Wisnu mengantar Amanda ke rumahnya yang megah dan indah. Dia hendak membawanya untuk bertemu Purwa. Namun sepertinya Purwa masih beristirahat di kamarnya. Wisnu pun mengumpulkan orang rumah dan mengenalkannya pada Amanda."Ini Amanda, dia ahli gizi yang akan membantu merawat Om Purwa. Jadi jika dia butuh sesuatu, bantulah dia!" tukas Wisnu pada para ART-nya di rumah. Kemudian mereka mengangguk paham.Dia bahkan belum menyelesaikan tugas akhir, bagaimana bisa pria ini mengenalkannya sebagai ahli gizi? Amanda seolah keberatan dengan sebutan itu. "Halo? Saya Amanda, senang berjumpa dengan Bapak Ibu!" Amanda menyapa mereka terlihat sangat formal."Tidak perlu seformal itu." Wisnu tersenyum merangkul bahu Amanda dan tentu Amanda terkejut karena ulah pria ini. Apalagi dilakukannya di depan para ART-nya. Amanda bahkan bisa melihat mereka juga terkejut tapi berusaha menyembunyikannya. "Ini Bik Titik, dia sudah lama bekerja di keluarga kami sejak aku masih kecil. Ini Ujang yang biasa selalu
Ini hari pertamanya bekerja di kediaman Dinata. Dia tak mendapatkan kesulitan yang berarti. Di rumah ini ada beberapa ART yang baik hati. Satpam yang selalu membukakan gerbang untuknya, supir yang sering menawarkan untuk mengantar pulang meskipun Amanda menolak, dan beberapa lagi yang lain seperti dirinya yang hanya datang untuk melakukan pekerjaan dan pulang setelah pekerjaannya selesai. Mereka semua sangat baik pada Amanda. beberapa hari bekerja di rumah itu sudah membuat Amanda sangat akrab dengan mereka. Suasana di rumah Wisnu sangat jauh berbeda dengan suasana di kantor. Orang-orang di sini begitu hormat dan menghargainya. "Ini harus dimasak setengah matang ya, Bik. Biar nutrisinya tidak hilang," tukas Amanda memberitahu Titik. "Oh, Iya Mbak." Titik mengikuti arahan Amanda. “Mbak Amanda kan ahli gizi, kira-kira makanan apa ya mbak yang bisa bikin kulit glowing?” Damar yang kebetulan membantu di dapur ikut bertanya. Amanda melirik Damar sesaat, pria ini masih muda mungkin seus
Amanda merasa tidak enak melihat raut muka sedih terpancar di wajah Purwa saat dirinya menyinggung soal istrinya. Purwa meyadari perasaan tidak enak Amanda kemudian menggeleng dan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja."Kami ada sedikit masalah, dia hanya pergi untuk mengunjungi keluarganya. Bilangnya hanya beberapa hari, tapi sampai sekarang aku menunggu dia tak kunjung datang."Purwa berkaca-kaca terkenang istrinya yang sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya. Dia memang sudah mendapat laporan bahwa nama istrinya tercatat didaftar korban yang dikuburkan secara massal di Aceh. Tapi batinnya terus menyangkal hal itu dan percaya bahwa istrinya masih hidup. Oleh sebab itu dia tidak pernah mau menziarahi tempat pemakaman masal itu.Beberapa kali dia pernah memutuskan menikah lagi, tapi rasa bersalahnya pada istrinya itu membuatnya terkungkung dalam kenangan sampai saat ini. Istrinya sedang mengandung anak, buah hati mereka yang sudah lama ditunggu-tunggu. Tapi naasnya mereka terp
