“S-sayang?”Briana tampak sangat shock saat Leonidas memangil Claire dengan sebutan sayang.Claire tidak ingin membuat situasi di rumah sakit menjadi lebih canggung daripada yang sudah terjadi. Dengan cepat, dia menarik tangan Leonidas dan membawanya keluar dari ruangan pertemuan menuju ruang pribadinya. Tatapan penasaran dari rekan-rekannya, termasuk Briana, mengikuti mereka berdua saat mereka keluar dari ruangan.Setibanya di ruangan, Claire segera menutup pintu dan memandang Leonidas dengan mata penuh ketegangan. "Apa maksudmu dengan memanggilku 'sayang' di depan semua orang?" tanyanya dengan nada yang berusaha terdengar tenang, meskipun dia jelas terguncang oleh sikap Leonidas.Leonidas hanya tersenyum kecil, tampak tidak terpengaruh oleh kekesalan Claire. "Aku hanya mengatakan yang seharusnya, Sayang.”“Leonidas, aku tak pernah mengijinkanmu bersikap seperti ini di depan semua orang apalagi rekan kerjaku. Bagaimana nanti pandangan mereka, dan kau sebagai pemilik baru harusnya mem
“Claire, ini data pasien yang kita tangani bersama. Aku sudah mengatur jadwal operasinya menjadi besok pagi.” Ucap dokter Joe dengan lembut pada Claire saat berada di ruangannya.Mereka memang menjadi tim untuk operasi besar kali ini, Claire melihat data dan keseriusan dalam tindakan ini.“Apakah pasien bisa bertahan sampai besok pagi? Jika ruang operasi kosong mari kita langsung operasi hari ini.” Ucap Claire dengan serius.Dokter Joe mengangguk, meskipun wajahnya menunjukkan sedikit kekhawatiran. "Pasien kondisinya memang cukup kritis, tapi kami sudah menstabilkannya sejauh ini. Jika kamu merasa lebih baik untuk operasi hari ini, aku akan segera memeriksa ketersediaan ruang operasi dan tim bedah lainnya."Claire memandangnya dengan serius sambil meneliti data medis yang ada di tangannya. "Lebih baik kita tidak menunda, Joe. Setiap menit bisa berharga bagi pasien ini."Dokter Joe mengangguk setuju. "Baik, aku akan mempersiapkan semuanya. Kita akan segera lakukan operasinya." Dia seg
“Leonidas, jangan membuat kekacauan disini.” Peringat Claire karena pria itu membuat ketegangan di kantin yang membuat suasana tak nyaman.Leonidas tersenyum tipis, “Kau pilih kasih, Claire. Apa cintamu sudah berpindah pada pria itu sehingga kau membelanya?” Tanya Leonidas sambil menatap James dengan tajam.Claire menghela nafasnya, “Jangan bicara omong kosong disini, dan James hanya sahabatku. Jadi jangan memulai konflik dengannya.”Leonidas menatap Claire dengan tatapan tajam namun tenang. "Sahabat?" ucapnya, suaranya terdengar skeptis. "Aku mengenalmu terlalu baik, Claire. Aku tahu cara pria seperti James memandangmu, dan aku tidak bisa pura-pura buta."Claire menghela napas panjang, berusaha mengendalikan emosinya. "Leonidas, cukup. Aku lelah dengan sikap posesifmu. James selalu ada untukku ketika aku butuh teman, dan itu tidak ada hubungannya dengan perasaan romantis. Kau tidak bisa mengendalikan hidupku seperti ini."Leonidas tersenyum kecil, meskipun ada sedikit kesedihan di ba
