PoV Prabu
Aku selingkuh, iya memang. Tetapi aku tak bisa mengaku, setelah ketahuan oleh Vania di toko tempo hari. Pikiranku liar kemana-mana. Aliran darah semakin deras dan otakku berpikir keras. Bagaimana bila dia mengadu ke atasan di kampus kalau aku selingkuh, aku akan dipecat dan Vania menceraikan ku. Dia dengan kepala tegak akan mengusirku dari rumah mewah yang susah payah ku bangun. Aku harus mengambil cicilan juga buat bisa punya rumah yang nyaman.
Awal nya biasa saja, aku memandang mahasiswaku. Namun saat istriku Vania diusia kandungan tujuh bulan, dia pendarahan. Masuk rumah sakit dan dirawat. Dokter berkata Vania harus bedrest dan tidak boleh berhubungan intim dulu. Saat itulah aku uring-uringan tidak mendapat jatah dari Vania. Dua bulan aku berpuasa darinya, ketika usia kandungan sembilan bulan aku memberanikan diri mengambil jatah batinku. Namun aku merasa tak berselera. Perut, leher, ketiak dan masih banyak lagi dari tubuh istriku berwarna hitam. Aku suruh dia membersihkan, namun dia berkilah itu bawaan bayi dan hormon karena kehamilannya, tidak hanya itu tubuh Vania juga bengkak. Dia masih ideal Ibu hamil, tetapi kaki nya bengkak dan wajahnya bengkak membuat aku semakin tak berselera dan dia hanya diam saja tidak gesit seperti dulu dalam melayaniku, membuat aku bosan karena dia sudah tak menarik lagi.
Mahasiswaku bernama Marsya sangat menarik perhatianku, tubuh mungilnya begitu enak dipeluk, rambut sebahunya beserta alis mata tebal, yang membuatku suka bila dia tersenyum lesung pipinya menghanyutkan ku mirip artis bollywood. Belum lagi kulit putih bersihnya serta glowing membuat liurku menetes, aku ingin mencicipi tubuhnya dan merangkak naik diatasnya.
Pikiran nakal ini terus menghantuiku, manakala kudengar suara Marsya mahasiswa Fakultas Teknik di universitas yang mencetak guru terbaik di kota kami. Suaranya mendayu dayu, aku sangat suka suaranya. Ku beranikan berbicara padanya.
"Marsya, kamu pegang dulu tugas yang saya berikan."
"Iya, Pak," katanya sambil tertunduk, darahku kian berdesir. Aku mengulas senyum untuknya.
Malamnya aku memberanikan diri menghubunginya, dia membalas pesanku, sehingga aku merasa muda kembali. Aku merasa berbunga seperti jatuh cinta pada Marsya yang menarik dan berkulit putih. Tidak seperti istriku yang kulitnya hitam dimana-mana karena pengaruh hormon kehamilan dan badannya bengkak.
Hari hari mengajar merasa membahagiakan, aku akan memandangi Marsya jika aku masuk mata kuliahnya. Kamipun semakin dekat dan dia juga suka curhat denganku. Aku pergi belanja, karoke-an dan makan bersamanya layaknya orang pacaran. Dia sama sekali tak menolak bahkan merasa nyaman. Aku bagai hidup kembali mencintai wanita yang lebih muda tiga belas tahun dariku. Marsya masih 20 tahun, segar dan cantik. Sementara Vania sudah mulai menua, ku nikahi dia usia 25 tahun. Sekarang kami memiliki anak dan usianya baru 27 tahun namun dia sudah nampak tua di mataku.
Aku memberanikan diri menyewa hotel, aku sudah tak tahan lagi. Saat usia anak kami dua bulan aku dan Marsya memadu kasih. Sudah cukup kuberi Marsya kebahagiaan, kini dia harus membuktikan cintanya padaku dengan melayaniku. Dia sama sekali tak menolak dan dia bercerita kisah masa lalunya dengan kekasihnya saat SMA, Marsya sudah tak perawan saat aku menggaulinya. Aku tak peduli yang penting aku puas padanya. Dia sangat menarik dan bisa memuaskan ku.
