Beranda / Romansa / MENJADI SAINTESS TERHEBAT / Bab 51. Mengenal Ayah Karl

Share

Bab 51. Mengenal Ayah Karl

Penulis: Yukari
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Baik, Yang Mulia,” jawabku dan kemudian berdiri.

“Sesuai persyaratan yang kamu janjikan, maka kamu akan dibebaskan dari hukuman mati,” ujar Raja Edgar.

Aku sangat gembira hingga kakiku ingin melompat-lompat untuk merayakan hari pembebasanku. Akan tetapi, rasa gembiraku itu terhenti karena Raja Edgar kembali melanjutkan ucapannya.

“Mulai besok, kamu akan pindah ke Istana, dan menjadi sekretaris pribadi Raja. Tugasmu adalah membantu Raja dalam menangani administrasi kerajaan dan mengatur semua urusan yang terjadi di Istana,” ucap Raja Edgar.

Aku terpaku di tempatku karena seperti mendengar sesuatu yang mustahil. Tidak pernah terbersit di benakku untuk berada lama-lama di dunia ini. Apalagi memiliki posisi yang penting di tempat yang sama sekali asing. Aku tidak ingin repot-repot karena ingin segera kembali. Namun, bukan hanya posisi penting biasa, sekarang aku malah diberikan posisi karir tertinggi bagi wanit

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 52. Rasa Suka Karl dan Steein

    Aku terkekeh kecil karena sikap malu-malu Steein masih sama. “Tidak apa-apa, aku hanya senang karena kamu dan Karl masih bersikap sama seperti sebelumnya walaupun kalian mendapatkan gelar baru.”Kemudian, aku menyambut uluran tangan Steein dan berkata, “Ayo kita kembali.” Bukannya Steein, tetapi aku yang menarik tangan Steein dan membawanya menuju kereta kuda. Aku tidak menoleh untuk melihat wajah Steein, tapi aku sudah bisa menebak bagaimana merahnya wajah Steein sekarang.“Kenapa kalian bergandengan tangan seperti itu?” ucap Karl yang sudah duduk di dalam kereta begitu kami tiba.Aku melihat posisi duduk Karl. Karl duduk di tempat yang sebelumnya aku sudah katakan bahwa aku akan duduk di situ ketika pulang. “Apakah Karl buru-buru kembali ke kereta kuda karena ingin duduk di situ juga?” batinku.“Biar aku duluan yang masuk, Lissa,” ucap Steein.“Hahh?” ucapku spo

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 53. Itu Alkohol!

    “Kenapa kamu ikut? Aku tidak mengajakmu,” cetus Steein.“Anggap saja sebagai perayaan kita bertiga mendapat gelar baru. Jika aku tidak ikut dengan kalian, kemungkinan besar keluargaku akan membuat perayaan besar dan memaksa kalian untuk ikut, terutama kamu Duke Karan. Apakah kamu mau?” Karl mempertegas ucapannya ketika ia menyebut gelar Steein. Sepertinya, keluarga Karl memang sungguh-sungguh akan memaksa Steein untuk ikut dalam perayaan itu mengingat bahwa mereka yang adalah teman masa kecil.“Ck!” Steein berdecak kesal dan tampak sangat membenci memikirkan untuk ikut perayaan seperti itu. Ya, tipe orang seperti Steein memang lebih memilih menghabiskan waktu untuk mengurung diri dan melakukan penelitian, daripada menghadiri perayaan pesta.“Kapan mau melakukan acara perpisahannya?” tanyaku memecahkan ketegangan antara Steein dan Karl.“Hari ini. Kamu beres-beres dulu, kemudian kalau suda

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 54. Setelah Sadar dari Mabuk

    Entah kenapa rasanya hati ini menggelitik ketika melihat Raja Edgar. Mungkin itu karena aku benar-benar ingin berterima kasih kepada Raja Edgar karena ia telah menyelamatkan nyawaku.“Kenapa ia seperti itu?” tanya Raja Edgar dengan ekspresi tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat.“Ia minum alkohol yang dibawa Karl, Yang Mulia,” balas Steein. Jawaban Steein itu spontan membuat Raja Edgar memberikan tatapan tajam kepada Steein.Aku bisa mendengar pembicaraan Steein dan Raja Edgar, tetapi posisi mereka yang jauh berdiri dan berbicara berdua saja tanpa melibatkan aku dalam pembicaraan mereka, membuatku kesal.“Yang Mulia, duduk di sini, duduk di sini. Ayo gabung bersama kami. Kami sedang mengadakan acara perpisahan …. perpisahan karena aku tidak lagi bekerja di departemen Sihir…,” ucapku sambil menepuk-nepuk tempat duduk yang ada di sebelahku.Raja Edgar menepuk menatapku sambil

