"Jangan-jangan kamu sedang....?" ucapan Sherin menggantung karena terpotong oleh sebuah suara di pintu ruang makan."Selamat malam, Tante Sherin." Suara yang sangat familiar terdengar di telinga Sherin, meski tanpa melihat rupa dan wujudnya ia tahu jika itu adalah mantan calon menantunya. "Kamu mau apa kemari?" tanya Sherin tanpa basa-basi. Dan menatap tajam ke arah suara yang baru saja didengarnya."Dari dulu masih galak saja, padahal saya sudah jadi mantan loh," ujar wanita itu lagi tanpa malu."Katakan saja, kamu mau apa?""Baiklah, Tante, aku mau ketemu Ben, kali ini saja, sangat penting, janji ga akan macam-macam.""Dia ada di kamarnya, tapi awas kalau kamu macam-macam, kali ini ga ada ampunan lagi!" ujar Sherin, dia tidak ingin melihat wajah gadis itu lagi, dan percaya pada putranya akan siapa wanita yang akan dipilihnya nanti untuk menjadi pendamping hidup.Tanpa berkata apa pun, gadis itu segera pergi untuk menemui mantan kekasihnya."Nyonya," panggil Bella."Ulangi sekali
"Aku tidak sudi, dan pergilah dari kamar ini!" usir Ben pada Kristin, dan berusaha melepaskan tubuhnya dari tangan jahil wanita yang telah melukainya itu."Tidak akan pernah, karena malam panas ini milik kita berdua."Wanita itu berkata tegas dan tidak main-main, bahkan kunci pintu kamar Bernard sudah ia sembunyikan."Aku tidak sudi disentuh oleh wanita murahan seperti kamu!" hardik Bernard, meski kini tubuhnya terasa panas, dan membutuhkan sesuatu, tapi pria itu tetap berusaha sadar dan berusaha keluar dari dalam kamar."Hahaha, bahkan wajah kamu itu sudah seperti udang rebus, sangat merah karena efek menahan sesuatu yang ingin segera kau tuntaskan," ledek Kristin.Wanita itu yakin, malam yang dulu ia rindu dan selalu gagal akibat penolakan, kini akan menjadi kenyataan meski mereka tidak lagi mempunyai hubungan yang sangat spesial. Tidak apa, bagi gadis itu memang itu sudah menjadi hal yang biasa.Antara logika dan hasrat, pria itu berjuang untuk tetap sadar dan berusaha menghind
"Tuan, kenapa mengurung diri di kamar mandi sampai pucat seperti ini?" tanya Bella yang belum mengerti keadaan yang sedang terjadi."Panas."Hanya satu kata yang Bernard ucapkan, ya, meski terasa dingin di luar, akan tetapi tubuh bagian dalam sangat panas dan itu membuatnya tidak berdaya."Panas?" tanya bela seraya berpikir ulang, dan gadis itu baru teringat akan kejadian yang menimpanya beberapa waktu lalu yang juga sangat kepanasan dan itu membuatnya sakit kepala dan lupa akan segalanya."Apa panasnya seperti yang saya alami kemarin?" tanya Bella lagi, memastikan pria itu telah meminum sesuatu yang telah bercampur obat.Bernard hanya mengangguk pelan, bibirnya sengaja ia rapatkan karena tidak mau mengeluarkan suara desa*an yang membuat wajahnya malu pada Bella saat ini."Apa yang harus saya lakukan? agar pengaruh obat itu hilang dan Tuan normal kembali?" tanya Bella sangat polos dan hatinya sangat kasihan pada pria yang kini sangat terlihat gelisah."Kita ke apartemen saja, semoga
Pada akhirnya keduanya hanya tertawa dan tidak jadi melanjutkan tidur kembali.Di tengah tawa, perut Bella terdengar berbunyi sangat nyaring, tanda gadis itu lapar."Bunyi apa itu?" tanya Ben, refleks membuka selimut dan menyalakan lampu kembali."Bunyi perut saya, tanda cacing di dalamnya kelaparan," sahut Bella, lalu beringsut dari tempat tidur dan segera berdiri, sehingga tubuh polosnya terekspos. "Astaga, saya lupa jika.." gadis itu tidak melanjutkan ucapannya, karena itu semua sangat membuatnya malu.Tangannya segera menarik selimut yang menempel di tubuh Bernard, sehingga gantikan tubuh pria itu yang terlihat polos."Hai itu selimut saya!" protes Bernard saat tangan gadis itu menarik selimut dari tubuhnya yang sengaja belum mengenakan apa pun."Saya malu kalau harus keluar ga pakai baju," jawab Bella, sembari melilitkan selimut itu pada tubuhnya. Namun, apa yang dia lihat pada tubuh tuannya, sangat mencengangkan. Seketika Bella menatap tubuh Bernard tak berkedip saat melihat l
