Home / Romansa / MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT / 4. Ibadah dalam Janji Suci Tinggal Nama

Share

4. Ibadah dalam Janji Suci Tinggal Nama

Author: Kafom Rona
last update Last Updated: 2023-06-05 14:18:47

Dua puluh menit setelah tak ada percakapan sampailah di tujuan. Terdengar suara anak-anak riuh menyambut kedatangan kami. Kalau tak salah ada tujuh bocah dari tiga keluarga dan ibu-ibu mereka adalah kakak-kakak Mas Rio. Lelaki itu anak bungsu sekaligus satu-satunya berjenis pria bersaudara. Mestinya, sih, dia paling berwibawa karena paling kekar, tapi nyatanya paling egois menurutku. 

Entah dosa apa yang kulakukan di masa lalu hingga berjodoh dengan pria super arogan di planet bumi ini, padahal aku juga tidak jelek-jelek amat, banyak yang dekatin, walau aku menghindar sebelum ditembak. Sepertinya diri ini mulai menyesal.

Kenapa penyesalan itu selalu datang belakangan, ya? 

Kediaman orang tua Mas Rio menurut sebagaian orang sangat adem. Rumah besar terbuat dari kayu ulin berdiri kokoh dengan dua puluh empat tiang sebagai penyanggah, sedang di bawah rumah dilantai tehel berwarna gelap. Ada pagar kayu setinggi pinggang menjadi batas dengan tetangga sebelah.

Rumah ini memang berciri Bugis banget. Suasana pedesaan masih kental, persawahan melintang di belakang setiap bangunan, ditambah tuan rumah yang ramah, bersahabat, dan suka menolong.

"Yuk, Sayang." Mas Rio tiba-tiba mengenggam tanganku saat kaki baru saja menyentuh tanah. 

Kaget? Tentu saja iyya. Benar-benar berbakat jadi aktor. Actingnya pasti tak kalah hebat di serial wanita-wanita tersakiti. Toh, nyatanya, dia patut diacung dua belas jempol telah cemerlang membuat istri pertamanya tercabik-cabik. 

"Jangan bikin ulah!" bisik pria egois itu saat aku menarik tangan. Ck, lelaki ini tak henti mengintimidasiku.

Setelah menyapa semua keluarga yang hadir, mama mertuaku menyuruh istirahat. 

Kamar pengantin kami masih seperti dulu, hanya sebagian pernak-pernik pernikahan dilepas, jadi tampak terasa masih ada aura acara sakral itu. 

Foto-foto pernikahan kami berbagai pose dan ukuran terpasang di bingkai yang sebagian tergantung pada dinding. Ada syahdu menyaksikan semua itu. Namun, rasa miris lebih mendominasi. 

Relatif, itulah gambaran pemandangan yang terpampang sekarang, karena tak semua yang nampak di mata itu indah, setiap orang memiliki kondisi berbeda. Termasuk diriku. 

"Ingat! Jangan sekali-kali salah ucap apalagi salah prilaku."

Perkataan ulang Mas Rio terdengar lagi ketika dia muncul dari luar setelah aku mandi dan berganti pakaian. Mungkin dia selesai membagikan oleh-oleh untuk keluarganya, sempat terdengar dia menyebut satu-satu nama ponakan. Pantas dia begitu dirindukan di tengah sanak familinya. 

"Dengar nggak?" tanyanya lagi saat mata ini memandang jauh di ujung persawahan.

Entah kenapa aku seakan jadi tuli semenjak kehadiran Marta, tepatnya pura-pura tuli. Mungkin ini efek terbiasa diabaikan oleh seseorang yang telah mengambil alih hak atas hidup itu.

"Woi!" Suaranya masih ditekan walau menyimpan amarah. Ngapain juga bersikap bagitu? Memang hanya dia yang punya privasi?

"Apa perlu aku menuruti semua keinginanmu?" jawabku tak mengalihkan pandangan. 

"Iyya," jawabnya mantap. 

"Setelah apa yang kau lakukan padaku?" tanyaku tak mengalihkan pandangan dari luar jendela. 

"Apa yang aku lakukan padamu, ha? Jelaskan! Nggak nyadar diri bangettt ... Kamulah sumber kekacauan ini? Kamulah yang memorandakan persahabatanmu dengan Marta, membuat terlerai cinta kami, mengobrak-abrik masa depanku, menghancurkan mimpi-mimpiku, dan sepertinya akan merusak namaku di tengah keluarga."

