64Elsa menggigit bibirnya. Sumpah demi apa pun kata-kata Abyasa menohoknya.Lelaki itu bicara sangat acuh bahkan sambil memejam seolah memang tidak peduli lagi dengan pernikahan mereka. Apa ia sangat marah hingga berubah secepat ini? Apa memang dirinya yang keterlaluan? Bukankah Abyasa sejak awal sudah tahu jika dirinya belum bisa menerima lagi lelaki itu? Lalu kenapa begitu cepat lelaki itu menyerah?Apa itu artinya Abyasa akan menceraikannya lagi? Apa ia akan kembali menjanda di hari kedua pernikahan mereka?Elsa menggeleng. Tidak, ia tidak mau mereka bercerai dulu, paling tidak sampai ia memiliki tabungan dan memberi Davina pengertian jika Abyasa buka ayahnya yang sewaktu-waktu bisa meninggalkan mereka.Elsa menggeleng, kemudian membusungkan dadanya. Ia harus melakukan sesuatu.Didekatinya lelaki yang masih memejam dengan wajah menengadah itu, kemudian mendekatkan tubuhnya dengan tubuh Abyasa agar dapat menarik punggung lelaki itu dengan jalan memeluknya. Elsa bermaksud ingin memb
65Elsa membelai lembut lengan Abyasa yang patah setelah memposisikan dirinya di samping lelaki itu. Tak urung hatinya ketar-ketir, karena merasa terciduk melakukan kekerasan terhadap pasien di rumah sakit ini. Dipasangnya wajah lugu yang pull senyum saat lelaki berjas putih dan kacamata yang bertengger rendah di tulang hidungnya masuk ruangan.“Bagaimana kondisi suami saya, dokter?” tanyanya untuk membuang rasa groginya akibat terciduk melakukan KDRT.Lelaki berjas putih seumuran Abyasa, menoleh sebentar sebelum memeriksa tangan kanan pasiennya.“Kita akan observasi dulu ya, Bu. Harus ada rotgen lanjutan untuk memastikan kondisi tulang suami Ibu. Karena masuk IGD dini hari, dan kita baru melakukan tindakan darurat saja. Untuk selanjutnya pasien akan melakukan serangkain pemeriksaan lagi. Nanti tindakan lanjutan dilakukan setelah hasil observasinya keluar.”Elsa mengangguk tanda mengerti. Tangannya tak henti membelai pundak dan lengan Abyasa dengan lembut selama dokter memberikan penj
66“Tolong panggilkan perawat,” ujar Abyasa setelah beberapa saat lalu terlihat gelisah.Elsa yang tengah membuka ponselnya, gegas menurunkan benda itu dari depan wajahnya. Kemudian berjalan mendekat. Tidak ada siapa pun di sana selain mereka. Karena Elsa menyibukkan diri dengan ponsel.Mahesa sedang mengajak Davina keluar. Walaupun Abyasa melarang karena takut sang adik melancarakan aksinya mendekati anak itu. Nyatanya pemuda berkuncir tetap berhasil membujuk Davina dengan iming-iming jajan eskrim.“Ada apa?” tanya Elsa heran saat melihat Abyasa duduk dengan tidak nyaman. Walaupun sibuk dengan ponsel, nayatanya Elsa tetap memperhatikan lelaki itu lewat ekor matanya.“Aku mau ke kamar mandi,” jawab Abyasa lagi seraya membuang muka.Elsa mengempiskan pipinya. Sebenarnya ingin tertawa. Ternyata lelaki itu gelisah karena ingin buang air, hanya saja sikap jual mahalnya ternyata masih berlanjut. Padahal tadi sudah jelas-jelas tidak suka jika Mahesa akan menggeser posisinya.“Tolong panggil
