Langkah Bara berhenti tepat di belakang Gina dan Gina merasa sekarang seperti berada di ujung tanduk."Masih tidak bisa membuat Gavin kenyang, kan?" tanyanya dengan nada yang sinis. Ia melihat anaknya tetap gelisah meskipun tangisan Gavin tidak lagi seperti tadi yang sangat gencar dan keras."Percaya pada saya Tuan, air susu saya banyak, hanya tersendat saja, saya merasakan itu semua," jawab Gina dengan suara terbata-bata lantaran berusaha menahan gejolak perasaannya yang terhimpit karena situasi tersebut.Bi Narsih mendekati Gina meskipun ia khawatir Bara mencegahnya, namun ia benar-benar paham apa yang dirasakan oleh Gina, perempuan itu nekat saja mendekati Gina dan memeriksa dada Gina setelah izin pada Gina."Dada Mbak Gina memiliki sumber ASI yang banyak, jika Tuan Bara tidak percaya, Tuan bisa memanggil dokter untuk membuktikan apa yang saya ucapkan."Perempuan paruh baya itu bicara setelah memeriksa dada Gina satu persatu."Siapa yang mengizinkan Bibi bicara?" sinis Bara yang m
Suara Bara terdengar dingin saat mengucapkan kalimat tersebut pada Gina. Seolah-olah ia sangat terpaksa mengucapkan kalimat itu untuk kepentingan Gavin lantaran Bara terbiasa tidak memberikan perhatian pada orang lain kecuali keluarganya sendiri. Jika sekarang ia melakukan hal itu pada Gina, itu karena ia tidak mau Gavin terlalu lama terlantar disebabkan Gina yang sedang sakit seperti saat ini.Gina mengarahkan pandangannya pada Bara yang saat itu juga tengah menatapnya. 'Untuk apa aku sembuh, Pak. Kalau hanya untuk anak orang lain. Aku tidak diperkenankan memberikan perhatian dan kasihku untuk Raya.'Gina membatin demikian bersamaan saat tatapan mereka bersirobok. Namun, kata-kata itu hanya digaungkan Gina di dalam hati, tidak dikeluarkannya menjadi sebuah kalimat, karena tidak mungkin Gina mengucapkan kalimat tersebut di hadapan Bara meskipun Gina sangat ingin. Gina hanya menanggapi perkataan dingin Bara tadi dengan ucapan singkat, bahwa ia paham dengan apa yang dikatakan oleh sa
"Dia memiliki sumber ASI yang berlimpah," ujar perempuan yang masih tampak cantik itu pada Bara, hingga membuat Bara membalikkan tubuhnya dan mengarahkan pandangannya pada Gina sesaat, lalu setelah itu pada ibunya."Mami yakin?" katanya seolah ingin memastikan itu dengan sangat baik."Kamu meragukan pengetahuan Mami?" Indira balik bertanya, dan Bara menggeleng cepat. "Mami adalah orang yang paling aku percaya dari siapapun di dunia ini!""Kalau ASI-nya tersendat, itu karena ada faktor lain," jelas sang ibu lebih lanjut sambil mengarahkan pandangannya sesaat pada Gina yang berusaha untuk bersikap biasa lantaran canggung sudah diperiksa seperti tadi olehnya. Bagian dadanya dipegang pula. Meskipun sama-sama perempuan, tetap saja Gina merasa tidak terlalu nyaman."Mami tahu, faktor apa itu?" tanya Bara dengan mimik yang serius."Bermacam-macam, karena makan sedikit, pikiran yang stress, tapi bisa juga karena kesehatannya terganggu, jadi lebih baik bawa dia ke dokter khusus, untuk diper
