Wajah Steein menjadi semakin gelap setelah mendengar jawabanku. Dengan tekanan pada nada bicaranya, ia kembali bertanya, “Apakah Anda tidak tidur semalaman?”
“Ahh… tidak, Tuan. Saya tidur, dan saya baru saja bangun dari tidur saya.” Ucapku. Walaupun aku berusaha mengatakannya dengan percaya diri, nada suaraku yang bergetar membuktikan ketakutan masih ada dalam diriku.
“Ohh, begitu. Syukurlah.”
Ekspresi wajah Steein langsung kembali cerah sambil mengatakan hal itu. Aku tidak tahu apakah dugaanku salah. Akan tetapi, mungkin saja Steein marah karena takut aku begadang seperti kemarin.
“Baiklah, Tuan. Saya kembali ke kamar dulu untuk bersiap-siap. Besok, saya akan datang lagi untuk membahas tentang pohon yang akan ditanam,”
Karena aku kalah jumlah, terpaksa aku mengikuti ucapan Olivia. Jika aku melawan, aku tidak tahu apa yang akan dilakukan Olivia selanjutnya. Mengingat reputasi yang dimiliki oleh Olivia, jika kami bertengkar di sini, orang-orang akan tetap membelanya dan menyalahkanku, terlebih lagi karena rumor yang tersebar tentangku sangat tidak baik.Aku dibawa ke belakang gedung Depatemen. Aku sudah bisa tebak apa yang akan terjadi. Ternyata, hal-hal seperti ini tidak hanya terjadi di duniaku. Sifat dan perilaku manusia karena buta oleh kecemburuan ternyata sama saja.“Apa yang Anda bicarakan dengan Steein,” tanya Olivia.Wahh, ternyata sekaran Olivia secara terang-terangan langsung menyebut nama Steein tanpa embel-embel apa pun di depanku.“Apa aku harus melaporkannya padamu?” jawabku.“Heh… kamu tidak tahu ya, kalau Olivia ini adalah tunangannya Tuan Kepala!” bentak salah satu pengikutnya terh
Steein kemudian mendekat ke arah kami. Aku yang hanya menatapnya, terkejut karena Steein menarik pergelangan tanganku sehingga pegangan tanganku terhadap Karl terlepas.“Bisakah Anda bersikap lembut sedikit? Anda tidak lihat kalau Lissa sedang sakit?” ucap Karl.Perkataan Karl itu membuat Steein tersentak. Steein menoleh kepadaku. Ia memandangi semua tubuhku dengan ekspresi yang sulit kuartikan. Mungkin ia marah, sedih, kesal, atau khawatir, aku tidak tahu.“Apa Anda baik-baik saja?” tanya Steein.Sebelum aku sempat menjawab, Karl langsung berkata, “Apakah menurutmu ia baik-baik saja?”Steein dan Karl sekarang saling menatap dengan ekspresi seakan ingin melakukan perang.“Sudahlah, kalian berdua. Aku baik-baik saja, kok. Aku melakukannya dengan sengaja,” ucapku.Karl dan Steein langsung menatapku dengan ekspresi tidak percaya.“Hahhh… “ A
Aku terdiam di tempatku setelah mendengar hal itu. Aku tidak menyangka kalau Steein bahkan sampai berbuat sejauh ini. Hal ini sangat menguntungkanku. Aku bahkan tidak perlu menjelaskan apa-apa kepada orang-orang ini.“Lalu, apa yang terjadi kepada Olivia dan teman-temannya?” tanyaku. Aku menanyakannya dengan ekspresi dan nada khawatir, namun sebenarnya isi hatiku sangat penasaran dengan akhir mereka agar aku tahu bagaimana mempersiapkan diri jika bertemu dengan mereka di kemudian hari.“Kamu tidak perlu khawatir, Lissa. Wajah Olivia sangat pucat begitu tahu kalau kami menyaksikan dirinya dan teman-temannya yang telah menyiksamu. Setelah itu, Steein bahkan memanggilnya dengan ekspresi marah. Begitu keluar dari ruangan Steein, Olivia dan teman-temannya langsung berlari keluar dan pulang ke rumahnya. Kurasa, ia tidak akan berani untuk menampakkan wajahnya besok,” ucap mereka secara bergantian untuk memberi penjelasan kepadaku.