67Kedua mata Elsa melebar sempurna. Jantungnya terasa loncat dari rongganya.Bagaimana tidak? Setelah berhati-hati agar tidak ada sentuhan bahkan aroma yang tercium dari tubuh itu, Davina malah membuatnya benar-benar jantungan. Hingga kini wajahnya menyuruk di dada itu.Gegas wanita itu menarik diri dari dada sang lelaki setelah menguasai dirinya. Semburat merah tak dapat disembunyikan dari wajahnya. Kegugupan menguasai. Padahal sudah sekuat tenaga Elsa membentengi diri agar tidak melihat dan bahkan bersentuhan kulit dengan Abyasa, tapi kedatangan Davina malah membuat semuanya kacau.“Mama ngapain Papa?” ulang Davina begitu berdiri di samping sang ibu yang gegas turun dari brangkar pasien dengan wajah merah dan tangan gemetarnya.“Kok baju Papa dibuka-buka?” Anak itu masih keheranan. Menatap sang ibu dan laki-laki tanpa baju yang malah mesem-mesem. Senyum kemenangan tersungging walaupun samar.“Papa ndak diapa-apain kan, sama Mama?” Pertanyaan Davina kini ditujukan kepada Abyasa sete
68Beberapa hari Abyasa dirawat di rumah sakit. Selama itu pula Elsa dan Davina menemani di sana. Tidak mungkin Elsa meninggalkan lelaki itu sendiri di sana. Bagaimana pun, statusnya adalah istri Abyasa. Ya, walaupun setengah hati dan kadang tidak ikhlas, ia tetap melayani dan mengurus segala kebutuhan sang lelaki.Apa yang akan dikatakan orang lain jika dalam waktu baru beberapa hari saja Abyasa menikah, tetapi tak diurusi istri?Elsa tetap melaksanakan kewajibaannya layaknya seorang istri. Terlebih Davina yang menjadi juri penilai jika dirinya malas-malasan memenuhi permintaan lelaki itu.Hanya saja Elsa merasa semakin ke sini, Abyasa semakin manja. Entah hanya perasaannya saja, atau memang lelaki itu sedang bertingkah. Ia tidak akan menyentuh makananannya sama sekali. Atau bahkan minum sekali pun jika Elsa tak menyuapi. Pernah sekali waktu karena kesal, Elsa tidak menyuapi lelaki itu karena ia pikir Abyasa bisa melakukannya sendiri dengan tangan kirinya. Alhasil sarapan tidak disen
69“Kenapa nggak bilang kalau sakit?” Terdengar suara perempuan yang dipanggil Puput itu. Ada nada kecewa dalam suaranya. Tangannya masih menggenggam tangan Abyasa yang terhubung selang infus.“Mas tidak mau mengganggu kamu, takut kamu sedang sibuk.”“Aku memang banyak tugas belakangan ini. Makanya saat ada waktu luang, langsung kabur ke rumah Om Barata. Pengen ketemu kamu, Mas. Tapi Om Barata bilang kamu sudah menikah, ya?”Lagi-lagi ada nada kecewa dalam suara perempuan itu yang tertangkap telinga Elsa. Hingga Elsa memutuskan meninggalkan mereka dan memilih menemani Davina tidur saja. Toh, sejak tadi pun mereka heboh berdua. Seolah tidak ada siapa pun lagi di sana selain keduanya. Abyasa bahkan tidak memperkenalkan dirinya.Elsa memutar tubuh hendak menuju bed yang ditiduri Davina, tetapi suara Abyasa menahannya.“Elsa, kemarilah,” panggilnya menoleh sebentar.“Kenalkan, ini Patricia, tapi aku biasa memanggilnya Puput karena itu panggilan kesayangan keluarganya.” Abyasa menunjuk per
70“Mama, kenapa bobo sama Vivi? Siapa yang jagain Papa?”Elsa mengerjap. Antara mimpi dan nyata, ia mendengar suara Davina sangat dekat, juga tepukan lembut di pipinya.“Mama, bangun. Siapa yang bicala sama Papa?”Lagi, Elsa merasa mendengar Davina, tetapi ia malas membuka mata dan malah menepis tepukan di pipinya, hingga sebuah gigitan terasa di tangannya.Elsa memekik, lalu terbangun dengan paksa. Matanya berkedip-kedip saat mendapati wajah Davina yang masih bau bantal menatapnya gemas.“Siapa yang sama Papa, Ma?” tanya anak itu lagi menatap heran.Elsa menoleh ke asal suara di mana dua orang masih mengobrol. Ternyata perempuan bernama Puput masih di sana.“Sudahlah, Vivi bobo aja lagi, ya. Mama juga masih ngantuk.” Elsa bermaksud merebahkn lagi dirinya saat Davina turun dari tempat tidur.Anak tersebut menyibak tirai, kemudian langsung berlari menuju brangkar pasien berada. Elsa gegas menyusul karena takut Davina membuat ulah.“Papa …,” panggil Davina dengan manja sembari naik mel
