"Apa? Jadi, sekarang kau berani bernegosiasi denganku?!" murka Bara pada Gina.Dan itu membuat Gina merasa keberaniannya yang tadi sempat membara perlahan menciut kembali melihat betapa tidak nyamannya wajah, sorot mata dan nada suara Bara ketika tadi mengucapkan kalimat itu padanya. 'Ayo, Gina! Lanjutkan aksi protes kamu! Jangan kalah dengan sikap arogannya dia! Enak saja, dia selalu ingin dituruti tapi dia tidak memperhatikan anak kamu! Raya sudah beberapa hari ini minum susu formula, di mana naluri kamu sebagai ibu? Menyusui anak orang lain, tapi anak kamu sendiri tidak mendapatkan ASI, kamu ibu yang jahat, Gina!'Tiba-tiba saja, hati nurani Gina berseru demikian, dan ini membuat kedua telapak tangan Gina mencengkram erat permukaan tempat tidur pertanda ia sedang berusaha untuk mengumpulkan keberanian itu kembali di antara perasaannya yang semakin berkecamuk."Maaf, Tuan. Saya minta maaf. Bukan bermaksud untuk nego dengan Tuan, tapi tolong jangan halangi saya untuk memberikan hak
"Bara, kamu dengar apa yang Mami katakan, kan?"Suara sang ibu membuat pikiran Bara yang sibuk memikirkan apa yang sudah ia perbuat pada Gina terhenti seketika.Bara mengusap wajahnya dengan kasar, dan ia menghela napas panjang. "Aku dengar, Mi. Aku akan membereskan masalah ini," sahut Bara penuh keyakinan, padahal ia sendiri tidak tahu, apakah benar ia yakin bisa membereskan itu semua sementara sekarang hatinya didera perasaan was-was, karena memikirkan jangan-jangan ia juga salah satu orang yang menjadi penyebab Gina tertekan."Fokus pada apa yang dikatakan oleh dokter, Bara. Ingat, Gavin perlu dia, jika istrimu tidak bisa melakukan tugasnya sebagai ibu untuk Gavin, kamu pastikan, ibu susu pengganti Gavin memberikan apa yang seharusnya diterima Gavin setelah ia lahir."Suara Ibu Indira terdengar kembali, dan lagi-lagi Bara hanya mengiyakan saja, sembari berusaha untuk mencari jalan keluar untuk permasalahan yang sekarang mendera Gina.Sang ibu meninggalkan Bara mendekati Gina yang
"Kamu ini bagaimana, Bara? Keterlaluan sekali kamu pada Gina! Pantas saja dia seperti itu keadaannya, kamu bisa membuat dia gila kalau kamu terus melakukan hal seperti itu padanya!"Sang ibu tidak bisa menahan kemarahannya, ketika Bara usai menceritakan apa yang ia lakukan pada Gina. "ASI-nya masih tersendat, aku hanya ingin Gavin tidak terbengkalai kebutuhannya, Mi. Aku juga sekalian memberikannya peringatan, apakah itu salah?"Bara berusaha untuk membela diri, tapi tetap saja, Ibu Indira menyalahkan sang anak."Mami tahu, kamu selalu memikirkan kebaikan Gavin, tapi jangan menutup mata pada bayi yang lain, Bara! Di mana naluri kamu sebagai orang tua? Gina wanita penyayang, jelas saja dia tertekan kamu batasi seperti itu dengan anaknya!" Bara tetap disalahkan oleh sang ibu, hingga Bara semakin yakin bukan hanya Karina yang membuat Gina tertekan tapi juga dirinya."Berikan anaknya, lalu awasi dia, jika dia membuat Gavin tidak tercukupi kebutuhan ASI-nya, Mami sendiri yang akan memper