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 55. Harta yang Mengikat

    Aku menoleh dengan kaku dan dengan tubuh yang gemetar. Napasku tercekat ketika tatapanku bertemu dengan Raja Edgar.“Dari antara semua orang, kenapa harus Raja Edgar yang bangun lebih dulu?” teriakku dalam hati.“Emmm…” Tidak berapa lama, Karl dan Steein juga terbangun. Darahku semakin tersendat dan berhenti mengalir sehingga ujung kaki dan ujung jari tanganku terasa dingin, karena sekarang, aku harus menahan rasa malu terhadap Karl dan Steein juga.“Lissa? Kamu sudah bangun?” ucap Karl sambil mengucek-ngucek matanya.“Apakah itu patut ditanyakan ketika kamu sudah melihatku dengan jelas? Jawaban apa yang kamu harapkan?” tanyaku dalam hati karena tidak mengerti dengan maksud pertanyaan Karl.Sementara itu, Steein beranjak dari tempat duduknya dan pergi ke dapur. Setelah dari dapur, ia mendekat ke arahku sambil membawa segelas air putih di tangannya. “Minumlah. Bagaimana peras

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 56. Perubahan Mendadak Raja Edgar

    “Kalau ini sih, sudah selayaknya aku menjadi bupati karena lebar wilayahnya sudah seperti satu kabupaten,” batinku.“Maaf, Yang Mulia. Setelah saya pertimbangkan beberapa kali pun, saya tetap tidak bisa menerima ini,” ucapku sambil menyodorkan kembali dokumen-dokumen itu. Tidak bisa aku bayangkan bagaimana cara aku menjaga kesejahteraan warga di wilayah itu sambil menjalani tugasku sebagai sekretaris Raja.“Lissa, itu bukanlah sesuatu yang bisa kamu tolak, karena ini adalah tanggung jawab kamu sebagai seorang Marchoness. Bukankah kamu sudah menerima gelarmu itu di hadapan banyak orang semalam,” ucap Raja Edgar.“Sial, ternyata itu sebabnya dilakukan serah terima tugas di depan bangsawan lain. Jika aku tahu kalau aku akan mendapatkan beban sebanyak ini, aku akan lebih memilih hidup seperti biasa dan bisa memiliki lebih banyak waktu luang,” batinku.Sekarang, aku tidak punya pilihan lagi, j

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 57. Mencari Sekutu Baru

    Tap, tap, tap.Suasana sangat sunyi. Hanya terdengar derapan langkah tiga pasang kaki yang beradu dengan lantai di seluruh lorong itu. Dari kejauhan, aku bisa melihat para pelayan yang melirik ke arahku.Aku menghela napas berat untuk melepas rasa frustrasiku. “Hahhh … apa ini? Sekarang tiba-tiba keadaan berbalik? Dari seorang pahlawan yang berhasil mengatasi banjir dan terjun langsung dalam membasmi monster sehingga diberi gelar baru menjadi seseorang yang menjadi pelampiasan amarah Raja dan dikawal oleh kedua kesatria menuju tempat tahanan?” batinku.Selama aku berjalan, aku bisa merasakan tatapan menusuk dari kedau kesatria yang sedang membawaku sekarang ini.“Kalian bisa bertanya kepadaku kalau kalian penasaran,” ucapku kepada mereka karena tidak tahan lagi dengan sikap mereka yang menunjukkan rasa penasaran dengan sangat jelas seperti itu.Kesatria yang di sebelah kananku akhirnya memutuskan untuk m