71Keesokan harinya, Elsa benar-benar meminta pengasuh dan sopir untuk menjemput Davina. Meski anak itu tidak mau dan Abyasa juga melarang, ia tidak mempedulikan. Elsa tidak mau orang lain beranggapan anaknya tidak sopan. Karena yakin perempuan bernama Patricia yang Abyasa panggil dengan sebutan Puput itu akan kembali.“Kenapa kau harus memaksakan kehendak, Elsa. Apa kau tidak melihat betapa Davina tidak suka kau paksa pulang?” Abyasa protes saat wanita itu bersiap memberikan sarapan untuknya.Elsa tidak menjawab. Ia tak ingin terlalu banyak komunikasi antara dirinya dan Abyasa. Ia sudah bertekad hanya akan menjalankan tugasnya sebagai seorang istri tanpa banyak bicara. Berharap lelaki itu segera sehat agar tak memerlukan lagi bantuannya sekadar untuk makan atau ke kamar mandi.Elsa menyuapi Abyasa dalam diam. Padahal lelaki itu terus mengajaknya bicara. Elsa juga meminimalisir kesempatan Abyasa untuk bertanya dengan menambah suapan setiap kali lelaki itu membuka mulutnya untuk bertan
138“Ka-mu beneran mau sama dia?” Elsa bertanya ragu dengan telunjuk menunjuk rendah Mahesa. Tatapan sangsi ia lemparkan antara Mahesa dan Nadia berganti-gantian.“Hei, pertanyaanmu itu, Kakak ipar. Memangnya kenapa denganku? Aku ini ganteng, lebih ganteng dari suamimu. Aku juga masih muda, paling tidak lebih muda dari suamimu. Aku juga punya pekerjaan mapan, walaupun tidak lebih tinggi jabatannya dari suamimu. Wanita yang aku pilih akan menjadi wanita yang sangat beruntung karena di luar sana ada banyak wanita yang aku tolak. Lalu, kenapa kalau wanita cantik ini juga memilihku?”Mahesa bertolak pinggang. Terlihat raut tersinggung yang sengaja dibuat-buat. Sejatinya ia tidak bisa marah terhadap Elsa walaupun cintanya berkali-kali ditolak wanita itu. Ia bahkan rela bermusuhan dengan kakaknya sendiri dan menghancurkan nama baiknya sendiri untuk melindungi Elsa. Namun, Mahesa menyadari jika perasaan tidak bisa dipaksakan, sebaik apa pun ia terhadap Elsa, tidak dapat membuat wanita itu ja
137“Vivi mengganggu saja,” omel Elsa pelan seraya menyusupkan wajah di sisi leher Abyasa.Mereka baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan panas malam ini saat pintu kamar diketuk dan pengasuh mengantar Davina yang menangis mencari ayah sambungnya. Untung saja mereka telah selesai hingga walaupun lelah dan sedikit terganggu, setidaknya tidak ada lagi yang mengganjal.Abyasa tersenyum. Tangannya mengusap kepala Elsa yang terbenam di salah satu sisi lehernya. Sementara yang sebelah lagi memeluk tubuh Davina yang juga memeluknya. Bahkan cegukan sisa isaknya masih terdengar sesekali.Tadi pengasuh mengantar Davina ke sana dalam kondisi nangis kejer. Mungkin sudah nangis lama akibat dilarang ke kamar orang tuanya.“Sabar, nanti kalau Vivi sudah pulas lagi kita lanjut babak dua, ya.” Abyasa berbisik nakal. Sesuangguhnya ia pun masih ingin mengulang lagi dan lagi. Bayangkan, selama bertahun-tahun hasrat itu terkubur karena trauma mendalam, kini setelah kembali masih harus ditahan.Mengh