Karina tercekat mendengar ultimatum yang diberikan oleh Bara padanya. Berharap Bara akan menarik kembali ucapannya, dan Karina berusaha untuk menjelaskan, bahwa apa yang terjadi padanya hanya sebuah pelampiasan.Pelampiasan marah karena ia merasa Bara terlalu tidak adil untuknya dan hanya mengutamakan kepentingan Gavin saja. Namun, apapun yang dijelaskan oleh Karina tidak membuat Bara merubah keputusannya. Kemarahan, kekesalan, dan rasa kecewa bercampur perasaan malu karena ia tidak menyangka, selain mengecewakannya bertubi-tubi lantaran Karina tidak peduli dengan Gavin, hingga ia selalu berusaha mencari alasan di hadapan ibunya untuk membela Karina.Kini ditambah lagi ada sebuah pengkhianatan yang dilakukan Karina meskipun dengan alasan perempuan itu khilaf.Kesabaran Bara habis sudah. Rasa cinta yang tersisa di hatinya untuk perempuan tersebut musnah seketika berganti sebuah perasaan marah hingga kata cerai itu diberikannya untuk Karina.Apapun yang dikatakan Karina agar ia menar
Perempuan itu melangkah masuk ke dalam kamar sang cucu dan berhenti di dekat keduanya yang saat itu langsung melepaskan pelukan mereka. Bi Narsih segera membungkukkan tubuhnya diikuti oleh Gina, seraya menyusuri air matanya. Namun, Indira tidak terpengaruh dengan hal itu karena ia ingin tahu mengapa Gina sampai menangis sedemikian rupa."Mbak Gina terlalu senang, Bu. Jadi sampai menangis seperti itu, ASI-nya kembali normal," jelas Bi Narsih yang juga nyaris menangis karena terharu melihat Gina yang begitu gembira ketika menyadari ASI-nya kembali normal.Wajah Indira terlihat senang mendengar penjelasan Bi Narsih, hingga ia mengarahkan pandangannya pada Gina yang masih sibuk mengusap sisa air matanya."Benar begitu, Gina?" tanyanya pada Gina. "Iya, Bu. Alhamdulillah. Saya menangis karena terlalu senang, senang sekali akhirnya ASI saya normal lagi, Bu."Dengan suara serak, Gina menjawab pertanyaan ibunya Bara, dan Indira menarik napas lega mendengarnya.Satu persatu masalah sudah mula
"Kenapa diam saja?" Suara Bara membuyarkan lamunan Gina yang berperang sendiri dengan hatinya. "Tuan tadi, minta maaf?" tanya Gina sekedar untuk meyakinkan bahwa ia tidak salah dengar. "Memangnya kau tidak mendengar dengan baik?" Wajah Bara terlihat tidak nyaman karena Gina tidak percaya dengan apa yang ia ucapkan tadi pada perempuan tersebut hingga niat Bara yang benar-benar yakin ingin minta maaf pada Gina jadi terkikis sedikit demi sedikit. Sebagai seseorang yang memiliki harga diri yang tinggi, Bara memang tidak pernah mengakui kesalahan secara gamblang di depan orang yang bekerja di rumahnya. Jika ia akhirnya minta maaf pada Gina, itu karena ia sangat lega Gavin tidak lagi kekurangan ASI hingga apapun diabaikan Bara untuk kepentingan sang anak.Namun, rasa tidak percaya Gina cukup melukai harga dirinya kembali hingga Bara jadi mengurungkan niatnya untuk memperjelas apa yang dikatakannya."Ternyata, di dalam pikiranmu, aku seburuk itu, sudahlah tidak perlu diperjelas, aku su
Karena merasa kepikiran dan merasa bersalah, keesokan harinya Gina kembali mendekati Arin yang saat itu sedang melakukan tugasnya membersihkan kamar Gavin kembali."Heeem, kamu masih enggak percaya juga kalau ternyata kamu itu penyebab perceraian antara Pak Bara dan Ibu Karina?" tanya Arin ketika Gina mendekatinya dan Arin langsung mengucapkan kalimat tersebut padahal Gina belum bicara sama sekali apa yang ingin disampaikannya pada teman satu kampungnya itu."Iya. Aku berpikir juga gitu, makanya aku mau ngomong sama kamu, kalau aku bahas ini sama Pak Bara, kira-kira gimana? Aku lancang, enggak?" kata Gina yang tidak lagi menyangkal tuduhan yang dialamatkan Arin padanya tentang dirinya yang kata Arin adalah penyebab perceraian atasannya tersebut."Enggak usah! Buat apa? Kamu mau ngajak Pak Bara ngomong empat mata gitu? Siapa kamu, Gina? Lancang itu sih, bisa-bisa kita berdua akan dipecat, aku enggak mau!" Sambil bicara demikian, Arin melotot pada Gina pertanda ia tidak setuju dengan a
