Beranda / Romansa / MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT / 1. Adik Madu di Pengantin Baru

Share

1. Adik Madu di Pengantin Baru

Penulis: Kafom Rona
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-03 21:36:37

"Aku menunggu dudamu, Mas," ucap Marta sambil memeluk lelaki di sampingku, saat kami masih berdiri di pelaminan hari ini.

Gadis cantik dan bohay itu menatapku nanar, tangannya mengenggam erat Mas Rio. Lelaki yang beberapa jam sah menjadi suamiku itu, pun  membalasnya tak kalah mesra. Air mata tak sengaja ikut luruh menyelami kesedihan mereka. 

Cemburu? Tentu saja tidak. Aku tahu mereka memang telah pacaran, bahkan biasa ikut menemani makan di kala mereka adakan pertemuan. Toh, kami memang berteman. 

Aku dan Mas Rio dijodohkan, ayah kami sahabatan sejak kecil. Anehnya, perjodohan itu berlangsung sejak masih orok katanya, hingga di sinilah kami terjebak dalam situasi rumit.

Semua tatap mata teman-teman dan orang yang tahu tentang soal pertemanan ini ikut mengadili, seakan memvonis akulah sahabat tak punya nurani. 

"Dasar pagar tanaman!"

"Perempuan nggak punya malu."

"Nggak punya hati."

"Kecentilan."

"Buang aja kelaut teman kek gitu."

"Mending berteman sama monyet daripa teman kayak gini."

Berbagai hujatan dari teman dunia nyata dan dunia maya menghiasi gawaiku, meski tak sedikit juga juga yang membela, saat mengaktifkan benda canggih itu usai acara pernikahan mewah hari ini terlaksana.

Ternyata, ribuan komen nyinyir muncul saat fotoku yang tadi siang diunggah di f******k dengan caption, 'Sahabatku Mengambil Calon Suamiku'. Entah siapa yang mengaplodnya, sungguh bagus judul itu difilemkan di TV ikan teri.

"Kamu puas sekarang?" Mas Rio tiba-tiba muncul dengan wajah penuh amarah, tapi tidak mengurangi ketampanannya sama sekali.

"Untuk?" jawabku cuek sambil menarik guling memberi dia ruang, untuk berbaring di tempat tidur kosong sampingku, yang masih dipenuhi bunga. Ada setitik harap dia berubah pikiran, meski tahu sangat mustahil. 

"Kupastikan pernikahan bod*h ini nggak akan lama, lalu aku akan kembali ke Marta," ujarnya lagi penuh penekanan, lantas mengambil selimut dan bantal, kemudian menggelarnya di lantai depan TV.

Kenapa juga dia bersikap lebay gitu? Bukannya kita sama-sama tak mampu menolak keputusan ini? Hello, apa dia pikir aku tidak punya cita-cita apa? Apa dia kira aku tak punya pria idaman? Apa ...? Ah, sudahlah ... Toh, nyatanya aku telah jadi istri dari pria yang kupastikan tak mengharap diri ini.

"Belum bisa tidur?" tanyaku saat dia bolak-balik bak roti gulung dan mengganti chanel TV berulang-ulang. Entah siaran apa yang dicarinya. Sekamar sekarang pun dipastikan sebagai formal pelengkap rangkaian pernikahan utuh di depan orang tua dan keluarga. Sungguh, pembohongan yang masif dan teratur. 

"Hmm ..," jawabnya tanpa membalikkan badan.

Semenjak mengetahui perjodohanku dengannya, tak pernah membayangkan malam pertama seperti pengantin pada umumnya. Dia bereaksi seperti itu saja walau sangat datar, sudah suatu kesyukuran. Setidak, aku merasa tidak bersama patung di malam pengantin.

"Makan, yuk!" ajakku setelah dari dapur. Dua porsi nasi lengkap, kuletakkan tak jauh darinya. Ada rasa iba melihat dia mendzolimi cacing dalam perutnya. Apa dia mau bunuh diri dengan pernikahan ini? Sungguh lemah!