Namun saat Marsya mengajakku ke sebuah toko, katanya toko itu terkenal murah dan menjual berbagai hijab, gamis, celana kulot, kemeja wanita dan lain-lain. Marsya ingin belanja dan borong, dia merengek padaku. Aku sudah cukup lama bersamanya jadi ku turuti maunya dan melupakan Vania, karena servis yang diberikan Marsya sungguh baik, aku kewalahan bahkan melayaninya sehingga tak berselera lagi pada istriku Vania.
Mataku membola saat kepergok Vania, aku ketahuan selingkuh dengan mahasiswaku sendiri. Aku merasa takut saat itu sehingga aku berbohong. Kuharap keadaan membaik namun sepertinya Vania marah besar. Dia sudah mulai curiga namun aku tak bisa meninggalkan Marsya. Aku akhirnya membeli ponsel baru agar lebih memiliki privasi bersama Marsya.
Saat ini aku sedang dalam kamar mandi, aku mengambil handuk karena sudah selesai mandi. Aku sengaja tidak masuk karena jam kosong. Dan aku lagi stress memikirkan nasibku ke depan sehingga aku perlu sendiri.
Saat keluar kamar Mandi, kulihat Vania sudah di rumah dan dia sedang memegang gawaiku.
"Vania!" Teriakku tak suka, istriku itu terkejut dan menatapku penuh benci. Perasaanku menjadi gusar. Bagaimana bila Vania tahu semua ke busukanku menghianati nya. Aku mencoba menutupi dan menguapkan masalah sepertinya berhasil, sekarang dia memegang gawaiku dan sudah membacanya.
"Nggak tahu diri kamu, Van. Berani kamu baca isi pesanku!" kataku sengit mendatanginya, dia melotot dan dia meraih tasnya berusaha berlari dariku membawa gawaiku.
Aku ketakutan, bagaimana bila dia memberitahu semua orang, reputasi ku sebagai Dosen terbaik akan hancur. Aku bersegera menarik hijabnya dan berusaha mengambil gawaiku,
"Lepaskan aku!" teriaknya saat aku dan dia sama sama tarik menarik gawai itu. Hingga ponsel itu jatuh ke lantai dan dengan sigap aku mengambilnya.
"Mas. Aku gak sangka kamu berkhianat seperti ini. Kemarin kamu minta maaf dan ternyata itu bohong. Kamu masih bersama wanita itu di belakangku!" sentaknya marah, dia memukuli dadaku dan berusaha mengambil gawai itu. Aku merasa kesal dengan kemarahan besar aku ingin menamparnya.
"Pukul. Pukul aku, Mas. Sekali kamu layangkan tanganmu maka aku pastikan penjara tempatmu!" hardiknya marah, nyaliku menciut. Aku meraih tangannya berupaya menenangkan nya.
"Vania, ini gak seperti yang kamu lihat, semua salah paham," dustaku padanya, aku tak akan mengakui perselingkuhan ini karena reputasi ku dipertaruhkan di sini.
"Dasar pendusta, bajing*n kamu. Aku lihat isi chat di gawai itu, berikan itu padaku. Aku mau lihat perbuatan tercela kamu dan wanita itu ponsel mu!" katanya mengguncang-guncang diriku.
"Ikut aku!" Aku menariknya ke dapur. Vania tak mau namun dengan kasar kutarik tubuhnya. Kuambil palu dan ku pecahkan gawaiku itu di mana ada bukti chat mesra dan photo intim kami disana.
Vania membelalak kan mata tak terima saat gawai itu ku hancurkan.
"Apa yang kamu lakukan , Mas?" tanya nya histeris. Tangannya sudah kulepaskan dan aku mengulas senyum saat gawai itu sudah rusak.