136“Mas, kasihan ya, Mbak Lina. Dia dicerai saat mengandung hanya gara-gara Bang Adrian cemburu buta.”Malam ini Elsa menyandarkan kepalanya di dada sang suami. Mereka menikmati malam yang mengembuskan udara hangat di balkon kamar. Davina sudah lama terlelap berbantalkan salah satu paha Abyasa. Sementara di sisi lainnya, Elsa menempelinya dengan posesif.Tangan sang wanita sejak tadi tak diam. Terus saja memainkan bulu-bulu yang tumbuh di sepanjang rahang sang suami. Bulu-bulu yang rasanya baru kemarin ia cukur, kini sudah mulai mengintip lagi melalui posri-pori kulit sang suami.Sesuatu yang paling disukainya sejak dulu. Bahkan di hari pertama pernikahan pura-pura mereka, ia tidak tahan untuk tidak menyentuh bagian tubuh Abyasa yang satu itu. Dulu, bahkan Abyasa sampai mengamuk karena kelancangannya.“Bang Adrian memang keterlaluan. Menceraikan setelah sebelumnya menuduh dengan keji. Dipisahkan dari anaknya selama enam tahun memang hukuman yang paling pantas. Karena akhirnya ia meny
135“Maaf, Elsa. Sebenarnya Abang datang ke sini, untuk menyerahkan ini.” Adrian bicara setelah mendapat kesempatan. Tangannya menyodorkan sebuah map di atas meja.Mata Elsa yang masih nyalang, mengikuti gerakkan tangan Adrian hingga pupil matanya terfokus di map yang sangat familier baginya.“Ini milik Vivi, dan selamanya akan menjadi milik Vivi,” ujar Adrian lagi.Elsa mengalihkan pandangan dari map ke wajah lelaki yang sangat berbeda dengan kemarin. Jika kemarin penuh emosi dan meluap-luap. Tidak mau kalah setiap kali berdebat, bahkan terus saja bersitegang dengannya dan Abyasa. Namun kini terlihat sangat tenang dan teduh. Ia bahkan menunggu Elsa selesai meluapkan amarahnya. Ia hanya diam menyimak sampai Elsa lelah sendiri.“Maaf, seharusnya Abang melakukan ini sejak dulu. Seharusnya Abang tidak membiarkan kamu dan Vivi keluar dari rumah kalian. Rumah peninggalan David adalah hak Vivi, hak kamu juga. Tidak seharusnya kalian terlunta-lunta di luar sana sebelum kamu kembali menikah k
134Elsa mengusap sudut bibir Abyasa dengan tisu. Ia baru saja selesai menyuapi pria yang lagi-lagi sikap manjanya berlipat-lipat jika sedang sakit. Namun, tidak apa. Kali ini Elsa melayaninya dengan Ikhlas. Diurusnya lelaki itu dengan segenap hati walaupun ia jadi seperti mengurus dua bayi.Untunglah Davina tidak terlalu rewel. Meski harus mendapat perhatian lebih karena jiwanya masih terguncang atas semua peristiwa yang menimpanya. Namun, Davina termasuk anteng dan tidak banyak menuntut. Lebih sering berbaring memeluk Abyasa bahkan hingga tertidur. Seolah meminta perlindungan, gadis kecil itu sering berteriak jika tengah teringat kejadian kemarin. Dengan memeluk sang ayah sambung, ia seolah merasa tenang.Kebiasaan barunya saat akan tidur adalah memeluk ayah sambungnya itu, Abyasa tidak akan meninggalkannya hingga ia terlelap. Walaupun tubuhnya pun belum sepenuhnya pulih, Abyasa akan merelakan dirinya dan mengutamakan kenyamanan Davina.Keduanya melirik pintu kamar karena seseorang
133Kengerian tercipta saat mobil Porsche putih yang melesat cepat itu akhirnya melanggar tubuh kecil Irma dan menerbangkannya cukup jauh hingga mendarat di sebuah pot bunga besar setelah sebelumnya juga menghantam pohon palm di halaman.Elsa bahkan hanya bisa melebarkan mata dengan kedua tangan menutupi telinganya. Mulutnya tidak dapat mengeluarkan suara sedikit pun saking tidak percaya dengan yang baru saja terjadi di depan matanya.Tubuhnya lemas bagai dilolosi tulangnya, ambruk bersamaan tubuh Irma yang juga mendarat di paving. Elsa tidak tahu lagi apa yang ia rasakan saat ini. Dunia terasa berputar di matanya. Jungkir balik dan melayang-layang. Semua abu-abu dan hampir gelap saat teriakkan nyaring dari suara yang dikenalnya menyapa telinga.“Mama ….”Elsa menggelengkan kepala dengan kuat demi mendengar suara yang sumpah demi apa pun sangat dirindukannya. Segenap kesadaran yang beberapa detik lalu hampir terbang karena tak percaya dengan pandangannya, kini berusaha ia hadirkan lag