Setelah memastikan Purwa tidak mendapat masalah lagi, Amanda bergegas menuju kamarnya di rumah Wisnu. Mengechek hp-nya apakah ada telpon atau pesan masuk dari papanya? Pasalnya sejak kemarin papanya tidak bisa dihubungi, tidak membalas pesannya, juga tidak menghubunginya balik. Mudah-mudahan memang papanya itu sedang sibuk. Begitu yang diharapkan Amanda menyingkirkan kekhawatirannya.Sudah malam dan Amanda mengambil tasnya untuk bersiap pulang. Dia memesan kendaraan dari aplikasinya. Dirapikan dirinya sebentar lalu bangkit keluar kamar."Kau sudah mau pulang?" suara yang dirindukannya itu terdengar ditelinga."Oh, Pak Wisnu? Sudah balik dari Singapura?" sapa Amanda. Dia melihat pria ini hanya tersenyum padanya karena merasa tidak perlu menjawab pertanyaan itu. Tentu saja dia sudah balik, memangnya siapa sekarang yang sedang berdiri di depannya?Amanda jadi berdebar mendapat senyuman itu. Beberapa hari ini dia memang merindukan Wisnu. Tiba-tiba melihatnya sudah ada di depannya, tentu j
Lesti baru pulang saat mendapati Amanda duduk melamun di dekat meja samil memainkan gelas kosong. Dia baru saja hendak menyapanya ketika Amanda mengangkat gelas itu dan meminumnya--masih dengan wajah melamun yang dibarengi senyum tipis di bibirnya. Lesti segera menduga pasti sesuatu terjadi pada temannya itu hingga melamun dan senyum-senyum sendiri."Kau kenapa sih?" tanya Lesti heran."Apa?" Amanda terhenyak oleh sapaan Lesti. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran temannya itu."Hemm, melamun dan senyum-senyum sendiri? Apakah sesuatu terjadi di antara kalian?""Melamun? Siapa yang melamun?" Amanda buru-buru mengaktifkan mode sadarnya."Tuh gelas udah kosong tapi masih diminum juga, apa artinya kalau bukan sedang melamun?" Lesti menunjuk gelas kosong Amanda."Ehh, tadi masih ada airnya!" sanggah Amanda heran dan buru-buru meletakkan gelas kosongnya di meja."Jiaaah, ngeles saja lu, emang habis ngapain sih sama Pak Wisnu sampai terbayang-bayang gitu?" goda Lesti."Enggak, tadi aku—aku …
Amanda tampak terburu-buru masuk ke rumah Wisnu pasalnya dia kesiangan. Semalam dia baru bisa memejamkan matanya sekitar jam 01.00 dini hari, dan tak tahunya saat terbangun matahari sudah bersinar terang. Dia pasti sangat malu sekali karena sudah telat. Purwa pasti sudah menantikan menu sarapan paginya hari ini. Ini karena hp-nya rusak sehingga tidak ada alarm yang membangunkannya. "Bik Titik, maaf, aku terlambat. Apa Om Purwa sudah dibuatkan sarapan?" "Sudah, Mbak" "Oh!" Amanda tampak bersalah sekali. "Tidak perlu cemas Mbak, saya kasih Bapak menu yang seperti Mbak bilang kemarin. Saya masih ingat, kok!" tukas Titik. "Ya sudah, aku akan temui Om Purwa dulu," ujar Amanda dan bergegas menemui Purwa yang ada di halaman samping bersama Ujang. "Hey, Amanda?" sapa Purwa dengan raut terkejut. "Wisnu tadi pagi bilang semalam kau kurang enak badan jadi tidak masuk hari ini, apa kau sudah baikan?" Amanda tercenung mendengar pernyataan Purwa. Mungkin Wisnu mengira dirinya masih shock kar
Amanda menepuk-nepuk pipinya karena baru sadar bahwa dia sudah membuat janji dengan Wisnu. Apakah ini adalah kencan? Ya, ini adalah kencan pertama mereka. Aduh, dia begitu grogi hingga bingung mau pakai baju yang mana? Bahkan Amanda merasa penampilannya sangat berantakan meski sudah berulangkali merapikan dan menghias dirinya. Huft! Amanda sepertinya harus menenangkan diri dulu. Gluk! Gluk! Gluk! Segelas air putih sudah diteguknya dan dia merasa sedikit tenang. Ahirnya dia memutuskan memakai dress selutut dengan riasan tipis dan rambut yang terurai di bahu. Maunya dia ingin terlihat sempurna, tapi setelah dipikir-pikir dia perlu tampil nyaman agar tidak tampak memalukan di depan Wisnu. Dia beruntung karena Wisnu sudah menyukainya. Jadi apapun yang dia pakai pasti tidak akan jadi soal. Sekarang dia tampak gelisah karena bingung harus bagaimana nanti ketika bersama Wisnu. Apa yang akan dia bicarakan dan bagaimana kalau dia hanya bisa mengatakan oh, hehe, ahh, ya, baiklah. Itu pas