Kalimat berapi-api yang keluar dari mulut pria berbibir tipis itu membuatku seketika berbalik menghadapnya, sekaligus sukses membuat luncuran air mata di pipi. 

Jangan tanya, setiap rangkaian katanya menimbulkan sakit pada hati, rasanya seperti ribuan belati dihujam dan ditancapkan lagi bertubi-bertubi. Perih tapi tak berdarah.

Pernikahan ini memang tak bisa dilanjutkan, mudarat lebih banyak dari manfaatnya. Meraih ibadah di balik janji suci itu tinggal nama, malah salah-salah tersulap menjadk ladang dosa. Apa yang perlu dipertahankan? 

"Kenapa nggak akhiri pernikahan ini sekarang? Kenapa bukan Marta yang kamu bawa ke sini? Kenapa nggak jujur saja ke keluarga? Ha!" jawabku dengar suara bergetar. Kini emosiku lebih tinggi daripada akal.

"Enak saja menyalahkan orang. Kenapa hanya aku saja yang dituntut memprotes saat perjodohan dulu? Kenapa nggak unjuk rasai dirimu? Apa hanya kamu saja yang nggak mau dicap anak durhaka dan pembangkang? Apa hanya baktimu sebagai anak saja yang diperhitungkan di dunia ini?" Gemuruh di dada tak mampu lagi kukusai hingga kalimat itu terucap dalam sekali napas. Mungkin inilah yang disebut emosi jiwa. 

"Hust ...! Pelankan suaramu ... Nanti ada yang dengar." Nadanya mulai melemah. Huu ..., pec*ndang! Beraninya sama istri yang terdzolimi saja. 

"Kenapa? Takut? Cemeng!" Aku menyeringai ke arahnya. 

"Belum waktunya! Banyak orang di luar." Nadanya masih sama. Mulai pelan tapi tak berbelas iba. 

"Itu malah lebih baik. Bukankah perceraian mesti diumumukan seperti pernikahan?"

"Ntar sampai di rumah kita selesaiin semua." 

Sepertinya lelaki yang telah mengikrar janji suci di tengah orang banyak ini bertambah bahagia melihatku lebih lama menderita. Mungkin ingin memanasi kemesraan lagi, lagi, lagi, dan lagi bersama Marta. 

"Kelamaan. Keburu aku mati menghadapimu," ucapku menuju pintu keluar. Tekad ini sudah bulat, urusan orang tua nantilah belakangan. 

Ah, walau sekuat tenaga nampak baik-baik saja, tetap seperti ada penyumbatan di tenggorokan yang menghambat jalannya nafas, membayangkan wajah sedih dan kecewa orang-orang yang kami sayangi. Serasa ingin gila saja memikirkan semua ini. 

"Bulan ...!" Lelaki itu menarik ujung jilbabku hingga terlepas saat selangkah lagi menyentuh gagang pintu. Wajahnya jelas gusar. 

"Jangan kurang ajar, Mas!" 

Gegas kurapikan rambut yang tergerai sebahu dan memasang asal jilbab seadanya. Terlihat dia salah tingkah dan menatapku entah. 

Ini memang pertama kali bertelanjang kepala di depannya. Selama ini hampir pria itu tak pernah menatapku lama kecuali saat sedang bertengkar. Mungkin pesona Marta telah membuatnya enggan menatap wanita lain. Atau .., mungkin saja terlalu benci kepadaku sampai jijjk melihat diri ini? Benar-benar suami tak ada akhlak. 

Kalau kewarasan ini sudah benar-benar tidak bisa dipertahankan, kadang ingin gantung diri saja memikirkannya.