Aku melihat dokumen yang dipegang oleh Karl. “Bukankah dokumen itu harusnya berada di kamarku? Kenapa sekarang malah ada di tanganmu?” tanyaku bingung, Karl memalingkan wajahnya dan menolak berbicara. Kemudian, aku memandang Steein. Steein juga melakukan hal yang sama, ia menghindari pandangan mataku. “Apakah salah satu dari kalian mencurinya?” tanyaku dengan penuh curiga. Steein menjadi panik mendengar pertanyaanku, sehingga ia membuat pembelaan untuk dirinya sendiri. “Bukan saya … Eh … Maksudnya, memang benar saya yang menggunakan sihir untuk mengambil dokumen itu dari kamarmu.” Selama Steein berbicara, aku terus menatapnya tajam.Hal itu membuatnya gugup. “Na-Namun, emm… Benar! Karl yang memaksa saya melakukannya. Ia tadi datang ke ruanganku dan menyuruhku untuk melakukan itu.” Aku menoleh untuk melihat Karl. “Karl... benarkah itu?” tanyaku dengan mengalihkan tatapanku dari Steein ke Karl. Karl yang dari tadi memalingkan wajahnya
“Baiklah. Terima kasih, Steein,” ucapku.“Tiga tahun lalu, ada terjadi perluasan pemukiman di daerah ini,” lanjutku sambil menandakan sebuah lokasi yang berada di dataran rendah. “Beberapa bulan setelah perluasan pemukiman dilakukan, ternjadi banjir. Dan itu masih berlangsung sampai sekarang. Orang-orang di sana saling menyalahkan satu sama lain dengan mengatakan kalau itu adalah kutukan. Namun, sebenarnya sangat tidak dianjurkan untuk membuat pemukiman di dataran rendah ataupun di pinggir sungai. Karena, jika debit air bertambah ... Ehh ... maksudnya, jika terjadi banjir di wilayah lain yang merupakan dataran tinggi, maka dataran rendah dan pinggir sungai otomatis juga akan terkena banjir.”Kata-kata itu mengakhiri penjelasanku.“Hmm … ternyata begitu,” ucap Karl dan Steein bersamaan. Aku tersenyum puas mereka bersikap kompak, dan mengerti akan penjelasanku.“J
“Belum. Aku masih mempertimbangkannya. Aku belum memberikan jawaban apa pun. Lagi pula, bukan aku yang memutuskan, karena ini adalah hubungan antar keluarga,” jelas Stella.Aku lupa kalau budaya di sini seperti itu. Aku pernah membaca novel seperti itu. Rata-rata, para kaum bangsawan kaya, ataupun orang kelas atas di jaman modern menikah bukan karena mencintai satu sama lain. Melainkan karena perjodohan atau karena hubungan diplomatik. Mereka akan mencari dan memilih pasangan yang selevel dengan mereka atau menguntungkan kedudukan mereka. Itulah sebabnya ada pepatah yang mengatakan kalau yang kaya akan semakin kaya, dan yang miskin akan semakin miskin. Hukum kasta itu tidak akan bisa berubah jika pernikahan dengan sistem seperti itu terus terjadi.“Baiklah, tetap semangat ya, Stella. Pilihlah mana yang terbaik untukmu,” ucapku kepada Stella.“Baik, Lissa. Terima kasih,” balas Stella.Tok, tok.