"Aku hancurkan supaya kita tak bertengkar, sudahlah itu cuma salah paham, Vania." Aku berusaha membuatnya tenang. Tetapi menatapku sengit, dilayangkannya tamparan keras ke wajah ku. Aku terkejut karena aksi tiba-tiba darinya.
Plak!
Aku meringis menatap dirinya."Vania. Berani kamu pukul suamimu, Ha!" bentakku marah, wajahnya sama sekali tidak takut melihatku.
"Kau seorang pendidik, namun kamu mencoreng reputasi mu sendiri. Aku tak sangka kamu se-culas ini."
"Vania, mari kita lupakan, aku janji tidak ada Marsya lagi. Mohon maaf kan aku, Van!" Aku memohon padanya kuambil tangannya buat dipegang, entah benar apa tidak tetapi aku tak siap kehilangan pekerjaan dan rumahku. Dia menepis dan mencebik kesal.
"Aku akan mendaftarkan perceraian!"
"Tidak bisa, Van. Kalau seperti itu akulah pemilik rumah ini!" tegas ku padanya.
"Ini tanah Bapakku!"
"Tetapi membangunnya pakai uangku!"
"Aku akan buktikan kamu selingkuh, Mas!"
Aku menarik sudut bibirku, satu bukti hilang dan dengan cara apa Vania membuktikannya, aku tak akan mengalah pada nya.
"Silahkan, Vania. Kamu tak ada bukti kalau aku selingkuh," tegas ku padanya. Dia semakin membenciku.
"Spada ⌠Ada di rumah, Mas." Sebuah suara mengagetkan kami, aku dan Vania berbegas ke depan sebelumnya kupakai celanaku karena aku barusan selesai mandi.
Ketika Vania membuka pintu, aku dan dia terkejut.
"Marsya!"
Bersambung.
TBC.Aku tak sangka suamiku se culas ini. Sekali berkhianat rupanya dia akan selalu berkhianat. Gawai itu juga sudah hancur lebur karena kerasnya dia pukul. Beberapa kali dia pukul untuk memastikan gawai itu benar-benar hancur. Sepertinya aku harus cari cara lain buat membuktikan kebohongannya. Aku sudah tak tahan, baru secuil pesan yang aku baca dan baru screen shoot pertama namun naas dia sudah datang. "Spada...." Suara itu, suara siapa yang datang kerumah kami. Aku membuka pintu sedangkan Mas Prabu secara cepat masuk kamar dan memakai pakaiannya. Ketika knop pintu kubuka. Mataku terbelalak melihat wanita itu. Wanita dengan lesung pipi dan suara mendayu ketika di toko datang kesini. Kerumah kami. Dia sama sepertiku terkejut. "Marsya! selingkuhan suamiku, buat apa kamu kemari. Wa
MENOLAK NAFKAH BATIN 7Mataku membola membaca pesan dari Mas Prabu, dia berpikir aku takut dipolisikan. Pesan darinya membuktikan dia yang takut karena barang bukti sudah ada padaku."Nia, aku tahu kau sedang dalam masalah." Auriga menghentikan lamunanku. Aku tertunduk, sebelum kesini berjumpa dia berkali-kali aku mencoba membuka gawainya Marsya namun selalu gagal. Kuhela napasku, tak ada salahnya aku minta bantuan Auriga. Temanku satu ini pintar dalam segala hal dan juga unik."Riga, aku butuh bantuanmu, aku ingin kunci ponsel ini terbuka. Bisakah kau membuka kunci nya karena dia terkunci menggunakan pola tertentu, sudah kucoba dan gagal!" seruku panik, ini satu-satunya bukti Mas Prabu dan Marsya berselingkuh."Sepertinya penting, Nia?" Dia mengerutkan dahi."Iya sangat penting, hidupku dipertaruhkan disini!" seruku padanya.