-----

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Eisya Allysya
Yg ini sama di atas berulang ceritanya.... Mohon di perbaiki semula
goodnovel comment avatar
Serly indria Prawesti
ya ellah diulang
goodnovel comment avatar
Renurdi Suntzu
kok diulang nih?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   5. Intimidasi

    Saat sedang sibuk merapikan jilbab, terdengar suara mama Mas Rio memanggil bersamaan pintu diketuk. Dengan cepat aku ke cermin membersihkan wajah dan memoles bedak, agar tak terlalu menampakkan air mata. Sementara putranya membuka pintu.Ada juga kebenaran di balik kata Mas Rio. Kalau membicarakan kebohongan rumah tangga sekarang, apalagi dalam keadaan emosi begini, malah terkesan mempermalukan keluarganya di tengah orang banyak, termasuk diri ini. Harus cari moment tepat."Kamu coba ini sekarang. Mama mau lihat," titah wanita paruh baya itu, sambil sibuk membuka bungkusan yang keperkirakan berisi pakaian. Beliau memang seperti itu, semua menantu dianggapnya darah daging sendiri."Sekarang, Ma?" jawabku melirik Mas Rio yang bersandar di kepala tempat tidur dengan wajah menghadap gawainya. Siapa lagi yang diajak chatingan kalau bukan Marta."Iya, sekaranglah. Memang tahun depan? Cepat, cepat!" ucap mama berdiri ingin membantu."Biar Bulan sendiri, Ma," kataku meraih baju di tangan wanit

    Last Updated : 2023-06-25
  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   6. Rumah Tangga Ajaib

    "Aku mau ke rumah ibu. Kunci motor?" Tangan menengadah saat sampai di persimpangan jalan kemarin waktu dia memaksaku naik di mobilnya. Kami sengaja pulang pagi hari ini untuk menghindari panasnya cuaca"Motormu dah nyampe di rumah sekarang. Sudah nggak ada, kan?" Mas Rio memelankan mobil saat melewati rumah yang dititipin motorku, lalu melaju setelah membunyikan klakson untuk si pemilik rumah."Ngapain, sih, kamu bertindak semau saja, Mas? Padahal aku sudah beritahu ke ibu." Suaraku pasti terdengar parau, karena memang sekarang aku sedang menahan sesak."Makanya .... Kalau mau berbuat sesuatu, rundingin dulu sama suami," ucapnya sok menasehati tanpa ekspresi bersalah sama sekali.Ya ... Allah, mengapa engkau mempertemukan aku dengan makhluk seperti ini? Bisa beneran gila aku dibuatnya kalau gini terus."Turunin aku di sini!" sentakku tiba-tiba geram. Ini efek terlalu menahan amarah berkepanjangan."Aku yang ngatur di sini. Bukan kamu," ucapnya santai sambil fokus menyetir. Sepertinya d

    Last Updated : 2023-06-28
  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   7. Musafir

    Setelah melaksanakan salat Asar, ingatan tentang makanan dan kue yang dibawa dari kampung tadi pagi menuntun kaki ke dapur.Saat melewati ruang keluarga, tampak dua sejoli itu serius menyaksikan layar TV, lalu sekali-kali tertawa. Marta berbaring di sofa dan menggunakan paha Mas Rio sebagai bantal, sedang lelaki itu menyandarkan punggung di sandaran sofa. Mereka hanya melirikku sekilas dan kembali fokus ke TV. Pasangan aneh, baru saja bertengkar sampai berdarah-darah, tak cukup tiga jam, sudah terlupa. Bucin bin kuadrat, aku rasa itulah kalimat pas buat mereka.Biar sajalah! Setidak mengetahui mereka bergerak, berarti pelipis Mas Rio tak apa, pun Marta tidak bunuh diri seperti prasangka burukku tadi.Tentang sikap tak peduli mereka ke aku? Sepertinya diri akan membiasakan dianggap setan karena menjadi yang ketiga.Kupercepat pergerakan, mengambil yang kubutuhkan dan masuk kembali ke kamar. Entah kenapa sekarang ada yang tiba-tiba berdenyut di balik dada melihat adegan mesra mereka.Ada

    Last Updated : 2023-06-30
  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   8. Kesucian yang Direnggut Paksa

    Sontak teman-teman pada sibuk membully. Walau Mas Rio bersikap begitu, tapi hatiku tidak baik-baik saja. Intinya curiga!"Cie, cie, pengantin baru." Reta bertindak pimpinan pembully mulai melancarkan aksinya."Jadi baper, nih.""Mau juga nikah secepatnya.""Pesanan Si Bulan, ma, buat aku aja. Toh, dia bentar lagi makan daging mentah dan segar, eh."Ck! Bullyan mereka sukses membuatku merona. Namun, segera tersadar, bahwa ini hanya acting sementara. Tak apalah, Itu lebih baik, daripada lelaki yang konon bergelar suamiku ini, mempertontonkan kemesraan dengan istri keduanya di depan teman-temanku. Aku manut saja, selain tak ingin me-live-kan perdebatan gratis, pun ingin menunjukkan rumah tangga yang SAMAWA. Munafik memang.Sebelum mengikuti keinginan lelaki ajaib itu, terlebih dahulu meraih ransel di kursi dan berpamitan pada teman-teman. Kedipan mata dan senyum cengegesan mereka, melepas kepergianku. Aisht!Aku melipat dahi setelah menyadari Marta ada di mobil Mas Rio. Pertengkaran heba