132“Ayo kita kembali ke rumah itu.” Abyasa berusaha bangkit, tapi gegas Elsa menahan. Sang suami masih terlihat kesakitan.“Kamu masih harus istirahat, Mas.” Elsa menggeleng sembari menahan tangan sang suami. Tatapan nanar bercampur haru berpendar di mata basahnya.“Elsa, keselamatan Vivi jauh lebih penting dari kesehatanku. Ayo kita kembali ke sana.”“Tidak, Mas. Kamu istirahat saja dulu, aku yang akan ke sana.”“Kamu?”“Iya. Ada ibu, sopir dan orangnya Pak Sudradjat yang menemani.”Abyasa menggeleng seraya tetap bangkit. “Kita pergi sama-sama. Di sini pun aku tidak akan bisa istirahat. Selain mengkhawarirkan Vivi, aku juga akan mengkhawatirkanmu, Elsa.”Elsa menggigit bibirnya. Sungguh ia tidak tahu apa yang harus dipikirkannya saat ini, tidak tega membiarkan Abyasa harus pergi di saat terluka, tapi juga keselematan Vivi sangat penting. Ia takut terjadi sesuatu dengan anak itu mengingat cerita sang ibu yang menyebut sang anak dikuasai anak majikannya yang autis.Akhirnya walaupun d
131Kening Elsa berkerut dalam, matanya memicing tajam. Ditatapnya tak percaya wanita yang memiliki garis wajah sama dengannya itu. Serius. Tidak terlihat gurat canda atau sedang berbohong.“Apa maksud Ibu? Jangan bercanda, Bu. Jangan membuat kepalaku semakin mendidih. Ibu tahu kan, kalau saat ini aku sedang sangat down.”“Ibu tidak bercanda, Elsa. Ibu memang yang membawa Vivi dari kolam renang kemarin.”Hening. Baik Elsa atau Irma tidak bersuara pasca kalimat Irma yang diucapkan dengan sangat serius barusan. Untuk beberapa lama Elsa larut dalam berbagai perasaan yang tak dapat digambarkan bahkan oleh dirinya sendiri.Apa ia harus percaya dengan kalimat sang ibu barusan? Tapi jika dipikir-pikir, bagaimana ibunya tahu Davina hilang sedangkan mereka baru saja bertemu lagi. Jika memang benar sang ibu melakukannya, kenapa? Apa motifnya?Benar dugaannya, kemuncukan Irma di sini disertai banyak misteri.Perlahan Irma yang sedari tadi hanya menatap kosong ke depan, mengalihkan pandangan ke a
130“Ibu?” Elsa bergumam lirih dengan tatapan memicing tak percaya melihat sosok wanita paruh baya berpostur mungil yang tengah berdebat dengan laki-laki yang seharian ini terus membuntuti dirinya dan Abyasa.Untuk beberapa lama ia mematung di tempatnya. Mencoba mencerna apa yang tengah terjadi hingga saat ia bisa menguasai dirinya, kakinya gegas mendekat.Sebelum Elsa tiba, wanita yang masih berdebat sudah menyadari kehadirannya, hingga ia yang menyongsong.“Elsa ….” Pekiknya seraya menghambur memeluk tubuh Elsa dengan kuat hingga nyaris terseret mundur beberapa langkah.Elsa mengerjap bingung. Sungguh, ia merindukan sang ibu yang sebenarnya sejak kecil mereka tidak hidup bersama dan baru bertemu saat ia menjadi istri David. Namun, entah kenapa saat dipertemukan dalam keadaan seperti ini, ia malah bingung seolah tidak suka bertemu lagi. Baginya, ada banyak misteri di balik pertemuan tak terduga ini.“Elsa, aku yakin jika ibumu ini yang sudah membawa Vivi. Buktinya ia tiba-tiba saja d