” tanya Prita, mencoba menyakinkan.“Entah. Tapi hati gue menginginkan begitu, Prit. Maaf kalau sebagai sahabat gue bikin lo kecewa.” Jelita menatap Prita tidak enak hati karena memilih berbohong dan menerima ajakan dari keluarga Azekiel untuk pergi ke Amerika sana.Prita yang tidak tega melihat Jelita langsung memeluk sahabatnya itu. Bahkan Prita yang anti dipegang-pegang kini mengelus kepala Jelita lembut penuh kasih sayang.“Gapapa kok. Gue sebagai sahabat akan dukung lo apa adanya. Semisal memang ini keputusan yang membuat lo bahagia pasti akan gue dukung.”“Makasih banget.” Jelita kini semakin mengeratkan pelukannya dan menangis di bahu sahabatnya. “Pokoknya lo benar-benar sahabat terbaik gu
Setelah kepergian Melviano dari kos-an miliknya, Jelita merasa bimbang sendiri. Ia bergelut dengan pikirannya yang ruwet dan kusut.Pikirannya teringat akan janji-nya kepada Bagus untuk tidak berinteraksi dengan Bagus. Hingga Jelita merasa stress sendiri saat ini.“Harus gimana?” tanya Jelita kepada dirinya sendiri. “Om Melviano meminta secara langsung dan gue bingung cara menolaknya,” lanjutnya bergumam.Sampai akhirnya Jelita bergegas segera menuju ke dalam kamar kos-an miliknya. Jelita mencari ponsel untuk menghubungi Prita. Mencoba meminta pendapat dari sahabatnya itu.Untungnya sambungan telepon dari Jelita langsung diangkat oleh Prita hingga tidak membutuhkan waktu lama.“Hm, ada apa?”“Gue galau. Gue bingung. Gue keder!” cerocos Jelita to the point.“Galau kenapa, sih?!”“Tadi Om Melviano datang ke kos-an gue, Prit. Dia ngajakin ke Los Angeles liburan semester ini. Gue kudu gimana?” Jelita menggigit bibir bawahnya sendiri karena merasa resah juga stress.“Lah gitu aja lo keder.
Pagi-pagi sekali keluarga Azekiel semuanya sedang kumpul di ruang makan untuk melakukan sarapan bersama. Shasa seperti biasanya. Heboh dengan masalah kehidupan remajanya yang begitu penuh warna.Sedangkan untuk pasangan suami istri itu lebih banyak saling diam. Mendengarkan semua celotehan anak gadisnya.“Kenapa nomor Shasa centang satu doang kirim pesan sama Kak Lita, ya?” celetuk Shasa tiba-tiba membahas Jelita.Baik Melviano dan Kaila sama-sama saling menoleh dan bertatapan. Akan tetapi kedua orang itu memilih tetap diam karena sudah pasti Jelita menghindari keluarga Azekiel karena status hubungan yang dijalani dengan putranya tidak sebaik dulu.Namun melihat putranya yang tampak galau dan selalu membuat masalah di Los Angeles sana membuat sisi hati Melviano tergerak untuk mencoba menuruti keinginan dari putranya. Apalagi Matheo mengancam tidak akan meneruskan kuliah jika keinginannya tidak ditururi.“Kamu kapan mulai ujian semester, Sha?” tanya Melviano, mencoba membuka obrolan so
Mendapat kabar jika putranya di Amerika sana membuat masalah, tentu saja sebagai orangtua membuat Melviano bersikap cepat tanggap. Melviano meminta kepada Mikaila untuk mengurusi semua permasalahan soal putranya itu dengan pihak kampus.“Makanya kamu jangan terlalu kaku jadi orangtua, Mel!” omel Kaila kepada Melviano yang begitu otoriter.“Aku melakukan itu supaya anak kita bisa menjadi mandiri sekaligus memimpin perusahaan sayang.”“Halah! Tapi justru membuat Mamat depresi, ‘kan?” Kaila tidak mau kalah berdebat dengan sang suami. “Lagian nanti juga dia mikir kalau sudah dewasa. Maklumi saja jika dia memang lagi kasmaran. Kayak kamu enggak bucin aja dulu sama aku,” lanjut Kaila, menyindir Melviano dulu-nya.Tentu saja pria paruh baya itu hanya berdeham kecil saja. Lagipula sikap gengsi dari dulu sampai sekarang tidak pernah pudar. Justru semakin tinggi.Sampai akhirnya Melviano mengalah ketika dua perempuan yang sangat disayangi-nya ini bersatu. Kaila dan Mikaila. Kedua-nya sama-sama