"Kamu itu bodoh atau polos, untung saja tidak jatuh pada pria yang jahat, meski aku sendiri tidak baik, tapi setidaknya tidak menjadikan kau budak nafsu." Bernard berkata dalam hatinya dan sekilas melirik ke arah Bella saat ingin mengikuti masuk ke kamar."Kenapa Tuan Ben melirik saya seperti itu?" tanya Bella risi sekaligus penasaran.Tentu saja gadis itu sangat penasaran karena tidak biasanya pria itu bersikap manis dan tidak jutek lagi padanya.Saat melihat seperti itu tuannya terlihat sangat manis dan tampan, tidak seperti kemarin dengan wajah galak dan dingin juga jahil."Lalu kenapa hati kamu juga berisik menilai saya?" tanya balik Bernard saat melihat wajah lucu dan imut Bella."Hah! dia tahu aja aku mengoceh dalam hati," batin Bella."Saya tidak ngapa-ngapain, Tuan," ujar Bella seraya wajahnya bersemu merah."Awas saja!""Saya berangkat kerja dulu, dan kamu istirahat saja, jangan membuka pintu untuk siapa pun kecuali saya sendiri.""Baik, Tuan.""Dan itu tolong mulai sekarang
Tangan gadis itu pun dengan perlahan memijat kulit kepala Ben, dengan sangat hati-hati. Tidak ada dalam mimpinya memijat pria yang membelinya, pria tampan dan jika tersenyum, ada madu tumpah ruah di sana, meski jarang sekali tertawa tapi sudah beberapa hari pria itu bisa tersenyum dengan tulus."Tuan apa Anda baik-baik saja?" tanya Bella saat suhu tubuh pria itu semakin demam dan menggigil. "Kepalaku sangat sakit dan perut terasa penuh," balas Pria itu pelan."Kalau begitu kita ke rumah sakit," ajak Bella."Tidak, biarkan aku istirahat nanti juga sembuh," tolak Ben dan matanya tetap terpejam."Kalau tidak sembuh bagaimana?""Kamu jadi janda sebelum waktunya," jawab Ben asal. Karena tidak mau membuat gadis itu khawatir.Sebelumnya hampir dua jam dia berendam dia air dalam keadaan perut kosong, lalu semalam ga tidur dan inilah hasilnya seluruh tubuhnya sakit dan demam."Tuan, kalau tidak ke dokter sakit Anda tambah parah," ajak Bella lagi dan tak menggubris ucapan Ben yang melantur.
"Wajah Tuan mirip pria pedopilia, yang sedang mencari mangsa abegeh polos dan mudah di rayu dengan uang yang tak seberapa," sahut Bella yang sedang menatap Ben dengan menahan tawa."Saya menolak makan bubur, karena...."Belum juga selesai Bella meneruskan perkataannya, tapi Ben sudah memotong ucapan itu dengan dibarengi tatapan menghunjam tembus sampai ke jantung."Harus makan bubur, kalau tidak mau, saya pun sama dan curiga jika di dalam bubur itu kamu kasih racun!""Satu lagi saya bukan pedopilia, tapi gadis yang saya sentuh datang sendiri dan malah minta tambah, lagi dan lagi sampai saya encok dibuatnya.""Tuan, parah kalau bicara, bukan Tuan yang encok tapi tubuh saya yang remuk!"Ben sendiri hanya tersenyum saat menatap Bella dengan bibir komat-kamit ala dukun yang sedang mengobati pasiennya, ya dia tidak menggubris ucapan gadis itu bahkan tidak tahu apa yang ucapkan.Bella sendiri segera menyiapkan satu mangkuk bubur ayam lengkap dengan suwiran ayam, bawang goreng, kerupuk dan k
Pagi sekali pria itu sudah dijemput asistennya yang bernama Bobby, meninggalkan wanitanya yang masih terlelap dibuai mimpi indah di pagi hari.Pria itu hanya menulis pesan di kertas dan menempelkannya di meja, bahwa dirinya berangkat sangat pagi sekali.Susana di kantor saat Bernard sampai masih sangat sepi, karena waktu masih menunjukkan waktu pukul enam pagi. Sementara semua staf rata-rata datang jam tujuh pagi.Meskipun Ben masih demam, ia tetap harus berangkat ke kantor karena memang sangat sibuk sekali.Selain ada rapat penting dengan klien juga peluncuran bisnis lainnya yaitu produk pakaian renang anak-anak.Bernard berada di ruangannya bersama Bobby asisten kepercayaan yang sedang sibuk mengurus launching produk baru dari pabriknya. "Tuan, Nona Kristin semakin nekat saja, dan saya sangat ngeri kena imbas dari wanita itu."Curhat Bobby pada Ben yang sedang fokus menatap berkas dengan wajah sangat datar.Bobby membuka suara, memecah keheningan diantara keduanya. Sontak Ben meli