Namun, aku kembali memfokuskan pikiranku dan membaca proposal itu. Alasan yang ditulis di proposal itu adalah karena dampak yang diberikan oleh banjir. Jadi, Kepala Daerah mengeluarkan cukup banyak dana untuk perbaikan wilayah.“Di saat daerah itu memiliki tambang, tetapi terjadi banjir?” batinku bingung.Dengan sigap, aku mengambil dokumen dari tasku dan memeriksa data lokasi banjir yang telah aku catat. Dan, benar saja. Wilayah Desia sama sekali bukan wilayah yang pernah mengalami banjir. “Jadi, kamu mau menipu, ya?” ucapku sambil tersenyum licik.“Jadi, kamu sudah menemukan jawabannya?” tanya Steein.“Sudah, Tuan. Saya akan menyusun laporannya dulu,” ucapku. Steein hanya membalasku dengan tersenyum.Pekerjaanku sudah selesai, namun sekarang belum waktunya jam pulang. Aku langsung menyerahkan laporan yang telah aku susun kepada Steein.“Aku sudah me
“Astaga, Lissa. Lukanya semakin parah. Kenapa kamu melepaskan perbanmu jika lukamu masih separah ini?” tanya Karl.“Karena merepotkan,” jawabku sambil tertawa canggung.“Sial. Seandainya aku punya kekuatan sihir untuk menyembuhkan,” gumam Steein.Aku menatap wajah Steein yang menunjukkan kekesalan. Bukan rasa kesal kepada orang lain, namun kepada dirinya sendiri.“Steein, apakah kekuatan penyembuhan yang dimiliki Saintess bisa menyembuhkan luka seperti ini?” tanyaku kepada Steein.“Benar, Lissa,” jawab Steein. Ia tampak bingung karena aku tiba-tiba mengungkit tentang hal ini.“Lalu, apakah kekuatan penyembuhan yang dimiliki Saintess juga bisa menyembuhkan diri mereka sendiri?” tanyaku lagi.“Benar, Lissa,” kali ini ekspresi Steein tampak semakin kebingungan.Aku menatap langsung ke mata Steein di balik kacamatanya itu. &ldquo
SRAK! Tak, tak, tak! Suara hentakan kaki yang besar sedang membentur tanah dengan kuat dan tangan yang berotot sedang membentang melawan aliran udara. Benda yang besar itu sedang bergerak menuju tempat kedua anakku sedang bermain. “Halo putriku…! Ayah datang!!” seru Raja Edgar yang berlari girang untuk menghampiri Zanna sambil mengenakan jubah resminya, karena ia baru saja tiba dari perjalanan panjang sepulang dari Kerajaan tetangga. “Tidak, pergi!! Jangan sentuh adikku dan jangan ganggu waktu kami! Pakaian Ayah tidak cocok untuk ikut bermain. Pergilah dulu ke sana untuk ganti baju!” teriak Eden untuk mengusir Raja Edgar. “Kalau begitu, jika Ayah sudah berganti baju, bolehkah Ayah bergabung untuk bermain dengan kalian?” tanya Raja Edgar lagi yang pantang menyerah dengan tatapan penuh harap. “Tidak!” jawab Eden tanpa berbelas kasihan. “Eden! Ayah tidak menanyakan hal ini padamu!” balas Raja Edgar kepada Eden dengan nada marah. K
“Apakah kamu sudah memaafkan aku, Sayang?” tanya Raja Edgar yang menolehkan kepalanya ke belakang dari pojokan dengan matanya yang berbinar.Namun, tidak semudah itu untuk meluluhkanku atas kesalahannya yang serius. Jadi, aku berkata, “Tidak, aku masih belum memaafkanmu. Aku hanya memberikan kamu kesempatan untuk ikut campur dalam memberikan nama bagi putrimu nanti. Namun, jika kamu tidak mau, ya sudah, tidak apa-apa.”“Tidak! Tidak! Aku mau! Aku sudah memikirkannya!” seru Raja Edgar sambil dengan cepat beranjak dari pojokan itu dan berjalan dengan tergesa-gesa ke arahku.“Ia sudah memikirkannya? Dalam waktu yang singkat itu selama ia berada di pojokan sana? Memang bakatnya luar biasa. Bahkan, bakatnya dalam memberikan nama yang bagus dalam waktu singkat itu, ia turunkan dengan baik kepada Eden,” batinku.“Aku sudah memikirkan namanya, yaitu Rani, artinya seorang bangsawan yang merupakan putri. Itu coc
