"Bapak benar-benar memecat saya? Apakah Bapak tidak mau jujur dengan perasaan Bapak sendiri karena saya orang yang bekerja dengan Bapak? Atau karena ada Gina dan Bi Narsih, Bapak jadi gengsi? Bapak menyukai saya, kan? Saya selalu mendapatkan Bapak memperhatikan saya secara diam-diam!"Santi yang sudah merasa nasibnya di ujung tanduk memilih nekat mengatakan hal itu hingga semua yang ada di situ terkejut terutama Bara. Bi Narsih menatap Santi dengan tatapan mata tidak percaya, Santi bisa senekat itu bicara pada Bara.Sementara itu, Bara yang awalnya terkejut mendengar apa yang dikatakan Santi selanjutnya tertawa sinis sampai ia melipat kedua tangannya di dada.Wajahnya yang tidak berenergi terlihat murka tapi pria itu berusaha menahannya dan ia menatap wajah Santi tajam hingga mereka saling tatap lagi untuk beberapa saat. "Kau terlalu percaya diri, Santi. Itu bagus, tapi aku sarankan padamu, terlalu percaya diri akan membuat kau terlihat bodoh! Aku memperhatikanmu, bukan berarti aku
"A-apa, Tuan? Mereka saya bawa ke sini?" ulang Gina untuk memastikan pendengarannya tidak salah. "Apa aku harus mengulang semua yang aku katakan?" Bara balik bertanya. Hingga Gina buru-buru minta maaf. "Tunggu apalagi? Bawa mereka ke sini!" perintah Bara tanpa peduli reaksi Gina sebenarnya keberatan untuk melakukan apa yang dikatakan olehnya. Bukan tanpa alasan, Gina merasa keberatan untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh Bara, selain Bara juga sedang sakit dan kehadiran dua bayi itu dikhawatirkan mengganggu ketenangan Bara yang harus banyak istirahat, ia juga akan sungkan menyusui dua bayi tersebut di hadapan pria yang bukan siapa-siapanya.Jika dadanya terlihat bagaimana? Selain ia tidak nyaman, Gina juga tidak percaya diri lantaran kalimat Karina yang mengatakan bahwa Bara menyukai perempuan dengan dada yang indah selalu saja terngiang di telinga perempuan tersebut.Namun, Bara seperti biasa tidak mudah untuk ditentang. Selain posisinya adalah seorang bos yang harus selalu
"Jadi, menurut Bibi saya memang harus di sana?" tanya Gina dengan suara yang terdengar lirih tapi cukup baik didengar oleh Bi Narsih. "Ya. Saya akan sesekali mengecek kalian, jadi, Mbak Gina tidak perlu khawatir."Sekali lagi Bi Narsih meyakinkan, hingga akhirnya Gina mengalah dan dibantu oleh Bi Narsih yang menggendong Raya, ia membawa Gavin ke kamar Bara meskipun dengan perasaan yang masih sangat terpaksa. Gina berharap, Bara cepat pulih agar ia tidak terperangkap dengan perasaan canggung itu terus menerus dan ia khawatir debaran jantungnya itu jadi sebuah perasaan candu hingga nantinya akan membuat semua yang ia rasakan jadi mengganggu sikap profesionalnya dalam bekerja. Bara terlihat senang karena akhirnya Gina mau membawa dua bayi itu ke dalam kamarnya meskipun perasaan senang itu tidak ditampilkan begitu kentara lewat ekspresi apalagi lewat kalimatnya.Pria itu masih memiliki sisi arogan yang tidak bisa jatuh begitu saja di hadapan seorang wanita walaupun kenyataannya ia seka
