Di sebuah restoran yang cukup mewah di ibukota, Bela mengajak Lucia untuk bertemu. Wanita itu dengan tidak sabar menunggu Lucia datang.Hingga pintu masuk restoran terbuka menampilan Lucia yang baru saja datang. Bela langsung berdiri, “Akhirnya kau sampai.”“Apa yang ingin kau bicarakan?” Tanya Lucia langsung pada adik tirinya itu.“Aku ingin kau segera menyerahkan harta itu, aku sangat membutuhkan segera.” Ucap Bela langsung.Lucia merasa agak terkejut dengan tuntutan Bela yang datang begitu saja. "Bela, apakah kita bisa bicara dengan lebih tenang? Ini bukan tempat yang tepat untuk berbicara tentang hal ini."Bela menatap Lucia dengan tatapan tajam, tetapi akhirnya setuju. Mereka berdua duduk di meja yang lebih tenang, memungkinkan mereka untuk berbicara tanpa gangguan.Lucia mulai berbicara, "Bela, aku mengerti bahwa ayah meminta ini, tetapi aku juga punya alasan untuk mempertahankan harta ini. Aku ingin tahu apa yang akan kau lakukan dengan aset ini dan bagaimana itu akan membantum
"Kau sedang apa?"Lucia menghampiri Dariel saat dia ingin mengantarkan obat untuk diminum malam hari pada pria itu."Mempersiapkan rapat besok." Ucap Dariel dengan serius tanpa mengalihkan perhatiannya ke arah Lucia.Lucia yang mendengar itu mengangguk mengerti "Aku yakin kau yang akan di pilih menjadi pemimpin Filbert Group selanjutnya.""Aku tak masalah jika bukan aku yang terpilih, asalkan bukan Ernest yang menjadi pemimpin." Ucap Dariel dengan dingin."Kenapa?" Tanya Lucia penasaran.Dariel menatap Lucia sejenak sebelum menjawab, "Ernest adalah seseorang yang terlalu ambisius dan tak akan ragu-ragu untuk mengorbankan siapa pun demi kepentingannya sendiri. Aku telah melihat sisi gelapnya, dan aku tak ingin Filbert Group jatuh ke tangan seseorang seperti dia."Lucia mengangguk, memahami keprihatinan Dariel. "Aku mengerti perasaanmu. Semoga semuanya berjalan sesuai rencanamu."Dariel tersenyum tipis, "Terima kasih, Lucia. Aku akan melakukan yang terbaik untuk mengamankan masa depan p
Suasana di ruangan Ernest tampak tegang, pria itu memandang kakeknya dengan hati yang berdebar.Tuan Abert memandang cucunya dengan serius. "Ernest, aku tahu tentang rencanamu untuk mengambil alih perusahaan ini sepenuhnya. Aku juga tahu bahwa ada dukungan kuat dari beberapa petinggi perusahaan. Namun, aku merasa perlu membicarakan ini denganmu secara langsung."Ernest mendengarkan dengan perasaan cemas. Pertemuan ini tidak sesuai dengan rencananya. "Apa yang ingin kau bicarakan, Kakek?"Tuan Abert melanjutkan, "Aku telah mendengar tentang tindakanmu yang telah mempengaruhi para petinggi untuk menolak keputusanku terhadap Dariel yang aku pilih sebagai penerusku selanjutnya. Tindakanmu benar-benar di luar batas dan aku kecewa dengan apa yang kau lakukan.”Ernest merasa semakin tertekan oleh perkataan kakeknya. Dia merasa cemas tentang bagaimana pertemuan ini akan memengaruhi rencananya. Dia tahu bahwa apa yang telah dia lakukan mungkin tidak akan disetujui oleh kakeknya, tetapi dia tid
“Maaf saya terlambat.” Seorang wanita cantik tiba di tengah-tengah rapat tersebut, semua orang langsung mengarahkan pandangannya ke wanita tersebut.Tuan Abert tersenyum saat melihat menantunya, “Lucia.” Ucapnya dengan suka cita yang membuat semua orang penasaran siapa wanita itu yang bahkan tuan Abert yang terkenal dingin tampak senang dengan kehadiran wanita itu.Lucia yang hadir di tengah-tengah rapat memang merupakan kejutan bagi semua orang di ruangan tersebut. Ekspresi terkejut dan penasaran tergambar di wajah para petinggi yang hadir. Tuan Abert, meskipun terkejut, terlihat senang dengan kedatangan Lucia.Tuan Hans, sebagai orang yang memimpin rapat, akhirnya bertanya, "Siapa anda? dan bagaimana bisa anda datang kesini?” Tanya tuan Hanse dengan datar.Lucia tersenyum dan menjawab dengan tenang, "Saya datang untuk memberikan suara dalam pemilihan ulang ini, dan saya mendukung Tuan Dariel sebagai pemimpin Filbert Group."Kehadiran Lucia dan dukungannya kepada Dariel semakin memp