SUAMI MENOLAK MEMBERIKU NAFKAH BATIN BAG 8"Van, kamu yakin?" tanya Mbak Farah padaku. Aku mengangguk, aku datang ke kafe bersama Mbak Farah dan Bang Sinaga. Bang Sinaga suami kakak ku adalah seorang prajurit TNI, aku sengaja memintanya buat datang kesini, tak lupa ku bawa pengacaraku. Agar lebih jelas semuanya. Sementara Fauzan berada di stoller bayi, dia tertidur setelah diberi susu, kubawa juga si Asih buat ikut membantu menjaga Fauzan."Iya, Mbak. Aku udah gak tahan melihat perselingkuhan Mas Prabu dengan Marsya," kataku tersenyum getir pada Kakakku."Apapun keputusan kamu, selama kamu yakin untuk melangkah dan bahagia. Mbak akan mendukungmu, Van," ucap Kakakku mengelus lenganku."Iya, Mbak. Terima kasih," ucapku lagi. Aku menggerutu kesal pada Mas Prabu, mengesalkan dia suruh aku menunggunya seperti ini. Masih teringat perbuatannya di rumah yan
Aku terduduk di balkon toko, disinilah aku sekarang, besok rencananya aku akan pulang ke rumah dan mengusir Mas Prabu dari sana. "Vania," Kakak ku memanggil. "Iya, Mbak." "Nih, anak kamu udah tidur. Mbak letak di ayunan ya," ucap Mbak Farah, aku mengangguk. "Vania, kamu sudah siap?" "Maksud Mbak?" "Kamu sudah nabuh gendrang perang dengan Prabu. Mbak yakin pria tukang selingkuh kayak dia itu gak punya akhlak walaupun pendidikannya tinggi. Kamu harus hati-hati." "Iya, Mbak. Aku mau pastikan dulu dia dan Marsya mencabut gugatan pidana pencurian itu. Sesuai perjanjian bila dia cabut maka aku tak akan melaporkannya ke kampus, padaha
SUAMI MENOLAK MEMBERIKU NAFKAH BATIN BAG 10"Biarkan dia menunggu, Mbak. Aku sibuk mau wawancara," kata ku tegas saat diberitahu Mbak Farah siapa yang berada di toko. Dari mana dia tahu aku kerja di toko, semoga hanya kerja dan dia tak tahu kalau aku pemilik toko itu. Aku dan Mbak Farah sama-sama mulai dari nol, modal kami sama ketika membangun toko online itu hingga berkembang besar. Keuntungan pun tidak ada masalah. Hingga kami membuka toko nyata disamping online."Ih, kalau dia buat keributan gimana. Udah kamu kesini sebentar aja," tolak Mbak Farah,"Mbak kan tangguh, usir kek atau apa. Laporkan sama security biar dia kabur," kataku melengkungkan bibirku."Aih, dasar Vania, ya udah lah.""Makasih Mbak. Wawancara ini penting dan aku harus datang. Udah ya Mbak," ucapku pada Mbak Farah.