"Hidup itu dibawa santai aja. Kalau dibikin susah, ya, pasti ribetlah," ujarku lagi sambil melahap daging rendang yang kupanaskan sisa tadi siang, kemudian menyeruput es jeruk yang sontak mendinginkan suasana kamar sedari tadi terasa pengap. Entah kenapa suhu AC tak ada rasanya sama sekali, padahal sudah distel paling dingin.

Pelan dia bangkit, tanpa komentar meraih piring dan jus di dekatnya. Aku hanya senyum dalam hati melihat dia makan dengan lahap. Pasti tak sanggup menahan demo cacing dari perutnya yang sedari tadi bunyi kriuk kriuk. 

Benarlah kata orang, perut kosong bisa membuat otak udang, ditambah dengan dompet yang besar doang, tapi hampa melompong, plus pasangan dilarikan orang, dipecat sama atasan. Penderitaan apalagi yang kamu dustakan? Hanya orang beriman yang sanggup sabar di situasi seperti ini. 

"Aku lihat kamu nggak punya beban." Ucapannya tak seketus tadi. Mungkin dia sudah berfikir jernih setelah perutnya terisi. 

"Memang aku bisa apaan?"

"Protes, kek, ngamuk, kek, lari, atau ..., apalah."

"Kamu sendiri?"

Kalimatku ini pasti menohok hatinya, sekaligus jawaban dari pertayaan tadi. Kami berada di situasi sama-sama tak mampu menolak dengan rasa bakti kepada orang tua.

--

Sebulan di rumah hasil keringat Mas Rio sejak membujang, mungkin ini istana kecil perencanaannya dan Marta merenda hari setelah menikah, itu terlihat dari penataan ruang khas sentuhan wanita. Artistik, rapi, menarik, mewah, dan elegan. 

Kami seatap, tapi berbeda kamar. Itu jugalah salah satu penyebab dia berkeras memboyongku keesokan hari setelah akad dengan alasan bulan madu. Tak apalah, itu lebih baik daripada di tempat orang tua, tapi harus terus berlagak mesra. Sungguh menyiksa menjadi pesinetron, berakting bahagia walau sebenarnya hati menangis.

"Pakaian Mas, udah aku siapin di tempat biasa," ujarku menyendokkan nasi di piringnya. Walau kami tak layak disebut suami istri, tapi aku selalu mengurus makan, pakaian, dan semua isi rumahnya. Hanya Allah yang tahu di mana akhir rutinitas ini berlangsung.

Mas Rio mengangguk dan kembali ke layar ponselnya. Siapa lagi yang diajak chatingan kalau bukan Marta? Hampir sepulang kerja bahkan berangkat lagi ke kantor mereka saling berkomunikasi. 

Aku tidak tahu kapan dia tertidur, yang pasti dan jelas, telinga ini mendengar percakapan ha hi mereka yang hanya bersekat dinding sampai aku terlelap dan bahkan suara itu kadang membangunkan di kala subuh. 

"Besok kamu nggak perlu mengurusku lagi," ujarnya di sela sarapan.

"Nggak perlu ambil pembantu, Mas. Aku bisa mengatur rumah dengan kerjaan, kok," sanggahku percaya diri. Bukankah mengambil orang lain akan membuka aib rumah tangga ini? Dan berita itu bisa saja sampai ke telinga orang tua kami.

"Marta akan tinggal di sini," ucapnya tanpa beban. 

Melihat sikap Mas Rio, sama sekali tak kaget dengan kalimat pria yang bergelar suamiku saat ini, hanya saja belum siap ketahuan sama orang tua.

"Mama? Papa?"

"Mereka nggak akan tahu, kalo kamu nggak cerita." Mas Rio menatapku tajam. 

"Kami akan menikah siri nanti, jadi nggak ada yang kumpul ke*o," ujarnya lagi memasukkan nasi goreng terakhir di mulutnya.

Dia tahu pikiranku, mungkin karena selalu melihatku pakai jilbab kemana-mana bahkan di depannya.

"Bersikap baiklah pada Marta," ujarnya lagi sebelum melangkah keluar.

Akhirnya, sesuatu yang dikhawatirkan itu terjadi. Walau dari awal telah mewanti-wantinya, kenapa ada gores perih di hati? Apa karena aku memikirkan perasaan orang tua kami? Atau memang murni dari diri yang lemah ini? 