“Kak Ashilla!!” Claire langsung terkejut saat melihat Ashilla sudah tiba di rumahnya.Disana juga ada kakaknya, Ethan dan juga ayah Ashilla.Mereka semua tersenyum, “Dokter cantik kita sudah pulang, bagaimana pekerjaanmu? Apakah sangat menyenangkan?” Tanya Ashilla dengan tenang.“Apa menurut kakak mengoperasi orang adalah pekerjaan yang seru?” Ashilla tertawa kecil mendengar jawaban Claire. "Yah, mungkin tidak seru, tapi kau selalu tampak begitu berdedikasi. Aku tahu kau mencintai pekerjaanmu," ucap Ashilla dengan senyum lembut.Claire terkekeh lalu mengangkat paperbag isi tas yang baru dia beli, “Ini hadiah penyambutan kakak, aku kira kakak akan datang saat di restoran ternyata bisa bertemu disini.” Ucap Claire dengan lembut.“Kenapa harus repot-repot.”Claire tersenyum kecil. "Aku ingin menyambutmu dengan sesuatu yang spesial. Lagipula, kapan lagi bisa memberikan hadiah untuk calon pengantin?"Ashilla menerima tas itu dan membuka sedikit isinya. "Wow, ini sangat cantik! Kau benar-b
“Dokter Claire, hari ini anda tak memiliki jadwal. Anda bisa pulang lebih cepat.” Ucap Asisten Claire kepadanya.“Benarkah? Aku ingat jika kemarin aku punya jadwal operasi siang ini.” Ucap Claire dengan bingung.“Benar, tapi sudah di ganti dengan dokter yang baru datang hari ini. Jadi jadwal anda cukup sedikit.”Claire mengerutkan keningnya, jadi Leonidas benar-benar merubah jadwalnya ke dokter yang baru. Dia menghela nafasnya lalu mengangguk.“Kau juga pulanglah dulu, aku masih ingin disini.” Ucap Claire pada asisten dokternya.“Baik, sampai jumpa besok dok.” Ucapnya lalu pergi meninggalkan Claire disana sendiri.Tka berapa lama Leonidas masuk, “Sudah makan siang?” Tanya Leonidas dengan santai.Claire mengangkat wajahnya dan menatap Leonidas dengan datar. “Aku belum lapar.”“Sudah waktunya makan siang, bukankah kau dokter jadi tahu resiko telat makan?” Ucap Leonidas dengan tenang.Claire memutar matanya, masih merasa kesal karena Leonidas telah mengubah jadwalnya tanpa memberitahunya
“Sudah sebulan setelah Leonidas kembali dalam kehidupan, Claire. Jadi kau menyerah begitu saja, James?” Tanya Ethan di sebuah klub ruang VIP mewah untuk menikmati anggur milik mereka yang paling spesial.James yang menemani Ethan hanya tersenyum tipis, “Jangan membuatku tak nyaman, kak.” Ucap James sambil meneguk segelas anggur disana.Ethan terkekeh, “Ya sudah, hanya saja sayang sekali meskipun sekali kau tak pernah mengutarakan perasaanmu. Sebagai pria kau harus mengambil resiko agar kau tak menyesal.” Ucap Ethan dengan santai.James terdiam, saat wanita penghibur menuangkan anggurnya kembali ke gelasnya yang kosong matanya mulai menatap anggur itu dan memutar-mutar gelasnya.James meneguk anggurnya perlahan, memikirkan kata-kata Ethan. "Aku bukan seperti Leonidas, Kak," jawabnya akhirnya, dengan nada yang lebih tenang. "Dia selalu bisa mendapatkan apa yang dia mau tanpa harus memikirkan risiko. Tapi aku? Aku lebih suka berhati-hati daripada melompat ke sesuatu yang bisa menghancurk
“Nona, ada kiriman bunga mawar lagi dari tuan Leonidas.” Ucap pelayan pagi ini saat Claire sedang bersantai membaca buku dan meminum tehnya.Hari ini adalah hari liburnya, dan pagi yang cerah ini dia mendapatkan bunga yang setiap hari selalu dia terimanya.Leonidas benar-benar tak berhenti mengirimkannya meskipun Claire sudah bilang jika bunga itu akan menjadi sampah di rumahnya. Tapi Leonidas tetaplah Leonidas, dia sangat keras kepala.“Susun di vas seperti biasa.” Ucap Claire dengan tenang tanpa mengalihkan perhatiannya pada buku bacaannya.“Untuk suratnya?” Tanya Pelayan itu.“Taruh saja, pasti kata-kata yang sama setiap harinya.” Ucap Claire dengan datar dan pelayan tersebut menjalankan pekerjaannya sesuai intruksi.Saat bunga sudah di tata di vas bunga, Claire meletakkan bukunya dan menatap bunga itu. Seperti biasa, mawar merah segar.“Sayang sekali besok akan layu.” Gumam Claire.Hingga pelayannya masuk kembali yang membuat Claire mengerutkan dahinya, “Ada apalagi?” Tanya Claire
