Share

Part 9

Penulis: Airi Mitsukuni
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-16 09:30:42

Entah berapa lama kami menghabiskan waktu untuk mengobrol. Sesekali tertawa kecil saat mengingat kekonyolan kami berdua di awal pernikahan.

Rindu ini begitu menggebu-gebu meminta dituntaskan. Andai saja kondisi Karin sedang tidak sakit, pasti kami sudah saling melebur rindu. Bersatu dalam lautan cinta demi mencapai titik puncak kebahagiaan.

"Apa kamu benci Ayu?" tanyaku sembari mengusap kepalanya dengan lembut.

Karin menggeleng pelan dengan mata terpejam.

"Kenapa? Apa kamu tidak menyalahkannya karena sudah menjadi duri dalam rumah tangga kita? Menjadi orang ketiga yang membuat hati dan cintaku terbagi?"

Lagi. Karin menggeleng.

"Tidak sepenuhnya Ayu bersalah, Mas. Hati ini mungkin sakit dan kecewa, tapi aku tidak mau menyimpan dendam. Ayu tidak akan pernah masuk dan menjadi orang ketiga jika si pemilik hati tidak mengizinkannya. Tidak memberikan akses untuk dia masuk ke dalam rumah tangga kita."

Aku menelan ludah susah payah. Perkataan Karin selalu berhasil menampar secara tidak langsung. Aku tertegun memandangi Karin yang memejamkan mata dengan tenang.

Tidak sadarkah dia bahwa perkataannya selalu berhasil meluluhlantakkan hati ini. Membuatku merasa begitu bodoh sekaligus jahat.

"Karin."

"Hm," sahutnya pelan tanpa membuka matanya.

"Bukalah matamu," pintaku sembari mengusap pipinya dengan punggung telunjuk.

"Kenapa, Mas?" Dia menatapku dengan sayu.

Perasaan takut ini belum bisa terhapus. Entah kenapa, setiap kali melihatnya memejamkan mata, ada ketakutan tersendiri yang membuatku gelisah. Takut mata itu tertutup selamanya.

"Mas?" panggilnya lagi karena aku hanya diam.

Aku tersenyum meski ada yang terasa mengganjal di hati.

"Tidak apa-apa. Tidurlah," ujarku sembari melingkarkan tangan di pinggang rampingnya.

Karin tersenyum, lalu kembali memejamkan mata. Aku pun sama. Daripada terus dilanda perasaan gelisah, akan lebih baik bila ikut tidur.

Namun sayang, belum lama mata kami terpejam, suara gedoran dan teriakan Mama di pintu memaksa kami kembali membuka mata. Aku dan Karin pun saling melempar pandang bingung.

"Mama, Mas."

"Sudahlah, abaikan saja. Pasti bukan hal yang penting. Kita pura-pura tidak mendengar saja."

"Jangan, Mas! Tidak boleh seperti itu. Coba Mas buka dulu. Siapa tahu ada masalah penting. Itu Mama sampai teriak-teriak begitu."

Dengan berat hati, akhirnya aku kembali menyibak selimut dan bangun.

"Aku tidak akan lama," ucapku sembari memandangnya.

Karing mengangguk dan tersenyum.

Aku melangkah dengan malas dan perasaan yang sedikit kesal. Mama sudah mengganggu momen kebersamaanku dengan Karin. Hubungan kami berdua baru saja sedikit membaik.

Tidak bisakah beliau sedikit memahaminya? Mama dan Ayu memang sama saja.

"Ada apa, Ma?" tanyaku dengan wajah cemberut saat pintu dibuka.

"Kenapa kamu cemberut begitu? Tidak suka mama ganggu?" Mama mendelik tajam.

Aku menghela napas pelan. "Tidak, Ma. Maaf. Ada apa? Aku hanya lelah."

"Cepat kamu ke kamar Ayu!" Mama langsung menarik tanganku begitu saja keluar dari kamar Karin.

"Tidak bisa, Ma. Malam ini giliranku bersama Karin. Aku harus adil, Ma. Aku tidak mau jadi suami dzalim," tolakku sembari melepaskan cekalan tangannya.