Ya Rabbi ... Engkau tak akan menguji seseorang di luar dari kemampuannya. Mudahkanlah hamba melalui ujian ini. Amin. 

"Silahkan masuk, Mar," ujarku pada Marta saat dia turun dari mobil.

Sejak pelamaranku dengan Mas Rio, kami tak pernah sama sekali berkomunikasi. Mungkin saat inilah memperbaiki persahabatan itu kembali, apalagi dia telah jadi maduku. 

Wanita seksi itu tak menjawab, langsung masuk kamar diikuti Mas Rio di belakangnnya yang mendorong dua koper besar.

Sebagai anak yang dididik adab sopan santun, aku tetap menyiapkan makanan di atas meja, meski tak yakin mereka akan mencicipinya.

Hampir sejam menunggu di meja makan, kuputuskan ke kamar setelah tak ada tanda-tanda mereka akan keluar. Hati ini terasa tercubit, entah bagaimana caraku menghadapi dua manusia beku seperti es nantinya.

Sesampai di kamar, entah bagaimana lagi menggambarkan suasana hatiku mendengarkan suara-suara di ruang sebelah. Penuh hasrat, rindu, bahagia, dan .... Ah....  Marah, sedih, merinding, dan camburu bercampur menjadi satu di rongga dadaku. Namun, tak mampu berbuat apa-apa.

---

Setelah azan Magrib, aku terbangun. Kepala terasa berat karena tidak biasa tidur jam segini. Saat ke kamar kecil untuk mandi dan berwudu, tak sengaja melihat tampilan diri di cermin. Mata tampak bengkak, ternyata sekuat apa menyabarkan diri, air mata tetap tak mau diajak damai. Sungguh lemah diri ini.

Setelah melaksanakan pengaduan panjang kepada Rabbku, rasa lapar menuntun kaki ke dapur. 

Aktifitas bercanda di sela makan Mas Rio dan Marta terhenti, setelah menyadari kehadiranku. 

Suasana yang tadi ramai dari hasil pantulan suara mereka seketika lenyap, tergantikan dengan suara pergerakanku yang mencuci tangan di wastafel, mengambil piring, dan menarik kursi duduk bergabung di meja makan. 

"Ini yang terakhir aku memakan masakanmu, selanjutnya Marta akan mengurus semuanya," ucap Mas Rio menatap mesra wanita seksi di depannya, tangan mereka saling meremas. Sungguh aku hanya dianggap setan menjadi yang ketiga.

"Pokoknya biar aku semua yang mengatur, termasuk peletakan kursi dan barang-barang lainnya." Kembali aku tak bersuara, suara Marta setajam tatap matanya ke arahku, sinis dan meremehkan. 

Lagian buat apa protes, paling hanya dianggap seperti suara kentut.

Kini aku sadari, persahabatan ini tak bisa lagi diperbaiki. 

Gegas menyelesaikan makan, mencuci tangan, gelas, dan piring yang kupakai tadi. Tak ingin rasanya berlama-lama menyaksikan dua manusia berakting lebay bermesraan. Aku tahu hanya memanasiku, tanpa mereka fikir, meski tak dipanasi pun aku telah terbakar. Hati ini seperti bom waktu yang kapan saja bisa meledak.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
wanita tolol seperti mu bisa apa sekain ngedumel dlm hati,menye2 dan g bisa apa2 selain meraba senfiri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   2. Tersesat

    Di kota kelahiran Sang Bapak Teknologi, BJ Habibie inilah, aku dan Marta melewati masa remaja dan indahnya sebuah persahabatan.Hampir setiap malam menikmati debur ombak di pantai Senggol, sambil mencicipi kuliner khas daerah Bugis, sebelum pulang, tak pernah alpa ke lapangan Andi Makkasau.Di sudut pusat tempat acara-acara daerah itulah, patung Bapak Teknologi beserta sang istri tercinta, Ibu Ainun, kokoh berdiri di tengah kolam, dikelilingi air mancur dengan senyum penuh wibawa, juga dipercantik berjenis lampu-lampu hias berkilauan.Sungguh cinta beliau pada pasangan sangat pantas ditiru.Rasanya ada yang kurang mengakhiri jalan-jalan tanpa menginjak icon kotaku itu.Sayang sekali, buku kisah cintaku ini tak akan pernah menyamai Beliau meski hanya sampulnya saja. Hiks.Di tingkat perkuliahan aku dan Marta memilih jurusan sama, walau berbeda universitas. Aku melanjutkan kuliah di kampus berbasic agama yang terletak di Lembah Harapan, sedang Marta di kampus tengah kota. Hubungan kami