    Last Updated : 2023-07-02
  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   9. Kehormatan Ganti Mahar

    "Sudahlah, Mas. Tidak usah terlalu banyak ka~"Belum sampai kalimatku, tubuh kami begitu saja berhadapan dan wajah memesona itu memangkas jarak. Awalnya hati menolak. Namun, perlakuannya yang lembut membuat tubuh menghianati hati. Mungkinkah aku telah jatuh lebih dalam ke jeratnya? Mungkinkah ketidak sukaanku melihat bersama istri terkasihnya adalah cemburu karena cinta? Siapapun itu, tolong sadarkan aku dari kebodohan yang hakiki. Gubrak.Suara pintu ditendang kasar, membuat aku dan Mas Rio berbalik bersamaan."Bukannya kamu berjanji, hanya sekali saja mendatangi dia?" Marta muncul dengan dada naik-turun menahan emosi, tatapnya nanar ke Mas Rio, lalu telunjuknya ke arahku.Gegas lelaki beristri dua itu, menarik Marta keluar. "Awas kau pagar makan tanaman! Perebut pacar orang!" umpat Marta sebelum benar-benar menghilang dari pintu. Tungkai serasa melemas menyaksikan dan mendengar suara teriakan histeris dan barang pecah dibanting. Lingkungan sekitar masa kanak-kanakku yang ramah, tak

    Last Updated : 2023-07-02
  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   10. Selamat Tinggal Tanah Kelahiran

    Andai rejekiku sudah habis diturunkan dari langit, tentu amalanku juga akan tertutup untuk menaikkan ke sana. Itu pertanda, namaku tinggal kenangan di pahatan batu nisan. -----Motor berhenti di masjid, tak jauh dari lorong masuk ke kampung halamanku. Rumah ibadah ini memang paling sering kusinggahi ketika masih kuliah dulu, sampai marbotnya sudah mengenalku. Aku mengambil wudu sebelum masuk, dan langsung melaksanakan dua rakaat. Meski jauh dari kriteria wanita solihah, diri berusaha menjalankan sunnah sebagai pengganti ibadah wajib yang tertinggal. Ya, beginilan caraku mengharap ketenangan. Apalagi dalam masalah yang besar menekan jantung seperti sekarang. Andai tak ada setitik iman di dalam dada, mungkin aku sudah mencari jembatan untuk melompat ke bawah, mengakhiri segala derita, atau minum obat terlarang untuk mengosongkan pikiran. Astagfirullah hal adzim. Jangan sampai Ya, Allah. Selesai mendirikan rakaat, badan kusandarkan di tiang msjid sambil memegang ponsel. Siapa tahu a

    Last Updated : 2023-07-04
  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   11. Was-was

    Dalam perjalanan, tak ada pembicaraan yang menjurus antara aku dan Reta tentang masalahku, begitupun setelah salat berjamah qashar di mushalah yang disediakan. Mungkin dia menunggu kesiapan dan ketenanganku.Reta terkadang mengajak melucu atau menggoda tukang jajanan di kapal, hingga membuat aku dan penumpang lain ikut tertawa. Anak itu memang supel, energik, lincah, dan berjilbab modis. Sungguh berbanding terbalik denganku yang pendiam, introvert, dan berbusana longgar dengan jilbab lebar. Mungkin itu juga salah satu alasan Mas Rio jauh lebih memilih Marta daripada aku. Ah, mengingat sejoli tak bernurani itu, menciptakan pergolakan di dadaku. Kapal Feri bersandar setelah kurang enam jam melewati lautan. Hari telah gelap, jam menunjuk delapan malam. Setelah beristirahat dan makan sejenak, kami melanjutkan perjalanan dengan mengendarai mobil khusus penumpang. Jam sebelas tiga puluh, kami berpindah mobil lagi. Kali ini Reta berdebat dengan sopirnya."Kenapa nggak sekalian aja nyampe, b

