“Maaf, Yang Mulia. Setelah saya pertimbangkan beberapa kali pun, saya tetap tidak bisa menerima ini,” ucapku sambil menyodorkan kembali dokumen-dokumen itu. Tidak bisa aku bayangkan bagaimana cara aku menjaga kesejahteraan warga di wilayah itu sambil menjalani tugasku sebagai sekretaris Raja.
“Lissa, itu bukanlah sesuatu yang bisa kamu tolak, karena ini adalah tanggung jawab kamu sebagai seorang Marchoness. Bukankah kamu sudah menerima gelarmu itu di hadapan banyak orang semalam,” ucap Raja Edgar.
“Sial, ternyata itu sebabnya dilakukan serah terima tugas di depan bangsawan lain. Jika aku tahu kalau aku akan mendapatkan beban sebanyak ini, aku akan lebih memilih hidup seperti biasa dan bisa memiliki lebih banyak waktu luang,” batinku.
Sekarang, aku tidak punya pilihan lagi, j
Tap, tap, tap.Suasana sangat sunyi. Hanya terdengar derapan langkah tiga pasang kaki yang beradu dengan lantai di seluruh lorong itu. Dari kejauhan, aku bisa melihat para pelayan yang melirik ke arahku.Aku menghela napas berat untuk melepas rasa frustrasiku. “Hahhh … apa ini? Sekarang tiba-tiba keadaan berbalik? Dari seorang pahlawan yang berhasil mengatasi banjir dan terjun langsung dalam membasmi monster sehingga diberi gelar baru menjadi seseorang yang menjadi pelampiasan amarah Raja dan dikawal oleh kedua kesatria menuju tempat tahanan?” batinku.Selama aku berjalan, aku bisa merasakan tatapan menusuk dari kedau kesatria yang sedang membawaku sekarang ini.“Kalian bisa bertanya kepadaku kalau kalian penasaran,” ucapku kepada mereka karena tidak tahan lagi dengan sikap mereka yang menunjukkan rasa penasaran dengan sangat jelas seperti itu.Kesatria yang di sebelah kananku akhirnya memutuskan untuk m
Kami masih berada di depan pintu kamarku. Jadi, Ivan bertanya, “Apakah kita akan membicarakannya di sini, Lady?” tanya Ivan. “Ya, benar,” balasku. Ivan tampak khawatir kalau ada orang yang mendengarkan pembicaraan kami, karena ia berkali-kali memperhatikannya sekitarnya. “Jangan khawatir, Ivan. Ini adalah tempat yang terbaik. Coba pikirkan, jika kita berbicara berdua di dalam kamar ini, padahal aku seperti seorang tahanan sekarang. Apa yang akan dipikirkan orang-orang jika para pelayan melihatnya? Jadi, lebih baik menunggu di sini, ‘kan? Kita hanya perlu mengecilkan suara kita,” ucapku. “Baiklah, Lady,” jawab Ivan. “Dimulai dari kamu dulu. Apa yang sebenarnya ingin kamu tanyakan?” tanyaku kepada Ivan. “Saya bingung, Lady. Kenapa Yang Mulia toba-tiba ingin mengurung Lady di sini? Padahal, yang aku dengar, Raja Edgar sangat puas dengan hasil kerja Lady dalam mengatasi masalah banjir,” ucap Ivan. Aku sudah menduga kalau Ivan a
Beberapa waktu berlalu, tetapi Raja Edgar tidak ada orang lain yang datang ke kamar Lissa, kecuali para pelayan yang mengantarkan makanan. Ada juga para pelayan yang datang untuk membantuku mandi.Namun, jelas saja aku langsung menolak mereka.Lebih tepatnya, ini sudah hari ketiga aku dikurung, namun aku hanya berdiam diri di kamar tanpa melakukan apa pun. “Bukankah aku adalah sekretaris Raja dan seorang Marchioness? Kenapa aku malah diperlakukan seperti tahanan seperti ini?’ gerutuku.Aku berulang kali menatak ke luar jendela karena keinginanku untuk melarikan diri semakin hari semakin kuat. Akan tetapi, karena belum ada pemberitahuan apa pun, aku takut kalau Raja Edgar juga menyediakan para penjaga atau mata-mata di suatu tempat untuk mencegahku melarikan diri.Aku tidak boleh ketahuan satu kali pun sewaktu keluar dari kamar ini, agar aku bis menjalankan rencanaku. Jika tidak, satu-satunya akses yang bisa aku gunakan untuk keluar, yaitu je