"Ya, saya percaya, Mbak. Mbak bukan perempuan yang suka berbohong, saya tahu itu."Gina mengucapkan syukur tidak terhingga mendengar apa yang diucapkan oleh Bi Narsih. Tidak bisa ia ungkapkan kata-kata lagi perasaan syukur Gina selain mengucapkan terima kasih berkali-kali pada Bi Narsih dengan mata yang mulai berkaca-kaca lantaran ia terharu, Bi Narsih percaya dengan apa yang dikatakannya."Ajak Pak Bara bicara, biar semuanya jadi jelas, tidak apa-apa, saya yakin, Pak Bara tidak akan marah," dukung Bi Narsih sebelum akhirnya ia keluar dari kamar itu setelah mengingatkan Gina yang harus meminum minuman kemasan instan sari kacang hijau yang tadi dibawanya.***"Tuan."Bara menghentikan langkahnya ketika Santi memanggilnya. Tanpa bersuara, ia meminta Santi mengatakan apa yang ingin dikatakan oleh perempuan itu dengan isyarat saja, dan melihat isyarat itu, Santi memandang berkeliling untuk memastikan bahwa di sekitar mereka tidak ada orang lain."Anu, Tuan. Begini, tadi tidak sengaja mend
Ini membuat Gina mencengkram erat ujung pakaiannya agar ia tidak terlihat memalukan karena kondisi mereka yang sekarang benar-benar tidak aman untuk jantung dan hatinya."Tuan, bolehkah saya melihat Tuan Muda Gavin? Saya khawatir dia-""Kamu tidak boleh pergi sebelum menjelaskan semua yang ada di hatimu padaku, Gavin mengalah dulu, selama ini juga aku terus mengalah untuk dia!"Bara memotong perkataan Gina sambil mencengkram tangan Gina yang ingin mendorong tubuhnya tadi agar wanita itu bisa beranjak meninggalkannya.Gina menggigit bibir, dan Bara melihat hal itu hingga tanpa sadar pria itu menelan salivanya dengan kasar. "Saya merasa tidak yakin Tuan suka dengan saya, karena saya tidak seperti Bu Karina dari segi apapun terutama pada tubuh."'Pembicaraan seperti apa ini? Kenapa rasanya sangat tidak bermanfaat?'Ucapan Gina dilanjutkan perempuan itu dengan keluhan di dalam hati kembali karena Gina sekarang frustasi dengan situasi yang dialaminya."Dengan kata lain kamu tidak percaya
"Tuan. Saya minta maaf. Mungkin saya membuat Tuan kecewa, tapi saya tidak pernah memutuskan sesuatu tanpa berpikir panjang terlebih dahulu, saya memilih Tuan bukan karena terdesak oleh mantan suami saya, tapi karena memang saya menyukai, Tuan...."Dengan penuh perasaan malu yang menyeruak. Gina bicara demikian hingga membuat hati Bara sebenarnya berbunga mendengarnya, namun karena ia memiliki gengsi yang cukup tinggi, ia bertahan dengan sikapnya yang sekarang."Apa buktinya?" tanyanya tanpa menatap Gina lantaran tidak mau Gina melihat wajah berserinya mendengar pengakuan dari Gina tadi.Untuk sesaat, Gina bingung diminta bukti segala oleh Bara. Bukti seperti apa yang diminta oleh laki-laki itu? Sentuhan fisik seperti berciuman, kah? Ada pertanyaan seperti itu di otak Gina hingga sekarang ia jadi gelisah seperti sedang menantikan putusan hakim karena ia terdakwa."Bukti? Maksudnya?"Gina bertanya seperti orang bodoh, dan itu membuat Bara jadi semakin gemas karena Gina benar-benar seper