Tadinya dia merasa akan kesulitan mengobrol saat bersama Wisnu malam ini. Tapi ternyata tidak. Semuanya berjalan dan mengalir begitu saja. Mereka sudah sering mengobrol sebelum ini. Jadi apa yang dikhawatirkan Amanda sama sekali tidak terjadi. “Mas Wisnu pasti malu karena makan di tempat seperti ini?” Amanda melihat pria ini menunduk tadi saat dia datang, jadi dia berpikiran seperti itu. “Tidak! Tanya saja sama temanmu, Dion. Aku bahkan sering ngopi di warkop!” sanggah Wisnu tidak terima dibilang malu makan di tempat seperti ini. “Benarkah? Mas Wisnu ngopi sambil ngrokok di warkop bareng bapak-bapak gitu?” pikir Amanda yang setahunya warkop itu tempat bapak-bapak ngrumpi. "Apa kau yang malu ketahuan kencan denganku di sini?" tanya Wisnu mengabaikan topik tentang warkop. Diteruskan pun Amanda gak bakal nyambung bahasan warkop. Amanda sampai terbatuk mendengar kata terahir Wisnu. KENCAN??? Dia pikir kata itu hanya dalam pikirannya saja. Tapi ternyata Wisnu pun merasa ini adalah kenc
Annisa banyak salah dan dosa pada Amanda. Anak itu sejak pertama sudah dibuat tidak menyukainya. Sekarang apa dia bisa begitu saja memaafkannya dan membiarkan papanya menyetujui hubungan mereka? Pundaknya mulai turun dan dia merasa tidak mungkin Amanda rela membiarkan Dirja menikah dengannya. Dia kembali melihat sosok Dirja yang masih dengan sabar mendengarkan kata-kata putrinya. Jikapun pria itu diminta memilih dia atau putrinya, sudah bisa dipastikan Dirja akan memilih putrinya daripada Annisa. Karma itu memang ada. Dulu dia sangat membenci Amanda dan selalu berusaha membuatnya terluka. Sekarang, di saat dirinya sudah sangat yakin bahwa hanya pria yang baik dan penuh perhatian itulah yang bisa menerima semua kekurangannya dan sanggup menjadi imamnya dalam mengarungi kehidupan barunya, dia harus juga dibenci oleh Amanda. “Ya sudahlah, mungkin ini hukmuna dari tuhan untukmu, Annisa!” gumam Annisa pada dirinya sendiri sambil mengusap air mata di sudut matanya. “Kalau Papa memang men
Amanda tidak bisa memejamkan matanya mengingat apa yang sudah di sampaikan Wisnu padanya tadi sore. Dia ingin menelpon mamanya, namun sudah larut malam waktu Milan. Artinya di Jakarta saat ini menjelang subuh. Tentu dia harus bersabar menunggu pagi agar bisa menghubungi mamanya.Keresahan Amanda tentu bisa dirasakan Wisnu karena beberapa kali harus mengganti posisi tidurnya. “Kau tidak bisa tidur?” tanyanya.“Oh, Maaf! Aku pasti mengganggu tidur, Mas Wisnu” ucap Amanda sedih.“Mana yang tidak nyaman, biar aku usap.” Wisnu memeriksa Amanda. Lalu dengan lembut dia mengusap punggung Amanda agar membuatnya lebih nyaman. “Katanya besok mau belanja di Galerria, tapi selarut ini kau belum tidur juga?”“Aku terus kepikiran papa, Mas!”“Kenapa?”Amanda tidak menyahut, Wisnu pasti juga tahu apa yang sedang dipikirkannya. Kemudian Wisnu mendekatkan tubuhnya dan memeluk Amanda. “Ya sudah jangan dipikirkan dulu, nanti malah bikin kamu stress. Gak bagus kan buat perkembangan baby kita!”“Papa itu s