"Hanya itu, tapi jangan sepelekan resikonya. Terkadang banyak sekali pasangan muda yang menganggap ini tidak penting, jadi perhatikan hal itu."Bara mengucapkan terima kasih pada dokter yang memeriksa Gina seraya menerima resep yang diberikan oleh sang dokter untuk kemudian ditebus di apotek.Ia terpaksa menggamit lengan Gina ketika beranjak dari hadapan sang dokter dan menggenggamnya erat agar dokter dan suster yang ada di situ percaya bahwa mereka pasangan suami istri. Ini membuat jantung Gina seolah berhenti berdenyut karena genggaman tangan Bara tidak sedingin raut wajah dan sikapnya. Terasa hangat, hingga ada desiran aneh yang menyelusup lembut ke relung hati Gina dan itu membuat Gina buru-buru melepaskan pegangan tangan Bara dengan berpura-pura memperbaiki rambutnya.Apa yang dilakukan oleh Gina hanya membuat Bara melirik sekilas ke arahnya. Tidak bicara sama sekali, dan Bara juga tidak mau tahu tentang hal itu. Ibu Indira menyambut mereka di luar, lalu menanyakan apa yang dik
"Apa? Jadi, sekarang kau berani bernegosiasi denganku?!" murka Bara pada Gina.Dan itu membuat Gina merasa keberaniannya yang tadi sempat membara perlahan menciut kembali melihat betapa tidak nyamannya wajah, sorot mata dan nada suara Bara ketika tadi mengucapkan kalimat itu padanya. 'Ayo, Gina! Lanjutkan aksi protes kamu! Jangan kalah dengan sikap arogannya dia! Enak saja, dia selalu ingin dituruti tapi dia tidak memperhatikan anak kamu! Raya sudah beberapa hari ini minum susu formula, di mana naluri kamu sebagai ibu? Menyusui anak orang lain, tapi anak kamu sendiri tidak mendapatkan ASI, kamu ibu yang jahat, Gina!'Tiba-tiba saja, hati nurani Gina berseru demikian, dan ini membuat kedua telapak tangan Gina mencengkram erat permukaan tempat tidur pertanda ia sedang berusaha untuk mengumpulkan keberanian itu kembali di antara perasaannya yang semakin berkecamuk."Maaf, Tuan. Saya minta maaf. Bukan bermaksud untuk nego dengan Tuan, tapi tolong jangan halangi saya untuk memberikan hak
"Bara, kamu dengar apa yang Mami katakan, kan?"Suara sang ibu membuat pikiran Bara yang sibuk memikirkan apa yang sudah ia perbuat pada Gina terhenti seketika.Bara mengusap wajahnya dengan kasar, dan ia menghela napas panjang. "Aku dengar, Mi. Aku akan membereskan masalah ini," sahut Bara penuh keyakinan, padahal ia sendiri tidak tahu, apakah benar ia yakin bisa membereskan itu semua sementara sekarang hatinya didera perasaan was-was, karena memikirkan jangan-jangan ia juga salah satu orang yang menjadi penyebab Gina tertekan."Fokus pada apa yang dikatakan oleh dokter, Bara. Ingat, Gavin perlu dia, jika istrimu tidak bisa melakukan tugasnya sebagai ibu untuk Gavin, kamu pastikan, ibu susu pengganti Gavin memberikan apa yang seharusnya diterima Gavin setelah ia lahir."Suara Ibu Indira terdengar kembali, dan lagi-lagi Bara hanya mengiyakan saja, sembari berusaha untuk mencari jalan keluar untuk permasalahan yang sekarang mendera Gina.Sang ibu meninggalkan Bara mendekati Gina yang
"Kamu ini bagaimana, Bara? Keterlaluan sekali kamu pada Gina! Pantas saja dia seperti itu keadaannya, kamu bisa membuat dia gila kalau kamu terus melakukan hal seperti itu padanya!"Sang ibu tidak bisa menahan kemarahannya, ketika Bara usai menceritakan apa yang ia lakukan pada Gina. "ASI-nya masih tersendat, aku hanya ingin Gavin tidak terbengkalai kebutuhannya, Mi. Aku juga sekalian memberikannya peringatan, apakah itu salah?"Bara berusaha untuk membela diri, tapi tetap saja, Ibu Indira menyalahkan sang anak."Mami tahu, kamu selalu memikirkan kebaikan Gavin, tapi jangan menutup mata pada bayi yang lain, Bara! Di mana naluri kamu sebagai orang tua? Gina wanita penyayang, jelas saja dia tertekan kamu batasi seperti itu dengan anaknya!" Bara tetap disalahkan oleh sang ibu, hingga Bara semakin yakin bukan hanya Karina yang membuat Gina tertekan tapi juga dirinya."Berikan anaknya, lalu awasi dia, jika dia membuat Gavin tidak tercukupi kebutuhan ASI-nya, Mami sendiri yang akan memper