"Tapi ini situasinya beda, Malik." Mama menatap tajam.

"Beda bagaimana, sih, Ma?" desahku frustasi. "Harusnya Mama tahu kalau akuβ€”"

"Ayu pingsan, Malik!" potongnya yang sontak membuatku kaget.

"Ayu pingsan?" ulangku dengan jantung berdetak sedikit lebih cepat.

"Iya, dia masih terbaring di kamar mandinya. Cepat kamu tolong dia!"

Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung berlari meninggalkan Mama. Menuruni tangga dengan terburu-buru agar cepat sampai di kamar istri keduaku.

🌸🌸🌸

"Ayu," gumamku kaget saat melihatnya terbaring di ambang pintu kamar mandi.

Aku melesat masuk ke dalam kamar dan langsung mengangkat tubuhnya. Membaringkannya dengan perlahan di atas ranjang.

"Ayu, buka matamu, Ay!" Aku menepuk-nepuk pipinya pelan. "Kamu kenapa, sih, Ay?" gumamku khawatir.

Baru saja hendak pergi mengambil minyak angin, Mama sudah lebih dulu masuk dan memberikan minyak angin itu padaku.

"Ayu kenapa, Ma?" tanyaku sembari mengolesi pelipis juga hidung Ayu dengan minyak angin tersebut.

"Ya, mana Mama tahu. Tadi Mama ke sini hanya mau tanya dia sudah makan malam atau belum. Eh, ternyata Ayu sudah pingsan."

"Astaghfirullah." Aku menepuk kening sendiri. "Mungkin Ayu belum makan, Ma."

"Tuh, 'kan, kamu itu memang tidak adil. Karin saja yang terus kamu perhatikan. Sementara, Ayu sendiri tidak kamu pikirkan sudah makan atau belum."

Aku merutuki diri sendiri. Karena marah atas insiden di luar tadi, aku sampai lupa dengan hal itu. Mungkin saja Ayu belum makan dari sepulang kerja tadi karena ditinggal ke rumah sakit.

"Ayu," gumamku saat melihatnya perlahan membuka mata. "Alhamdulillah, kamu sudah sadar." Aku mengusap kepalanya lembut.

"Ya sudah, kamu rawat Ayu dulu. Mama mau kembali ke kamar," katanya, kemudian berlalu pergi.

"Kamu kenapa, Ay?" tanyaku khawatir sembari membantunya untuk duduk bersandar kepala ranjang.

"Kepalaku tahu-tahu pusing, Mas. Mungkin kebanyakan nangis tadi," lirihnya pelan.

"Yaa, lagian kenapa kamu nangis terus?" tanyaku sembari merapikan anak rambutnya yang menutupi wajah.

"Habisnya Mas marah-marah terus. Padahal, aku tidak salah apa-apa. Aku sungguh tidak ada hubungan apa-apa dengan Aldi, Mas. Aku tadi hanya takut jatuh dari motor saja." Ayu terisak sembari menutupi wajah dengan kedua tangannya.

"Ya sudah, jangan nangis lagi!" Aku melepaskan kedua tangannya dari wajah.

"Mas tidak marah lagi?" tanyanya dengan nada manja.

Aku menggeleng, meski tidak sepenuhnya rasa kesalku sudah pergi.

"Mas percaya padaku, 'kan? Aku tidak bohong, Mas. Tadi itu akuβ€”"

"Aku percaya," potongku.

"Benarkah?" Dia langsung menegakkan tubuhnya dengan raut wajah ceria.

"Hm, tapi jangan diulangi lagi. Kamu tidak boleh pergi dengan laki-laki lain apa pun alasannya," kataku sembari menjawil hidungnya yang tidak lebih mancung dari Karin.

Ayu mengangguk cepat dengan senyuman lebarnya.

"Kamu harus mencontoh Karin. Dia tidak pernah keluar atau pergi ke mana pun tanpa seizin dariku."

"Karin lagi." Ayu kembali bersandar dengan wajah ditekuk, kedua tangannya dilipat di dada.

