Suasana dalam Gua hening, tidak ada yang bicara sama sekali. Dalam cahaya yang remang remang, mereka berempat saling tatap. Untuk sekejap kemudian terdengar suara ranting terinjak.
KRETEK.. KRETEK..Yang awalnya saling tatap, mereka berempat pun akhirnya reflek melihat ke arah luar Gua. Cantigi berinisiatif mematikan headlamp di dekatnya. Suasana dalam Gua pun kembali gelap gulita.KRETEK..Sekali lagi terdengar suara ranting terinjak, diikuti oleh langkah kaki. Jhagad yang ada diposisi paling dekat dengan pintu Gua pun lebih jelas lagi mendengarnya. Tetap berdiri, ditempatnya, tidak bergerak sedikit pun untuk menghindari timbulnya suara. Begitupun Cantigi, Tegar dan Awan, berdiri diam di tempatnya. Namun, tiba tiba saja terdengar suara."Gi!" Rosie yang baru bangun memanggil Cantigi begitu saja.Cantigi pun langsung reflek membekap mulut Rosie, menyuruhnya diam.'A..da..a..pa?' Rosie berusaha menggerakkan mulutnya.Rosie dan Jhagad pun menoleh, menatap serius ke arah Tegar. Sedangkan Awan masih sibuk dengan tas cariernya, namun telinganya tetap menunggu jawab atas pertanyaan Cantigi.Tegar sendiri tampak sedang berpikir. Cantigi, Rosie dan Jhagad pun masih terdiam, menunggu jawab dari Tegar. Setelah sadar sedang ditatap oleh tiga orang dengan serius, Tegar akhirnya bicara, "Eh, aku tadi mau bilang apa?" Seketika itu, Rosie, Jhagad dan Cantigi jadi kesal sendiri. Sudah serius serius memperhatikan, Tegar justru melontarkan lelucon yang tidak lucu sama sekali.'Orang ini ternyata bisa bergurau juga!' gumam Rosie dalam hati."Satu lagi apa? Apa yang mau kau beritahu kepada kami?" tanya Cantigi kesal."Itu dia, aku lupa. Sudahlah lupakan!" jawab Tegar datar."Lupakan katamu?" sergah Cantigi semakin kesal.Setelah menunjukkan ekspresi seolah berpikir sebentar, Tegar pun berkata, "Ah ya, ingat juga akhirnya. Jangan biarkan lehe
"Benar, ada apa? Bukankah kita harus segera bergerak sebelum Mahluk Haus Darah melihat kita?” tanya Rosie kebingungan.Tegar hanya diam. Kakinya tidak bergerak sama sekali, namun matanya masih memperhatikan tanah di sekitar mereka berdiri. Seperti menelusuri setiap jengkalnya, tanpa terkecuali.“Hei! Cepat katakan, ada apa? Kenapa tidak boleh bergerak?” Sekali lagi Cantigi bertanya sudah tidak sabaran.Tentu, ketidaksabaran ini jadi hal yang normal. Mengingat, Mahluk Haus Darah bisa kapan saja melihat mereka yang berdiri terdiam di area cukup terbuka seperti sekarang.“Kalian semua, mulai sekarang dengarkan dan lakukan apa pun yang akan kukatakan!” perintah Tegar serius.Dari nada suara Tegar, Rosie, Jhagad, Cantigi dan Awan pun akhirnya menyadari bahwa ada kondisi serius yang sedang terjadi. Mereka pun tidak berkomentar apa apa.