Karina tercekat mendengar ultimatum yang diberikan oleh Bara padanya. Berharap Bara akan menarik kembali ucapannya, dan Karina berusaha untuk menjelaskan, bahwa apa yang terjadi padanya hanya sebuah pelampiasan.Pelampiasan marah karena ia merasa Bara terlalu tidak adil untuknya dan hanya mengutamakan kepentingan Gavin saja. Namun, apapun yang dijelaskan oleh Karina tidak membuat Bara merubah keputusannya. Kemarahan, kekesalan, dan rasa kecewa bercampur perasaan malu karena ia tidak menyangka, selain mengecewakannya bertubi-tubi lantaran Karina tidak peduli dengan Gavin, hingga ia selalu berusaha mencari alasan di hadapan ibunya untuk membela Karina.Kini ditambah lagi ada sebuah pengkhianatan yang dilakukan Karina meskipun dengan alasan perempuan itu khilaf.Kesabaran Bara habis sudah. Rasa cinta yang tersisa di hatinya untuk perempuan tersebut musnah seketika berganti sebuah perasaan marah hingga kata cerai itu diberikannya untuk Karina.Apapun yang dikatakan Karina agar ia menar
"Bagaimana apanya, Tuan?" tanya Gina tidak paham dengan apa yang dimaksud oleh Bara."Kau ingin rujuk dengan dia?" Bara akhirnya bisa mengucapkan pertanyaan itu tapi masih tidak sambil menatap Gina lantaran masih sulit mengatasi perasaannya."Tidak. Saya tidak akan rujuk dengan dia, Tuan."Perasaan lega Bara membuat pria itu nyaris tersenyum senang hingga Bara menggunakan telapak tangannya untuk mengusap wajahnya agar senyumannya tidak terlihat oleh Gina. 'Dia bertanya seperti itu karena dia tidak mau kamu berhenti bekerja, Gina. Bukan suka!'Suara hati Gina mengingatkan, dan Gina menggigit bibir merasa sempat terlena dengan situasi yang diciptakan oleh Bara sekarang."Aku minta maaf."Gina memalingkan wajahnya ketika Bara justru mengucapkan maaf padanya dengan jelas kali ini. "Tuan kenapa minta maaf?" tanya Gina khawatir perkataan maaf itu hanya sebuah sindiran Bara yang sebenarnya untuk dirinya yang mungkin melakukan kesalahan lalu diminta untuk mengucapkan maaf."Banyak hal yang
"Kau ingin pulang?" tanya Bara pada Gina dengan wajah datar. Setengah mati, Bara berusaha untuk mengatasi perasaannya yang bergemuruh, tidak mau Gina tahu bahwa ia sekarang merasa kesal dan cemburu melihat mantan suami perempuan tersebut datang."Tidak, Tuan. Saya tidak mau pulang?""Lalu, kenapa dia datang ke sini untuk menjemput? Dia tahu kau di sini?"Gina tertunduk dalam. Jemari tangannya saling bertaut pertanda ia bingung dan gelisah, bagaimana caranya ia menjelaskan pada Bara bahwa ia tidak tahu mengapa Haris tiba-tiba datang dan memintanya untuk ikut pulang.Perempuan itu merasa, Bara sekarang sedang marah, hingga Gina gugup lantaran aura kemarahan Bara terasa sangat tajam menusuknya."Sudahlah. Mungkin kau masih punya perasaan padanya, itu bukan hakku, aku hanya tidak mau, kau melanggar kontrak. Aku tidak suka kau main pergi tanpa alasan yang jelas karena Gavin sangat memerlukan mu, Gina!"Setelah bicara seperti itu pada Gina, Bara berbalik dan melangkah meninggalkan Gina yan