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-04
  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   3. Bendera Perang

    Setelah salat Subuh, berkutat di dapur. Sebenarnya seleraku tak jauh beda dengan Mas Rio, sama-sama suka makanan rumahan. Entah kenapa berasa tidak kenyang kalau beli di luar, padahal aku tidak hobi masak apalagi pintar meracik makanan enak. Kalau ini bukan termasuk salah satu kelemahan, kan? Baiklah, katakan saja ini kelebihan, artinya tak perlu boros-boros beli makanan jadi. Karena kenyataanya memang aku tak punya sesuatu yang bisa dibanggakan. Hiks. Nasi goreng instan ala kadar bahan yang tersisa di kulkas telah siap. Sebelum menyantap, terlebih dahulu membersihkan bekas memasak tadi. Bukan takut diberi kata mutiara dari Marta.Memicu percekcokan hanya semakin menambah hati kian keras. Mencegah menurutku lebih baik. Bukankah mengalah tak berarti kalah? Menurut bukan berarti pecundang? "Siapin barangmu! Sebelum jam tujuh kita berangkat." Lelaki itu muncul dengan HP di tangan dan langsung duduk, saat baru tiga sendok nasi masuk ke mulut. Sepintas matanya melirik piring di depanku.

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-05
  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   4. Ibadah dalam Janji Suci Tinggal Nama

    Dua puluh menit setelah tak ada percakapan sampailah di tujuan. Terdengar suara anak-anak riuh menyambut kedatangan kami. Kalau tak salah ada tujuh bocah dari tiga keluarga dan ibu-ibu mereka adalah kakak-kakak Mas Rio. Lelaki itu anak bungsu sekaligus satu-satunya berjenis pria bersaudara. Mestinya, sih, dia paling berwibawa karena paling kekar, tapi nyatanya paling egois menurutku. Entah dosa apa yang kulakukan di masa lalu hingga berjodoh dengan pria super arogan di planet bumi ini, padahal aku juga tidak jelek-jelek amat, banyak yang dekatin, walau aku menghindar sebelum ditembak. Sepertinya diri ini mulai menyesal.Kenapa penyesalan itu selalu datang belakangan, ya? Kediaman orang tua Mas Rio menurut sebagaian orang sangat adem. Rumah besar terbuat dari kayu ulin berdiri kokoh dengan dua puluh empat tiang sebagai penyanggah, sedang di bawah rumah dilantai tehel berwarna gelap. Ada pagar kayu setinggi pinggang menjadi batas dengan tetangga sebelah.Rumah ini memang berciri Bugis

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-05
  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   5. Intimidasi

    Saat sedang sibuk merapikan jilbab, terdengar suara mama Mas Rio memanggil bersamaan pintu diketuk. Dengan cepat aku ke cermin membersihkan wajah dan memoles bedak, agar tak terlalu menampakkan air mata. Sementara putranya membuka pintu.Ada juga kebenaran di balik kata Mas Rio. Kalau membicarakan kebohongan rumah tangga sekarang, apalagi dalam keadaan emosi begini, malah terkesan mempermalukan keluarganya di tengah orang banyak, termasuk diri ini. Harus cari moment tepat."Kamu coba ini sekarang. Mama mau lihat," titah wanita paruh baya itu, sambil sibuk membuka bungkusan yang keperkirakan berisi pakaian. Beliau memang seperti itu, semua menantu dianggapnya darah daging sendiri."Sekarang, Ma?" jawabku melirik Mas Rio yang bersandar di kepala tempat tidur dengan wajah menghadap gawainya. Siapa lagi yang diajak chatingan kalau bukan Marta."Iya, sekaranglah. Memang tahun depan? Cepat, cepat!" ucap mama berdiri ingin membantu."Biar Bulan sendiri, Ma," kataku meraih baju di tangan wanit