Dirja sebenarnya juga akan memberikan kejutan pada putri dan menantunya itu tentang rencana mengakhiri masa sendirinya. Tapi dia juga dibuat kecewa lantaran Wisnu dan Amanda tidak di rumah.Dia sudah memikirkan betul keputusannya. Beberapa bulan dekat dengan Annisa dan merasa wanita itu sepertinya memiliki hati untuknya, Dirja kemudian memikirkan pendapat Marina dan Moana agar dirinya menikah lagi. Jika dulu dia masih betah sendiri karena menghargai perasaan Moana dan Amanda, sekarang semuanya sudah berjalan baik. Moana sudah menikah lagi, dan putrinya bahkan sebentar lagi akan memberinya cucu. Tidak ada alasan baginya untuk sendiri terus.Mirzha tentu sudah mengenal Dirja sebagai ayah Amanda karena datang dan berbincang langsung dengan Dirja saat pernikahan Wisnu. Mirzha mengakui Dirja memang sosok yang matang dan juga mapan. Tentu itu adalah hal yang penting untuk putrinya yang bisa dibilang terkadang labil itu. Annisa memang membutuhkan sosok yang dewasa, matang dan bisa membimbi
Amanda menjadi sedih karena Wisnu menolak keinginanya. Suasana hatinya mulai buruk dan dia bangkit sambil mendorong beberapa map hingga jatuh berserakan ke lantai. Dengan langkah kasar keluar dari ruang kerja Wisnu.Wisnu menghela napas dan menutup laptopnya. Lalu bergegas membuntuti istrinya yang sedang ngambek.Pintu kamar tertutup dengan kasar.“Sayang, kondisimu masih lemah, aku takut malah menyakitimu dan baby kita,” Wisnu mencoba menjelaskan meski pintu tertutup.“Iya, aku udah jelek, gendut, Mas Wisnu udah gak bergairah lagi!” Amanda berteriak sebal.“Ya udah, buka dulu! Gak enak kan di dengar orang ngobrol sambil teriak-teriak.”“Gak mau! Udah sana pergi ke kantor, ketemu sama cewek-cewek cantik, gak usah mikirin wanita yang gendut dan jelek ini!”“Siapa yang gendut dan jelek? Kamu cantik kok!”Sesaat tidak terdengar suara dari dalam. Wisnu berpikir Amanda akan membukakan pintu untuknya. Pintu memang terbuka, tapi karena Amanda ingin melepar bantal dan selimut.“Tidur saja di
Wisnu sudah datang dan sangat tergesa langsung menuju kamar untuk bisa melihat kondisi istrinya. Saat masuk kamar, Marina mengingatkan Wisnu untuk membersihkan diri dulu. Banyak virus di tempat umum, tidak baik untuk ibu hamil.Amanda sebenarnya menolak pergi ke rumah sakit. Bau disinfektan sangat membuatnya pusing. Bisa-bisa dia malah muntah-muntah hebat lagi. Tapi melihat kondisi istrinya yang lemas, Wisnu tidak mau ambil resiko. Dia langsung menggendongnya ke mobil dan meminta Abduh menyupir ke rumah sakit.Setelah dipasang infus, Amanda mulai terlihat segar lagi. Dia mungkin saja mengalami dehidrasi karena banyak cairan yang keluar tapi tidak bisa memasukan makanan atau minuman ke dalam tubuhnya. Wisnu nampak sangat cemas.“Masih istirahat, Bu Amanda?” tanya dokter Ririn, spesialis obgyn, yang diminta Wisnu menjadi dokter pribadi istrinya.“Apa ada masalah dengan kehamilannya, dokter? Kenapa dia mengalami mual dan muntah yang hebat?” Wisnu tak sabar menanyakan tentang kesehatan is
Abim menemani Wisnu mengunjungi kantor perusahaan di Surabaya. Dia bertemu Annisa yang sedang mengerjakan sesuatu di ruangannya. Lalu Abim memberanikan diri menghampirinya.“Eh, Abim! Kok tiba-tiba Ke Surabaya?” Annisa sedikit terkejut melihat Abim.“Ada sedikit urusan, kau betah pindah kerja di sini?” Abim senang melihat Annisa yang terlihat ramah itu. Sama seperti dulu saat pertama dia kerja di kantor Jakarta.Mereka sudah duduk dan menikmati minuman sambil berbincang-bincang.“Apa kabar Naira?” tanya Annisa.“Baik,” jawab Abim.“Kau tampak lebih bahagia di sini?”“Ya iyalah, kerjaan di sini tidak seruwet di Jakarta. Lagi pula Pak Dirja baik sekali. Aku jadi betah kerja di Surabaya”“Baguslah! Aku senang melihatmu lebih baik!” ucap Abim menatap Annisa dengan tatapan yang sulit dimengerti.“Terima kasih, Abim! Aku minta maaf ya, kalau sering buat kamu sakit hati!”Abim sedikit terkejut mendengar permintaan maaf Annisa. Artinya dia memang serius ingin berubah. Seperti yang dikatakanny