Sisi arogan Bara kembali mencuat dan itu membuat Gina mau tidak mau tidak bisa berbuat apapun lagi untuk melakukan bantahan.Meskipun sulit untuk melakukan apa yang dikatakan oleh Bara, tapi apa boleh buat, jika Bara sudah bersikap seperti itu, tidak ada yang bisa membantah lagi tak terkecuali dirinya.Namun, Gina juga tidak langsung melakukan apa yang diperintahkan oleh Bara, membaringkan tubuhnya sambil menyusui Gavin seperti yang biasa ia lakukan di kamar Gavin.Gina menggendong Gavin saja sambil mulai menyusui bayi Bara tersebut meskipun ia lelah melakukan itu sambil berdiri. "Gina. Kau tidak dengar apa yang aku katakan?" usik Bara melihat Gina tetap berdiri, padahal ia yakin perempuan itu sangat lelah melakukan hal itu sambil berdiri karena ia sendiri baru menggendong Gavin sebentar saja sudah kesulitan apalagi Gina.Ucapan Bara membuat Gina memalingkan wajahnya."Tuan tidur saja dulu, saya akan melakukannya perlahan," katanya dengan lirih khawatir mengusik ketenangan Gavin yang
"Tidak! Apa yang sedang aku pikirkan!" rutuk Bara sambil memukul kepalanya perlahan, berusaha untuk menyadarkan dirinya sendiri agar tidak terangsang melihat apa yang seharusnya tidak boleh ia lihat. Namun, semakin ditahan, semakin sulit Bara mengatasi perasaannya hingga pria itu membalikkan tubuhnya untuk sesaat berusaha menetralisir perasaannya yang tidak karuan saat melihat salah satu dada Gina utuh seperti itu.'Aku normal, apalagi semenjak bercerai dengan Karina, kebutuhan biologis ku tidak pernah tersalurkan, wajar, kan aku merasa seperti ini melihat dadanya? Aku bukan pria yang berpikiran kotor, 'kan?'Hati Bara bicara, berusaha mencari pembenaran ketika sudut hatinya yang lain menyalahkannya.Perlahan, ia membalikkan posisi badannya kembali, dan ingin menyelimuti Gina agar bagian dada Gina tertutup hingga membuat darahnya mengalir lebih cepat.Bara khawatir ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menyentuh Gina lantaran sejak beberapa hari belakangan ini pikirannya terus saja
Setengah mati, Bara menahan diri seperti orang gila dan baru kali ini Bara dipermainkan oleh hasratnya sendiri padahal ia dan Karina pun pernah berpacaran sebelum akhirnya menikah tapi ia tidak pernah merasakan sensasi seperti sekarang ketika ia melihat tubuh Gina.Ketika Bara setengah mati berusaha untuk mengendalikan dirinya dari hasratnya ingin menyentuh Gina, tiba-tiba saja punggungnya tersentuh tangan Gina yang sepertinya sedang merubah posisi tidurnya. Bara yang tersentuh oleh Gina segera membalikkan tubuhnya, dan lagi-lagi ia diuji dengan apa yang diperlihatkan padanya di depan mata. Gina merubah posisi, dan kali ini posisi terlentangnya disempurnakan hingga bagian dada perempuan itu semakin terlihat karena perubahan posisinya tersebut. Darah Bara kembali memanas. Degup jantungnya berdetak kencang, napasnya jadi memburu. Setengah mati, Bara mencoba membuat bagian bawah perutnya tidak menegang, sekarang setelah ia mulai berhasil, Gina kembali mengujinya karena perempuan itu m
[Apa sekarang Gina di kamarmu?]Pesan sang ibu membuat denyut jantung Bara seolah berhenti. Hingga pria itu seketika bangkit berdiri, dan terhuyung ia segera keluar dari kamar menuju balkon kamarnya, untuk menghubungi sang ibu saja tidak lagi berkirim pesan seperti tadi.{Mami tahu Gina merawatku?}Ketika panggilannya dijawab oleh sang ibu, Bara langsung melontarkan pertanyaan itu pada ibunya. Terdengar helaan napas panjang sang ibu di seberang sana, membuat Bara jadi was-was apakah ibunya berpikir yang tidak-tidak tentangnya?{Bi Narsih minta izin pada Mami saat kamu mengigau menyebut nama Gina, ia khawatir bertindak sembarangan itu sebabnya ia minta pendapat pada Mami.}Suara sang ibu terdengar di seberang sana membuat Bara jadi semakin tersudut sekarang karena tadinya ia mengira ibunya tidak tahu Gina dimintanya untuk merawatnya, dan ia hanya ingin berbagi kegelisahannya saja tanpa mengatakan hal yang sebenarnya, ternyata sang ibu justru bisa menebak semuanya dengan tepat.{Bara, a
