Lesti baru pulang saat mendapati Amanda duduk melamun di dekat meja samil memainkan gelas kosong. Dia baru saja hendak menyapanya ketika Amanda mengangkat gelas itu dan meminumnya--masih dengan wajah melamun yang dibarengi senyum tipis di bibirnya. Lesti segera menduga pasti sesuatu terjadi pada temannya itu hingga melamun dan senyum-senyum sendiri."Kau kenapa sih?" tanya Lesti heran."Apa?" Amanda terhenyak oleh sapaan Lesti. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran temannya itu."Hemm, melamun dan senyum-senyum sendiri? Apakah sesuatu terjadi di antara kalian?""Melamun? Siapa yang melamun?" Amanda buru-buru mengaktifkan mode sadarnya."Tuh gelas udah kosong tapi masih diminum juga, apa artinya kalau bukan sedang melamun?" Lesti menunjuk gelas kosong Amanda."Ehh, tadi masih ada airnya!" sanggah Amanda heran dan buru-buru meletakkan gelas kosongnya di meja."Jiaaah, ngeles saja lu, emang habis ngapain sih sama Pak Wisnu sampai terbayang-bayang gitu?" goda Lesti."Enggak, tadi aku—aku …
Amanda tampak terburu-buru masuk ke rumah Wisnu pasalnya dia kesiangan. Semalam dia baru bisa memejamkan matanya sekitar jam 01.00 dini hari, dan tak tahunya saat terbangun matahari sudah bersinar terang. Dia pasti sangat malu sekali karena sudah telat. Purwa pasti sudah menantikan menu sarapan paginya hari ini. Ini karena hp-nya rusak sehingga tidak ada alarm yang membangunkannya. "Bik Titik, maaf, aku terlambat. Apa Om Purwa sudah dibuatkan sarapan?" "Sudah, Mbak" "Oh!" Amanda tampak bersalah sekali. "Tidak perlu cemas Mbak, saya kasih Bapak menu yang seperti Mbak bilang kemarin. Saya masih ingat, kok!" tukas Titik. "Ya sudah, aku akan temui Om Purwa dulu," ujar Amanda dan bergegas menemui Purwa yang ada di halaman samping bersama Ujang. "Hey, Amanda?" sapa Purwa dengan raut terkejut. "Wisnu tadi pagi bilang semalam kau kurang enak badan jadi tidak masuk hari ini, apa kau sudah baikan?" Amanda tercenung mendengar pernyataan Purwa. Mungkin Wisnu mengira dirinya masih shock kar
Amanda menepuk-nepuk pipinya karena baru sadar bahwa dia sudah membuat janji dengan Wisnu. Apakah ini adalah kencan? Ya, ini adalah kencan pertama mereka. Aduh, dia begitu grogi hingga bingung mau pakai baju yang mana? Bahkan Amanda merasa penampilannya sangat berantakan meski sudah berulangkali merapikan dan menghias dirinya. Huft! Amanda sepertinya harus menenangkan diri dulu. Gluk! Gluk! Gluk! Segelas air putih sudah diteguknya dan dia merasa sedikit tenang. Ahirnya dia memutuskan memakai dress selutut dengan riasan tipis dan rambut yang terurai di bahu. Maunya dia ingin terlihat sempurna, tapi setelah dipikir-pikir dia perlu tampil nyaman agar tidak tampak memalukan di depan Wisnu. Dia beruntung karena Wisnu sudah menyukainya. Jadi apapun yang dia pakai pasti tidak akan jadi soal. Sekarang dia tampak gelisah karena bingung harus bagaimana nanti ketika bersama Wisnu. Apa yang akan dia bicarakan dan bagaimana kalau dia hanya bisa mengatakan oh, hehe, ahh, ya, baiklah. Itu pas
