Langkah Raya langsung tertahan ketika mendengar panggilan dari dosennya.Perlahan dia menoleh ke belakang mendapati sosok pria bertubuh tegap itu sedang meringkas buku-bukunya.Raya mengulas senyumnya ketika sorot mata sang dosen mengarah padanya dengan lugas.“Sungguh sebuah kejutan melihat kamu mengikuti kelasku. Apa kamu sekarang sudah benar-benar berubah?” tanya pria yang memiliki sepasang mata tajam itu dengan sarkas.“Apa kali ini kamu tidak akan meninggalkan kampus lagi dan lebih memilih bersenang-senang dengan dunia kamu yang selalu gemerlap itu?”Raya kembali mendengar tuduhan sarkas yang penuh penghakiman.Untuk sesaat Raya memilih menanggapi dengan pancaran mata yang datar tanpa emosi.Namun respon Raya yang terlalu biasa malah menerbitkan rasa penasaran bagi dosen muda itu, yang membuat pria yang berpotongan rapi itu menelisik semakin lekat pada mahasiswinya yang dirasanya terlalu berbeda, bahkan dengan hijab yang dipakai Raya saat ini malah menampilkan kepribadian seorang
Jika bukan karena banyak kebutuhan rumah tangga yang sudah habis, Raya sebenarnya enggan untuk berbelanja.Bahkan setiap malam Raya sudah tak pernah lagi tertarik untuk keluar ke mall, apalagi sampai ke diskotek sebagaimana sebelumnya.Raya lebih suka berdiam diri di rumah untuk mempelajari banyak hal, termasuk juga mengejar ketertinggalannya dalam kuliah setelah nyaris satu tahun setengah dia meninggalkan kampus.Tapi sore ini Raya terpaksa keluar untuk berbelanja di salah satu swalayan terdekat bersama dengan salah seorang ARTnya yang paling senior bernama, Mbak Darsih.“Apalagi ya Mbak yang habis di rumah?” tanya Raya sembari celingukan ke samping memandang pada deretan rak yang berisi aneka merek shampoo.“Detergent cair buat nyuci baju Non.”“Namanya detergent ya buat nyuci baju, Mbak, masak buat nyuci gusi.” Raya menjawab dengan asal, yang tentu saja langsung menerbitkan gelak tawa wanita sederhana di sampingnya, yang dulu memang pernah bekerja pada keluarganya dan kini kembali
“Apa kamu sekarang jatuh miskin, Dania?”Raya menjadi tak bisa menahan rasa ingin tahunya meski sebenarnya dia sudah berusaha untuk tidak terlalu peduli setelah apa yang sudah dia alami dulu.Perlakuan Dania padanya dulu memang begitu menyakitkan. Segala hinaan dan pengkhianatan yang dilakukan oleh sosok yang dianggapnya sebagai saudara yang baik itu, sangat melukai Raya yang ketika itu sedang hancur dan hidupnya sangat berantakan.Dania malah menggeleng samar, meski kemudian wanita itu menghela nafas panjang.“Ternyata Reno bukan pria yang baik Ray.”Setelah Dania memandang luruh ke arah Raya setelah sebelumnya dia menunduk lesu.“Maaf Ray, karena dulu aku pernah menyakiti kamu, aku merebut Reno dari kamu dengan berbagai cara, karena aku pikir Reno adalah pria yang sempurna. Dia bukan hanya tampan tapi juga kaya raya. Aku nggak tahu kalau ternyata dia pria yang kasar dan suka mukul. Bahkan dia tak pernah peduli dengan bayi kami, sudah beberapa hari ini dia nggak pernah ngasih aku uan