Gina diminta keluar oleh Bara lewat Arin yang melintas. Arin segera melakukan perintah Bara tanpa banyak kata lantaran masalahnya dengan Karina belum terselesaikan sebab Bi Narsih dan ia masih menunggu momen yang tepat untuk membeberkan tentang apa yang diinginkan Karina lewat Arin.Sebab itulah, sembari menunggu situasi yang tepat untuk bicara, Arin berusaha untuk tidak banyak tingkah. Beberapa saat kemudian, Gina keluar. Dan Bara terpaksa menyingkir untuk membiarkan Gina dan Haris bicara. Namun, Bara tidak benar-benar pergi dari ruang tamu, ia mengawasi keduanya dari ruang tengah meskipun kesal tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Haris begitu Gina keluar, tapi dari paras pria itu saja, Bara bisa membuat kesimpulan bahwa, Haris senang bertemu dengan Gina dan ada rasa kesal dirasakan Bara menyadari hal itu.Rasa kesal Bara membuat telapak tangannya mengepal. 'Padahal, aku sedang berusaha mencari momen yang tepat untuk mengatakan perasaanku pada Gina, karena set
Sekujur tubuh Arin gemetar menerima uang dalam jumlah yang banyak yang diberikan oleh Karina. Hatinya bergulat seketika, antara merasa girang dan juga menolak. Girang karena ia sedang gelisah memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang karena tidak berani bicara dengan Bara untuk berhutang, dan sekarang ia justru mendapatkan uang itu dalam jumlah yang banyak. Akan tetapi, hati Arin juga ada keinginan untuk menolak, karena ia khawatir itu akan membuat ia mendapatkan masalah lalu nasibnya akan berakhir seperti Santi. Dua perasaan itu membuat Arin jadi diam saja di tempatnya. Hanya bisa menatap uang di tangannya, tapi Karina tidak peduli dengan raut ragu Arin. Perempuan itu terus mendesak Arin agar ia mau melakukan apa yang dikatakan olehnya, hingga akhirnya Arin jadi menerima apa yang diberikan oleh Karina diikuti janji yang diucapkannya yang akan berusaha untuk melakukan apa yang diinginkan oleh Karina sebisanya.Arin keluar dari mobil Karina dan Karina segera menstater mobilnya
Wajah Jessica berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Karina. "Kamu becanda, kan?" katanya sambil menatap Karina tanpa berkedip. "Memangnya aku terlihat seperti bercanda? Aku tidak punya waktu untuk bercanda hal-hal seperti ini.""Lalu, apa untungnya untukmu? Kamu juga bukan tipe orang yang peduli dengan orang yang tidak akrab dengan kamu, kan?"Jessica masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Karina padanya, hingga perempuan itu melontarkan pertanyaan seperti itu pada Karina. "Ya, meskipun ucapanmu itu menyebalkan, aku tidak akan membantah. Itu memang benar, aku memang bukan perempuan yang baik, dan tidak akan baik jika tidak ada imbalan, tentu saja aku ingin imbalan dan kurasa itu sebanding dengan apa yang akan aku berikan padamu."Mendengar apa yang dikatakan oleh Karina senyum kecut Jessica terkembang. Seolah sudah paham dengan apa yang dimaksud oleh Karina. "Apa maumu?" tanyanya dengan kedua tangan yang dilipat di dada. "Aku masih ingin rujuk dengan Bara, masalah
"Guna-guna? Karina, kau ini seperti orang yang tidak beragamanya saja, memangnya anakku itu tidak bisa membentengi dirinya sendiri dari ilmu ilmu semacam itu? Sudahlah, kau masuk ke rumah orang membuat keributan, pergilah jangan sampai aku meminta para penjaga keamanan untuk membawamu keluar paksa!"Telapak tangan Karina mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh mantan ibu mertuanya. Ia ingin marah, tapi ia khawatir usahanya untuk meyakinkan sang ibu mertua tentang Gina yang kemungkinan memakai ilmu hitam tidak berhasil. "Tante. Bara itu tidak mudah untuk diatur, jika dia memutuskan maka keputusannya itu tidak bisa dirubah, belakangan ini aku perhatikan sikap Bara berbeda, Bara seperti bukan Bara, Tante! Itu sangat aneh!""Sudahlah, sekarang ini situasi di rumah ini sedang tidak nyaman, kau tidak perlu menambahnya dengan isu-isu seperti itu, pulanglah, Karina! Aku tidak mau kehadiran kamu membuat Gavin dan Bara tidak nyaman!" Nada suara Indira meninggi ketika mengucapkan kalimat t