“Ehm,” ucap Rosie pelan.“Jangan gugup, tenanglah, Ros!” kata Cantigi mencoba menenangkan Rosie yang tampak gugup.Rosie pun mengangguk. Tersenyum tipis.“Oke, huh!” ucap Tegar sambil menghembuskan napas, merilekskan tangannya.Saat itu, Tegar sudah dalam posisi jongkok. Tangannya mulai menyibak permukaan tanah di sekitarnya sehalus dan sepelan mungkin. Mencari keberadaan rancau yang tertanam di dalamnya.Beruntungnya, hingga saat ini belum terlihat Mahluk Haus Darah di sekitar mereka. Sementara Tegar mulai mencari keberadaan ranjau, Rosie, Cantigi dan Jhagad memperhatikannya dengan tegang.“Ini dia,” kata Tegar setelah tangannya merasakan satu lagi ranjau tertanam di dalam tanah.Tegar pun melanjutkan menyibak permukaan tanah di sekitarnya. Sejauh jangkauan tangannya, tidak ditemui lagi ran
Rosie dan Cantigi hanya bisa melihat panik, matanya terbelalak, dengan kedua tangannya memegang kepala. ‘Tidak!’ gumam mereka dalam hati.Sementara itu, jam tangan itu hanya berjarak tiga puluh sentimeter lagi, sebelum menyentuh permukaan atas ranjau. Tegar dan Awan tidak bisa berbuat apa apa lagi. Mereka benar benar tidak bisa menjangkaunya.Namun, ketika jarak jam tangan dengan permukaan atau ranjau tinggal dua puluh sentimeter saja, tiba tiba.SETT….KLOTAK…Terdengar suara jam tangan itu terjatuh ke permukaan tanah, sedikit bergeser beberapa sentimeter dari ranjau, setelah Jhagad berhasil menyundulnya sedikit menggunakan matras. Semua orang yang sedari tadi menahan napas pun akhirnya bisa melepaskannya dengan lega.Hah…..Beruntung sekali Jhagad masih sempat menarik matras dari samping cariernya. Jika
Entah kenapa saat itu, Awan dan Jhagad justru berdiam diri, masih menatap ke arah Mahluk Haus Darah yang berlarian dengan ganasnya menuju ke tempat mereka. Suasana Hutan Terlarang tadinya sunyi pun berubah menjadi ramai sekali, dipenuhi erangan Mahluk Haus Darah yang bersahut sahutan.AAAAAARGHHH.. AAAAAARGHHH…“Gi, Ros! Ayo, kita juga harus menjauh!” ajak Tegar.Sama halnya dengan Jhagad dan Awan, Cantigi dan Rosie pun seperti tidak mendengarkan perkataan Tegar.Kali ini ganti Rosie yang berteriak, memanggil mereka berdua, “WAN! GAD! CEPAT!”Di sisi lain, Mahluk Haus Darah yang entah berapa jumlahnya itu terlihat berlarian seperti sudah tidak sabar menerkam dan menghisap darah mereka berlima. Entah karena takjub, atau takut, Jhagad dan Awan seperti terhipnotis, berdiam diri tanpa merespon sedikit pun teriakan dari Cantigi dan Rosie.&n
Bersamaan dengan mereka berlima yang melompat dan menjatuhkan diri ke permukaan tanah, saat itu juga benda yang melambung di udara mendarat, tepat di atas permukaan ranjau.BRUKSeketika itu juga detonatornya terpantik, dan suara ledakan terdengar lagi.BOOM!!!Karena saking dekatnya ledakan dengan posisi mereka berlima, tekanan yang ditimbulkan pun membuat tubuh mereka berlima terdorong dan terlontar beberapa meter ke depan. Suara gesekan tubuh mereka yang terseret dipermukaan tanah pun terdengar.BRUUUK….“Aaaarrrgh!” keluh Cantigi dan Rosie secara bersamaan setelah tubuh mereka yang tedrseret di atas permukaan tanah berhenti.Sementara itu, dalam posisi masih beralaskan tanah, Tegar, Awan dan Jhagad sudah melihat ke arah belakang lagi, sambil meletakkan telapak tangannya di dekat alis, untuk menghindari matanya
Awan, Jhagad dan Tegar pun langsung menoleh ke arah Cantigi dan Rosie. Sayang, mereka berdua sudah tidak terlihat, di permukaan tanah. Hanya suaranya saja yang masih terdengar.“Apa yang…?” gumam Jhagad tidak mengerti.A“Pasti jebakan berlapis!” kata Tegar sambil melawan Mahluk Haus Darah.“Sial!” umpat Awan kemudian meninju dengan keras Mahluk Haus Darah ke arah lubang jebakan.Setelah menjatuhkan Mahluk Haus Darah yang dia lawan, Jhagad pun menyelinap, mendekati lubang yang terbentuk di tanah. Saat itu, Jhagad melihat
Mendengar perkataan Jhagad, Awan, Cantigi dan Rosie pun tertegun. Kemudian melangkah mendekati Jhagad dan Tegar yang masih terduduk di atas permukaan tanah.“Hei! Kalau mati jangan di pangkuanku!” ucap Jhagad asal sambil tetap menggerak gerakkan tubuh Tegar.PLAKCantigi memukul lengan Jhagad.“Ah, sakit!” keluh Jhagad sambil menoleh ke arah Cantigi.“Jangan bercanda seperti itu!” sergah Cantigi.