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-25
  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   6. Rumah Tangga Ajaib

    "Aku mau ke rumah ibu. Kunci motor?" Tangan menengadah saat sampai di persimpangan jalan kemarin waktu dia memaksaku naik di mobilnya. Kami sengaja pulang pagi hari ini untuk menghindari panasnya cuaca"Motormu dah nyampe di rumah sekarang. Sudah nggak ada, kan?" Mas Rio memelankan mobil saat melewati rumah yang dititipin motorku, lalu melaju setelah membunyikan klakson untuk si pemilik rumah."Ngapain, sih, kamu bertindak semau saja, Mas? Padahal aku sudah beritahu ke ibu." Suaraku pasti terdengar parau, karena memang sekarang aku sedang menahan sesak."Makanya .... Kalau mau berbuat sesuatu, rundingin dulu sama suami," ucapnya sok menasehati tanpa ekspresi bersalah sama sekali.Ya ... Allah, mengapa engkau mempertemukan aku dengan makhluk seperti ini? Bisa beneran gila aku dibuatnya kalau gini terus."Turunin aku di sini!" sentakku tiba-tiba geram. Ini efek terlalu menahan amarah berkepanjangan."Aku yang ngatur di sini. Bukan kamu," ucapnya santai sambil fokus menyetir. Sepertinya d

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-28
  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   7. Musafir

    Setelah melaksanakan salat Asar, ingatan tentang makanan dan kue yang dibawa dari kampung tadi pagi menuntun kaki ke dapur.Saat melewati ruang keluarga, tampak dua sejoli itu serius menyaksikan layar TV, lalu sekali-kali tertawa. Marta berbaring di sofa dan menggunakan paha Mas Rio sebagai bantal, sedang lelaki itu menyandarkan punggung di sandaran sofa. Mereka hanya melirikku sekilas dan kembali fokus ke TV. Pasangan aneh, baru saja bertengkar sampai berdarah-darah, tak cukup tiga jam, sudah terlupa. Bucin bin kuadrat, aku rasa itulah kalimat pas buat mereka.Biar sajalah! Setidak mengetahui mereka bergerak, berarti pelipis Mas Rio tak apa, pun Marta tidak bunuh diri seperti prasangka burukku tadi.Tentang sikap tak peduli mereka ke aku? Sepertinya diri akan membiasakan dianggap setan karena menjadi yang ketiga.Kupercepat pergerakan, mengambil yang kubutuhkan dan masuk kembali ke kamar. Entah kenapa sekarang ada yang tiba-tiba berdenyut di balik dada melihat adegan mesra mereka.Ada

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-30
  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   8. Kesucian yang Direnggut Paksa

    Sontak teman-teman pada sibuk membully. Walau Mas Rio bersikap begitu, tapi hatiku tidak baik-baik saja. Intinya curiga!"Cie, cie, pengantin baru." Reta bertindak pimpinan pembully mulai melancarkan aksinya."Jadi baper, nih.""Mau juga nikah secepatnya.""Pesanan Si Bulan, ma, buat aku aja. Toh, dia bentar lagi makan daging mentah dan segar, eh."Ck! Bullyan mereka sukses membuatku merona. Namun, segera tersadar, bahwa ini hanya acting sementara. Tak apalah, Itu lebih baik, daripada lelaki yang konon bergelar suamiku ini, mempertontonkan kemesraan dengan istri keduanya di depan teman-temanku. Aku manut saja, selain tak ingin me-live-kan perdebatan gratis, pun ingin menunjukkan rumah tangga yang SAMAWA. Munafik memang.Sebelum mengikuti keinginan lelaki ajaib itu, terlebih dahulu meraih ransel di kursi dan berpamitan pada teman-teman. Kedipan mata dan senyum cengegesan mereka, melepas kepergianku. Aisht!Aku melipat dahi setelah menyadari Marta ada di mobil Mas Rio. Pertengkaran heba

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-02
  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   9. Kehormatan Ganti Mahar