"Tuan, apa yang Tuan lakukan?" tanya Gina setelah telapak tangan Bara tidak lagi menutupi mulutnya. Bara yang tersadar ia sudah menyentuh bagian tubuh Gina yang seharusnya tidak ia sentuh mendadak gugup. Namun, otaknya berpikir dengan cepat, karena ia terbiasa dengan image dingin dan acuh, rasanya sangat aneh jika ia tiba-tiba gugup karena apa yang sudah ia lakukan, meskipun sebenarnya ia memang gugup, tapi sebisa mungkin Bara mengatasi perasaannya agar ia tidak terlalu kentara demikian di hadapan Gina apalagi merasa bersalah. Bara terbiasa bahwa dirinya seolah tanpa cela, jika sekarang ia terpergok melakukan kesalahan, tentu saja Bara merasa ia seperti kehilangan wajah di hadapan Gina."Kau yang menimpa tubuhku, aku terbangun, dan keadaanmu seperti sekarang, ingin menggodaku?" kata Bara berusaha untuk membuat nada suaranya datar dan dingin seperti orang yang tidak melakukan kesalahan sama sekali."Apa? Saya?"Gina yang buru-buru membenahi pakaiannya agar dadanya tidak terlihat ter
Sekujur tubuh Arin gemetar menerima uang dalam jumlah yang banyak yang diberikan oleh Karina. Hatinya bergulat seketika, antara merasa girang dan juga menolak. Girang karena ia sedang gelisah memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang karena tidak berani bicara dengan Bara untuk berhutang, dan sekarang ia justru mendapatkan uang itu dalam jumlah yang banyak. Akan tetapi, hati Arin juga ada keinginan untuk menolak, karena ia khawatir itu akan membuat ia mendapatkan masalah lalu nasibnya akan berakhir seperti Santi. Dua perasaan itu membuat Arin jadi diam saja di tempatnya. Hanya bisa menatap uang di tangannya, tapi Karina tidak peduli dengan raut ragu Arin. Perempuan itu terus mendesak Arin agar ia mau melakukan apa yang dikatakan olehnya, hingga akhirnya Arin jadi menerima apa yang diberikan oleh Karina diikuti janji yang diucapkannya yang akan berusaha untuk melakukan apa yang diinginkan oleh Karina sebisanya.Arin keluar dari mobil Karina dan Karina segera menstater mobilnya
Wajah Jessica berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Karina. "Kamu becanda, kan?" katanya sambil menatap Karina tanpa berkedip. "Memangnya aku terlihat seperti bercanda? Aku tidak punya waktu untuk bercanda hal-hal seperti ini.""Lalu, apa untungnya untukmu? Kamu juga bukan tipe orang yang peduli dengan orang yang tidak akrab dengan kamu, kan?"Jessica masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Karina padanya, hingga perempuan itu melontarkan pertanyaan seperti itu pada Karina. "Ya, meskipun ucapanmu itu menyebalkan, aku tidak akan membantah. Itu memang benar, aku memang bukan perempuan yang baik, dan tidak akan baik jika tidak ada imbalan, tentu saja aku ingin imbalan dan kurasa itu sebanding dengan apa yang akan aku berikan padamu."Mendengar apa yang dikatakan oleh Karina senyum kecut Jessica terkembang. Seolah sudah paham dengan apa yang dimaksud oleh Karina. "Apa maumu?" tanyanya dengan kedua tangan yang dilipat di dada. "Aku masih ingin rujuk dengan Bara, masalah