“Tolong ....”Raya masih saja berteriak meminta tolong.Suasana yang terlalu sepi membuatnya nyaris putus asa meski dia tetap berusaha untuk membebaskan cengkeraman tangan Reno.Raya mulai kesakitan apalagi Reno menyeret tubuhnya yang membuat kakinya bahkan mulai terkilir saat menghentak di atas aspal ketika Reno menariknya paksa.“Tolong, tolong, aku ....”Raya masih saja berteriak yang membuat Reno sangat kesal.“Ray, aku cuma mau mengajakmu bersenang-senang kayak dulu, kenapa kamu nggak mau?”“Lepasin aku Ren, aku nggak mau, aku mau pulang.”Raya terus memberontak.Tapi Reno semakin mencengkeramnya kuat.Hingga detik berikutnya seseorang datang menyergap di depan mereka, hingga Reno menjadi sangat kaget, dan melepaskan lengan Raya begitu saja.“Lepaskan Raya!” sergah sosok itu tegas.Raya terperangah melihat sosok yang sudah menolongnya. Sungguh sangat di luar ekspektasinya.“Pak Darwis?!” ucap Raya tertahan.Raya terkesiap sejenak namun setelah itu dia segera mendekati dosennya ya
{“Papa kenapa Mbak?”} tanya Raya.Sekarang dia bahkan urung untuk keluar dari mobil Darwis, demi bisa menerima panggilan dari salah satu ARTnya dengan baik.{“Papa Non nggak sadarkan diri, aku nggak tahu harus ngapain Non.”}{“Apa Papa di rumah memangnya?”} tanya Raya memastikan.{“Iya Non,”} jawab suara dari seberang sana.{“Tunggu sebentar Mbak, aku udah nyampe rumah sekarang.”}Setelah itu Raya langsung mematikan panggilannya dan bergegas melangkah keluar.Bahkan sekarang dia mengabaikan keberadaan sang dosen yang ternyata ikut mengikuti langkahnya masuk ke dalam rumah besar itu.Ketika akhirnya Raya sadar, Raya langsung melirik jengah.“Ngapain Bapak ikut?” letup Raya malas.Raya menghentikan langkahnya di dekat tangga sembari memandang tegas pada sosok yang sekarang bahkan sudah berjalan di depannya.“Sepertinya kamu sedang membutuhkan bantuan,” ucap Darwis ringan dan setelah itu dia mulai menaiki anak-anak tangga tanpa merasa perlu menjawab pertanyaan Raya yang seperti akan dice
Mendengar pertanyaan Raya yang menyiratkan sebuah kegelisahan segera Darwis menarik pandangannya dan memutar bola matanya ke samping pada parcel buah yang sudah diberikan Raya padanya.“Sebenarnya aku tidak terlalu suka apel Raya,” ucap Darwis kemudian.Raya mendengus samar.Hati Raya mulai memendam kekesalan mendapati sikap dosennya yang dianggapnya tidak berubah itu.“Tapi di dalam parcel itu ada buah yang lain juga kok Pak,” kilah Raya.Darwis menanggapi dengan desahan panjang, yang membuat Raya segera memendam dugaan jika buah yang dia bawa sama sekali tak menarik minat lelaki itu.“Apa Bapak nggak suka anggur? Di parcel itu juga ada anggur kok Pak.”“Aku nggak mau buah,” tegas Darwis lagi yang membuat Raya sedikit membeliakkan matanya.“Kalau begitu Bapak mau apa?”“Aku ingin makan yang lain,” ucap Darwis enteng.“Bapak mau makanan apa? Nanti aku akan bawakan.”“Nanti saja, nanti selepas kuliah aku akan ngasih tahu kamu, sekarang kamu masuk ke kelas, sebentar lagi kuliah akan di
Prasangka buruk yang semakin memenuhi relung hati membuat gelisah Raya semakin tak terbendung.Kerinduannya yang awalnya membuncah segera berubah kebencian.“Pasti sekarang kamu sudah menikahi anak kyai itu Mas, dan kamu mematikan handphone kamu biar aku nggak bisa ganggu kamu kan?”Raya kembali bermonolog dan mencecar foto Raihan yang tercantum di buku nikah yang masih Raya pegang. Raya semakin terseret dengan praduga yang dibangunnya sendiri, di dalam labirin pikirannya yang sekarang menjadi kian rumit.“Baiklah kalau begitu jika beneran aku hamil, aku akan besarkan anak ini sendirian. Aku akan mendidiknya menjadi ustadz yang lebih hebat dari kamu, kalau bisa jadi kyai sekalian, aku akan tunjukkan sama kamu Mas, biarpun aku nggak anaknya kyai, aku bisa membesarkan anak kita menjadi ustadz yang hebat.”Dengan cepat Raya kembali menyimpan buku nikahnya. Dia sudah menegaskan tekadnya.Saat ini dia berniat untuk ke apotik. Dia harus memastikan segalanya terlebih dahulu. Raya akan membel