“Aku tak menyangka jika kau akan datang menemui putriku lagi, Leonidas.” Ucap Dariel dengan tenang yang duduk di kursi kerjanya.Leonidas berdiri tenang, “Saya hanya ingin menemui wanita yang saya cintai, ayah.” Ucap Leonidas dengan menekankan kata ‘ayah’ pada Dariel.Dariel langsung mendatarkan wajahnya, “Kau dan putriku sudah bercerai. Tak ada sebutan ayah yang perlu kau ucapkan.” Ucap Dariel dengan tegas.Leonidas tersenyum, “Saya hanya membiasakan diri saya, karena sebentar lagi anda akan menjadi ayah saya lagi.” Ucap Leonidas dengan tenang.Dariel menyipitkan matanya, jelas tidak senang dengan pernyataan Leonidas. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan nada dingin.Leonidas tetap tersenyum, tanpa menunjukkan sedikit pun kegugupan. "Claire akan kembali kepada saya, cepat atau lambat," jawabnya dengan penuh keyakinan. "Saya yakin bahwa hubungan kami belum berakhir, dan ketika saatnya tiba, saya akan memastikan dia menjadi istri saya lagi."Dariel menahan diri untuk tidak langsung bereaksi
Di tengah aula pernikahan yang megah, dihiasi dengan bunga mawar putih dan biru yang melambangkan kesucian dan ketulusan, suasana terasa syahdu. Lampu kristal menggantung indah, memantulkan cahaya lembut ke seluruh ruangan, sementara musik orkestra mengalun pelan, menambah kesakralan momen.Leonidas berdiri tegap di depan altar, mengenakan setelan hitam elegan dengan dasi putih yang sempurna. Matanya tak pernah lepas dari Claire yang berjalan mendekatinya dengan langkah anggun. Claire tampak bagaikan dewi dalam balutan gaun putih panjang, dihiasi renda dan kristal yang berkilau lembut setiap kali terkena cahaya. Senyum di wajahnya memancarkan kebahagiaan yang tak terbendung.Pendeta membuka upacara dengan suara tenang namun penuh wibawa. “Hari ini, kita berkumpul untuk menyaksikan penyatuan dua jiwa dalam cinta yang suci. Leonidas dan Claire telah memilih untuk mengikat janji, berkomitmen untuk saling mencintai, mendukung, dan menghormati sepanjang hidup mereka.”Suasana menjadi henin
“Leonidas, bagaimana menurutmu gaun pengantin ini?” Kata Claire sambil memutar tubuhnya memperlihatkan gaun putih yang sangat cantik di hadapan Leonidas.Leonidas, yang tengah duduk di sofa dengan sikap santai, menatap Claire dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mata tajamnya melunak, dan bibirnya melengkung dalam senyuman tipis yang penuh kekaguman. "Kau terlihat luar biasa, Claire. Seperti seorang malaikat," katanya dengan nada serius, namun penuh kehangatan.Claire mengangkat alisnya, mencoba membaca ekspresi pria itu. "Hanya luar biasa? Tidak ada komentar lain?" tanyanya, berpura-pura cemberut.Leonidas berdiri dan berjalan mendekatinya, matanya tak pernah lepas dari sosok wanita yang kini menjadi pusat dunianya. Dia berhenti tepat di depan Claire, tangannya dengan lembut menyentuh pinggangnya. "Luar biasa mungkin tidak cukup untuk menggambarkanmu. Tapi kata-kata sulit menjelaskan apa yang kulihat sekarang," bisiknya dengan senyum menggoda.Claire memutar bola matanya, meskipun ro