"Jangan marah! Aku hanya ingin kamu mencontoh apa yang baik darinya. Tolong ... sikapmu yang kekanak-kanakan dan manja itu sedikit dikurangi. Belajarlah menjadi lebih dewasa. Kamu harus paham, istriku itu tak hanya kamu. Aku harus adil membagi waktu, Ayu. Aku tidak mau jadi suami dzalim. Kamu mengerti, 'kan?"

Ayu bungkam dengan wajah cemberutnya yang berpaling ke samping.

"Kamu mendengarku tidak?"

"Males, ah. Kalau Mas ke sini hanya untuk membanding-bandingkanku dengan Karin, lebih baik Mas keluar," ujarnya ketus.

Aku menghela napas pelan. "Ya sudah kalau begitu."

Aku hendak berlalu pergi, tapi dengan cepat Ayu mencekal pergelangan tanganku.

"Jangan pergi!" rengeknya manja.

"Tadi katanya disuruh pergi."

"Iyaa, habisnya Mas buat aku tersinggung." Dia mencebik kesal. "Jangan pergi, ya!" pintanya lagi dengan menarik-narik tanganku supaya duduk kembali.

"Ini malam giliranku bersama Karin, Ayu. Tolong ... jangan bertingkah egois seperti ini," pintaku dengan lembut. Berharap dia mengerti dan bisa bersikap lebih dewasa lagi.

"Aku, 'kan, sedang sakit, Mas. Kalau pingsan lagi, bagaimana?"

"Tapi kamu tidak panas. Kamu pura-pura, ya?" Aku menatapanya penuh selidik. Membuat Ayu terlihat sedikit salah tingkah.

"Kok, Mas malah nuduh aku pura-pura, sih? Aku benar-benar pusing tadi," lirihnya dengan wajah tertunduk.

"Iya, maaf. Aku tidak bermaksud menuduhmu. Kamu sudah makan belum?"

Ayu kembali mengangkat wajahnya, menatapku sambil menggeleng.

"Aku ambilkan makan, ya."

"Tapi suapin." Dia kembali merengek manja.

Aku menghela napas pelan, tapi tetap menuruti permintaannya. Ketika hendak kembali ke kamar Ayu dengan sepiring makanan, aku melirik ke lantai atas. Merasa bersalah pada Karin karena sudah berjanji padanya tidak akan lama.

"Apa kamu sudah tidur?" gumamku pada diri sendiri, lalu kembali melangkah menuju kamar Ayu.

Ketika aku masuk, Ayu terdengar sedang tertawa-tawa kecil. Melihatku masuk, dia langsung mematikan ponselnya dan menatapku gugup.

"Telepon siapa?" tanyaku curiga.

"Teman, Mas." Ayu membenarkan posisi duduknya.

"Teman, kok, telepon malam-malam begini. Teman atau si Aldi kunyuk itu?" tudingku kesal.

"Teman, Mas. Kok, Mas masih curiga saja, sih. Nih, lihat!" Ayu memperlihatkan layar ponsel. Di sana terpampang jelas nama Dila yang melakukan panggilan padanya. "Masih curiga?" 

Aku menggeleng, lalu mulai menyuapinya.

"Berhenti mencurigaiku, Mas. Kita harus saling percaya satu sama lain. Kalau tidak, kita pasti akan ribut terus seperti tadi."

"Akan kucoba," sahutku cuek.

Beberapa menit kemudian, Ayu sudah selesai makan. Aku hendak kembali ke kamar Karin, tapi dia mencegah. Ayu kembali merengek dan mengandalkan jurus air matanya supaya aku tidak pergi.

Dengan terpaksa, aku menyetujui kemauannya. Berjanji akan menemaninya dulu di kamar ini sampai dia tertidur pulas. Namun, sayangnya aku malah ikut ketiduran sampai adzan subuh berkumandang.

🌺🌺🌺

Aku terperanjat bangun dengan jantung berdebar. Tak kutemukan Ayu di samping, tapi gemericik air di dalam kamar mandi menandakan dia ada di dalam sana.