    Last Updated : 2023-07-06
  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   12. Alurnya Beda, Sakitnya Sama

    "Di dalam kulkas banyak sayur dan makanan lainnya. Kamu masak itu juga," ujarnya membuyarkanku dari terpakuan, "Oo, ya, saya Gading, kakaknya Reta," katanya mengulurkan tangan, aku spontan bernafas lega. "S-saya Bulan, Mas," jawabku gagap efek salah sangka, pun tetap kutangkupkan tangan depan dada sebagai tanda penghormatan. Dia menarik lengannya kemudian berlalu dengan senyum samar di bibirnya.Setelah masakan jadi aku membangunkan Reta yang masih tidur-tiduran tanpa melepas mukena. "Makan, yuk!" Matanya langsung membulat mendengar kata makanan. "Yes!" serunya spontan bangkit. Aku menggeleng melihat polahnya. Anak ini, untung badannya tidak gemuk. Baru saja hendak menghempaskan bokong di kursi makan, Reta berlari saat mendengar suara mesin mobil menyalah, pun aku mengikutinya mengira ada kejadian. "Makasih yah, Bang! Lope-lope buat yu," katanya setelah meraih sebuah kunci dan beberapa lembar uang merah dari Mas Gading. Lelaki berpakaian dinas itu tersenyum masam, lalu mengangguk k

    Last Updated : 2023-07-07

Latest chapter

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   74. Ending yang Manis (Tamat)

    Biasanya, melipat dan menyetrika pakaian tak sampai dua jam selesai. Namun, kali ini terasa sangat lama. Nailah dan Azmi yang sempat membantu menurut mereka, jadi ketiduran, aslinya, sih, memang lagi main-main sambil seru-seruan.Bukan karena pakaian yang menumpuk setelah habis acara pesta sederhana, dalam rangka mengumumkan kehalalan hubungan kami.Terlebih disebabkan tentang keberangkatan besok untuk menemui umminya Nailah di Makassar, jadi aku kurang fokus. Padahal ini hampir dua bulan rencana kedatangannya mundur dari informasi sebelumnya.Abi Nailah yang baru datang dari pondok hanya menggeleng kecil sambil tersenyum melihat dua bocah terlelap asal, kemudian memindahkan mereka satu-persatu di biliknya. Kamar memang tempat favoritku mengerjakan kegiatan tersebut, selain nyaman melantai dan dingin kena AC, juga aman meski tak memakai jilbab andai kedatangan tamu tiba-tiba."Tidak usah disetrika, Ummi Sayang." Abi Nailah menyamakan posisi, dia mengambil duduk di belakang sambil mel

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   73. ijinkan

    "Andai kutahu sahabatku seterluka ini, dari awal tak akan beramah-tamah dengan Simbah dan putrinya," kataku menatap Reta sendu. "Ck, meski aku frustasi begini, masih waras tuk melibatkan mereka dalam persoalan hati." Aku meringis merasakan cubitan kecil Reta di pinggang, sekaligus syahdu menyadari my sister itu telah kembali.Serasa ada yang mengharu biru di dada. "Kalau kamu tinggal di rumah Simbah, aku sama siapa?" tanya Reta seperti dulu, yang selalu nyeplos tanpa berfikir. Anak itu kini benar-benar telah legowo."Makanya nikah juga. Bulan udah dua kali, kamu tinggal perawan tua." Bantal langsung dilayangkan Reta, menimpuk kepala Mas Gading yang menyela pembicaraan. "Semua yang pernah pedekate ke kamu melalui aku, mulai dari belum matang, setengah matang, matang berkali-kali atau gosong sekalian, Abang masih punya nomor HP mereka semua." Mas Gading memperlihatkan gawainya ke Reta dengan mimik lucu tapi serius."Abang ..." Mas Gading langsung berlari keluar mendengar adiknya bert

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   72. Cinta Tak Dapat Dipaksa