Amanda tampak melamun dan tidak bernapsu makan, sejak tadi hanya mempermainkan sumpit di atas mangkuk yang berisi cah kangkung yang sudah disiapkan atas keinginanya. Sejak Amanda masih bekerja di rumah ini dulu, dia yang menyusun menu makan selama seminggu dan Titik yang bagian mengeksekusinya bersama Amanda. Di minggu berikutnya Amanda akan membuat daftar menu baru lagi. Semua itu dilakukan untuk mendukung program diet sehat Purwa yang waktu itu sedang sakit. Agar Purwa tidak merasa sedang diet dan tidak tergoda makanan kurang sehat, maka semua orang di rumah pun memakan menu yang sama.“Kenapa melamun?” Wisnu yang sedang makan terganggu dengan wajah melamun istrinya.Amanda hanya bergeming sedikit lalu mengambil cah kangkung untuk dipindah ke dalam piringnya. “Apa bimbinganmu bermasalah?”“Tidak” jawab Amanda tak bersemangat.“Lalu apa?”“Gak ada apa-apa”“Jangan bohong!”“Ya udahlah, gak usah dibahas juga!” Amanda mencoba memasukan makanan ke mulutnya.“Kalau kau tidak bilang, ak
Saat itu Wisnu baru selesai mengadakan pertemuan dengan beberapa pejabat penting grup Bramastya terkait kerjasama keduanya. Dia berbesar hati untuk melonggarkan persaingan di antara mereka. Tentu saja setelah Purwa yang menelpon sendiri dan menasehati Wisnu agar tidak terlalu keras dalam berbisnis. Purwa waktu itu ditemui langsung Bramastya di Jerman demi mengembalikan hubungan baik kedua perusahaan yang sebelumnya juga saling bekerja sama itu. Bram tahu, Wisnu hanya bisa mendengar ucapan pamannya. Peristiwa penculikan itu sama sekali tidak tersinggung di permukaan. Hanya mereka yang terlibatlah yang tahu. Seperti sebuah kode etik satu sama lain untuk saling merahasiakan agar tidak ada pihak hukum yang ikut campur urusan sesama mereka sendiri. Keduanya sudah menyepakati banyak hal setelah penculikan itu. “Anda yakin untuk melakukan semua ini?” Tio asisten yang lebih fokus urusan ke dalam perusahaan memastikan sekali lagi. karena dalam pemikirannya, yang sangat diuntungkan adalah pih
Tadinya Annisa mencoba mengejar Abim setelah sedikit perdebatannya di kantor mengenai beberapa data perusahaan yang dicurigai bocor. Abim benar-benar marah pada Annisa dan dengan terang-terangan menuduhnya sengaja membocorkan. Annisa tidak terima dan malah menuduh Abim tidak objektif dengan menuduhnya.“Kau hanya sedang sakit hati padaku! Karena itu kau mencari-cari kesalahanku untuk melampiaskan kekesalanmu,” ujar Annisa pada Abim waktu masih di kantor.“HHG, KAMU SAKIT ANNISA!” tukas Abim tersenyum miring pada Annisa. “Aku sarankan padamu, buatlah janji dengan psikiater, kau perlu mengisi ulang otakmu yang tinggal separuh itu!”“Kau hanya iri denganku, Abim!”“Teruslah dengan delusimu. Tapi jangan menghalangi kewajibanku!”“Pak Wisnu tidak akan percaya padamu, dia akan percaya padaku?”“Bagaimana kau bisa seyakin itu? Apa kau pikir Pak Wisnu mencintaimu?”“Kau tidak perlu ikut campur urusan kami, perasaanku dan dia hanya kami yang tahu.”“GILA!” “Kamu yang gila! Kamu gila karena ak