Aku hendak keluar, tapi ternyata pintu terkunci. Entah ke mana itu kunci kamarnya, aku tak menemukannya setelah mencari-cari ke sekeliling kamar.

"Cari apa, Mas?" tanya Ayu yang keluar dengan wajah basah.

"Kamu yang sengaja mengunci kamar ini, 'kan? Mana kuncinya? Aku harus segera ke kamar Karin."

"Ya sudah, sih, Mas. Sudah terlanjur pagi juga. Salat subuh di sini saja dulu," ujarnya cuek sembari melenggang pergi mendekati meja rias.

"Tidak bisa, Ayu. Karin pasti kecewa karena aku sudah ingkar janji lagi padanya. Gara-gara menemanimu sampai tidur, aku malah ikutan pulas. Cepat berikan kuncinya! Aku mau ke masjid."

Namun, Ayu malah bersenandung kecil di depan cermin tanpa mempedulikan kata-kataku.

"Ayu!" geramku.

Ayu menoleh dengan tatapan santainya. "Salat di sini saja dulu, baru Mas kembali ke kamar Karin. Nanti aku berikan kuncinya."

Aku menggeram kesal dalam hati dan terpaksa menuruti permintaannya untuk salat di sini. Ayu memang masih sangat sulit untuk diajak beribadah. Namun pada akhirnya, dia mau salat berjamaah setelah aku memaksanya.

Usai menunaikan kewajiban dua rakaat, aku menagih janji Ayu yang akan memberikan kunci. Namun, bukannya melakukan apa yang kuminta, dia malah melucuti satu per satu pakaiannya sambil tersenyum miring.

Ayu mendekat, menempelkan tubuh sintalnya itu dengan jemari yang bergerak mengusap lembut lengan ini. Membuat darah di sekujur tubuh seketika berdesir hebat. Mataku terpejam erat seraya menelan ludah berkali-kali. Aku berusaha mati-matian menahan sesuatu yang tengah meronta dan meminta dituntaskan.

Ah, sial! Pada akhirnya, aku luluh dan kalah melawan nafsu sendiri.

Apakah semua laki-laki akan cepat tergoda dan kalah dengan 'hal' seperti ini?

Kami berdua akhirnya sama-sama hanyut akan sentuhan yang memabukkan. Hingga membuatku seketika lupa dengan janji pada wanita lain.

β˜…β˜…β˜…

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Muhyati Umi
kayaknya karin hamil tapi sengaja menyembunyikan kehamilannya. seandainya ayu hamil kayaknya bukan anaknya Malik. karena Malik menikahi ayu sudah tidak segel
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
emang qm gk ada otak baru tahu dan baru sadar yg dipikiran mu hanya nafsu halim
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
suami pecinta selangkangan ini yg harus dipertahankan? dibuka dikit aja langsung lupa diri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • MENYESAL MENDUAKANMUΒ Β Β Part 10

    Aku terperanjat bangun dan secepatnya menyibak selimut. Memunguti pakaian yang tercecer dan berlari masuk ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian, aku sudah selesai membersihkan diri. Jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. "Ayu, bangun, Ay!" Aku mengguncang bahunya pelan. Ayu menggeliat malas dengan matanya yang masih terlihat berat. "Ada apa, sih, Mas?" "Bangun, sudah siang. Kamu tidak mau berangkat kerja?" Ayu langsung memposisikan dirinya duduk sembari mengucek mata. "Jam berapa memangnya?" "Setengah tujuh. Sudah cepat mandi! Aku tunggu kamu di meja makan," titahku, kemudian langsung pergi keluar kamar. Aku melangkah dengan jantung berdetak cepat dan kedua tangan yang saling meremas gelisah.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • MENYESAL MENDUAKANMUΒ Β Β Part 11