Sekarang, mereka berdua sudah ada di ruangan kerja Bara dan Bara sudah menutup pintu ruangan itu lalu menguncinya membuat Gina semakin gugup, apa yang sebenarnya akan dilakukan oleh Bara sampai pria itu melakukan hal itu padanya.Gina mundur ketika posisi mereka terlalu dekat, dan setiap kali Gina mundur, Bara maju seolah-olah tidak membiarkan jarak antara dirinya dengan Gina menjadi jauh. 'Bagaimana ini? Kalau seperti ini terus, aku bisa-bisa terlihat gugup oleh Pak Bara, aku tidak mau dia tahu jantungku sekarang tidak bisa dikontrol detaknya....'Gina mengeluh di dalam hati, merasa tidak bisa berdua dengan Bara terus menerus seperti sekarang di ruangan itu. Namun, apa yang akan ia lakukan untuk bisa melarikan diri? Bara saja seperti tidak memberikan celah untuknya melakukan hal itu."Kamu belum memberikan jawaban atas apa yang aku katakan tempo hari, Gina, aku bukan tipe orang yang suka terlalu lama menunggu tanpa kepastian."Suara Bara terdengar dan Gina semakin menunduk karena ia
"Baiklah. Aku berikan waktu, aku akan menunggu tapi aku tidak bisa menunggu lama, Gina."Bara mengabulkan keinginan Gina yang meminta diberikan waktu untuk berpikir. Membuat Gina menarik napas lega dan ia mengawasi Bara yang menggendong Gavin untuk beberapa saat lamanya sebelum akhirnya laki-laki itu keluar kamar setelah mengingatkan Gina untuk tidak terlalu lelah.Sepeninggal Bara, Gina tetap berusaha untuk menenangkan dirinya yang tadi tidak karuan karena ungkapan perasaan Bara untuknya.Debaran itu masih terasa meskipun Bara tidak ada lagi di kamar itu. Wajahnya pun masih merona dengan hati yang berbunga-bunga bercampur perasaan tidak percaya, apakah benar Bara mengatakan hal seperti itu padanya?Gina sebenarnya ingin mengiyakan saja tentang tawaran perasaan sang bos padanya. Namun, perkara bra milik Karina saja masih mengganjal di otaknya hingga ini membuat Gina menjadi ragu."Aku juga menyukai Pak Bara. Tapi, aku khawatir semua ini hanya sesuatu yang tidak nyata. Pak Bara hanya m
"Bagaimana apanya, Tuan?" tanya Gina tidak paham dengan apa yang dimaksud oleh Bara."Kau ingin rujuk dengan dia?" Bara akhirnya bisa mengucapkan pertanyaan itu tapi masih tidak sambil menatap Gina lantaran masih sulit mengatasi perasaannya."Tidak. Saya tidak akan rujuk dengan dia, Tuan."Perasaan lega Bara membuat pria itu nyaris tersenyum senang hingga Bara menggunakan telapak tangannya untuk mengusap wajahnya agar senyumannya tidak terlihat oleh Gina. 'Dia bertanya seperti itu karena dia tidak mau kamu berhenti bekerja, Gina. Bukan suka!'Suara hati Gina mengingatkan, dan Gina menggigit bibir merasa sempat terlena dengan situasi yang diciptakan oleh Bara sekarang."Aku minta maaf."Gina memalingkan wajahnya ketika Bara justru mengucapkan maaf padanya dengan jelas kali ini. "Tuan kenapa minta maaf?" tanya Gina khawatir perkataan maaf itu hanya sebuah sindiran Bara yang sebenarnya untuk dirinya yang mungkin melakukan kesalahan lalu diminta untuk mengucapkan maaf."Banyak hal yang
"Kau ingin pulang?" tanya Bara pada Gina dengan wajah datar. Setengah mati, Bara berusaha untuk mengatasi perasaannya yang bergemuruh, tidak mau Gina tahu bahwa ia sekarang merasa kesal dan cemburu melihat mantan suami perempuan tersebut datang."Tidak, Tuan. Saya tidak mau pulang?""Lalu, kenapa dia datang ke sini untuk menjemput? Dia tahu kau di sini?"Gina tertunduk dalam. Jemari tangannya saling bertaut pertanda ia bingung dan gelisah, bagaimana caranya ia menjelaskan pada Bara bahwa ia tidak tahu mengapa Haris tiba-tiba datang dan memintanya untuk ikut pulang.Perempuan itu merasa, Bara sekarang sedang marah, hingga Gina gugup lantaran aura kemarahan Bara terasa sangat tajam menusuknya."Sudahlah. Mungkin kau masih punya perasaan padanya, itu bukan hakku, aku hanya tidak mau, kau melanggar kontrak. Aku tidak suka kau main pergi tanpa alasan yang jelas karena Gavin sangat memerlukan mu, Gina!"Setelah bicara seperti itu pada Gina, Bara berbalik dan melangkah meninggalkan Gina yan