    Entah hanya berapa jam waktu tidurku semalam, setelah melakukan pengaduan panjang lewat salat tahajud dan dilanjut salat Subuh, aku berkutat di dapur lalu membersihkan rumah.Rumah sakit yang terpikir sekarang, entah Reta tak memaafkan lantas mengusir, aku akan jelaskan semua dan memohon maaf yang sebesarnya. Bahkan akan berencana mempertemukan Abi Nailah, agar dia mendengar langsung pernyataan dari bibir pria yang diimpikannya itu."Semoga Allah memudahkanmu, Sayang." Doa Simbah saat aku pamit, beliau mengusap kepalaku sambil tersenyum hangat."Bawain bakso bakar yang dekat masjid kalau pulang nanti, ya, Ummi," pesan Nailah dan Azmi hampir berbarengan, makanan itu mamang favorit mereka. Aku menaikkan jempol tanda setuju.Aku sampai ke rumah sakit dengan ojek sesuai rencana, namun segera berbalik ke toko setelah mendapat telepon Pak Sholeh, ada instansi yang ingin mengambil barang dalam jumlah besar dan harus ada tanda tangan pemilik tokoh sebagai tanda bukti. Okelah, bertemu Reta kit

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   71. Kadang Cinta Tak Mengenal Logika

    Aku menumpukan bobot tubuh di kursi taman, meredam rasa bercampur yang masih bergolak. Aku tak tahu apa yang ada di pikiran Mas Rio, bisa-bisanya muhallil yang bercokol di otaknya dan seakan tak bisa diubah. Dia pikir semudah menggoreng ikan lalu melahapnya? Dan luar biasanya, Reta mendukung rencana gila itu agar mendapatkan Abi Nailah. Tak salah lagi, kedua orang ini bucin akut. Ajaibnya semua menyangkut diriku.Huft ...Kututup mata beberapa saat sambil memijit pangkal hidung, ini salah satu cara merilekskan otot-otot syaraf yang masih menegang. Entah itu benar apa tidak, diri selalu mengaplikasikan cara ini."K-kapan, Mas, di sini?" Aku memegang dada mendapati rupa menawan itu sangat dekat saat membuka mata, berjarak sekitar setengah lengan dewasa, hembusan desahan panjangnya menyapu wajahku.Abi Nailah tak menjawab, dia menarik lenganku lembut menuju parkiran, lalu memintaku naik ke roda empatnya. Pria ini kenapa bersikap aneh?Seperti biasa, tak ada percakapan, hanya suara grub

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   70. Kompor Sedemikian Rupa

    Aku menatap tak berkedip ke arah Reta sekaligus berusaha menajamkan pendengaran ke lawan bicaranya yang kini dia kurangi volume suara di ponselnya. Sama, gadis manis itu tetap bersikap benci, malah sekarang dia seakan jijik walau sekedar menoleh ke arahku meski hanya sejenak. Ya, walau tak sepenuhnya aku menyalahkan diri, tetap saja posisiku tersudut bila berhadapan Reta. Ya, itu disebabkan sebegitu sayangnya aku pada dia. Tidak! Sekira persahabatan kami ini benar-benar tak bisa diselamatkan, aku harus menahan ego. Setidak aku telah berusaha berjuang untuk memperbaiki walau ujungnya akan tetap salah, dimaki, dan dijauhi. Ya, Rabb .... Beri hamba sejumput sabar lagi. Pliss .... Mohon dengan sangat. "Seberapa besar marahmu ke aku, sejumlah itu juga diri akan memohon maaf," kataku dengan bibir bergetar. Sungguh ... jangankan dalam dunia maya, dalam mimpipun aku tak pernah berniat menyakiti hati sahabatku. "Tidak untuk kali ini. Anggap saja aku sudah mati, begitupun sebaliknya." Mimi

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   69. Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga

    Setelah Marta mampu mengontrol emosinya, dia lantas mengajak kami ke arah kamarku dulu."Sekuat apa aku berjuang sepertinya akan sia-sia. Lihatlah! Tak ada aku di sana," ucapnya menunjuk isi ruangan yang telah terenov, foto pengantin kami dalam ukuran besar terpajang di dinding, ditambah gambar Azmi berbagai gaya dan pose.Abi Nailah sempat terpaku setelah menyusuri dengan bola mata ruang penuh kenangan."Jangan pernah sedikitpun menyimpan cemburu untukku, Mar, karena hari di mana satu malam Mas Rio mengambil paksa haknya, aku membuang diri ke esokan paginya ke tempat asing, mengobati sakit, bahkan melahirkan tanpa keluarga," kataku mengusap pipi, lalu melirik Abi Nailah. Ah, biarlah dia tahu seperti apa wanita yang telah dinikahinya."Bertahun tertatih berjuang mengikhlaskan semua yang terjadi, lihatlah, meski jauh dari baik, aku bisa bilang, sahabatmu ini bahagia, pun tak menyimpan dendam pada kalian," ujarku menarik senyum."Intinya, jangan berputus asa, Marta. Yakinlah, Allah akan