Tadinya dia merasa akan kesulitan mengobrol saat bersama Wisnu malam ini. Tapi ternyata tidak. Semuanya berjalan dan mengalir begitu saja. Mereka sudah sering mengobrol sebelum ini. Jadi apa yang dikhawatirkan Amanda sama sekali tidak terjadi. “Mas Wisnu pasti malu karena makan di tempat seperti ini?” Amanda melihat pria ini menunduk tadi saat dia datang, jadi dia berpikiran seperti itu. “Tidak! Tanya saja sama temanmu, Dion. Aku bahkan sering ngopi di warkop!” sanggah Wisnu tidak terima dibilang malu makan di tempat seperti ini. “Benarkah? Mas Wisnu ngopi sambil ngrokok di warkop bareng bapak-bapak gitu?” pikir Amanda yang setahunya warkop itu tempat bapak-bapak ngrumpi. "Apa kau yang malu ketahuan kencan denganku di sini?" tanya Wisnu mengabaikan topik tentang warkop. Diteruskan pun Amanda gak bakal nyambung bahasan warkop. Amanda sampai terbatuk mendengar kata terahir Wisnu. KENCAN??? Dia pikir kata itu hanya dalam pikirannya saja. Tapi ternyata Wisnu pun merasa ini adalah kenc
Mobil Wisnu sudah sampai di depan kontrakan Amanda dan mereka merasa jarak terasa lebih pendek dari biasanya. Keduanya bahkan masih anteng di dalam mobil dan belum ingin beranjak terlebih dahulu. Sampai Amanda merasa dia memang harus turun. "Aku turun dulu ya, Mas?" ucapnya malu-malu pada pria yang kini sudah diterima di hatinya sebagai kekasihnya itu. "Jangan!" Wisnu menjawab dan keduanya tertawa kecil. "Sudah malam, besok kan aku harus dampingin Om Purwa terapi" "Baiklah, aku akan menjemputmu pagi-pagi" "Tidak usah!" "Aku sudah bilang aku tidak terima penolakan!" "Oke -- baiklah" Amanda menyerah pada pria keras kepala ini. dan saat kata itu berhasil diucapkannya dia lagi-lagi mendapat ciuman dari Wisnu. Sangat cepat hingga Amanda tak tahu cara menghindarinya. Astaga! "Selamat malam, dan terima kasih atas traktirannya!" ujar Wisnu tersenyum penuh kemenangan karena berhasil mencuri cium lagi pada gadis itu. "Iya sama-sama, selamat malam!" ujar Amanda keluar dari mobil Wisnu de
Setelah menjalani terapi, Purwa merasa kakinya sungguh sakit. Amanda bingung harus bagaimana. Dia mencoba menghubungi Wisnu tapi hanya terdengar nada sibuk. Ahirnya dia pun merelakan pulang malam demi menunggui dan menemani Purwa yang sejak tadi terus mengeluh. Lagipula dia ingin membicarakan sesuatu pada Wisnu. "Aku sudah bilang, kalau aku tidak bisa jalan lagi ya sudah. Tidak perlu dipaksa-paksa! Jadi begini kan, sakit!" Purwa uring-uringan. Ujang sudah terbiasa dengan sikap Purwa, tapi Amanda jadi serba salah dan tidak tahu harus bagaimana? "Pak, itu artinya syaraf dan otot-ototnya mulai terangsang. Tunggu sebentar mungkin akan mereda, therapisnya juga bilang efeknya tidak lama," ucap Ujang mencoba menenangkan. "Terangsang apa? Pakai merangsang-merangsang segala, ngomongin apa sih kamu!" malah mendapat omelan, Ujang memilih diam. "Ambilkan obat nyerinya Amanda" Purwa meminta tolong pada Amanda. Saat berbicara pada gadis itu dia tidak bisa berkata dengan keras. Jadi Purwa harus
Ada seseorang yang harus ditemui Wisnu malam ini, karena itu selepas mengantar Amanda dia langsung memutar mobilnya ke tempat janjian.“Gue sudah mau pulang lho, kemana saja sih, lu?” tukas Tito, pria yang menyepas rokoknya.“Bagaimana?” Wisnu mengambil rokok di meja itu dan ikut menyesapnya.“Fix, memang seperti ada kesengajaan pria itu melakukan hal ini. Tapi aku belum mengetahui apa motifnya” tukas Tito--dia adalah intelejen perusahaan yang memang ditugaskan untuk menyelidiki masalah-masalah terkait perusahaan. Tapi terkadang Wisnu juga sering memintanya untuk menyelidiki hal di luar perusahaan.“Aku juga baru mendengar namanya, apa dia arsitek baru?”“Ya, namanya Dirja Wiyatmoko, usianya baru 48 tahun, tinggal di Surabaya. Sepertinya single parents. Karena aku searching identitasnya hanya ada dua nama di KK nya. Yakni, dirinya sendiri dan nama seorang perempuan yang usianya baru sekitar 22 tahun keterangannya parent. Sebelumnya dia seorang konsultan di perusahaan Bramastya tapi en