Gina diminta keluar oleh Bara lewat Arin yang melintas. Arin segera melakukan perintah Bara tanpa banyak kata lantaran masalahnya dengan Karina belum terselesaikan sebab Bi Narsih dan ia masih menunggu momen yang tepat untuk membeberkan tentang apa yang diinginkan Karina lewat Arin.Sebab itulah, sembari menunggu situasi yang tepat untuk bicara, Arin berusaha untuk tidak banyak tingkah. Beberapa saat kemudian, Gina keluar. Dan Bara terpaksa menyingkir untuk membiarkan Gina dan Haris bicara. Namun, Bara tidak benar-benar pergi dari ruang tamu, ia mengawasi keduanya dari ruang tengah meskipun kesal tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Haris begitu Gina keluar, tapi dari paras pria itu saja, Bara bisa membuat kesimpulan bahwa, Haris senang bertemu dengan Gina dan ada rasa kesal dirasakan Bara menyadari hal itu.Rasa kesal Bara membuat telapak tangannya mengepal. 'Padahal, aku sedang berusaha mencari momen yang tepat untuk mengatakan perasaanku pada Gina, karena set
Sekujur tubuh Arin gemetar menerima uang dalam jumlah yang banyak yang diberikan oleh Karina. Hatinya bergulat seketika, antara merasa girang dan juga menolak. Girang karena ia sedang gelisah memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang karena tidak berani bicara dengan Bara untuk berhutang, dan sekarang ia justru mendapatkan uang itu dalam jumlah yang banyak. Akan tetapi, hati Arin juga ada keinginan untuk menolak, karena ia khawatir itu akan membuat ia mendapatkan masalah lalu nasibnya akan berakhir seperti Santi. Dua perasaan itu membuat Arin jadi diam saja di tempatnya. Hanya bisa menatap uang di tangannya, tapi Karina tidak peduli dengan raut ragu Arin. Perempuan itu terus mendesak Arin agar ia mau melakukan apa yang dikatakan olehnya, hingga akhirnya Arin jadi menerima apa yang diberikan oleh Karina diikuti janji yang diucapkannya yang akan berusaha untuk melakukan apa yang diinginkan oleh Karina sebisanya.Arin keluar dari mobil Karina dan Karina segera menstater mobilnya
Wajah Jessica berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Karina. "Kamu becanda, kan?" katanya sambil menatap Karina tanpa berkedip. "Memangnya aku terlihat seperti bercanda? Aku tidak punya waktu untuk bercanda hal-hal seperti ini.""Lalu, apa untungnya untukmu? Kamu juga bukan tipe orang yang peduli dengan orang yang tidak akrab dengan kamu, kan?"Jessica masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Karina padanya, hingga perempuan itu melontarkan pertanyaan seperti itu pada Karina. "Ya, meskipun ucapanmu itu menyebalkan, aku tidak akan membantah. Itu memang benar, aku memang bukan perempuan yang baik, dan tidak akan baik jika tidak ada imbalan, tentu saja aku ingin imbalan dan kurasa itu sebanding dengan apa yang akan aku berikan padamu."Mendengar apa yang dikatakan oleh Karina senyum kecut Jessica terkembang. Seolah sudah paham dengan apa yang dimaksud oleh Karina. "Apa maumu?" tanyanya dengan kedua tangan yang dilipat di dada. "Aku masih ingin rujuk dengan Bara, masalah