Langkah kaki keduanya terus saja melangkah dengan seirama, lalu berhenti di ruang VVIP tempat perawatan papanya Bella.Wisnu, pria paruh baya itu terkena serangan jantung sehingga harus segera dilarikan ke rumah sakit pusat kota, karena di kabupaten peralatan rumah sakit belum lengkap.Baru saja tangan gadis itu memegang handel pintu, tapi terdengar suara keras Wisnu yang sedang marah pada Rina istrinya.Terdengar isak tangis dari wanita tua itu, entah apa yang terjadi pada mereka, Bella sangat khawatir pada wanita yang ia cintai selama ini."Besok pulang! dan bawa Bella untuk kita nikah kan tapi tidak dengan anak kecil buta itu!" teriak Wisnu.Baru saja sadar, pria itu sudah marah-marah dan menyakiti istri yang selama ini mengurusnya."Sudahlah, Pah. Bella sudah dewasa dan bisa menentukan hidupnya, kita tidak boleh egois," jawab Rina sambil tersedu.Hati wanita itu sangat rapuh, dua tahun lebih dirinya tak bertemu dengan putri tercinta bahkan tidak tahu nasibnya bagaimana.Dia tahu s
"Astaga bau apa ini!""Mulut kamu sangat bau!" hardik Bernard langsung tangannya refleks mendorong Bella dengan kencang.Seketika gadis itu terjatuh di atas ranjang empuk dengan tersenyum puas. Bahkan sangat puas saat melihat pria itu mual dan muntah."Saya tadi makan petai dua papan, Tuan Ben!” seru Bella.Gadis itu masih terlentang di atas ranjang, dan sama sekali tidak merasa khawatir pada Bernard yang sedang mengeluarkan isi perutnya sampai cairan pahit berwarna kuning.Seumur hidupnya pria itu tidak pernah bersentuhan dengan dua makanan yang bernama jengkol dan petai.Apa lagi sampai memakannya, meski kata orang nikmat, akan tetapi bagi Bernard itu adalah makanan yang paling dia benci dan hindari.Apakah pria itu sangat berlebihan hanya mencium bau mulut dari Bella dengan aroma petai saja sampai isi perutnya terkuras habis keluar, bahkan tubuhnya sangat terasa lemas.Sampai kedua kakinya tak bisa menopang tubuhnya yang sudah tak punya tenaga.Dengan langkah tertatih pria itu me
"Jangan-jangan kamu sedang....?" ucapan Sherin menggantung karena terpotong oleh sebuah suara di pintu ruang makan."Selamat malam, Tante Sherin." Suara yang sangat familiar terdengar di telinga Sherin, meski tanpa melihat rupa dan wujudnya ia tahu jika itu adalah mantan calon menantunya. "Kamu mau apa kemari?" tanya Sherin tanpa basa-basi. Dan menatap tajam ke arah suara yang baru saja didengarnya."Dari dulu masih galak saja, padahal saya sudah jadi mantan loh," ujar wanita itu lagi tanpa malu."Katakan saja, kamu mau apa?""Baiklah, Tante, aku mau ketemu Ben, kali ini saja, sangat penting, janji ga akan macam-macam.""Dia ada di kamarnya, tapi awas kalau kamu macam-macam, kali ini ga ada ampunan lagi!" ujar Sherin, dia tidak ingin melihat wajah gadis itu lagi, dan percaya pada putranya akan siapa wanita yang akan dipilihnya nanti untuk menjadi pendamping hidup.Tanpa berkata apa pun, gadis itu segera pergi untuk menemui mantan kekasihnya."Nyonya," panggil Bella."Ulangi sekali
"Aku tidak sudi, dan pergilah dari kamar ini!" usir Ben pada Kristin, dan berusaha melepaskan tubuhnya dari tangan jahil wanita yang telah melukainya itu."Tidak akan pernah, karena malam panas ini milik kita berdua."Wanita itu berkata tegas dan tidak main-main, bahkan kunci pintu kamar Bernard sudah ia sembunyikan."Aku tidak sudi disentuh oleh wanita murahan seperti kamu!" hardik Bernard, meski kini tubuhnya terasa panas, dan membutuhkan sesuatu, tapi pria itu tetap berusaha sadar dan berusaha keluar dari dalam kamar."Hahaha, bahkan wajah kamu itu sudah seperti udang rebus, sangat merah karena efek menahan sesuatu yang ingin segera kau tuntaskan," ledek Kristin.Wanita itu yakin, malam yang dulu ia rindu dan selalu gagal akibat penolakan, kini akan menjadi kenyataan meski mereka tidak lagi mempunyai hubungan yang sangat spesial. Tidak apa, bagi gadis itu memang itu sudah menjadi hal yang biasa.Antara logika dan hasrat, pria itu berjuang untuk tetap sadar dan berusaha menghind
