Share

Astaga, dia?

Author: Riana
last update Last Updated: 2022-02-14 09:59:05

Dengan mantap jiwa seperti slogan sopir-sopir truck kekinian kubulatkan tekad, tak akan membiarkan hatiku hancur di acak-acak pria yang selalu menyakiti hati ini. Meskipun tulang ini serasa lunglai, tapi aku tak boleh terlihat lemah apalagi didepan mantan suamiku yang super duper angkuh bin sombong.

Sebentar kutoleh ke arah tempatnya duduk yang masih asik dengan ponselnya, kemudian dengan cepat dia berbalik menolehku. Kini kami saling pandang tapi terlihat beda tatapannya, tak seperti sesaat tadi yang sempat berapi-api seperti orang kerasukan jin kuda lumping. 

Bang Umar bangkit dan secepat kilat ia meraih tanganku, menggenggam erat, "Kau mau kemana, Dek?!" Terduduk ia dilantai seolah berlutut, "jangan tinggalin Abang, ku mohon. Tadi aku tak serius, cuma emosi saja. Tolong, Dek! Kau sudah mengenalku, kan?" Rengeknya seperti orang yang hilang ingatan. Cihh ...

Enteng sekali dia berkata seperti itu.

Kubiarkan dia mengiba, mengais sisa-sisa kebaikan yang kupunya, tapi sayangnya hatiku terlanjur beku karena ucapan sampahnya barusan. Terlampau dalam ia menusukkan pedang hinaan hingga bahkan bukan menyayat lagi, tapi mengoyak-ngoyak seluruh asaku untuk tetap bersamanya.

Sumpahku terlanjur mendarah daging di tubuh ini, sampai aku lupa bahkan melupakan kesempatan kedua dan kesekian kali untuknya.

"Carilah diriku di hatimu bukan di bibirmu, Bang! Aku bukan siapa-siapa, aku hanya sampah yang menumpang hidup denganmu selama ini. Bagimu aku telah mati bahkan mungkin tak pernah hidup dalam jiwamu sejak dulu. Tak mengapa, aku sudah biasa menikmati hinaan bahkan jauh sebelum aku bersamamu," cecarku dingin dan kulihat ia menunduk lesu.

"Biarkan sampah ini pergi dan tak membebanimu lagi, terima kasih apa yang sudah kau berikan selama ini. Jika bagimu itu hutang, catatlah! Aku akan berusaha untuk membayarnya nanti!" tukasku mengakhiri perdebatan ini.

Tangannya dengan perlahan terlepas begitu saja, dan aku? Kusangka diri ini wanita berhati baja, tetapi aku salah. Aku lupa berfikir kalau baja sekalipun bisa meleleh oleh panasnya api yang membakar. Seperti hatiku saat ini. Terlihat dari luar memang tegar, tapi didalam sudah menggenang lautan tangis darah yang selamanya akan kututup dengan tirai senyum perih.

Kuseret kain yang kukemas dalam buntalan sarung, bukan koper mewah dengan tangkai panjang. Persis seperti orang yang mau minggat jaman dulu, jauh dari kesan wanita elegan. Ya, karena aku tak punya tas. Jangankan untuk membelinya yang berharga puluhan atau ratusan ribu, bahkan untuk pulsa tujuh ribu saja aku harus merasakan kejamnya teror dari operator tak tahu waktu itu.

"Kau tak punya siapa-siapa, Dek! Kau mau kemana, jangan pergi! Maafkan aku!" Serunya memohon belas kasihan dariku, tapi terlambat.

Akhirnya ia bangun dengan sigap dan mulai mengeluarkan sumpah serapahnya lagi karena tak kuhiraukan.

"Pergilah! Sana pergi, aku tak membutuhkanmu lagi. Aku bisa cari wanita yang lebih cantik darimu, sana pergi!"

Teriakannya tak membuatku peduli, aku terus berlalu. Sudah terlanjur sakit  hati ini dibuatnya.  Langkah gontai mengiringi perjalananku menapaki arah yang belum tahu kemana. Aku tak punya sanak saudara bahkan keluarga, entah dari mana aku lahir dulu. Terlalu panjang dan rumit jalan hidup ini.

****

"Mbak ...Mbak, awas!"

Tubuhku terpental beberapa meter dari aspal, seseorang telah mendorongku kuat. Kurasakan kepala ini nyut-nyutan, sakit. Mungkin karena terlalu keras terbentur tanah. Terlihat kerumunan orang sudah mengeliling dengan wajah penuh tanda tanya dan saling bergumam, ada apa? batinku. 

Ketika aku sadar posisiku sudah terduduk di pinggiran jalan, "apa Mbak baik-baik saja?" tanya seorang wanita muda yang ada di depanku, sekilas terlihat cantik dengan jilbab panjangnya. Aku hanya mengangguk berat.

Sesaat kemudian kerumunan orang tadi mulai pergi meninggalkanku berdua dengan wanita yang menyapaku tadi. Eh, kenapa dia tidak ikut pergi?

"Mbak, mau kemana tadi?" ucapnya lembut.

Ah, aku tak tau harus menjawab apa, kepalaku juga masih terasa berat meskipun sudah kuteguk air mineral yang ia berikan barusan. Wanita itu tersenyum manis, membuatku iri. Kapan aku bisa berpenampilan bersih dan anggun seperti dia? Huh, tidak mungkin rasanya. 