Tap, tap, tap.Dengan mataku yang tertutup, aku bisa mendengar suara langkah kaki kecil Eden yang mendekat ke arahku.“Minggir sebentar, Yang Mulia Raja, aku harus melakukan sesuatu,” ucap Eden begitu ia sampai di tempatku.Aku tidak tahu reaksi apa yang diberikan oleh Raja Edgar setelah itu karena aku masih menutup mata. Namun beberapa sat setelahnya, aku bisa merasakan ada sesuatu yang hangat di tanganku. Eden sudah dewasa dan pintar, ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan di situasi ini. Alasan di awal aku mencegahnya untuk menggunakan kekuatan Saintess agar ia tidak salah bertindak dan menyalurkan kekuatan penyembuhannya di daerah perutku, di mana janinku sedang bertumbuh dan berkembang sekarang. Jadi sekarang, karena Eden sudah tahu bahwa aku sedang hamil, ia bisa menanganinya dengan tepat dan menyalurkan kekuatan Saintess untuk memberikan kekuatan dan tenaga dengan menggenggam tanganku.Ketika ia sudah menyalurkan kekuatannya setelah be
“Apa?! Adik? Eden … itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Lagi pula, jika kamu menginginkan adik, usia kalian terpaut terlalu jauh untuk dijadikan sebagai teman bermain,” balasku.“Hanya delapan tahun jika dihitung Sembilan bulan Ibu akan melahirkan. Tidak apa, Ibu. Aku senang untuk menjaga dan menjadi teman bermain dengannya. Sama seperti Ibu dan kembaran Ibu di masa lalu. Aku tahu maksud Ibu membicarakan hal ini. Ibu pasti baru mendengarkan sesuatu dari Paman Steein, ‘kan?” tanya Eden.Untungnya, Eden menggunakan sapaan tidak formal untuk menyebut Steein. Pasti karena Lissa ada di hadapannya. Jika ia bersama dengan orang-orang, ia tetap memanggil Steein dengan sebutan Tuan Duke Kesar.“Oh ya? Kenapa kamu bilang seperti itu?” tanya Lissa dengan senyuman sambil meremas jari-jarinya yang saling bertautan untuk berpura-pura bersikap tenang.Eden sepertinya tahu kalau aku sedang berbohong karena mata merah
Tap, tap, tap!Kembali lagi, aku berlari dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa henti. Sekarang giliran aku menghampiri Eden untuk menepati janjiku padanya.“Yang Mulia Ratu!! Kenapa Yang Mulia berlari-lari? Bagaimana jika Yang Mulia terjatuh?” tanya Eden dengan tergesa-gesa menghampiriku.Aku tidak menyangka kalau aku akan mendapatkan nasihat dari anak kecil perihal berlari dan terjatuh. Padahal seharusnya nasihat itu aku berikan kepadanya sebagai nasihat dari seorang Ibu untuk anak. Jika aku ingat-ingat, Eden juga tidak pernah terjatuh atau bertindak ceroboh sejak kecil. Walau aku dan Raja Edgar selalu sibuk, ia tidak menuntut apa pun dan mengurus tanggung jawabnya sendiri.Untuk menghilangkan sikap formalitas Eden yang kaku, aku pun mengelus-elus kepalanya dengan kasar sehingga rambutnya yang rapi jadi berantakan.“Yang Mulia! Apa yang telah Yang Mulia lakukan?! Setelah ini aku ada pertemuan Tuan Count dari Utara, jadi aku