"Guna-guna? Karina, kau ini seperti orang yang tidak beragamanya saja, memangnya anakku itu tidak bisa membentengi dirinya sendiri dari ilmu ilmu semacam itu? Sudahlah, kau masuk ke rumah orang membuat keributan, pergilah jangan sampai aku meminta para penjaga keamanan untuk membawamu keluar paksa!"Telapak tangan Karina mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh mantan ibu mertuanya. Ia ingin marah, tapi ia khawatir usahanya untuk meyakinkan sang ibu mertua tentang Gina yang kemungkinan memakai ilmu hitam tidak berhasil. "Tante. Bara itu tidak mudah untuk diatur, jika dia memutuskan maka keputusannya itu tidak bisa dirubah, belakangan ini aku perhatikan sikap Bara berbeda, Bara seperti bukan Bara, Tante! Itu sangat aneh!""Sudahlah, sekarang ini situasi di rumah ini sedang tidak nyaman, kau tidak perlu menambahnya dengan isu-isu seperti itu, pulanglah, Karina! Aku tidak mau kehadiran kamu membuat Gavin dan Bara tidak nyaman!" Nada suara Indira meninggi ketika mengucapkan kalimat t
"Ayo keluar, Gina sedang menyusui Gavin, jangan mengganggu," kata Indira pada Bara sambil memberikan isyarat pada sang anak untuk ikut dengannya dan Bara patuh mengikuti perintah ibunya setelah melirik ke arah Gina yang menutupi dadanya dengan rambutnya agar Bara tidak melihat dadanya meskipun pria itu juga sudah pernah melihat bahkan memegangnya hingga sampai saat inipun, Gina masih sulit bersikap biasa pada Bara jika mengingat itu semua.Sesampainya di luar, Indira mengajak Bara ke taman samping rumah Bara agar para pekerja di rumah Bara tidak mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. "Kamu tidak pernah seperti ini sebelumnya, Bara. Mengaku salah padahal Gina itu hanya seseorang yang bekerja dengan kamu saja di rumah ini."Indira langsung bicara seperti itu ketika mereka sudah ada di taman samping rumah Bara. "Mi. Mami memikirkan apa memangnya? Aku merasa bersalah, karena memang aku yang salah, aku meremehkan apa yang selama ini aku lihat mudah. Aku melihat sendiri, betapa sulit
Mendengar apa yang diucapkan oleh sang ibu, Bara terdiam. Perasaannya semakin tidak menentu. Namun, ia patuh juga dengan apa yang dikatakan oleh sang ibu, bahwa ia harus menarik napas dalam-dalam dulu karena sekarang Bara merasa dadanya memang sesak hingga wajahnya mengeluarkan keringat dingin.{Bara. Kamu seperti ini karena Gina, kamu terdengar sangat khawatir padanya, katakan pada Mami, apa kamu suka padanya?}Suara sang ibu kembali terdengar membuat Bara semakin merasa sesak lantaran ia bingung apa yang harus ia katakan untuk menjawab pertanyaan dari sang ibu tentang sikapnya yang mengawatirkan Gina. {Apakah perempuan yang pernah kau katakan sangat menyita pikiran kamu belakangan ini itu adalah, Gina?}Lagi, suara ibunya terdengar kembali meskipun pertanyaan pertanyaan yang diajukan oleh sang ibu belum dijawab oleh Bara dengan baik.{Mi. Gina adalah orang yang memberikan ASI untuk Gavin. Wajar aku sangat khawatir dengan keadaannya. Aku seperti ini karena khawatir dengan Gavin.}A
"Astaghfirullah, Rin. Kenapa kamu sampai berpikir sejauh itu sama aku? Kita kenal, dan kamu sangat tahu aku enggak mungkin seperti itu!" bantah Gina yang mendadak pusing mendengar apa yang diucapkan oleh Arin padanya.Ia sudah lelah, mengantuk dan kurang istirahat, tapi Arin justru menambah semua rasa lelahnya itu dengan dugaan yang menurutnya tidak masuk akal."Aku cuma ingin tahu, Gina! Justru karena kita teman, aku ingin aku tahu apa yang terjadi sebenarnya, Santi dipecat sambil bicara seperti itu, aku ingin menyangkal tapi sikap Pak Bara sama kamu itu beda! Dia enggak mungkin suka sama kamu!"Dia enggak mungkin suka sama kamu!Dia enggak mungkin suka sama kamu!Dia enggak mungkin suka sama kamu!Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Arin cukup membuat Gina tertohok lantaran terus berulang di otaknya.Jemari tangan Gina mencengkram ujung pakaiannya menahan diri agar tidak terpancing emosi dengan apa yang diucapkan oleh Arin. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kalimat terakhir Arin