"Tuan, kenapa mengurung diri di kamar mandi sampai pucat seperti ini?" tanya Bella yang belum mengerti keadaan yang sedang terjadi."Panas."Hanya satu kata yang Bernard ucapkan, ya, meski terasa dingin di luar, akan tetapi tubuh bagian dalam sangat panas dan itu membuatnya tidak berdaya."Panas?" tanya bela seraya berpikir ulang, dan gadis itu baru teringat akan kejadian yang menimpanya beberapa waktu lalu yang juga sangat kepanasan dan itu membuatnya sakit kepala dan lupa akan segalanya."Apa panasnya seperti yang saya alami kemarin?" tanya Bella lagi, memastikan pria itu telah meminum sesuatu yang telah bercampur obat.Bernard hanya mengangguk pelan, bibirnya sengaja ia rapatkan karena tidak mau mengeluarkan suara desa*an yang membuat wajahnya malu pada Bella saat ini."Apa yang harus saya lakukan? agar pengaruh obat itu hilang dan Tuan normal kembali?" tanya Bella sangat polos dan hatinya sangat kasihan pada pria yang kini sangat terlihat gelisah."Kita ke apartemen saja, semoga
Pada akhirnya keduanya hanya tertawa dan tidak jadi melanjutkan tidur kembali.Di tengah tawa, perut Bella terdengar berbunyi sangat nyaring, tanda gadis itu lapar."Bunyi apa itu?" tanya Ben, refleks membuka selimut dan menyalakan lampu kembali."Bunyi perut saya, tanda cacing di dalamnya kelaparan," sahut Bella, lalu beringsut dari tempat tidur dan segera berdiri, sehingga tubuh polosnya terekspos. "Astaga, saya lupa jika.." gadis itu tidak melanjutkan ucapannya, karena itu semua sangat membuatnya malu.Tangannya segera menarik selimut yang menempel di tubuh Bernard, sehingga gantikan tubuh pria itu yang terlihat polos."Hai itu selimut saya!" protes Bernard saat tangan gadis itu menarik selimut dari tubuhnya yang sengaja belum mengenakan apa pun."Saya malu kalau harus keluar ga pakai baju," jawab Bella, sembari melilitkan selimut itu pada tubuhnya. Namun, apa yang dia lihat pada tubuh tuannya, sangat mencengangkan. Seketika Bella menatap tubuh Bernard tak berkedip saat melihat l
"Kamu itu bodoh atau polos, untung saja tidak jatuh pada pria yang jahat, meski aku sendiri tidak baik, tapi setidaknya tidak menjadikan kau budak nafsu." Bernard berkata dalam hatinya dan sekilas melirik ke arah Bella saat ingin mengikuti masuk ke kamar."Kenapa Tuan Ben melirik saya seperti itu?" tanya Bella risi sekaligus penasaran.Tentu saja gadis itu sangat penasaran karena tidak biasanya pria itu bersikap manis dan tidak jutek lagi padanya.Saat melihat seperti itu tuannya terlihat sangat manis dan tampan, tidak seperti kemarin dengan wajah galak dan dingin juga jahil."Lalu kenapa hati kamu juga berisik menilai saya?" tanya balik Bernard saat melihat wajah lucu dan imut Bella."Hah! dia tahu aja aku mengoceh dalam hati," batin Bella."Saya tidak ngapa-ngapain, Tuan," ujar Bella seraya wajahnya bersemu merah."Awas saja!""Saya berangkat kerja dulu, dan kamu istirahat saja, jangan membuka pintu untuk siapa pun kecuali saya sendiri.""Baik, Tuan.""Dan itu tolong mulai sekarang
Tangan gadis itu pun dengan perlahan memijat kulit kepala Ben, dengan sangat hati-hati. Tidak ada dalam mimpinya memijat pria yang membelinya, pria tampan dan jika tersenyum, ada madu tumpah ruah di sana, meski jarang sekali tertawa tapi sudah beberapa hari pria itu bisa tersenyum dengan tulus."Tuan apa Anda baik-baik saja?" tanya Bella saat suhu tubuh pria itu semakin demam dan menggigil. "Kepalaku sangat sakit dan perut terasa penuh," balas Pria itu pelan."Kalau begitu kita ke rumah sakit," ajak Bella."Tidak, biarkan aku istirahat nanti juga sembuh," tolak Ben dan matanya tetap terpejam."Kalau tidak sembuh bagaimana?""Kamu jadi janda sebelum waktunya," jawab Ben asal. Karena tidak mau membuat gadis itu khawatir.Sebelumnya hampir dua jam dia berendam dia air dalam keadaan perut kosong, lalu semalam ga tidur dan inilah hasilnya seluruh tubuhnya sakit dan demam."Tuan, kalau tidak ke dokter sakit Anda tambah parah," ajak Bella lagi dan tak menggubris ucapan Ben yang melantur.