Dirja tersenyum melihat anak gadisnya yang cantik datang. Dia bangkit dan merentangkan tangan untuk menyambut putri tercintanya. Mereka saling berpelukan.“Papa bilang datangnya tadi pagi, kok sampe sore? Mana di telpon tidak diangkat lagi?” ujar Amanda manja masih bergelanyut di pelukan papanya.May yang melihat itu tampak iri. Amanda yang cantik memiliki seorang papa yang ganteng dan menawan. Mereka terlihat tampak serasi sekali. Kalau orang lain yang tidak tahu mereka bisa-bisa dikira pasangan kekasih yang beda umur saja. Bukannya anak dan papa.“Iya, tadi papa harus segera ke kantor dulu,” tukas Dirja mengusap rambut putrinya. Lalu mereka ijin ke kontrakan Amanda saja biar bicaranya lebih leluasa.“Papa berapa hari di Jakarta?” tanya Amanda sambil menyiapkan makanan yang baru dibelinya tadi.“Nanti malam Papa sudah balik”“Lho kok langsung balik?”“Iya, Ada banyak hal yang harus Papa selesaikan” tukas pria itu dengan kurang bersemangat.Amanda mengetahui hal itu lalu duduk di samp
Annisa banyak salah dan dosa pada Amanda. Anak itu sejak pertama sudah dibuat tidak menyukainya. Sekarang apa dia bisa begitu saja memaafkannya dan membiarkan papanya menyetujui hubungan mereka? Pundaknya mulai turun dan dia merasa tidak mungkin Amanda rela membiarkan Dirja menikah dengannya. Dia kembali melihat sosok Dirja yang masih dengan sabar mendengarkan kata-kata putrinya. Jikapun pria itu diminta memilih dia atau putrinya, sudah bisa dipastikan Dirja akan memilih putrinya daripada Annisa. Karma itu memang ada. Dulu dia sangat membenci Amanda dan selalu berusaha membuatnya terluka. Sekarang, di saat dirinya sudah sangat yakin bahwa hanya pria yang baik dan penuh perhatian itulah yang bisa menerima semua kekurangannya dan sanggup menjadi imamnya dalam mengarungi kehidupan barunya, dia harus juga dibenci oleh Amanda. “Ya sudahlah, mungkin ini hukmuna dari tuhan untukmu, Annisa!” gumam Annisa pada dirinya sendiri sambil mengusap air mata di sudut matanya. “Kalau Papa memang men
Amanda tidak bisa memejamkan matanya mengingat apa yang sudah di sampaikan Wisnu padanya tadi sore. Dia ingin menelpon mamanya, namun sudah larut malam waktu Milan. Artinya di Jakarta saat ini menjelang subuh. Tentu dia harus bersabar menunggu pagi agar bisa menghubungi mamanya.Keresahan Amanda tentu bisa dirasakan Wisnu karena beberapa kali harus mengganti posisi tidurnya. “Kau tidak bisa tidur?” tanyanya.“Oh, Maaf! Aku pasti mengganggu tidur, Mas Wisnu” ucap Amanda sedih.“Mana yang tidak nyaman, biar aku usap.” Wisnu memeriksa Amanda. Lalu dengan lembut dia mengusap punggung Amanda agar membuatnya lebih nyaman. “Katanya besok mau belanja di Galerria, tapi selarut ini kau belum tidur juga?”“Aku terus kepikiran papa, Mas!”“Kenapa?”Amanda tidak menyahut, Wisnu pasti juga tahu apa yang sedang dipikirkannya. Kemudian Wisnu mendekatkan tubuhnya dan memeluk Amanda. “Ya sudah jangan dipikirkan dulu, nanti malah bikin kamu stress. Gak bagus kan buat perkembangan baby kita!”“Papa itu s