“Tidak apa-apa. Aku hanya berjalan di sekitar sini karena tidak ada kerjaan,” balas Ivan.Aku sedikit menyalahkan Ivan karena alasannya sangat tidak masuk akal. “Bagaimana mungkin seseorang bisa mempercayai kalau ada seseorang yang mendekat ke tempat seorang tawanan secara tidak sadar,” batinku. Akan tetapi, hati nuraniku juga sebagian menyalahkan diriku karena sudah membuat Ivan berada di situasi sulit seperti ini.“Benarkah? Kamu berjalan di sekitar sini tanpa alasan?” balas rekan Ivan itu.Setelah rekan Ivan itu mengajukan pertanyaan, tidak ada suara lagi yang terdengar selama beberapa saat.Deg, deg, deg.Jantungku kembali berdegup keras. “Apa ini? Apa yang terjadi? Apakah Ivan sudah ketahuan? Kenapa tidak ada suara lagi yang terdengar?” batiku gusar. Tanpa sadar, kakiku juga aku hentak-hentakkan pelan ke lantai kamarku.Karena rasa penasaran mulai menguasai diriku, kakiku bergerak da
Kemudian, ia melanjutkan, “Dilihat dari bagaimana kamu menghancurkan gaun-gaunmu, sepertinya bukan pelayan yang salah. Apakah kamu sedang stres?”Aku menekan barisan gigi atas dengan gigi bawahku karena sedang menahan diri agar tidak terpancing emosi. Hampir saja aku tadi mengerutkan alisku begitu mendengar ucapan Raja Edgar. “Apa? Stres katanya? Tidak, aku bukan stres, tapi benar-benar sudah gila karena sikap Yang Mulia yang tidak masuk akal itu!” bentakku dalam hati.Walau batinku menggila, aku merasa diriku cukup hebat karena aku masih memejamkan mata dan memperlihatkan wajah damai dalam tidurku yang pura-pura. Aku juga merasa takjub dengan diriku sendiri karena bisa memberikan sapaan hormat kepada Raja Edgar dengan menyebutnya Yang Mulia, walau aku sudah dalam keadaan emosi. Ini semua salah hati nurani dan mentalku yang bukanlah jiwa pemberontak.“Sepertinya benar kalau kamu aku harus menuruti kemauanmu. Akan tetap
BAB 62Akhirnya KeluarMengetahui hal itu, aku merasa bahwa upayaku untuk keluar diam-diam harus aku lakukan dengan sebaik mungkin agar tidak ketahuan dan dicurigai oleh Raja Edgar.“Raja Edgar sepertinya tidak ingin kehilanganku. Hah! Seandainya saja Anda mengingat bagaimana sikap Anda di saat kita pertama kali bertemu. Leherku hampir saja hilang karena Anda menghunuskan pedang Anda karena menganggapku orang yang tidak berguna. Sekarang, Anda malah menghalangiku kembali dengan cara yang kotor. Ini namanya penyekapan dan penyalahgunaan kekuasaan. Itu adalah pelanggaran hukum yang sangat berat, Yang Mulia,” ucapku sambil menggosok-gosok tubuhku untuk melampiaskan amarahku.“Tunggu!” perintahku kepada diriku sendiri. Seakan-akan tubuhku merespons perintah dari diriku, tanganku berhenti bergerak.“Jika Yang Mulia sangat membutuhkan orang ynag terampil sepertiku, aku tinggal melatih orang lain saja agar bisa menjadi sepertik