SUAMI MENOLAK MEMBERIKU NAFKAH BATIN BAG 11Aku mengerutkan dahiku melihat Bu Arum pingsan. Ibu Mas Prabu itu terkejut mungkin melihat berbagai bukti anaknya yang berselingkuh dan lebih parah lagi dia tak terima rumah menjadi milikku."Mbak, kok malah bengong. Tolongin Ibu!" kata Sila adik iparku, aku menyuruh Mbok Jum membawakan air dan minyak angin. Pembantu paruh baya ku itu dengan cekatan membantu Bu Arum."Kalau ibu kenapa-napa gimana, Mbak. Mbak bisa dituntut karena ibu seperti ini!" kata Sila tak terima, aku mendengkus kearahnya. Bisa bisanya dia menyalahkan aku dalam situasi seperti ini."Kok kamu malah nyalahin aku. Ibu kamu gak percaya dan aku kasih bukti terus dia pingsan sendiri. Ya nggak ada sangkut paut sama sekali sama aku," kataku ketus kearahnya."Kenapa bisa Mas Prabu selingkuh. Mbak juga yang sal
SUAMI MENOLAK MEMBERIKU NAFKAH BATIN BAG 12"Assalamualaikum," Mereka bertiga menoleh ke sumber suara."Waalaikumsalam," aku menyahut, dan kulihat pria tinggi tegap sudah didepan pintu. Ini kah kiranya yang dikirim Bang Sinaga buat menjadi satuan keamanan di rumahku."Masuk!" Perintahku, dia berjalan gontai masuk kedalam rumahku. Mereka bertiga masih memandang secara heran. Terutama Mas Prabu."Siapa dia, selingkuhan kamu?" tanya nya dengan mata nyaris keluar. Aku tak menggubris dengan wajah datar dan ku abaikan pertanyaannya."Duduk!" seruku pada pria itu, dia menurut dan duduk. Aku bertanya lagi."Irwan kan?" Dia mengangguk."Iya, Bu. Yang direkomendasikan Bang Hendra Sinaga," katanya dengan wajah datar."Bagus. Oh ya kamu bisa
SUAMI MENOLAK MEMBERIKU NAFKAH BATIN BAG 13.Aku setuju saja untuk masuk ke kelas Marsya, ini adalah kesempatanku untuk tampil didepan, aku akan membuktikan kalau aku bisa sukses tanpa Mas Prabu. Saat aku akan berjalan menuju ruangannya. Mas Prabu menghampiriku karena tahu kemana tujuanku."Vania, ngapain lagi kamu. Mau buat keributan dikelas ya. Gak puas kamu permalukan Ibuku sekarang kamu mau buat kekacauan lagi?"Aku meringis kearahnya, senyuman tipis menghiasi wajahku,"Dewasalah, aku disini bekerja." Mas Prabu melotot padaku, seakan bola matanya hendak keluar."Apa maksudmu, kamu disini menyusahkan diriku saja," katanya sinis padaku."Sudah berapa kali kukatakan kalau kampus ini bukan punya Bapakmu jadi aku berhak sesuka hatiku datang kapan saja. Urusan kita hanya di pengadilan agama. Aku juga punya tujuan disini!" sentakku padanya. Mas Prabu gusar dengan
SUAMI MENOLAK MEMBERIKU NAFKAH BATIN BAG 45.Semua nya sudah jelas sekarang. Marsya adalah dalang dari kecelakaan yang menimpa Mas Prabu. Mas Prabu sudah mendapatkan balasan dari perbuatan yang dilakukannya padaku. Begitupun Marsya yang akan menjadi tahanan dipenjara.Beberapa kali orang tua Marsya meminta keringanan agar anak mereka setidaknya janganlah dihukum dengan hukuman yang terlalu berat bahkan kalau bisa berdamai saja. Namun Bu Arum dan Mas Prabu tetap pada pendirian mereka, memenjarakan Marsya.Aku menatap luar rumahku lewat balkon kamarku. Keputusanku sudah final. Aku akan meninggalkan kota ini dan berjuang hidup disana. Aku sudah pikir kan dengan dalam agar suasana hatiku menjadi tenang.Aku dan Mbak Farah membuka cabang di kota lain, bisnis yang semula hanya iseng belaka, tak sangka menjadi sukses. Tentang S2 ku, aku akan pindah kampus.