Dirja sebenarnya juga akan memberikan kejutan pada putri dan menantunya itu tentang rencana mengakhiri masa sendirinya. Tapi dia juga dibuat kecewa lantaran Wisnu dan Amanda tidak di rumah.Dia sudah memikirkan betul keputusannya. Beberapa bulan dekat dengan Annisa dan merasa wanita itu sepertinya memiliki hati untuknya, Dirja kemudian memikirkan pendapat Marina dan Moana agar dirinya menikah lagi. Jika dulu dia masih betah sendiri karena menghargai perasaan Moana dan Amanda, sekarang semuanya sudah berjalan baik. Moana sudah menikah lagi, dan putrinya bahkan sebentar lagi akan memberinya cucu. Tidak ada alasan baginya untuk sendiri terus.Mirzha tentu sudah mengenal Dirja sebagai ayah Amanda karena datang dan berbincang langsung dengan Dirja saat pernikahan Wisnu. Mirzha mengakui Dirja memang sosok yang matang dan juga mapan. Tentu itu adalah hal yang penting untuk putrinya yang bisa dibilang terkadang labil itu. Annisa memang membutuhkan sosok yang dewasa, matang dan bisa membimbi
Amanda menjadi sedih karena Wisnu menolak keinginanya. Suasana hatinya mulai buruk dan dia bangkit sambil mendorong beberapa map hingga jatuh berserakan ke lantai. Dengan langkah kasar keluar dari ruang kerja Wisnu.Wisnu menghela napas dan menutup laptopnya. Lalu bergegas membuntuti istrinya yang sedang ngambek.Pintu kamar tertutup dengan kasar.“Sayang, kondisimu masih lemah, aku takut malah menyakitimu dan baby kita,” Wisnu mencoba menjelaskan meski pintu tertutup.“Iya, aku udah jelek, gendut, Mas Wisnu udah gak bergairah lagi!” Amanda berteriak sebal.“Ya udah, buka dulu! Gak enak kan di dengar orang ngobrol sambil teriak-teriak.”“Gak mau! Udah sana pergi ke kantor, ketemu sama cewek-cewek cantik, gak usah mikirin wanita yang gendut dan jelek ini!”“Siapa yang gendut dan jelek? Kamu cantik kok!”Sesaat tidak terdengar suara dari dalam. Wisnu berpikir Amanda akan membukakan pintu untuknya. Pintu memang terbuka, tapi karena Amanda ingin melepar bantal dan selimut.“Tidur saja di
Wisnu sudah datang dan sangat tergesa langsung menuju kamar untuk bisa melihat kondisi istrinya. Saat masuk kamar, Marina mengingatkan Wisnu untuk membersihkan diri dulu. Banyak virus di tempat umum, tidak baik untuk ibu hamil.Amanda sebenarnya menolak pergi ke rumah sakit. Bau disinfektan sangat membuatnya pusing. Bisa-bisa dia malah muntah-muntah hebat lagi. Tapi melihat kondisi istrinya yang lemas, Wisnu tidak mau ambil resiko. Dia langsung menggendongnya ke mobil dan meminta Abduh menyupir ke rumah sakit.Setelah dipasang infus, Amanda mulai terlihat segar lagi. Dia mungkin saja mengalami dehidrasi karena banyak cairan yang keluar tapi tidak bisa memasukan makanan atau minuman ke dalam tubuhnya. Wisnu nampak sangat cemas.“Masih istirahat, Bu Amanda?” tanya dokter Ririn, spesialis obgyn, yang diminta Wisnu menjadi dokter pribadi istrinya.“Apa ada masalah dengan kehamilannya, dokter? Kenapa dia mengalami mual dan muntah yang hebat?” Wisnu tak sabar menanyakan tentang kesehatan is
Abim menemani Wisnu mengunjungi kantor perusahaan di Surabaya. Dia bertemu Annisa yang sedang mengerjakan sesuatu di ruangannya. Lalu Abim memberanikan diri menghampirinya.“Eh, Abim! Kok tiba-tiba Ke Surabaya?” Annisa sedikit terkejut melihat Abim.“Ada sedikit urusan, kau betah pindah kerja di sini?” Abim senang melihat Annisa yang terlihat ramah itu. Sama seperti dulu saat pertama dia kerja di kantor Jakarta.Mereka sudah duduk dan menikmati minuman sambil berbincang-bincang.“Apa kabar Naira?” tanya Annisa.“Baik,” jawab Abim.“Kau tampak lebih bahagia di sini?”“Ya iyalah, kerjaan di sini tidak seruwet di Jakarta. Lagi pula Pak Dirja baik sekali. Aku jadi betah kerja di Surabaya”“Baguslah! Aku senang melihatmu lebih baik!” ucap Abim menatap Annisa dengan tatapan yang sulit dimengerti.“Terima kasih, Abim! Aku minta maaf ya, kalau sering buat kamu sakit hati!”Abim sedikit terkejut mendengar permintaan maaf Annisa. Artinya dia memang serius ingin berubah. Seperti yang dikatakanny