BAB 63Tugas Pertama Sebagai Sekretaris RajaAku jadi tersadar bahwa aku belum memberikan salam sama sekali Dengan gugup, aku langsung memberikan salam kepada Raja Edgar.“Marchioness Anette datang menghadap Yang Mulia Raja,” ucapku sambil menundukkan kepala dan membungkuk sebagai tanda hormat.“Lain kali kamu tidak perlu memberikan salam yang merepotkan seperti itu, karena kita akan sering bertemu. Waktu akan habis hanya dengan kamu memberi salam. Mendekatlah,” ucap Raja Edgar.“Baik, Yang Mulia,” balasku. Aku pun kemudian berjalan mendekat untuk mengikuti perintahnya.Jarak dari tempatku berdiri ke tempat Raja Edgar sangat dekat. Namun, rasanya jarak itu sangat jauh. Setiap aku ingin melangkah, rasanya kakiku sangat berat, dan aku seperti berjalan di atas es yang dingin namun tipis. Aku seakan-akan bisa saja jatuh kapan saja jika es itu retak dan membuatku jatuh ke air yang dingin.Seakan-akan menya
Aku kembali memperhatikan posisi tempatku duduk. Aku sengaja memilih tempat duduk yang sedikit jauh dari Raja Edgar. Aku mengosongkan setidaknya tiga bangku dari posisi Raja. Karena, jika diurutkan, di sebelah Raja yang seharusnya duduk adalah Istrinya, atau seorang Ratu. Jika ia memiliki selir, maka istrinya duduk di sebelah kanan adalah Ratu, dan yang di sebelah kiri adalah selirnya. Kemudian, dua kursi di sebelah istri dan selir masing-masing adalah anak-anak mereka.Jelas saja, walau posisi Ratu atau selir Raja Edgar masih kosong, termasuk posisi anak-anaknya, aku tidak boleh lancing mengambil tempat mereka atau duduk terlalu dekat dengan Raja. “Jadi, apakah aku salah?” batinku lagi.“Kamu ingin aku duduk dan memandangmu jauh begitu, serta menaikkan volume bicaraku hanya untuk berbicara denganmu?” tanya Raja Edgar.Aku melihat Raja Edgar dengan tatapan seperti orang bodoh karena menyadari bahwa Raja Edgar ingin agar aku duduk lebih de
SRAK! Tak, tak, tak! Suara hentakan kaki yang besar sedang membentur tanah dengan kuat dan tangan yang berotot sedang membentang melawan aliran udara. Benda yang besar itu sedang bergerak menuju tempat kedua anakku sedang bermain. “Halo putriku…! Ayah datang!!” seru Raja Edgar yang berlari girang untuk menghampiri Zanna sambil mengenakan jubah resminya, karena ia baru saja tiba dari perjalanan panjang sepulang dari Kerajaan tetangga. “Tidak, pergi!! Jangan sentuh adikku dan jangan ganggu waktu kami! Pakaian Ayah tidak cocok untuk ikut bermain. Pergilah dulu ke sana untuk ganti baju!” teriak Eden untuk mengusir Raja Edgar. “Kalau begitu, jika Ayah sudah berganti baju, bolehkah Ayah bergabung untuk bermain dengan kalian?” tanya Raja Edgar lagi yang pantang menyerah dengan tatapan penuh harap. “Tidak!” jawab Eden tanpa berbelas kasihan. “Eden! Ayah tidak menanyakan hal ini padamu!” balas Raja Edgar kepada Eden dengan nada marah. K
“Apakah kamu sudah memaafkan aku, Sayang?” tanya Raja Edgar yang menolehkan kepalanya ke belakang dari pojokan dengan matanya yang berbinar.Namun, tidak semudah itu untuk meluluhkanku atas kesalahannya yang serius. Jadi, aku berkata, “Tidak, aku masih belum memaafkanmu. Aku hanya memberikan kamu kesempatan untuk ikut campur dalam memberikan nama bagi putrimu nanti. Namun, jika kamu tidak mau, ya sudah, tidak apa-apa.”“Tidak! Tidak! Aku mau! Aku sudah memikirkannya!” seru Raja Edgar sambil dengan cepat beranjak dari pojokan itu dan berjalan dengan tergesa-gesa ke arahku.“Ia sudah memikirkannya? Dalam waktu yang singkat itu selama ia berada di pojokan sana? Memang bakatnya luar biasa. Bahkan, bakatnya dalam memberikan nama yang bagus dalam waktu singkat itu, ia turunkan dengan baik kepada Eden,” batinku.“Aku sudah memikirkan namanya, yaitu Rani, artinya seorang bangsawan yang merupakan putri. Itu coc