    "Sudahlah, Mas. Tidak usah terlalu banyak ka~"Belum sampai kalimatku, tubuh kami begitu saja berhadapan dan wajah memesona itu memangkas jarak. Awalnya hati menolak. Namun, perlakuannya yang lembut membuat tubuh menghianati hati. Mungkinkah aku telah jatuh lebih dalam ke jeratnya? Mungkinkah ketidak sukaanku melihat bersama istri terkasihnya adalah cemburu karena cinta? Siapapun itu, tolong sadarkan aku dari kebodohan yang hakiki. Gubrak.Suara pintu ditendang kasar, membuat aku dan Mas Rio berbalik bersamaan."Bukannya kamu berjanji, hanya sekali saja mendatangi dia?" Marta muncul dengan dada naik-turun menahan emosi, tatapnya nanar ke Mas Rio, lalu telunjuknya ke arahku.Gegas lelaki beristri dua itu, menarik Marta keluar. "Awas kau pagar makan tanaman! Perebut pacar orang!" umpat Marta sebelum benar-benar menghilang dari pintu. Tungkai serasa melemas menyaksikan dan mendengar suara teriakan histeris dan barang pecah dibanting. Lingkungan sekitar masa kanak-kanakku yang ramah, tak

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-02

Bab terbaru

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   74. Ending yang Manis (Tamat)

    Biasanya, melipat dan menyetrika pakaian tak sampai dua jam selesai. Namun, kali ini terasa sangat lama. Nailah dan Azmi yang sempat membantu menurut mereka, jadi ketiduran, aslinya, sih, memang lagi main-main sambil seru-seruan.Bukan karena pakaian yang menumpuk setelah habis acara pesta sederhana, dalam rangka mengumumkan kehalalan hubungan kami.Terlebih disebabkan tentang keberangkatan besok untuk menemui umminya Nailah di Makassar, jadi aku kurang fokus. Padahal ini hampir dua bulan rencana kedatangannya mundur dari informasi sebelumnya.Abi Nailah yang baru datang dari pondok hanya menggeleng kecil sambil tersenyum melihat dua bocah terlelap asal, kemudian memindahkan mereka satu-persatu di biliknya. Kamar memang tempat favoritku mengerjakan kegiatan tersebut, selain nyaman melantai dan dingin kena AC, juga aman meski tak memakai jilbab andai kedatangan tamu tiba-tiba."Tidak usah disetrika, Ummi Sayang." Abi Nailah menyamakan posisi, dia mengambil duduk di belakang sambil mel

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   73. ijinkan

    "Andai kutahu sahabatku seterluka ini, dari awal tak akan beramah-tamah dengan Simbah dan putrinya," kataku menatap Reta sendu. "Ck, meski aku frustasi begini, masih waras tuk melibatkan mereka dalam persoalan hati." Aku meringis merasakan cubitan kecil Reta di pinggang, sekaligus syahdu menyadari my sister itu telah kembali.Serasa ada yang mengharu biru di dada. "Kalau kamu tinggal di rumah Simbah, aku sama siapa?" tanya Reta seperti dulu, yang selalu nyeplos tanpa berfikir. Anak itu kini benar-benar telah legowo."Makanya nikah juga. Bulan udah dua kali, kamu tinggal perawan tua." Bantal langsung dilayangkan Reta, menimpuk kepala Mas Gading yang menyela pembicaraan. "Semua yang pernah pedekate ke kamu melalui aku, mulai dari belum matang, setengah matang, matang berkali-kali atau gosong sekalian, Abang masih punya nomor HP mereka semua." Mas Gading memperlihatkan gawainya ke Reta dengan mimik lucu tapi serius."Abang ..." Mas Gading langsung berlari keluar mendengar adiknya bert

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   72. Cinta Tak Dapat Dipaksa