SUAMI MENOLAK MEMBERIKU NAFKAH BATIN BAG 44. Mas Prabu nampak tidak suka saat Auriga hadir. Aku juga heran dengan Riga, sudah kusuruh dia buat tidak menjumpai aku dulu namun dia masih saja ngeyel. "Kamu lagi ada tamu?" katanya sedikit ketus padaku. "Bapak Auriga, sudah sejauh mana hubungan anda dengan istri saya!" kata Mas Prabu dengan penekanan. "Istri, dia akan menjadi mantan istri Bapak Prabu!" kata Auriga sengit. Mereka berdua saling melihat satu dengan yang lainnya secara tajam, ada kebencian yang membuncah di hati keduanya. "Aku gak akan menceraikan Vania. Tidak akan. Aku gak sebodoh itu melepas wanita yang kucintai untuk anda." "Mencintai, sadarlah. Kamu selingkuh sama mahasiswa mu sendiri. Kecelakaan memb
SUAMI MENOLAK MEMBERIKU NAFKAH BATIN BAG 43.**"Siapa Vania?" tanya Bu Arum dengan raut wajah ingin tahu. Dia dari tadi mendengarkan aku dan pengacaraku berbicara, dia pasti sudah tahu siapa yang menghubungi namun mengapa bertanya lagi. Atau lebih tepatnya dia ingin tahu permasalahan kecelakaan yang dialami Mas Prabu."Aku ada urusan. Aku harus selesaikan," kataku memandang Bu Arum sejurus. Ketika hendak berlalu, dia dengan sigap memegang tanganku untuk menghentikan langkahku."Ada perkembangan tentang kasus Prabu?" tanya nya menatap lekat manik mataku berharap ada titik terang dalam kasus Mas Prabu."Mungkin, namun aku belum bisa pastikan. Berdoa saja, Bu," ucapku melihat nya dengan wajah datar."Vania, Ibu sebenarnya kesal sama kamu karena kamu sudah membuat Prabu kepikiran tentang nasib rumah tangga kalian. Namu
SUAMI MENOLAK MEMBERIKU NAFKAH BATIN BAG 42. "Vania, maukah kamu memaafkan aku," kata Mas Prabu dengan suara parau. Aku terhenyak ku tatap manik matanya. Ku hembuskan napas gusarku, aku sudah memaafkannya namun begitu sulit melupakan perselingkuhannya dengan Marsya. Andai aku bisa lupa namun sulit bagiku, namun melihat wajahnya yang menahan sakit akupun tak tega. "Aku sudah memaafkanmu, Mas. Sudah ku maafkan sebelum kamu minta maaf," kataku padanya, wajah Mas Prabu nampak senang. Dia kemudian memberanikan diri memegang tanganku. Aku tercenung saat dia menyatukan tangan kami. "Vania, artinya aku bisa kembali bersamamu lagi?" katanya dengan tatapan penuh harap. Aku berusaha melepaskan tangan itu. Dia nampak tak senang. "Memaafkan artinya belum tentu aku sanggup bersama. Aku sulit melupakan apa yang ka
SUAMI MENOLAK MEMBERIKU NAFKAH BATIN BAG 41Beberapa pria berpakaian seragam membuat kami bertiga menoleh. Semua tampak gusar dan ku alihkan pandangan ku kearah Marsya. Wajahnya terlihat pias. Seperti ada tekanan dalam dirinya."Assalamualaikum. Permisi Bapak dan Ibu sekalian. Kami dari pihak kepolisian, akan bertanya sekilas pada korban tentang kecelakaan yang menimpa saudara Prabu," kata Polisi itu tegas."Siapa yang lapor polisi?" tanya Marsya dengan wajah tegang."Saya yang lapor. Karena penasaran dengan kasus kecelakaan yang menimpa anakku, Prabu," ucap Bu Arum dengan nada pasti. Wajah Marsya seketika pias. Aku bisa melihat ekspresi nya berubah."Kecelakaan kecil aja pake lapor polisi segala, lebay." Kudengar Marsya bergumam. Aku merasa heran dengan beberapa ekspresi yang terlihat di wajah Marsya.