Tap, tap, tap.Dengan mataku yang tertutup, aku bisa mendengar suara langkah kaki kecil Eden yang mendekat ke arahku.“Minggir sebentar, Yang Mulia Raja, aku harus melakukan sesuatu,” ucap Eden begitu ia sampai di tempatku.Aku tidak tahu reaksi apa yang diberikan oleh Raja Edgar setelah itu karena aku masih menutup mata. Namun beberapa sat setelahnya, aku bisa merasakan ada sesuatu yang hangat di tanganku. Eden sudah dewasa dan pintar, ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan di situasi ini. Alasan di awal aku mencegahnya untuk menggunakan kekuatan Saintess agar ia tidak salah bertindak dan menyalurkan kekuatan penyembuhannya di daerah perutku, di mana janinku sedang bertumbuh dan berkembang sekarang. Jadi sekarang, karena Eden sudah tahu bahwa aku sedang hamil, ia bisa menanganinya dengan tepat dan menyalurkan kekuatan Saintess untuk memberikan kekuatan dan tenaga dengan menggenggam tanganku.Ketika ia sudah menyalurkan kekuatannya setelah be
“Apa?! Adik? Eden … itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Lagi pula, jika kamu menginginkan adik, usia kalian terpaut terlalu jauh untuk dijadikan sebagai teman bermain,” balasku.“Hanya delapan tahun jika dihitung Sembilan bulan Ibu akan melahirkan. Tidak apa, Ibu. Aku senang untuk menjaga dan menjadi teman bermain dengannya. Sama seperti Ibu dan kembaran Ibu di masa lalu. Aku tahu maksud Ibu membicarakan hal ini. Ibu pasti baru mendengarkan sesuatu dari Paman Steein, ‘kan?” tanya Eden.Untungnya, Eden menggunakan sapaan tidak formal untuk menyebut Steein. Pasti karena Lissa ada di hadapannya. Jika ia bersama dengan orang-orang, ia tetap memanggil Steein dengan sebutan Tuan Duke Kesar.“Oh ya? Kenapa kamu bilang seperti itu?” tanya Lissa dengan senyuman sambil meremas jari-jarinya yang saling bertautan untuk berpura-pura bersikap tenang.Eden sepertinya tahu kalau aku sedang berbohong karena mata merah
Tap, tap, tap!Kembali lagi, aku berlari dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa henti. Sekarang giliran aku menghampiri Eden untuk menepati janjiku padanya.“Yang Mulia Ratu!! Kenapa Yang Mulia berlari-lari? Bagaimana jika Yang Mulia terjatuh?” tanya Eden dengan tergesa-gesa menghampiriku.Aku tidak menyangka kalau aku akan mendapatkan nasihat dari anak kecil perihal berlari dan terjatuh. Padahal seharusnya nasihat itu aku berikan kepadanya sebagai nasihat dari seorang Ibu untuk anak. Jika aku ingat-ingat, Eden juga tidak pernah terjatuh atau bertindak ceroboh sejak kecil. Walau aku dan Raja Edgar selalu sibuk, ia tidak menuntut apa pun dan mengurus tanggung jawabnya sendiri.Untuk menghilangkan sikap formalitas Eden yang kaku, aku pun mengelus-elus kepalanya dengan kasar sehingga rambutnya yang rapi jadi berantakan.“Yang Mulia! Apa yang telah Yang Mulia lakukan?! Setelah ini aku ada pertemuan Tuan Count dari Utara, jadi aku