Raya melangkah dengan perlahan menuruni anak-anak tangga yang akan mengantarkannya menuju area meja makan langsung.Sebelum mencapai tempat itu telinga Raya mendengar obrolan yang hangat, diselingi dengan tawa renyah yang terdengar akrab.Raya menjadi semakin ingin tahu siapa tamu yang bisa membuat papanya menguarkan aura bahagia yang bahkan sebelumnya sangat jarang Raya temui.Raya sedikit mempercepat langkahnya hingga akhinya di meja makan dia malah bertemu dengan sosok yang sama sekali tak dia duga.Untuk beberapa saat Raya bahkan hanya terperangah diam sembari memandang pada sosok yang sekarang sedang menatapnya dengan tenang.Kegamangan mulai menderanya yang bahkan membuat langkah Raya tertahan hingga dia kuasa untuk sekedar mendekat dan bergabung bersama mereka yang nyatanya sudah menunggunya beberapa waktu lalu.“Ray, ayo sapa Om Rosyid? Kok malah bengong saja di sana,” ucap Andi yang segera mengembalikan kesadaran Raya setelah dia menjadi terlalu kaget dengan kehadiran dosenny
Raihan langsung tanggap ketika melihat istrinya kesakitan. Tanpa menpedulikan apapun lagi, Raihan langsung membopong tubuh istrinya dan berlari menuju mobilnya yang terparkir di luar.Sementara orang-orang di pesta pernikahan itu ikut melihat dengan cemas. Walau banyak juga yang melontarkan pujian untuk Raihan yang malah terlihat begitu jantan ketika mengangkat tubuh Raya begitu saja."Dik, kamu bisa kan menahan rasa sakitnya? Aku usahakan untuk secepatnya sampai di rumah sakit."Raihan tak bisa menyembunyikan kecemasannya ketika mulai menyalakan mesin mobil.Sebaliknya Raya malah tersenyum simpul meski saat ini wajahnya terlihat pucat karena serangan rasa sakit yang menyergapnya saat ini.Raya merasa wajah suaminya yang saat ini tegang penuh kecemasan malah terkesan lucu.Sampai kemudian Raya malah dikagetkan dengan kemahiran suaminya menyetir mobil.Raya yang selama ini tak pernah sekalipun melihat Raihan mengendarai mobil sekarang justru melihat suaminya bisa melajukan mobil yang s
Suara itu langsung mengalihkan perhatian Raihan dan Raya.Ternyata saat ini Darwis datang bersama dengan Andi, karena memang mereka berdua kebetulan sempat menghadiri sebuah acara bersama-sama dan Darwis sengaja mampir untuk menyampaikan ucapan perpisahan pada Raya."Pak Darwis?!"Raya sedikit terperangah mendapati kedatangan dosennya yang sangat tidak diduganya.Semenjak Raya mengajukan cuti beberapa hari lalu dari kampus untuk persiapan masa persalinannya, Raya tak pernah lagi berjumpa dengan sosok yang selama ini banyak membantunya itu."Apa kabar Darwis?" sapa Raihan kemudian, yang sekarang memang telah menjadi kolega dari lelaki itu semenjak Raihan ikut mengajar di kampus yang sama sebagai seorang dosen tamu.Darwis langsung memberikan senyuman lebarnya menanggapi sapaan Raya dan Raihan. Sementara Andi menampilkan ekspresinya yang datar.Semenjak perdebatan terakhir mereka kemarin Andi masih belum bisa menghentikan kekecewaannya yang membuatnya masih saja menampakkan kedongkolann