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 58. Menjadi Tahanan

    Kami masih berada di depan pintu kamarku. Jadi, Ivan bertanya, “Apakah kita akan membicarakannya di sini, Lady?” tanya Ivan. “Ya, benar,” balasku. Ivan tampak khawatir kalau ada orang yang mendengarkan pembicaraan kami, karena ia berkali-kali memperhatikannya sekitarnya. “Jangan khawatir, Ivan. Ini adalah tempat yang terbaik. Coba pikirkan, jika kita berbicara berdua di dalam kamar ini, padahal aku seperti seorang tahanan sekarang. Apa yang akan dipikirkan orang-orang jika para pelayan melihatnya? Jadi, lebih baik menunggu di sini, ‘kan? Kita hanya perlu mengecilkan suara kita,” ucapku. “Baiklah, Lady,” jawab Ivan. “Dimulai dari kamu dulu. Apa yang sebenarnya ingin kamu tanyakan?” tanyaku kepada Ivan. “Saya bingung, Lady. Kenapa Yang Mulia toba-tiba ingin mengurung Lady di sini? Padahal, yang aku dengar, Raja Edgar sangat puas dengan hasil kerja Lady dalam mengatasi masalah banjir,” ucap Ivan. Aku sudah menduga kalau Ivan a

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 59. Pembicaraan yang Dibatasi Pintu

    Beberapa waktu berlalu, tetapi Raja Edgar tidak ada orang lain yang datang ke kamar Lissa, kecuali para pelayan yang mengantarkan makanan. Ada juga para pelayan yang datang untuk membantuku mandi.Namun, jelas saja aku langsung menolak mereka.Lebih tepatnya, ini sudah hari ketiga aku dikurung, namun aku hanya berdiam diri di kamar tanpa melakukan apa pun. “Bukankah aku adalah sekretaris Raja dan seorang Marchioness? Kenapa aku malah diperlakukan seperti tahanan seperti ini?’ gerutuku.Aku berulang kali menatak ke luar jendela karena keinginanku untuk melarikan diri semakin hari semakin kuat. Akan tetapi, karena belum ada pemberitahuan apa pun, aku takut kalau Raja Edgar juga menyediakan para penjaga atau mata-mata di suatu tempat untuk mencegahku melarikan diri.Aku tidak boleh ketahuan satu kali pun sewaktu keluar dari kamar ini, agar aku bis menjalankan rencanaku. Jika tidak, satu-satunya akses yang bisa aku gunakan untuk keluar, yaitu je

Bab terbaru

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 188. Keluarga Legendaris

    SRAK! Tak, tak, tak! Suara hentakan kaki yang besar sedang membentur tanah dengan kuat dan tangan yang berotot sedang membentang melawan aliran udara. Benda yang besar itu sedang bergerak menuju tempat kedua anakku sedang bermain. “Halo putriku…! Ayah datang!!” seru Raja Edgar yang berlari girang untuk menghampiri Zanna sambil mengenakan jubah resminya, karena ia baru saja tiba dari perjalanan panjang sepulang dari Kerajaan tetangga. “Tidak, pergi!! Jangan sentuh adikku dan jangan ganggu waktu kami! Pakaian Ayah tidak cocok untuk ikut bermain. Pergilah dulu ke sana untuk ganti baju!” teriak Eden untuk mengusir Raja Edgar. “Kalau begitu, jika Ayah sudah berganti baju, bolehkah Ayah bergabung untuk bermain dengan kalian?” tanya Raja Edgar lagi yang pantang menyerah dengan tatapan penuh harap. “Tidak!” jawab Eden tanpa berbelas kasihan. “Eden! Ayah tidak menanyakan hal ini padamu!” balas Raja Edgar kepada Eden dengan nada marah. K

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 187. Kakak Adik yang Akur

    “Apakah kamu sudah memaafkan aku, Sayang?” tanya Raja Edgar yang menolehkan kepalanya ke belakang dari pojokan dengan matanya yang berbinar.Namun, tidak semudah itu untuk meluluhkanku atas kesalahannya yang serius. Jadi, aku berkata, “Tidak, aku masih belum memaafkanmu. Aku hanya memberikan kamu kesempatan untuk ikut campur dalam memberikan nama bagi putrimu nanti. Namun, jika kamu tidak mau, ya sudah, tidak apa-apa.”“Tidak! Tidak! Aku mau! Aku sudah memikirkannya!” seru Raja Edgar sambil dengan cepat beranjak dari pojokan itu dan berjalan dengan tergesa-gesa ke arahku.“Ia sudah memikirkannya? Dalam waktu yang singkat itu selama ia berada di pojokan sana? Memang bakatnya luar biasa. Bahkan, bakatnya dalam memberikan nama yang bagus dalam waktu singkat itu, ia turunkan dengan baik kepada Eden,” batinku.“Aku sudah memikirkan namanya, yaitu Rani, artinya seorang bangsawan yang merupakan putri. Itu coc