Langkah kaki yang tampak buru-buru menggema di lorong hotel, seolah pria itu tengah dikejar waktu.Saat sampai di kamar hotelnya, dia langsung membuka pintunya dengan cepat.“Honey, aku sudah membawa dokternya.” Kata pria itu, yang tak lain adalah Ethan.Ethan kemudian menatap ke arah dokter wanita itu, “Tolong tangani istri saya, sejak tadi dia mengeluh kesakitan dari area bawah.” Kata Ethan dengan serius.Dokter itu mengangguk dan Ethan kembali menutup pintu menunggu diluar, perasaannya sangat cemas dan khawatir terlebih ini adalah bulan madu mereka.Di dalam kamar, dokter itu segera mendekati Ashilla, yang terlihat meringis kesakitan sambil memegangi perut bagian bawahnya. "Nyonya Ashilla, bisakah Anda menjelaskan rasa sakitnya? Apakah terasa seperti kram atau lebih tajam?" tanya dokter itu dengan lembut, mulai memeriksa Ashilla. Ashilla mengangguk lemah. "Rasanya tajam, terutama di sisi kiri. Saya juga merasa mual sejak pagi tadi." Dokter itu mengangguk, memasang stetoskopnya
“Apakah tuan tidur, nona?” Tanya Kendrick begitu melihat Claire keluar dari kamar.Claire mengangguk, “Terimakasih, ken. Jika kau tak memberiku kabar kemarin mungkin aku akan terlambat mengobati Leonidas.” Kata Claire dengan tulus.Kendrick mengangguk, “Iya nona, saya juga melihat kondisi tuan semakin parah meskipun telah di obati oleh dokter profesional. Sepertinya memang hanya anda yang bisa menyembuhkan tuan Leonidas.”Claire tersenyum tipis, “Bisakah aku meminta bantuan untuk membelikan beberapa herbal ini? Aku ingin membuat obat untuk Leonidas ketika dia sudah sadar nanti.” Kata Claire sambil menyerahkan kertas berisi beberapa herbal disana.Kendrick menerima kertas itu dengan anggukan hormat, membaca daftar herbal yang dituliskan oleh Claire. "Tentu, nona. Saya akan segera mencarinya. Ada toko herbal yang cukup lengkap di dekat sini, saya akan memastikannya tersedia." Claire tersenyum lelah. "Terima kasih, Ken. Aku hanya ingin memastikan dia mendapatkan perawatan terbaik. Aku t
“Tuan, minum obatnya.” Kata Kendrick dengan penuh perhatian merawat Leonidas.Racun yang berada di tubuh Leonidas tak sepenuhnya hilang, obat hanya berusaha untuk mengurangi rasa sakitnya.“Apa tidak sebaiknya kita beritahu nona Claire, tuan? Saya yakin nona Claire juga khawatir karena anda tak pernah menghubunginya.” Saran Kendrick.Leonidas setelah minum obat merebahkan tubuhnya kembali, mendengar ucapan Kendrick dia hanya bisa menatap langit-langit kamarnya.“Jika aku menelponnya, dia pasti tahu aku sedang dalam kondisi buruk hanya dengar suaraku. Aku tak ingin dia langsung terbang kesini dengan perasaan buruk.” Kata Leonidas dengan pelan.Kendrick menghela nafasnya kemudian bangkit, “Saya akan membuatkan bubur untuk anda, tolong tetap istirahat di kamar.” Kata Kendrick dengan pelan.Leonidas mengangguk kemudian memejamkan matanya, kamarnya kembali sunyi hingga dering ponselnya membuat suasana hening langsung pecah.Dia dengan perlahan meraih ponselnya, disana nama Claire muncul.D
Sudah satu minggu dari yang dijanjikan, Leonidas tak ada kabar.Claire merasa hidupnya sangat hampa terlebih saat pria itu mengingkari janjinya.“Apanya yang tiga hari, sampai sekarang dia bahkan tak mengirimiku pesan.” Gumamnya dengan kesal.Di rumah sangat sepi kali ini, kakaknya sudah menikah dan bulan madu di maladewa sedangkan kedua orang tuanya sedang dinas di luar negeri. Dia benar-benar ditinggal sendiri oleh semua orang.Helaan nafas panjang terdengar di kamar wanita itu, jika dulu dia masih mepunyai James yang menemaninya. Tapi semenjak dia menolaknya, ia merasa bersalah dan tak eak jika datang hanya ketika dia kesepian.Tapi melihat postingan James beberapa hari lalu, sepertinya dia sudah melamar seorang gadis lain.“Aku penasaran, siapa yang berhasil menyembuhkan James.” Gumam Claire dengan tersenyum tipis.Dia juga berharap James mendapatkan gadis yang jauh lebih baik darinya.Hingga akhirnya dia tertidur di sofa, televisi yang masih menyala membuat ruangan itu tetap tera