    Sepanjang perjalanan, pikiranku masih terbayang-bayang Karin yang berada sendirian di rumah. Sampai-sampai, Papa menegur dan memintaku tetap fokus mengemudi. Namun, baru setengah jalan kami pergi, Mama tiba-tiba memerintahkanku untuk memutar balik karena hadiah untuk Bude tertinggal.Lagi-lagi, aku terpaksa harus menuruti kemauannya. Ketika sudah sampai di depan rumah, Mama menolak turun dan memintaku yang mengambil hadiah itu. Namun, dahiku berkerut saat mendapati ternyata pintu rumah tidak dikunci.Apa Karin lupa?Aku masuk, lalu menyalakan saklar lampu ruang tamu. Sepi. Mungkin saja Karin sudah tidur.Lekas kuambil kado yang dimaksud Mama dari kamarnya, lalu segera keluar. Tadinya mau langsung pergi tanpa menemui Karin karena takut membuatnya semakin sedih. Akan tetapi, aku penasaran dan ingin memastikan dulu kalau dia baik-baik saja di sini.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-18
  • MENYESAL MENDUAKANMUΒ Β Β Part 12

    Aku melajukan mobil dengan sangat kencang. Meliuk-liuk menghindari kendaraan lain yang menghalangi jalan. Rasa sakit di buku-buku tangan tak kupedulikan. Itu semua tidak sebanding dengan rasa sakit dan kecewaku terhadap Karin."Aarrgh!" Aku menggebrak stir mobil berkali-kali penuh emosi.Rasanya aku ingin menyiksa dan membunuh pria sialan itu andai tidak ada hukum. Wanita yang begitu kucintai ternyata diam-diam menyimpan bangkai. Pantas saja dia tidak keberatan saat kami tinggal. Ternyata Karin punya niat lain."Aaargh! Berengsek!" umpatku sembari terus menggebrak stir. "Mati saja kalian berdua! Mati! Berani-beraninya berbuat kotor di kamarku! Kurang ajar!"Aku menambah kecepatan saat mobil mulai memasuki jalanan yang cukup lebar dan lengang. Mengabaikan klakson kendaraan lain yang kesal karena aksi ugal-ugalan ini. Ponsel berdering berkali-kali. Melihat siapa yang m

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-20
  • MENYESAL MENDUAKANMUΒ Β Β Part 13

    Biarpun Ayu merengek minta sarapan bersama di luar, tapi aku tak mempedulikannya. Rasaku padanya yang sempat menggebu, hilang begitu saja setelah mengetahui dia ada main dengan Aldi. Ayu kuantar langsung ke kantornya. Setelahnya, aku melesat menuju kantor.Di kantor, aku benar-benar tidak bisa fokus dengan pekerjaan. Bayangan pertengkaran malam itu selalu hadir memenuhi kepala. Hati ini berdenyut sakit setiap kali ingat dengan perlakuan Mama terhadap Karin. Lebih sakit lagi saat aku teringat telah menamparnya untuk pertama kali."Aaargh!" Tanpa sadar aku menggebrak meja hingga membuat karyawan lain menoleh dan menatap heran padaku. "Maaf," ucapku dengan senyum terpaksa.Saat jam istirahat, terpaksa aku makan di kantin meskipun tidak begitu bernafsu. Kehilangan wanita yang dicintai bukan berarti jalan hidupku juga harus berhenti, bukan? Apalagi kehilangannya karena dia berkhianat.&nbs

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-21
  • MENYESAL MENDUAKANMUΒ Β Β Part 14

    Aku terperanjat bangun ke posisi duduk dengan napas terengah. Bahkan, rasa sakit itu masih terasa begitu nyata di dalam sini. Air mata pun masih ada jejaknya di pipi."Kenapa mimpinya begitu terasa nyata?" gumamku sembari mengusap air mata. "Apa maksudnya mimpi tadi? Apa Karin baik-baik saja?"Aku menggeleng cepat, berupaya mengenyahkan segala pikiran buruk yang melintas.Aku harus bisa melupakan Karin, tapi kenapa di sini sangat terasa sakit? Seolah Karin tidak akan pernah kembali. Lalu, siapa anak yang dituntunnya tadi? Apa itu anak dari selingkuhannya itu?""Aaargh!"Aku Mengacak-acak rambut frustasi, lalu beranjak turun dari kasur dan pergi ke kamar mandi. Membasuh wajah dan tertegun menatap diri di cermin besar.Tiba-tiba saja seolah aku melihat bayanganku yang pernah menggoda Karin di kamar mandi ini. Tanpa sadar, kedua sudut bibir ini terangkat naik mendengar tawa r