"Kalau begitu Papa maunya gimana?"Raya menjadi tak bisa menahan kekesalannya."Tadi Mas Raihan udah ngasih solusi yang terbaik, tapi kenapa Papa nggak ngerti juga sih?"Raihan langsung menyentuh lengan istrinya dengan lembut, memberi isyarat pada Raya untuk bisa lebih tenang."Dik jangan seperti itu kalau ngomong sama Papa," lerai Raihan dengan sabar.Raya mendesah jengah dan setelah itu diam sembari melirik pada suaminya.Kini ganti Raihan yang berusaha mengajak mertuanya berbicara dari hati ke hati."Kami tidak akan langsung kembali ke desa lagi dalam waktu dekat ini. Lagipula kami dalam dua bulan ke depan juga akan punya bayi."Tapi Andi tetap terlihat tak bisa menerima."Tetep aja kamu akan bawa anak dan cucuku pergi."Andi menjadi kian sewot.Dia tak terlalu nyaman saat berbicara dengan menantunya sendiri. Meski di dalam hatinya pria paruh baya itu mengakui jika pada dasarnya Raihan selalu memiliki sifat yang bijak.Ketakutannya akan rasa sepi yang membuat pria itu bersikeras un
"Apa aku melewatkan pestanya?"Perhatian Andi langsung tertuju pada pria berpenampilan dandy itu yang kini menebarkan senyuman pada orang-orang yang sedang menyapanya sekarang.Andi, Rosyid juga Darwis ikut menyapa.Bobby Darmawan menjawab dengan sekedarnya karena saat ini perhatian lelaki itu lebih tertuju pada Raihan yang tak langsung menyadari keberadaannya.Namun ketika salah seorang teman Raihan mulai mengetahui tentang kedatangan sosok penting itu, Raihan kemudian ikut mendekat demi bisa menyapa seseorang yang bisa dikatakan adalah teman lamanya."Lihatlah sosok yang membanggakan ini, kamu terlihat semakin mempesona saat akan menjadi seorang ayah," seloroh Bobby dengan sangat antusias.Keakraban Bobby dengan Raihan jelas memancing perhatian Andi. Dalam hatinya menjadi tak bisa lagi menampik rasa bangga pada menantunya sendiri yang sebelumnya masih sulit untuk dia terima."Terima kasih, aku memang bahagia karena Tuhan sudah menganugerahkan sesuatu yang sangat berharga untukku jug
“Bilang saja ke mana Raya dan Raihan pergi?”Andi bertanya dengan penuh penekanan.Tapi sebelum Dara memberikan jawaban dari arah pintu terdengar suara langkah kaki dan suara salam yang begitu nyaring.Dara dan Andi spontan menoleh bersamaan dan mereka mendapati sekarang Raya dan Raihan sedang berjalan beriringan untuk mendekat.“Papa kok udah di rumah? Katanya tadi akan pulang sampai larut malam?” Raya langsung melontarkan tanya ketika melihat sosok sang papa yang sekarang sudah berada di depannya.Andi tak langsung menjawab, diam sejenak dengan tatapan dia arahkan lurus pada Raihan yang sedang menggandeng tangan Raya dengan penuh kelembutan.“Ray, tadi Papa kamu nyariin kamu,” sahut Dara yang kemudian malah menimpali dengan cepat.Setelah itu dia melirik ke arah Raihan."Juga nyariin Mas Ustadz, menantu kesayangan."Nada bicara Dara terdengar menyindir.Andi langsung mendengus kesal."Sudah sana kamu ke dalam Dar, aku mau ngomong sama anak juga menantuku."Kini Andi mulai melirik ca