    Entah hanya berapa jam waktu tidurku semalam, setelah melakukan pengaduan panjang lewat salat tahajud dan dilanjut salat Subuh, aku berkutat di dapur lalu membersihkan rumah.Rumah sakit yang terpikir sekarang, entah Reta tak memaafkan lantas mengusir, aku akan jelaskan semua dan memohon maaf yang sebesarnya. Bahkan akan berencana mempertemukan Abi Nailah, agar dia mendengar langsung pernyataan dari bibir pria yang diimpikannya itu."Semoga Allah memudahkanmu, Sayang." Doa Simbah saat aku pamit, beliau mengusap kepalaku sambil tersenyum hangat."Bawain bakso bakar yang dekat masjid kalau pulang nanti, ya, Ummi," pesan Nailah dan Azmi hampir berbarengan, makanan itu mamang favorit mereka. Aku menaikkan jempol tanda setuju.Aku sampai ke rumah sakit dengan ojek sesuai rencana, namun segera berbalik ke toko setelah mendapat telepon Pak Sholeh, ada instansi yang ingin mengambil barang dalam jumlah besar dan harus ada tanda tangan pemilik tokoh sebagai tanda bukti. Okelah, bertemu Reta kit

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   71. Kadang Cinta Tak Mengenal Logika

    Aku menumpukan bobot tubuh di kursi taman, meredam rasa bercampur yang masih bergolak. Aku tak tahu apa yang ada di pikiran Mas Rio, bisa-bisanya muhallil yang bercokol di otaknya dan seakan tak bisa diubah. Dia pikir semudah menggoreng ikan lalu melahapnya? Dan luar biasanya, Reta mendukung rencana gila itu agar mendapatkan Abi Nailah. Tak salah lagi, kedua orang ini bucin akut. Ajaibnya semua menyangkut diriku.Huft ...Kututup mata beberapa saat sambil memijit pangkal hidung, ini salah satu cara merilekskan otot-otot syaraf yang masih menegang. Entah itu benar apa tidak, diri selalu mengaplikasikan cara ini."K-kapan, Mas, di sini?" Aku memegang dada mendapati rupa menawan itu sangat dekat saat membuka mata, berjarak sekitar setengah lengan dewasa, hembusan desahan panjangnya menyapu wajahku.Abi Nailah tak menjawab, dia menarik lenganku lembut menuju parkiran, lalu memintaku naik ke roda empatnya. Pria ini kenapa bersikap aneh?Seperti biasa, tak ada percakapan, hanya suara grub

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   70. Kompor Sedemikian Rupa

    Aku menatap tak berkedip ke arah Reta sekaligus berusaha menajamkan pendengaran ke lawan bicaranya yang kini dia kurangi volume suara di ponselnya. Sama, gadis manis itu tetap bersikap benci, malah sekarang dia seakan jijik walau sekedar menoleh ke arahku meski hanya sejenak. Ya, walau tak sepenuhnya aku menyalahkan diri, tetap saja posisiku tersudut bila berhadapan Reta. Ya, itu disebabkan sebegitu sayangnya aku pada dia. Tidak! Sekira persahabatan kami ini benar-benar tak bisa diselamatkan, aku harus menahan ego. Setidak aku telah berusaha berjuang untuk memperbaiki walau ujungnya akan tetap salah, dimaki, dan dijauhi. Ya, Rabb .... Beri hamba sejumput sabar lagi. Pliss .... Mohon dengan sangat. "Seberapa besar marahmu ke aku, sejumlah itu juga diri akan memohon maaf," kataku dengan bibir bergetar. Sungguh ... jangankan dalam dunia maya, dalam mimpipun aku tak pernah berniat menyakiti hati sahabatku. "Tidak untuk kali ini. Anggap saja aku sudah mati, begitupun sebaliknya." Mimi

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   69. Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga

    Setelah Marta mampu mengontrol emosinya, dia lantas mengajak kami ke arah kamarku dulu."Sekuat apa aku berjuang sepertinya akan sia-sia. Lihatlah! Tak ada aku di sana," ucapnya menunjuk isi ruangan yang telah terenov, foto pengantin kami dalam ukuran besar terpajang di dinding, ditambah gambar Azmi berbagai gaya dan pose.Abi Nailah sempat terpaku setelah menyusuri dengan bola mata ruang penuh kenangan."Jangan pernah sedikitpun menyimpan cemburu untukku, Mar, karena hari di mana satu malam Mas Rio mengambil paksa haknya, aku membuang diri ke esokan paginya ke tempat asing, mengobati sakit, bahkan melahirkan tanpa keluarga," kataku mengusap pipi, lalu melirik Abi Nailah. Ah, biarlah dia tahu seperti apa wanita yang telah dinikahinya."Bertahun tertatih berjuang mengikhlaskan semua yang terjadi, lihatlah, meski jauh dari baik, aku bisa bilang, sahabatmu ini bahagia, pun tak menyimpan dendam pada kalian," ujarku menarik senyum."Intinya, jangan berputus asa, Marta. Yakinlah, Allah akan