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-07
  • MENYESAL MENDUAKANMUΒ Β Β Part 15

    Sepanjang perjalanan, Ayu terus mengoceh, tapi aku hanya menanggapi dengan seperlunya saja. Ia merengek meminta ikut ke tempat pertemuan. Tentu saja aku menolak. Bagaimana bisa dia ikut, sedangkan keperluanku ada sangkut pautnya dengan perselingkuhannya? "Mas, nanti aku ikut, ya?" Ayu masih merengek dari balik kaca mobil setelah ia turun. "Tidak bisa, Ayu. Ini urusan bisnis. Kamu nanti langsung pulang saja, ya. Tunggu aku di rumah." "Tapi, Masβ€”" "Daah!" Aku melambaikan tangan sesaat sebelum mobil melaju meninggalkannya. Kulirik ia dari kaca spion. Ayu masih berdiri terpaku di tempat dengan wajah cemberutnya. Aku hanya menggeleng pelan lalu menancap gas menuju kantor. Merasa konyol dan bodoh pernah terbujuk oleh Mama dan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-10
  • MENYESAL MENDUAKANMUΒ Β Β Part 16

    Dengan senyuman sinis, aku menghampiri mereka yang tengah fokus menatap layar televisi. Semula aku mendengar mereka semua sempat tertawa-tawa bahagia. Namun, sekarang mereka terlihat serius mengamati berita."Ada apa, Ma? Serius sekali menontonnya?" tanyaku lalu kembali mengambil posisi duduk di samping Ayu yang juga serius menyaksikan berita."Itu, Malik. Sore tadi ada kapal yang terbakar lalu karam di perairan."Mau tak mau aku ikut fokus lalu menambah volume televisi tersebut. Tim BASARNAS masih sedang berusaha mengevakuasi korban selamat. Diberitakan jika kapal tersebut berlayar dari Tanjong Priok menuju Pulau Bangka dengan membawa penumpang berlebih. Diketahui jika 230 orang selamat, 32 orang tewas dan 17 orang dinyatakan hilang dan masih dilakukan pencarian."Kasihan, ya. Pasti mereka syok dengan kejadian itu," komentar mama mertua.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-10
  • MENYESAL MENDUAKANMUΒ Β Β Part 17

    Aku berjalan lesu ke kamar lalu menghempaskan punggung di kasur. Tertegun memandang langit-langit kamar dengan pikiran yang melayang jauh. Dalam waktu singkat, aku sudah kehilangan dua istri sekaligus. "Well, aku harus belajar melupakan mereka. Tak pantas para pengkhianat itu terus mengganggu pikiranku," gumamku pada diri sendiri lalu beranjak mendekati lemari untuk mengambil baju ganti dan bersiap tidur. Mas ... Mas Malik. Mas .... Aku terperanjat bangun dan langsung menyalakan lampu tidur di atas nakas. Memindai ke sekeliling kamar demi mencari asal suara. Kosong. Kamar ini sepi dan hampa sejak ditinggal ratunya. Jelas-jelas tadi aku seperti mendengar suara Karin berbisik memanggil, tapi tidak ada. Lagi-lagi ini hanya cuma mimpi. Kenapa bayan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-10

Bab terbaru

  • MENYESAL MENDUAKANMUΒ Β Β Part 78

    Seminggu setelah penolakan lamaran itu, aku masih merasakan sedih dan kecewa. Namun, perasaan itu tidak kutunjukkan pada siapa pun termasuk pada Papa. Naila pun bekerja seperti biasa setelah sempat izin dua hari. Aku masih tidak menyerah mendekatinya. Dia masih sering kupanggil ke ruangan untuk mengerjakan tugas kecil hanya agar bisa melihatnya lebih leluasa.Hingga pada akhirnya, kesabaran dan doaku membuahkan hasil. Tiba-tiba Naila datang ke ruangan dan mengatakan sesuatu yang tidak diduga-duga. Dia menerima lamaranku yang membuat senyum bahagia langsung merekah menghiasi wajah ini. Papa dan kedua adikku pun turut senang dan dengan semangatnya membantu mempersiapkan pernikahan kami.Kami juga meminta alamat adik dari mendiang ayahnya, dan akan menjemput dia nanti untuk menjadi wali nikah."Ciee, yang sebentar lagi jadi peng