Amanda tampak melamun dan tidak bernapsu makan, sejak tadi hanya mempermainkan sumpit di atas mangkuk yang berisi cah kangkung yang sudah disiapkan atas keinginanya. Sejak Amanda masih bekerja di rumah ini dulu, dia yang menyusun menu makan selama seminggu dan Titik yang bagian mengeksekusinya bersama Amanda. Di minggu berikutnya Amanda akan membuat daftar menu baru lagi. Semua itu dilakukan untuk mendukung program diet sehat Purwa yang waktu itu sedang sakit. Agar Purwa tidak merasa sedang diet dan tidak tergoda makanan kurang sehat, maka semua orang di rumah pun memakan menu yang sama.“Kenapa melamun?” Wisnu yang sedang makan terganggu dengan wajah melamun istrinya.Amanda hanya bergeming sedikit lalu mengambil cah kangkung untuk dipindah ke dalam piringnya. “Apa bimbinganmu bermasalah?”“Tidak” jawab Amanda tak bersemangat.“Lalu apa?”“Gak ada apa-apa”“Jangan bohong!”“Ya udahlah, gak usah dibahas juga!” Amanda mencoba memasukan makanan ke mulutnya.“Kalau kau tidak bilang, ak
Saat itu Wisnu baru selesai mengadakan pertemuan dengan beberapa pejabat penting grup Bramastya terkait kerjasama keduanya. Dia berbesar hati untuk melonggarkan persaingan di antara mereka. Tentu saja setelah Purwa yang menelpon sendiri dan menasehati Wisnu agar tidak terlalu keras dalam berbisnis. Purwa waktu itu ditemui langsung Bramastya di Jerman demi mengembalikan hubungan baik kedua perusahaan yang sebelumnya juga saling bekerja sama itu. Bram tahu, Wisnu hanya bisa mendengar ucapan pamannya. Peristiwa penculikan itu sama sekali tidak tersinggung di permukaan. Hanya mereka yang terlibatlah yang tahu. Seperti sebuah kode etik satu sama lain untuk saling merahasiakan agar tidak ada pihak hukum yang ikut campur urusan sesama mereka sendiri. Keduanya sudah menyepakati banyak hal setelah penculikan itu. “Anda yakin untuk melakukan semua ini?” Tio asisten yang lebih fokus urusan ke dalam perusahaan memastikan sekali lagi. karena dalam pemikirannya, yang sangat diuntungkan adalah pih
Tadinya Annisa mencoba mengejar Abim setelah sedikit perdebatannya di kantor mengenai beberapa data perusahaan yang dicurigai bocor. Abim benar-benar marah pada Annisa dan dengan terang-terangan menuduhnya sengaja membocorkan. Annisa tidak terima dan malah menuduh Abim tidak objektif dengan menuduhnya.“Kau hanya sedang sakit hati padaku! Karena itu kau mencari-cari kesalahanku untuk melampiaskan kekesalanmu,” ujar Annisa pada Abim waktu masih di kantor.“HHG, KAMU SAKIT ANNISA!” tukas Abim tersenyum miring pada Annisa. “Aku sarankan padamu, buatlah janji dengan psikiater, kau perlu mengisi ulang otakmu yang tinggal separuh itu!”“Kau hanya iri denganku, Abim!”“Teruslah dengan delusimu. Tapi jangan menghalangi kewajibanku!”“Pak Wisnu tidak akan percaya padamu, dia akan percaya padaku?”“Bagaimana kau bisa seyakin itu? Apa kau pikir Pak Wisnu mencintaimu?”“Kau tidak perlu ikut campur urusan kami, perasaanku dan dia hanya kami yang tahu.”“GILA!” “Kamu yang gila! Kamu gila karena ak