Mikaila merasa jika aksi membolos Matheo selama satu minggu ini benar-benar akan berdampak buruk. Pasalnya anak itu sudah mendapat surat peringatan. Jika besok masih dilakukan sudah pasti Matheo akan di D.O dari kampusnya.Merasa pusing dengan masalah yang dilakukan sang keponakan membuat Mikaila memutuskan untuk kembali mengomeli sang kakak melalui email. Bahkan surat panggilan dari kampus pun tidak lupa ikut dikirimkan ke alamat email Melviano.Lagipula salah siapa terlalu keras kepada anak. Alhasil begini jadinya. Bukannya semakin semangat belajar justru semakin amburadul.Drrt! Drrt! Drrt!Mikaila yang mendengar ponsel milik Matheo bergetar langsung mencari benda pipih itu. Tanpa sengaja Mikaila membaca isi pesan chat yang dikirimkan oleh Jessie.Jessie: Bagaimana kalau aku hamil, Matheo? Kau mau bertanggung jawab menikahiku, ‘kan?Satu masalah saja belum selesai. Ini bertambah satu masalah lagi yang membuat kepala Mikaila terasa ingin pecah. Padahal ia bukan orangtua kandungnya m
Terpaksa Jelita semalam berjanji kepada Bagus untuk tidak berkomunikasi lagi dengan keluarga Matheo. Meski sejujurnya di dalam lubuk hati Jelita merasa tidak nyaman dengan permintaan Bagus yang satu ini.Meski bagaimanapun ia ingin menjalin tali silaturahmi dengan Matheo meski sudah tidak menjadi sepasang kekasih lagi. Tapi, nampaknya Bagus mulai merasakan cemburu dan itu hal yang lumrah juga wajar.“Lo kenapa ngelamun aja dari tadi? Kurang jatah semalam, uh?” ledek Prita, menyenggol lengan Jelita yang tampak melamun saja sejak datang ke kampus.“Cih! Apaan, sih.”“Ta, lihat deh itu ayang beb datang ke sini.” Prita kembali menyenggol lengan Jelita—memberitahukan kepada sahabatnya jika Bagus tengah berjalan menuju ke arahnya mereka duduk.Jelita menoleh sekilas dan kembali fokus menatap ke depan sana. Hal ini justru membuat Prita merasa heran juga jengah sendiri.“Lo lagi berantem?” tebak Prita, menduga-duga.“Enggak.”“Terus?”“Gapapa kok.”“Gapapa tapi muka lo galau gitu anjir!”“Gu
Melihat Jelita tampak penasaran membuat Bagus justru terkekeh kecil. Apalagi ekspresinya begitu lucu dan menggemaskan.“Aku cuma mau minta kalau mulai detik ini panggilan kita jangan pakai lo-gue, tapi jadi aku-kamu aja, gimana? Kayaknya lebih enak didengar buat orang yang pacaran seperti kita.”Merasa sudah berpikir kotor membuat Jelita malu sendiri. Padahal ia berpikir jika Bagus akan meminta ciuman atau tidur bersama. Tapi ternyata hanya ingin meminta perubahan panggilan saja.Jelita pun dengan malu-malu menjawab permintaan Bagus sambil mengangguk kecil. Bagus yang melihat respon Jelita seperti itu tentu saja membuat hatinya senang.“Makasih banyak sayang,” ucap Bagus, ingin memeluk Jelita. Sedangkan Jelita yang diingin dipeluk merasa kaget sendiri. “Hehehe, maaf, kelepasan.”Merasa tidak enak karena saking senangnya membuat Bagus tidak bisa mengontrol diri. Laki-laki itu pun menggaruk-garuk kepala bagian belakangnya karena menahan rasa malu.Namun, hal yang tidak pernah diduga sam
Sudah beberapa hari ini Matheo memilih mengurungkan diri di dalam kamarnya. Bahkan laki-laki itu sudah tidak masuk kuliah karena merasa galau melihat serta mendengar sendiri dari mulut Jelita jika perempuan itu sudah berpacaran dengan Bagus.“Apa kau tidak bosan terus-terusan seperti itu?” tanya Mikaila, menatap jengah Matheo yang masih saja terbaring di atas kasur. “Tadi Daddy-mu telepon,” lanjutnya memberitahukan.Matheo sendiri masih tetap diam melamun. Kedua bola matanya tidak bosan-bosan menatap ke atas langit-langit sana.“Katanya dia sudah bertemu dengan Lita-mu itu,” tambah Mikaila, lagi.Sontak hal ini membuat Matheo langsung bereaksi keras. Matheo yang sejak tadi terlentang mendadak bangun duduk menatap ke arah daun pintu kamar.“Daddy menemui Lita?” Matheo mengerutkan kening bingung karena tumben-tumbenan sekali daddy-nya sampai ikut campur urusan kisah asmaranya ini. Apa semua ini bentuk dari rasa peduli daddy karena ia galau terus-terusan seperti ini? Semoga saja daddy me