  • MENYESAL MENDUAKANMUΒ Β Β Part 77

    POV KAMAL🍁🍁🍁Semakin hari, ketertarikanku pada Naila semakin nyata. Diam-diam aku sering memperhatikan dari kejauhan. Bahkan terkadang memanggilnya ke ruangan hanya untuk alasan yang tidak terlalu penting. Beda hal dengan perasaanku pada Angelina yang semakin terkikis dan hilang begitu saja."Pak Kamal!"Aku yang sedang berjalan menuju parkiran pun, mau tak mau berhenti dan menoleh ketika Angelina mengejar, lalu berdiri di depanku."Ada apa?""Maaf, Pak. Boleh saya minta waktu sebentar? Ada sesuatu yang mau saya bicarakan."Aku melirik jam tangan, lalu mengangguk."Bicaralah." 

  • MENYESAL MENDUAKANMUΒ Β Β Part 76

    POV KAMAL 🍁🍁🍁 Hari ini aku berangkat lebih awal dari biasanya ke kantor. Faisal sendiri sedang pergi ke luar kota. Kami memang bergantian mengurus cabang perusahaan di sana. Sementara, akhir-akhir ini Papa yang sering jatuh sakit kami larang untuk ke kantor. Aku yang sedari tadi memandang keluar jendela mobil pun langsung menegakkan posisi duduk, ketika melihat gadis bernama Naila sedang berjalan kaki. Kalau dilihat dari data pribadi, usianya hanya berbeda satu tahun di atas Ayesha. "Pak Galih, tolong menepi sebentar," titahku pada sopir. "Iya Pak." Pak Galih memutar kemudi, dan menghentikan mobil tepat di bawah pohon. Melihat dia semakin mendekat ke mobil ini, akhirn

  • MENYESAL MENDUAKANMUΒ Β Β Part 75

    "Semua bekalnya sudah disiapkan, Bi?" tanya Ayesha seraya mendekati Bi Murti di meja makan."Sudah, Non. Ini sedang bibi masukin semua ke kotak.""Terima kasih, ya, Bi.""Sama-sama, Non Ayesha. Hati-hati."Ayesha mengangguk dan tersenyum, lalu mengambil kotak berukuran besar yang didalamnya terdapat banyak bekal."Ayo, Pah!" Dia merangkul lenganku, lalu kami berjalan bersama menuju pintu depan.Namun, baru maju beberapa langkah, aku sudah terhenti lagi seiring napas yang tertahan."Kenapa, Pah?" Ayesha menatap khawatir.Aku masih terdiam karena untuk menarik napas saja rasanya sakit."Pah?"Aku menoleh dan tersenyum."Papa tidak apa-apa," jawabku setelah rasa sakit di dada berangsur menghilang."Papa jangan bohong. Papa kenapa?" rengek

  • MENYESAL MENDUAKANMUΒ Β Β Part 74

    POV MALIK🍁🍁🍁"Papa."Aku yang baru selesai meminum obat pun menoleh pada Kamal yang berjalan mendekat."Sudah pulang, Nak. Ada masalah di kantor?""Tidak ada, Pah. Semua baik-baik saja," ujarnya, lalu duduk sampingku. "Papa katanya sesak napas.""Sudah tidak, kok.""Pasti Papa kepikiran Mama lagi, kan?"Aku diam menunduk."Pah ...." Kamal menyentuh pundakku. "Mama sudah lama pergi, Pah. Mama sudah tenang. Jangan terus diratapi.""Papa hanya rindu." Mataku memanas saat mengatakan itu.Kamal merangkul dan mengusap lenganku."Kita semua juga rindu, Pah," lirih Kamal, "tapi Papa harus tetap sehat. Mama juga pasti sedih kalau Papa sakit karena memikirkan Mama terus."Aku mengangguk. "Maafkan Papa. Papa sulit mengont