Tap, tap, tap!!Aku sangat sibuk. Baru saja aku pergi ke Sekolah Akademi untuk memberikan kata-kata penyambutan kepada para siswa baru, sekarang aku harus cepat menemui Steein sebelum menepati janji temu yang aku buat dengan Eden.Jika aku membuang-buang waktu sedikit saja, aku tidak bisa menemui Steein terlebih dahulu, atau aku jadi terlambat untuk menepati janjiku dengan Eden.“Hahhh … Haahhh….” Napasku terengah-engah dan dadaku naik turun karena kekurangan oksigen. Jika zaman ini sudah semakin maju, aku akan membayar mahal siapa pun yang berhasil menciptakan kantung oksigen di dunia ini untuk bisa membantuku bernapas dengan baik setiap kali aku kekurangan stamina seperti ini.“Lissa, kamu tidak apa-apa? Mau aku bantu?” tanya Steein yang dengan sigap menghampiriku.Namun, untuk mencegah kontak fisik yang berlebihan, aku segera berdiri tegak dan menyesuaikan napasku. Karena aku memiliki banyak tanggung jawab,
"Sayang ... Ayo beristirahat hari ini, aku sangat lelah,” ucap Raja Edgar dengan manja sambil mempererat pelukannya yang melingkar di perutku.Aku tidak tahu sejak kapan, tetapi dengan semakin romantisnya hubungan kami, banyak hal baru yang lebih menggelikan yang kami lakukan. Sekarang Raja Edgar sudah menyebutku dengan sebutan Sayang ketika kami sedang berdua saja. Namun, sebenarnya tidak hanya ketika sedang berdua saja, ketika di depan umum pun, Raja Edgar beberapa kali menunjukkan rasa sayangnya padaku. Untung saja para bangsawan tidak lagi keberatan dan memaklumi kepribadian mengejutkan dari Raja Edgar yang terkenal kejam.“Edgar … ini sudah pagi. Ada banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan hari ini,” ucapku sambil mencengkeram lengan Raja Edgar dan menariknya agar terlepas.“Egghhh … kenapa tanganmu kuat sekali? Apa-apaan otot-otot ini?! Lepaskan sekarang, Edgar. Waktu sangat berharga di tengah kesibukan kita,”
“Kami datang untuk membawa Yang Mulia bermain. Apakah Yang Mulia berkenan jika saya menggendong Yang Mulia?” tanya Steein sambil menatap mata Eden seolah-olah sedang berbicara dengannya, setelah berhasil mengendalikan tawanya.“Saya juga ingin melakukan hal yang sama, Yang Mulia Pangeran Eden. Yang Mulia Pangeran tidak perlu khawatir. Saya sudah mencari kiat dan berlatih kepada para ahli tentang cara menggendong bayi yang baik. Saya akan membuat Yang Mulia nyaman,” imbuh Karl.Sebenarnya Steein dan Karl sedang mengikuti permainanku sambil berpura-pura menjawab pertanyaan Eden yang aku tanyakan kepada mereka dengan suara tiruan. Akan tetapi, meskipun mereka melemparkan pertanyaan kepada Eden, aku tidak akan lagi mengubah suaraku dan berpura-pura menjadi Eden karena rasanya cukup memalukan.“Tidak boleh!” tiba-tiba Raja Edgar yang memberikan jawaban kepada mereka.“Astaga … sayang sekali … karena Ayah
Begitu Eden sampai di tanganku, tiba-tiba tangisan Eden langsung berhenti. “Apa?! Apa ini?! Kenapa ia langsung diam padahal kamu belum melakukan apa pun?” protes Raja Edgar. Aku bisa mengerti alasan Raja Edgar melayangkan protes. Itu karena segala perjuangan nyang sudah ia tunjukkan, tetapi Eden tidak mau bekerja sama dengannya dan terus menangis. Sementara denganku, Eden langsung diam tanpa aku perlu melakukan apa pun. Aku membalas tatapan mata merah sayu yang memandangku itu. Ketika kami saling memandang setelah sekian detik, Eden tersenyum kecil dengan bibir merahnya. “Hei! Ia baru saja tersenyum! Apa kamu melihatnya?!” seruku girang kepada Raja Edgar karena baru saja melihat sesuatu yang membawa berkah. Aku pikir reaksiku sudah berlebihan karena terlalu heboh untuk hal seperti ini, tetapi raut wajah Raja Edgar memberikan reaksi yang lebih jauh daripada aku. Ia termangu di tempatnya sambil menatap ke arah Eden. Dengan ucapan yang lirih kare