Suasana pagi ini tampak cerah, Dariel yang sudah aktif memimpin Filbert Group harus berangkat pagi untuk ke kantor.“Makan siang nanti aku akan ke kantormu mengantar obat, ini obat pagi ini yang harus kau minum.” Ucap Lucia dengan sabar sambil meletakkan air putih dan obat Dariel.Dariel tersenyum tipis, “ Terima kasih, Lucia.”“Heem. Apa tubuhmu masih ada yang masih sakit?” Tanya Lucia dengan perhatian.“Masih.” Ucap Dariel dengan segera.Lucia mengerutkan keningnya, padahal dia sudah memprediksi kesembuhan Dariel namun pria itu sampai saat ini belum sembuh sepenuhnya.Dariel hanya bersikap biasa meskipun tahu apa yang ada di kepala Lucia. Rahasia yang Lucia tidak ketahui adalah bahwa dia hanya berpura-pura sakit agar bisa terus tinggal bersama wanita itu dan pernikahan mereka masih tetap terjaga.“Aku akan mengecek ulang catatan kesehatanmu nanti.” Ucap Lucia lalu dia pergi dari sana.Dariel hanya tersenyum tipis, dia rela meminum obat yang seharusnya tidak dia minum karena dia suda
“Aku tak berhasil.” Ucap Bela pada Ernest saat mereka bertemu di sebuah cafe yang tak terlalu besar.Ernest yang mendengarnya hanya bersikap datar, “Kau harus membuatnya lebih tertarik denganmu.” Ucap Ernest dengan serius.Bela merasa frustasi. "Aku sudah mencoba, Ernest. Tapi dia selalu menjaga jarak. Aku bahkan datang ke kantornya, tetapi dia terlihat begitu acuh tak acuh padaku."Ernest mengangguk, "Dariel memang sulit ditebak. Dia adalah tipe orang yang berhati dingin dan memiliki prioritas yang berbeda. Kau harus berpikir lebih cerdas tentang cara mendekatinya."Bela menghela nafas. "Aku akan mencoba lagi, tapi aku tidak tahu apa yang bisa aku lakukan. Dia seperti tidak tertarik padaku."Ernest tersenyum tipis. "Kita masih memiliki waktu, Bela. Ingatlah bahwa ini adalah langkah penting dalam rencana kita. Kita tidak bisa menyerah begitu saja."Bela mengangguk, meskipun hatinya masih penuh keraguan. Mereka berdua terus merencanakan strategi mereka untuk mendapatkan Dariel agar mau
“Tuan- Eh maksudku ayah? kau datang? Kenapa kau tak mengatakan sebelumnya, jika tahu kau datang pasti aku akan menyambutmu dan pulang lebih awal.” Ucap Lucia saat melihat tuan Kaizer duduk di kursi teras rumahnya. Dia masih belum terbiasa memanggil pria itu ayah, namun mengingat permintaan pria itu dulu membuat dia meralat perkataannya.Tuan Kaizer yang melihat Lucia keluar dari mobil langsung tersenyum, “Aku hanya mampir.” Ucapnya dengan lembut.Lucia yang mendengarnya langsung tersenyum dan mengangguk, “Ayo masuk, aku akan membuatkanmu minuman. Ayah lebih suka kopi atau teh?” Tanya Lucia dengan ramah sambil membuka pintu rumahnya.Tuan Kaizer tak menjawab pertanyaan Lucia, dia tersenyum dan melihat ke arah Lucia tanpa sedetik pun mengalihkannya.Dia berpikir, jika benar Lucia adalah putrinya begitu bahagianya dia.Tuan Kaizer merasa bahagia dalam diam saat dia melihat Lucia dengan kasih sayangnya yang tulus. Dia ingin mengenal putrinya lebih baik, namun dia juga menyadari bahwa dia
Makan malam terlihat cukup hening, Lucia yang melihat kedua pria beda usia tu tengah saling diam menjadi bingung.“Apa kalian memiliki masalah?” Tanya Lucia karena dia melihat sepertinya ada sesuatu yang tidak dia ketahui tentang kedua pria itu.“Tidak ada apa-apa, Lucia. Kami baik-baik saja.” Ucap Dariel dengan santai.Tuan Kaizer mengangguk, “Itu benar.”Lucia masih merasa ada ketegangan di udara, tetapi dia memilih untuk tidak mendesak lebih lanjut. Dia ingin menjaga suasana tetap tenang selama makan malam, terlepas dari perasaan cemas yang dirasakannya.Makan malam berlangsung dengan baik setelah itu, dan meskipun ada ketidakpastian di udara, mereka mencoba untuk menikmati waktu mereka bersama. Setelah makan malam selesai, Tuan Kaizer memutuskan untuk pulang. Dia memberi salam kepada Dariel dan Lucia."Terima kasih atas kunjungannya, Tuan Kaizer," ucap Lucia dengan tulus.Tuan Kaizer tersenyum lalu meninggalkan rumah itu.Dariel dan Lucia duduk bersama di ruang tamu setelah Tuan