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   68. Menjejaki Kembali Kediaman Luka

    Meski dalam keadaan baru bangun, aku mengenal jelas sosok berbau maskulin itu. "M-mau ke mana, Mas?" tanyaku memberanikan diri melihat Abi Nailah berpenampilan sangat berbeda. Baju kaos putih setengah lengan dipadu celana training panjang. Huft, mataku hampir lupa berkedip beberapa saat mendapati keindahan pahatan Ilahi."Mau antar Rahmat -sopir-." Ekspresinya tetap dingin, tapi ajaibnya lelahku tiba-tiba hilang mendengar kami mulai bisa berkomunikasi."Aku ikut." Ingin sekali bibir mengucapkan itu, tapi rasa canggung menguasai. Selain ingin jalan-jalan bersamanya dalam keadaan status yang berbeda, aku ingin mangajaknya menjemput Marta lalu bertemu Mas Rio. Mestinya rasa grogi itu sudah hilang, mengingat pernikahan ini tak ada paksaan seperti dulu, ditambah usia matang mengarungi rumah tangga dan status yang bisa dikatakan berpengalaman. Huft, tetap saja bekal itu tak menjadi dorongan untuk menjalin keakraban lebih cepat. Aku mulai meragu dengan kata-kata Azman, kalau abangnya

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   67. Menikah Dadakan

    Meski dadakan dan seadanya, acara tetap berjalan sesuai syariat, pun seluruh kerabat dekat yang hadir sangat bersuka cita, mungkin karena sudah tahu kami memang sempat hampir menikah, namun batal karena ulahku.Terutama Nailah, Rina, bapak, dan ibu, apalagi Marta. Mulai dari mendengar persetujuan Abi Nailah, sikap permusuhannya langsung mencair bak es. Aku seperti kembali ke memory di masa-masa sekolah dulu.Ya, Rabb ... buka jugalah pintu hati sahabatku Reta di sana. Agar hambamu ini tak dihantui rasa bersalah. Amin."Maaf, Mar. Apa pernikahan kalian belum diketahui orang tua Mas Rio?" tanyaku pada Marta, setelah sedari tadi tak melihat Mas Rio.Wanita yang matanya bengkak efek menangis itu, seketika memegang dada sambil menatapku sendu, dari geriknya menunjukkan kalau statusnya masih istri siri. Sungguh mustahil diterima akal sehat, bertahun menunggu dalam ketidak pastian, masih tetap berjuang memiliki. Marta benar-banar layak dilabeli wanita bucin sejati sedunia."Nanti aku akan m

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   66. Cinta itu Buta

    Karena bapak, ibu, dan Rina memaksa, juga Nailah merengek, akhirnya lelaki dingin itu menginap di lantai bawah. Tempat itu ada dua kamar sekarang, salah satunya untuk tamu. Aku tak tahu sampai jam berapa mereka ngobrol di malam harinya. Yang jelas, aku, Azmi, dan Nailah terbawa mimpi di atas kamarku dengan nyenyak. Bahkan setelah salat Subuh berencana tidur lagi sedikit karena lelahnya.Baru saja mata terpejam segera terbangun mendengar suara-suara ribut di bawah. Untuk memastikan kejadian, dengan lunglai aku mengecek situasi setelah memasang jilbab.Marta tiba-tiba menghambur memelukku dan menangis sesenggukan sesaat kaki menjejaki undakan tanggga paling akhir, terlihat Mas Rio pasrah melihat dua wanita yang pernah dimadunya dalam keadaan tidak biasa. Ada apa ini? Apa yang terjadi sebenarnya?Belum hilang kekalutanku di pagi buta, Andi menyodorkan ponsel berdering terus yang tak sempat kukantongi tadi. Reta! Tangan merijek dulu, waktunya tidak tepat."Aku mencintai Mas Rio dengan se

DMCA.com Protection Status