“Huhhh!!! Akhirnya acaranya selesai juga walaupun agakberantakan karena wanita itu.” Kata Claire sambil merebahkan dirinya di kasur besar miliknya.Leonidas tersenyum membantu wanita itu melepaskan high heels miliknya yang masih di pakai, “Mandilah lalu tidur.”“Kau akan menginap kan?” Tanya Claire pada tunangannya itu sambil duduk kembali.Leonidas menggeleng, “Aku akan terbang ke Jerman malam ini, tiga hari kedepan jangan membuat ulah.” Katanya sambil merapikan poni Claire dengan lembut.Claire yang mendengar itu mengernyitkan dahinya, “Kenapa mendadak?”Leonidas menarik napas panjang, memandang Claire dengan mata yang serius namun tetap lembut. “Ada urusan mendesak yang harus aku tangani di sana,” katanya sambil terus merapikan rambut Claire. “Proyek penting perusahaan membutuhkan pengawasan langsung, dan aku tidak bisa mempercayakannya pada orang lain.” Claire melipat tangannya di dada, tampak tidak puas. “Kau selalu seperti ini. Setiap kali aku merasa kita bisa punya waktu lebi
Hari itu, cuaca sangat cerah, seolah alam ikut merayakan kebahagiaan Ethan dan Ashilla. Sepanjang jalan menuju venue pernikahan, karangan bunga dengan berbagai desain menawan menghiasi kiri dan kanan, menampilkan ucapan selamat dari keluarga, teman, hingga kolega mereka.Venue pernikahan, sebuah taman indah dengan nuansa klasik, dipenuhi bunga mawar putih dan merah muda yang melambangkan cinta dan kemurnian. Para tamu berdatangan mengenakan pakaian formal, membawa senyum bahagia untuk menyaksikan momen bersejarah dalam hidup kedua mempelai.Ashilla, mengenakan gaun pengantin putih panjang dengan detail renda yang elegan, berjalan anggun di altar ditemani oleh ayahnya. Di ujung sana, Ethan berdiri gagah dengan setelan jas hitam yang sempurna, matanya berbinar penuh cinta saat melihat Ashilla mendekat.Musik lembut mengalun, menambah suasana haru dan romantis. Saat Ashilla tiba di depan altar, Ethan mengulurkan tangannya, menyambutnya dengan senyum hangat. “Kau tampak luar biasa hari in
“Ashillaa!” Suara Lucia, ibu Ethan yang terdengar dari dalam membuat Ashilla yang akan masuk ke dalam mansion tersenyum.Pelukan hangat Lucia langsung menyambutnya, seolah wanita itu telah menunggunya lama.“Ibu khawatir kau tak akan kembali karena kebodohan Ethan.” Ucap Lucia dengan tulus.Ashilla terkekeh, “Maaf aku membuat khawatir ibu dan ayah mertua.” Kata Ashilla sambil mencium kedua pipi ibu mertuanya dengan lembut.Lucia tersenyum lembut, matanya berkaca-kaca karena lega melihat Ashilla kembali. “Kau seperti putriku sendiri, Ashilla. Aku tak ingin kehilanganmu. Ethan itu memang keras kepala, tapi aku tahu dia mencintaimu lebih dari apa pun.”Ashilla mengangguk pelan, senyumnya menenangkan. “Aku tahu, Bu. Meskipun aku marah padanya, aku tak bisa benar-benar meninggalkannya. Dia membuatku kesal, tapi dia juga membuatku merasa dicintai.”“Dia memang seperti itu, selalu membuat kekacauan sebelum akhirnya memperbaikinya,” ujar Lucia sambil menggelengkan kepala. “Tapi aku tahu, den