Ia mengawasi Gina yang terlihat sibuk menenangkan Raya agar rengekan bayi Gina itu tidak berubah menjadi sebuah tangisan.Memperhatikan Gina sejak tadi saja ia benar-benar sudah merasa lelah bagaimana dengan Gina yang berjuang menidurkan Gavin juga Raya?"Dia pasti sangat lelah. Sudah jam segini dia tidak tidur, Raya terbangun karena aku menciumnya, pasti itu, heem, aku minta maaf, Gina."Bara berbisik demikian, tapi tentu saja Gina tidak akan bisa mendengar apa yang diucapkan oleh Bara karena bisikan itu sangat pelan, hanya diperuntukkan untuk telinga Bara sendiri. Setengah jam berlalu semenjak Raya terbangun dan meminta ASI, Bara belum melihat tanda-tanda Gina menyudahi apa yang dilakukannya karena Raya sepertinya belum cukup meminum ASI milik sang ibu.Padahal, hari sudah menjelang subuh, hingga hal ini membuat Bara khawatir Gina akan jatuh sakit karena kelelahan mengurus Gavin dan Raya ditambah pula dirinya sejak tadi. Perlahan, Bara bangkit dari posisi berbaringnya. Ia ingin me
Namun, karena sudah terlalu menghabiskan waktu sang ibu untuk melayani pesan pesannya, Bara tidak membahas hal itu pada sang ibu melainkan akan menanyakan langsung pada Gina.Bara menulis pesan terima kasih pada sang ibu karena mau mendengarkan keluhannya di jam tidak biasa. Setelah ia meminta ibunya untuk istirahat, Bara mematikan kembali ponselnya, alasannya tetap sama, tidak mau membuat Karina mendapatkan celah untuk menghubunginya disaat waktu seperti sekarang.Bara memperhatikan Gina kembali yang perlahan sepertinya sudah berhasil menidurkan Gavin meskipun daritadi hanya berdiri dan sesekali duduk di sofa saja. Perkiraan Bara benar, Gina sudah berhasil menidurkan Gavin dan ia melihat perempuan itu berbalik dan melangkah mendekati tempat tidurnya hingga sontak itu membuat Bara turun dari tempat tidur untuk mempermudah Gina membaringkan Gavin di tempatnya seperti tadi.Bara tidak peduli dengan reaksi Gina yang sedikit terkejut karena ternyata ia tidak tidur juga sejak tadi, yang
"Kau pasti lelah dan butuh istirahat, biar aku yang menggantikan mu menidurkan Gavin."Pikiran Gina yang sudah berpikir konyol lantaran terlalu lelah musnah seketika saat mendengar apa yang diucapkan oleh Bara. 'Pak Bara sejak tadi enggak tidur, kah? Dia memperhatikan aku daritadi?'Hati Gina bicara dan ada perasaan aneh menjalar di hati Gina ketika ia berpikir sampai di sana.Perasaan itu menyeruak ketika menyadari, Bara ternyata memperhatikannya dan justru peduli dengan waktu istirahatnya segala padahal pria itu sekarang sedang sakit."Tidak perlu, Tuan. Sebentar lagi, Tuan Muda Gavin akan tidur," tolak Gina dengan suara perlahan sebab tidak mungkin ia yang bekerja dengan Bara justru melimpahkan tanggung jawab itu pada bos yang sedang sakit seperti sekarang meskipun sejujurnya ia memang sangat lelah."Tapi, kau juga perlu tidur, Gina. Jika tidak, ASI mu akan terganggu itu tidak baik untuk Gavin.""Sebentar lagi, Tuan tidur saja lebih dulu, Tuan juga harus istirahat biar cepat sembu