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 186. Eden yang Bahagia

    Tap, tap, tap.Dengan mataku yang tertutup, aku bisa mendengar suara langkah kaki kecil Eden yang mendekat ke arahku.“Minggir sebentar, Yang Mulia Raja, aku harus melakukan sesuatu,” ucap Eden begitu ia sampai di tempatku.Aku tidak tahu reaksi apa yang diberikan oleh Raja Edgar setelah itu karena aku masih menutup mata. Namun beberapa sat setelahnya, aku bisa merasakan ada sesuatu yang hangat di tanganku. Eden sudah dewasa dan pintar, ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan di situasi ini. Alasan di awal aku mencegahnya untuk menggunakan kekuatan Saintess agar ia tidak salah bertindak dan menyalurkan kekuatan penyembuhannya di daerah perutku, di mana janinku sedang bertumbuh dan berkembang sekarang. Jadi sekarang, karena Eden sudah tahu bahwa aku sedang hamil, ia bisa menanganinya dengan tepat dan menyalurkan kekuatan Saintess untuk memberikan kekuatan dan tenaga dengan menggenggam tanganku.Ketika ia sudah menyalurkan kekuatannya setelah be

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 185. Hamil Kedua

    “Apa?! Adik? Eden … itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Lagi pula, jika kamu menginginkan adik, usia kalian terpaut terlalu jauh untuk dijadikan sebagai teman bermain,” balasku.“Hanya delapan tahun jika dihitung Sembilan bulan Ibu akan melahirkan. Tidak apa, Ibu. Aku senang untuk menjaga dan menjadi teman bermain dengannya. Sama seperti Ibu dan kembaran Ibu di masa lalu. Aku tahu maksud Ibu membicarakan hal ini. Ibu pasti baru mendengarkan sesuatu dari Paman Steein, ‘kan?” tanya Eden.Untungnya, Eden menggunakan sapaan tidak formal untuk menyebut Steein. Pasti karena Lissa ada di hadapannya. Jika ia bersama dengan orang-orang, ia tetap memanggil Steein dengan sebutan Tuan Duke Kesar.“Oh ya? Kenapa kamu bilang seperti itu?” tanya Lissa dengan senyuman sambil meremas jari-jarinya yang saling bertautan untuk berpura-pura bersikap tenang.Eden sepertinya tahu kalau aku sedang berbohong karena mata merah

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 184. Kebahagiaan Eden

    Tap, tap, tap!Kembali lagi, aku berlari dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa henti. Sekarang giliran aku menghampiri Eden untuk menepati janjiku padanya.“Yang Mulia Ratu!! Kenapa Yang Mulia berlari-lari? Bagaimana jika Yang Mulia terjatuh?” tanya Eden dengan tergesa-gesa menghampiriku.Aku tidak menyangka kalau aku akan mendapatkan nasihat dari anak kecil perihal berlari dan terjatuh. Padahal seharusnya nasihat itu aku berikan kepadanya sebagai nasihat dari seorang Ibu untuk anak. Jika aku ingat-ingat, Eden juga tidak pernah terjatuh atau bertindak ceroboh sejak kecil. Walau aku dan Raja Edgar selalu sibuk, ia tidak menuntut apa pun dan mengurus tanggung jawabnya sendiri.Untuk menghilangkan sikap formalitas Eden yang kaku, aku pun mengelus-elus kepalanya dengan kasar sehingga rambutnya yang rapi jadi berantakan.“Yang Mulia! Apa yang telah Yang Mulia lakukan?! Setelah ini aku ada pertemuan Tuan Count dari Utara, jadi aku

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 183. Tumbuh Menjadi Tidak Berperasaan