Tap, tap, tap!!Aku sangat sibuk. Baru saja aku pergi ke Sekolah Akademi untuk memberikan kata-kata penyambutan kepada para siswa baru, sekarang aku harus cepat menemui Steein sebelum menepati janji temu yang aku buat dengan Eden.Jika aku membuang-buang waktu sedikit saja, aku tidak bisa menemui Steein terlebih dahulu, atau aku jadi terlambat untuk menepati janjiku dengan Eden.“Hahhh … Haahhh….” Napasku terengah-engah dan dadaku naik turun karena kekurangan oksigen. Jika zaman ini sudah semakin maju, aku akan membayar mahal siapa pun yang berhasil menciptakan kantung oksigen di dunia ini untuk bisa membantuku bernapas dengan baik setiap kali aku kekurangan stamina seperti ini.“Lissa, kamu tidak apa-apa? Mau aku bantu?” tanya Steein yang dengan sigap menghampiriku.Namun, untuk mencegah kontak fisik yang berlebihan, aku segera berdiri tegak dan menyesuaikan napasku. Karena aku memiliki banyak tanggung jawab,
"Sayang ... Ayo beristirahat hari ini, aku sangat lelah,” ucap Raja Edgar dengan manja sambil mempererat pelukannya yang melingkar di perutku.Aku tidak tahu sejak kapan, tetapi dengan semakin romantisnya hubungan kami, banyak hal baru yang lebih menggelikan yang kami lakukan. Sekarang Raja Edgar sudah menyebutku dengan sebutan Sayang ketika kami sedang berdua saja. Namun, sebenarnya tidak hanya ketika sedang berdua saja, ketika di depan umum pun, Raja Edgar beberapa kali menunjukkan rasa sayangnya padaku. Untung saja para bangsawan tidak lagi keberatan dan memaklumi kepribadian mengejutkan dari Raja Edgar yang terkenal kejam.“Edgar … ini sudah pagi. Ada banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan hari ini,” ucapku sambil mencengkeram lengan Raja Edgar dan menariknya agar terlepas.“Egghhh … kenapa tanganmu kuat sekali? Apa-apaan otot-otot ini?! Lepaskan sekarang, Edgar. Waktu sangat berharga di tengah kesibukan kita,”
“Kami datang untuk membawa Yang Mulia bermain. Apakah Yang Mulia berkenan jika saya menggendong Yang Mulia?” tanya Steein sambil menatap mata Eden seolah-olah sedang berbicara dengannya, setelah berhasil mengendalikan tawanya.“Saya juga ingin melakukan hal yang sama, Yang Mulia Pangeran Eden. Yang Mulia Pangeran tidak perlu khawatir. Saya sudah mencari kiat dan berlatih kepada para ahli tentang cara menggendong bayi yang baik. Saya akan membuat Yang Mulia nyaman,” imbuh Karl.Sebenarnya Steein dan Karl sedang mengikuti permainanku sambil berpura-pura menjawab pertanyaan Eden yang aku tanyakan kepada mereka dengan suara tiruan. Akan tetapi, meskipun mereka melemparkan pertanyaan kepada Eden, aku tidak akan lagi mengubah suaraku dan berpura-pura menjadi Eden karena rasanya cukup memalukan.“Tidak boleh!” tiba-tiba Raja Edgar yang memberikan jawaban kepada mereka.“Astaga … sayang sekali … karena Ayah
Begitu Eden sampai di tanganku, tiba-tiba tangisan Eden langsung berhenti. “Apa?! Apa ini?! Kenapa ia langsung diam padahal kamu belum melakukan apa pun?” protes Raja Edgar. Aku bisa mengerti alasan Raja Edgar melayangkan protes. Itu karena segala perjuangan nyang sudah ia tunjukkan, tetapi Eden tidak mau bekerja sama dengannya dan terus menangis. Sementara denganku, Eden langsung diam tanpa aku perlu melakukan apa pun. Aku membalas tatapan mata merah sayu yang memandangku itu. Ketika kami saling memandang setelah sekian detik, Eden tersenyum kecil dengan bibir merahnya. “Hei! Ia baru saja tersenyum! Apa kamu melihatnya?!” seruku girang kepada Raja Edgar karena baru saja melihat sesuatu yang membawa berkah. Aku pikir reaksiku sudah berlebihan karena terlalu heboh untuk hal seperti ini, tetapi raut wajah Raja Edgar memberikan reaksi yang lebih jauh daripada aku. Ia termangu di tempatnya sambil menatap ke arah Eden. Dengan ucapan yang lirih kare