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   68. Menjejaki Kembali Kediaman Luka

    Meski dalam keadaan baru bangun, aku mengenal jelas sosok berbau maskulin itu. "M-mau ke mana, Mas?" tanyaku memberanikan diri melihat Abi Nailah berpenampilan sangat berbeda. Baju kaos putih setengah lengan dipadu celana training panjang. Huft, mataku hampir lupa berkedip beberapa saat mendapati keindahan pahatan Ilahi."Mau antar Rahmat -sopir-." Ekspresinya tetap dingin, tapi ajaibnya lelahku tiba-tiba hilang mendengar kami mulai bisa berkomunikasi."Aku ikut." Ingin sekali bibir mengucapkan itu, tapi rasa canggung menguasai. Selain ingin jalan-jalan bersamanya dalam keadaan status yang berbeda, aku ingin mangajaknya menjemput Marta lalu bertemu Mas Rio. Mestinya rasa grogi itu sudah hilang, mengingat pernikahan ini tak ada paksaan seperti dulu, ditambah usia matang mengarungi rumah tangga dan status yang bisa dikatakan berpengalaman. Huft, tetap saja bekal itu tak menjadi dorongan untuk menjalin keakraban lebih cepat. Aku mulai meragu dengan kata-kata Azman, kalau abangnya

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   67. Menikah Dadakan

    Meski dadakan dan seadanya, acara tetap berjalan sesuai syariat, pun seluruh kerabat dekat yang hadir sangat bersuka cita, mungkin karena sudah tahu kami memang sempat hampir menikah, namun batal karena ulahku.Terutama Nailah, Rina, bapak, dan ibu, apalagi Marta. Mulai dari mendengar persetujuan Abi Nailah, sikap permusuhannya langsung mencair bak es. Aku seperti kembali ke memory di masa-masa sekolah dulu.Ya, Rabb ... buka jugalah pintu hati sahabatku Reta di sana. Agar hambamu ini tak dihantui rasa bersalah. Amin."Maaf, Mar. Apa pernikahan kalian belum diketahui orang tua Mas Rio?" tanyaku pada Marta, setelah sedari tadi tak melihat Mas Rio.Wanita yang matanya bengkak efek menangis itu, seketika memegang dada sambil menatapku sendu, dari geriknya menunjukkan kalau statusnya masih istri siri. Sungguh mustahil diterima akal sehat, bertahun menunggu dalam ketidak pastian, masih tetap berjuang memiliki. Marta benar-banar layak dilabeli wanita bucin sejati sedunia."Nanti aku akan m

  • MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT   66. Cinta itu Buta

    Karena bapak, ibu, dan Rina memaksa, juga Nailah merengek, akhirnya lelaki dingin itu menginap di lantai bawah. Tempat itu ada dua kamar sekarang, salah satunya untuk tamu. Aku tak tahu sampai jam berapa mereka ngobrol di malam harinya. Yang jelas, aku, Azmi, dan Nailah terbawa mimpi di atas kamarku dengan nyenyak. Bahkan setelah salat Subuh berencana tidur lagi sedikit karena lelahnya.Baru saja mata terpejam segera terbangun mendengar suara-suara ribut di bawah. Untuk memastikan kejadian, dengan lunglai aku mengecek situasi setelah memasang jilbab.Marta tiba-tiba menghambur memelukku dan menangis sesenggukan sesaat kaki menjejaki undakan tanggga paling akhir, terlihat Mas Rio pasrah melihat dua wanita yang pernah dimadunya dalam keadaan tidak biasa. Ada apa ini? Apa yang terjadi sebenarnya?Belum hilang kekalutanku di pagi buta, Andi menyodorkan ponsel berdering terus yang tak sempat kukantongi tadi. Reta! Tangan merijek dulu, waktunya tidak tepat."Aku mencintai Mas Rio dengan se

DMCA.com Protection Status