  • MENYESAL MENDUAKANMUΒ Β Β Part 73

    POV KAMAL🍁🍁🍁"Ayo, Bang, pulang!" Faisal menemuiku di ruangan.Aku mengangguk, membereskan berkas di meja, lalu menyambar tas dan berjalan menghampirinya."Mampir ke toko kue dulu, ya. Beli bolu kesukaan Papa."Faisal mengangguk dan kami pun berjalan menuju lift."Ada urusan apa kamu sama gadis itu?""Gadis yang mana?""Naila, OB baru di kantor kita itu.""Oh ... aku hanya kasih amanah dari Papa.""Amanah apaan? Kok, aku tidak diberitahu?""Papa lupa kali.""Amanahnya apa memang?""Uan

  • MENYESAL MENDUAKANMUΒ Β Β Part 72

    POV KAMAL🍁🍁🍁"Permisi, Pak."Aku yang tengah menunduk memeriksa berkas-berkas pun mengangkat wajah mendengar seseorang masuk ke ruangan."Masuk!"Angelina—gadis berambut ikal sebahu itu tersenyum dan mengangguk, lalu mendekat ke sini. Diam-diam aku memiliki ketertarikan padanya. Bukan hanya karena cantik, tapi juga pintar."Ada apa?""Ini, Pak. Ada berkas yang harus Bapak tanda tangani." Angelina menyodorkan beberapa map di mejaku.Kuperiksa sebentar, lalu membubuhkan tanda tangan di sana dan memberikannya lagi."Ada lagi?""Tidak ada, Pak.""Ya sudah. Kamu bisa kembali ke ruanganmu.""Pak."Aku yang baru akan fokus dengan laptop pun mau tak mau menoleh lagi ketika dia memanggil.

  • MENYESAL MENDUAKANMUΒ Β Β Part 71

    "Di mana Ayesha, Bi?" tanyaku yang baru pulang dari kantor bersama Kamal."Di kamarnya, Tuan. Tadi, sih, sepertinya nangis.""Nangis kenapa?""Uhm— anu ... bibi kurang tahu. Tapi tadi Non Ayesha pas keluar dari kamar Den Faisal sudah nangis."Aku dan Kamal saling melempar pandang."Biar aku yang tanya ke mereka, Pah. Mungkin bertengkar lagi.""Tidak usah, Mal. Biar papa saja. Kamu mandi dan istirahat," kataku, lalu pergi ke kamar Ayesha yang berada di lantai atas juga, sama seperti kamar Faisal."Ayesha," panggilku seraya mengetuk pintu kamarnya.Masih belum ada jawaban."Buka pintunya dulu, Nak. Ayesha?""Sebentar, Pah!" sahutnya dari dalam.Tak berselang lama, Ayesha sudah berdiri di depanku sambil tersenyum manis seperti biasa. Jejak air mata di w

  • MENYESAL MENDUAKANMUΒ Β Β Part 70

    Hari demi hari telah berlalu. Kini, Ayesha sudah bukan lagi anak remaja. Tahun ini dia mulai masuk kuliah. Sementara, Kamal dan Faisal fokus mengurus perusahaan. Mereka mampu bekerjasama mengelola dengan baik beberapa perusahaan yang kubangun dari nol.Bahkan satu pun dari mereka belum ada yang menikah. Aku sudah mencoba mengajak bicara, tapi keduanya kompak berkata belum siap dan belum menemukan calon yang cocok.Aku bangga pada Karin. Dia benar-benar berhasil mendidik Kamal dan Faisal dengan sangat baik. Keduanya berpegang teguh pada nasehat mamanya yang melarang pacaran. Meski aku tahu, sudah lama Kamal diam-diam menaruh hati pada karyawan di kantor yaitu Angelina."Permisi, Pak."Aku yang tengah fokus pada layar laptop pun menoleh ketika Pak Lukman mengetuk pintu dan melongokkan kepalanya."Masuklah."Sudah dua hari aku menggantikan Kamal yang sejak kemar

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status