112.“Apa Anda mengenal menantu saya?”Andi mulai mengunggah rasa penasarannya.Bobby malah tersenyum penuh arti.“Siapa yang tidak tahu seorang Raihan?”Andi langsung mengernyitkan keningnya. Dia masih tak percaya dengan apa yang sudah dia dengar.“Bagaimana Anda mengenalnya?”“Kami pertama kali bertemu di Jerman,” jawab Bobby enteng.Tapi jawaban Bobby langsung membuat kedua mata Andi terbeliak.Andi benar-benar tidak percaya dengan apa yang sudah dia dengar. Selama ini dia selalu menganggap jika menantunya hanya pria kampung biasa, dan sama sekali tak memiliki keistimewaan.Meski Raya sempat menyampaikan jika Raihan pernah bersekolah di luar negeri, tapi Andi masih enggan untuk percaya. Dia menganggap apa yang dikatakan Raya hanyalah bualan semata.“Jerman?!”Kini ganti Bobby yang memandang heran ke arah Andi yang tampak kaget dengan apa yang sudah dia ucapkan.“Apa Raihan tak pernah menceritakan apapun?”Andi mendesah gelisah sedikit tergeragap.Bobby langsung menanggapi dengan ke
111. Menjadi Penasaran“Bagaimana menurut Papa?” Raihan terdengar tak ragu untuk menanyakan tentang pendapat mertuanya.Andi menelisik jengah. Dalam hatinya dia beranggapan Raihan terlalu percaya diri untuk ukuran seorang pria kampung biasa, yang bisa dengan sangat santai mengajaknya berbincang bahkan meminta pendapatnya.Sebagai seorang menantu yang tak dianggap Andi malah berpikir Raihan tidak akan berani mendekat apalagi membuka percakapan dengannya, dengan kapasitas yang cuma ustadz kampung yang selalu Andi anggap tak sepadan dengan keluarganya.Andi menjadi tak bisa menutupi kejengahannya, yang membuatnya enggan menentang tatapan Raihan yang sayangnya telah terlanjur menjadi menantunya yang bahkan sudah mendapatkan cinta dari putrinya.Fakta bahwa sekarang Raya sedang mengandung benih dari pria itu semakin memuakkan untuk Andi yang selalu sulit untuk bisa menerima Raihan.“Kenapa kamu mesti menanyakan pendapatku?” sergah Andi yang tak bisa menahan kekesalannya.Raihan masih saja
“Selamat siang!”Semua perhatian langsung tertuju pada sosok yang sekarang sudah berdiri di depan pintu.Kemudian mereka semua saling berpandangan ketika mendapati siapa sosok yang datang ke rumah Raya saat ini.Sampai akhirnya Raya mulai berdiri untuk mendekati sosok yang sedang memandangnya dengan luruh di ambang pintu.“Dania?!”Raya tak bisa mengabaikan rasa simpatinya mendapati mantan saudara tirinya yang keadaannya sangat memprihatinkan seperti sekarang.Wanita muda itu tampak jauh lebih tua dari usianya. Apalagi saat ini Dania sedang menggendong anaknya yang belum genap satu tahun. Balita itu tampak terlalu mungil dan lemah.Raya bisa dengan mudah mengabaikan semua kemarahannya yang dulu yang membuatnya tak ragu untuk mempersilakan Dania masuk ke dalam rumahnya meski sebelumnya dia pernah mengusir sosok mant
Nyatanya Raihan malah menyunggingkan senyumnya ke arah Darwis yang saat ini tampak jelas sedang memindainya.“Terima kasih, karena Anda telah mendampingi istri saya ketika saya tidak ada di sampingnya.”Setelah itu Raihan mulai melirik ke arah Raya yang sekarang sedang tersenyum lembut padanya.“Raya sudah menceritakan padaku, kalau selama ini Anda telah sangat baik pada dia.”Darwis mendesah kecewa. Harapannya dapat membuat seorang Raihan cemburu ternyata tak berjalan mulus. Darwis menganggap jika lelaki yang dihadapinya sekarang memiliki sikap dewasa juga pengendalian emosi yang sangat baik.Raihan jelas bukan seorang Reno yang mudah terpancing emosi. Bahkan Darwis bisa melihat kecerdasan yang terpancar dari sorot mata Raihan ketika mereka saling berbicara seperti saat ini.Pada akhirnya Darwis mengedikkan bahu tipis.“Jelas aku harus menjaga Raya karena memang awalnya dia adalah calon istriku.”Darwis malah menimpali dengan sarkas tapi tetap saja ditanggapi oleh Raihan dengan tenan