SUAMI MENOLAK MEMBERIKU NAFKAH BATIN BAG 40.PoV VaniaBu Arum memandang sengit Auriga saat dia masuk dan begitu saja mengkhawatirkan keadaanku. Dia kemudian dengan cepat menarik tangan Auriga untuk dibawa ke sudut ruangan."Bapak dosen yang terhormat. Saya tahu, anda menyimpan rasa pada Vania dan sampai saat ini Vania masih istri anak saya. Lihat anak saya terbaring lemah tak berdaya dan anak saya hilang ingatan. Dalam ingatannya dia berumah tangga dengan Vania selama enam bulan dan dia tidak ingat Marsya serta tidak ingat anda yang sangat dekat dengan Vania""Maksud Ibu apa dan bagaimana, saya tidak paham," kata Auriga mengernyitkan dahinya tatapannya teralihkan pada Mas Prabu yang melihat kearah kami dengan pandangan bingung."Bapak ini dosen atau pengangguran, mengapa tidak paham apa maksud saya," kata Bu Arum kesal
SUAMI MENOLAK MEMBERIKU NAFKAH BATIN BAG 39."Apa yang terjadi dengan anak saya dokter?" tanya Bu Arum saat kami datang untuk bertanya langsung ke dokter. Rasa penasaran yang besar membuat kami bertanya lebih lanjut. Mengapa Mas Prabu tidak ingat kejadian yang sekarang dan malah ingat bahwa kami menikah hampir enam bulan.Aku teringat pernikahan kami saat itu masih dalam nuansa romantis, dimana kami masih pengantin baru dan menanti datang nya anak. Di bulan ke tujuh aku hamil setelah menanti beberapa bulan."Kondisi pasien masih terus dipantau namun sejauh keluhan yang kalian sampaikan kami akan cek lebih lanjut melalui CT Scan. Sepertinya dia menderita psikogenik," jawab Dokter itu."Maksud Dokter bagaimana?" tanya Bu Arum dengan bingung wanita itu sesekali menghapus air matanya."Amnesia karena gangguan psikologis yang di
SUAMI MENOLAK MEMBERIKU NAFKAH BATIN BAG 38.PoV VaniaEntah mengapa aku merasa curiga pada Marsya. Dia seakan menyembunyikan sesuatu dari aku. Bahasa tubuhnya tak bisa dibohongi kalau dia menyimpan sesuatu. Namun aku tak terlalu dalam untuk mengusik itu karena kondisi ku masih kurang baik ditambah kehamilan yang membuatku semakin susah ini."Mbak Vania, kondisi Mas Prabu menunjukkan aktivitas." Sebuah pesan membuyarkan lamunanku. Hari ini aku sedang repot di toko, ku paksakan bekerja walau aku sedang pusing. Aku harus mandiri dalam mencari uang karena aku juga akan menjadi single parents."Maksudmu?" Ku kirim pesan lagi pada Sila."Dia sedang berjuang buat sadar. Mas Prabu sangat membutuhkan Mbak, Vania. Datanglah bila sempat kesini, Sila mohon." Dia mengirimi ku lagi pesan. Lagi-lagi aku hanya bisa menghembuskan napas
SUAMI MENOLAK MEMBERIKU NAFKAH BATIN BAG 37.PoV Vania."Vania, kamu mikirin apa?" Auriga bertanya saat aku sedang melamun. Entah mengapa aku merasa sedikit pusing namun aku sudah mengambil tanggung jawab sebagai mahasiswa serta juga dosen yang mengajar sehingga aku tak bisa tidur-tiduran. Padahal kondisi badan sedang tidak enak sama sekali. Ditambah rasa mual yang mendera dan aku juga pusing."Tidak ada, Riga. Hanya entah mengapa aku merasa tidak nyaman," ucapku padanya, dia mengernyit. Seakan memikirkan sesuatu."Nia, Hmmm. Bagaimana tentang perceraian mu di pengadilan agama. Apakah sudah ada titik terang?" Dia bertanya, aku tahu maksud Auriga, dia ingin aku segera lepas dari belenggu Mas Prabu. Aku pun sama namun aku harus sabar untuk menghadapi proses itu karena Mas Prabu sengaja mengulur-ulur waktu."Aku ta