    Tap, tap, tap!!Aku sangat sibuk. Baru saja aku pergi ke Sekolah Akademi untuk memberikan kata-kata penyambutan kepada para siswa baru, sekarang aku harus cepat menemui Steein sebelum menepati janji temu yang aku buat dengan Eden.Jika aku membuang-buang waktu sedikit saja, aku tidak bisa menemui Steein terlebih dahulu, atau aku jadi terlambat untuk menepati janjiku dengan Eden.“Hahhh … Haahhh….” Napasku terengah-engah dan dadaku naik turun karena kekurangan oksigen. Jika zaman ini sudah semakin maju, aku akan membayar mahal siapa pun yang berhasil menciptakan kantung oksigen di dunia ini untuk bisa membantuku bernapas dengan baik setiap kali aku kekurangan stamina seperti ini.“Lissa, kamu tidak apa-apa? Mau aku bantu?” tanya Steein yang dengan sigap menghampiriku.Namun, untuk mencegah kontak fisik yang berlebihan, aku segera berdiri tegak dan menyesuaikan napasku. Karena aku memiliki banyak tanggung jawab,

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 183. Eden Berusia Lima Tahun

    "Sayang ... Ayo beristirahat hari ini, aku sangat lelah,” ucap Raja Edgar dengan manja sambil mempererat pelukannya yang melingkar di perutku.Aku tidak tahu sejak kapan, tetapi dengan semakin romantisnya hubungan kami, banyak hal baru yang lebih menggelikan yang kami lakukan. Sekarang Raja Edgar sudah menyebutku dengan sebutan Sayang ketika kami sedang berdua saja. Namun, sebenarnya tidak hanya ketika sedang berdua saja, ketika di depan umum pun, Raja Edgar beberapa kali menunjukkan rasa sayangnya padaku. Untung saja para bangsawan tidak lagi keberatan dan memaklumi kepribadian mengejutkan dari Raja Edgar yang terkenal kejam.“Edgar … ini sudah pagi. Ada banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan hari ini,” ucapku sambil mencengkeram lengan Raja Edgar dan menariknya agar terlepas.“Egghhh … kenapa tanganmu kuat sekali? Apa-apaan otot-otot ini?! Lepaskan sekarang, Edgar. Waktu sangat berharga di tengah kesibukan kita,”

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 182. Posesif dan Over Protektif

    “Kami datang untuk membawa Yang Mulia bermain. Apakah Yang Mulia berkenan jika saya menggendong Yang Mulia?” tanya Steein sambil menatap mata Eden seolah-olah sedang berbicara dengannya, setelah berhasil mengendalikan tawanya.“Saya juga ingin melakukan hal yang sama, Yang Mulia Pangeran Eden. Yang Mulia Pangeran tidak perlu khawatir. Saya sudah mencari kiat dan berlatih kepada para ahli tentang cara menggendong bayi yang baik. Saya akan membuat Yang Mulia nyaman,” imbuh Karl.Sebenarnya Steein dan Karl sedang mengikuti permainanku sambil berpura-pura menjawab pertanyaan Eden yang aku tanyakan kepada mereka dengan suara tiruan. Akan tetapi, meskipun mereka melemparkan pertanyaan kepada Eden, aku tidak akan lagi mengubah suaraku dan berpura-pura menjadi Eden karena rasanya cukup memalukan.“Tidak boleh!” tiba-tiba Raja Edgar yang memberikan jawaban kepada mereka.“Astaga … sayang sekali … karena Ayah

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 181. Senyuman si Kecil

    Begitu Eden sampai di tanganku, tiba-tiba tangisan Eden langsung berhenti. “Apa?! Apa ini?! Kenapa ia langsung diam padahal kamu belum melakukan apa pun?” protes Raja Edgar. Aku bisa mengerti alasan Raja Edgar melayangkan protes. Itu karena segala perjuangan nyang sudah ia tunjukkan, tetapi Eden tidak mau bekerja sama dengannya dan terus menangis. Sementara denganku, Eden langsung diam tanpa aku perlu melakukan apa pun. Aku membalas tatapan mata merah sayu yang memandangku itu. Ketika kami saling memandang setelah sekian detik, Eden tersenyum kecil dengan bibir merahnya. “Hei! Ia baru saja tersenyum! Apa kamu melihatnya?!” seruku girang kepada Raja Edgar karena baru saja melihat sesuatu yang membawa berkah. Aku pikir reaksiku sudah berlebihan karena terlalu heboh untuk hal seperti ini, tetapi raut wajah Raja Edgar memberikan reaksi yang lebih jauh daripada aku. Ia termangu di tempatnya sambil menatap ke arah Eden. Dengan ucapan yang lirih kare

DMCA.com Protection Status