"Ayo keluar, Gina sedang menyusui Gavin, jangan mengganggu," kata Indira pada Bara sambil memberikan isyarat pada sang anak untuk ikut dengannya dan Bara patuh mengikuti perintah ibunya setelah melirik ke arah Gina yang menutupi dadanya dengan rambutnya agar Bara tidak melihat dadanya meskipun pria itu juga sudah pernah melihat bahkan memegangnya hingga sampai saat inipun, Gina masih sulit bersikap biasa pada Bara jika mengingat itu semua.Sesampainya di luar, Indira mengajak Bara ke taman samping rumah Bara agar para pekerja di rumah Bara tidak mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. "Kamu tidak pernah seperti ini sebelumnya, Bara. Mengaku salah padahal Gina itu hanya seseorang yang bekerja dengan kamu saja di rumah ini."Indira langsung bicara seperti itu ketika mereka sudah ada di taman samping rumah Bara. "Mi. Mami memikirkan apa memangnya? Aku merasa bersalah, karena memang aku yang salah, aku meremehkan apa yang selama ini aku lihat mudah. Aku melihat sendiri, betapa sulit
Mendengar apa yang diucapkan oleh sang ibu, Bara terdiam. Perasaannya semakin tidak menentu. Namun, ia patuh juga dengan apa yang dikatakan oleh sang ibu, bahwa ia harus menarik napas dalam-dalam dulu karena sekarang Bara merasa dadanya memang sesak hingga wajahnya mengeluarkan keringat dingin.{Bara. Kamu seperti ini karena Gina, kamu terdengar sangat khawatir padanya, katakan pada Mami, apa kamu suka padanya?}Suara sang ibu kembali terdengar membuat Bara semakin merasa sesak lantaran ia bingung apa yang harus ia katakan untuk menjawab pertanyaan dari sang ibu tentang sikapnya yang mengawatirkan Gina. {Apakah perempuan yang pernah kau katakan sangat menyita pikiran kamu belakangan ini itu adalah, Gina?}Lagi, suara ibunya terdengar kembali meskipun pertanyaan pertanyaan yang diajukan oleh sang ibu belum dijawab oleh Bara dengan baik.{Mi. Gina adalah orang yang memberikan ASI untuk Gavin. Wajar aku sangat khawatir dengan keadaannya. Aku seperti ini karena khawatir dengan Gavin.}A
"Astaghfirullah, Rin. Kenapa kamu sampai berpikir sejauh itu sama aku? Kita kenal, dan kamu sangat tahu aku enggak mungkin seperti itu!" bantah Gina yang mendadak pusing mendengar apa yang diucapkan oleh Arin padanya.Ia sudah lelah, mengantuk dan kurang istirahat, tapi Arin justru menambah semua rasa lelahnya itu dengan dugaan yang menurutnya tidak masuk akal."Aku cuma ingin tahu, Gina! Justru karena kita teman, aku ingin aku tahu apa yang terjadi sebenarnya, Santi dipecat sambil bicara seperti itu, aku ingin menyangkal tapi sikap Pak Bara sama kamu itu beda! Dia enggak mungkin suka sama kamu!"Dia enggak mungkin suka sama kamu!Dia enggak mungkin suka sama kamu!Dia enggak mungkin suka sama kamu!Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Arin cukup membuat Gina tertohok lantaran terus berulang di otaknya.Jemari tangan Gina mencengkram ujung pakaiannya menahan diri agar tidak terpancing emosi dengan apa yang diucapkan oleh Arin. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kalimat terakhir Arin