"Saya antar pulang, ya?!"

"Emh, ti-tidak usah. Saya bisa pulang sendiri!" jawabku ragu, tentu saja. Mau kemana ia mengantarku sedangkan aku tak punya tempat tinggal sekarang ini.

"Kenapa? Mbak masih lemas, bahaya kalau pulang sendiri," katanya membuatku malu. Tutur bahasanya yang lembut seolah batu menghantam dada yang mungkin penuh dengan dosa akibat kata-kata kasarku selama ini.

Sejenak terlihat wanita itu berfikir, entah apa. Akhirnya ia memutuskan untuk mengajakku pulang kerumahnya meskipun terlihat sangat berat. Aku hanya menurut saja, setidaknya aku punya tempat berteduh untuk malam ini. Tak tahu besok.

Kuikuti arahnya berjalan menuju mobil putih yang tergolong mobil mewah itu. Wah, inikan mobil impianku yang sempat ku angankan. Cepat sekali Allah mengabulkan doaku. Ya, walaupun saat ini hanya menumpang, tapi setidaknya aku pernah menaikinya. Mudah-mudahan secepatnya aku bisa mendapatkannya. Aku janji pada diriku sendiri, harus bisa. Akan ku buat malu Bang Umar nanti, kalau perlu ku tabrak saja motor max-max keluaran negara matahari terbit itu dengan mobil baruku nanti, terus kutinggalkan saja dia tergeletak sendiri di pinggir jalan. Hah, rasakan!

Aku tersenyum puas, bahkan batinku sudah terbahak-bahak hanya dengan membayangkannya saja.

****

Tak lama kami sampai di rumah mewah, mungkin ini milik wanita yang sedang bersamaku. Betapa beruntungnya dia, masih muda tapi sudah memiliki hunian yang sangat istimewa. Jiwa kampunganku yang masih melekat erat tak mau melewatkan sedikitpun kesempatan untuk menyusuri setiap sudut halaman dengan jangkauan penglihatan. Kekaguman demi kekaguman kembali setelah aku diajak memasuki ruang tamu yang mungkin sudah seukuran rumahku dulu. Eh, rumah Bang Umar, tapi ini lebih besar, rapi dan bersih.

"Silahkan duduk, Mbak," kata wanita cantik itu sambil ia pun duduk berseberangan denganku.

"Eh, iya. Tadi kan kita belum kenalan, yah? Namaku Ema." Senyumnya kembali mengembang.

Ah, itu manis sekali. Seandainya aku ini pria pasti akan langsung jatuh cinta.

"Eh, iya, Mbak. Nama saya Yuke." 

"Tadi Mbak-nya mau kemana, kok, bisa jatuh disana?"  Sedikit menelisik.

"Tadi? Mau kemana, ya?!" Aku pun bingung mau jawab bagaimana.

Gadis itu, mengernyitkan dahi. Bisa saja dia curiga atau beranggapan apapun tentang diriku ini yang tak jelas arah tujuannya. Kemudian tatapannya tertuju kearah buntalan sarungku. Hei! Apa yang dia fikirkan tentang barang bawaan ku ini? Apa dia mengira aku pencuri yang tengah kabur dan mencari tempat sembunyi?

Belum selesai Ema menerka dalam batinya, tiba-tiba dari arah luar seseorang mengucapkan salam yang secara otomatis membuat kami menoleh dan menjawab bersamaan.

Pria berpenampilan sempurna. Sekilas aku memandang wajahnya yang rupawan. Oh, Abang! Ternyata ada makhluk tampan selain dirimu, bahkan seribu kali jauh lebih tampan darimu. Tidak menyesal aku meninggalkannya yang sok belagu itu.

"Ayah!" Seru Ema langsung menghambur ke pelukan pria itu yang sebelumnya telah mencium punggung tangannya. 

Ayah? Oh, itu ayahnya ternyata, kukira suaminya. Sesekali aku mencuri pandang kedekatan mereka yang sepertinya sangat erat.

Ema lalu menggiring ayahnya itu untuk duduk bersebelahan.

"Yuke?!" 

Mataku terbelalak, kaget setengah mati melihat dengan jelas siapa pria yang ada di depanku saat ini. Ya Allah, dia?

Related chapters

  • MENGEJAR CINTA SANG MANTAN   Mantan Super Sadis

    Mataku terbelalak. Sama, aku pun kaget setengah mati saat melihat sesosok pria yang kini berada di depanku."Kamu?"Kami saling mengacungkan telunjuk, sama-sama menuding dengan raut wajah kesal."Heh, sedang apa kamu di rumahku, hemms?"Pria itu yang langsung berdiri lagi setelah sepersekian detik yang lalu duduk di sofa empuk yang barang kali miliknya ini."A ... aku? Aku sedang apa?" Saking gugupnya malah balik bertanya.Ya, aku sedang apa disini. Bukan kemauanku juga datang kemari, gadis cantik itu yang membawaku. Sial!Aku menghindar dari Bang Umar tapi malah ketemu sama biang rusuh satu ini. Ya Allah, dunia ini terlalu sempit kah untukku?"Eh, apa itu?" Dia menunjuk ke arah buntalan sarungku. "Kamu minggat dari rumah, hah? Terus datang kesini mencariku, gitu?"Tuduhannya sungguh kejam, aku memang minggat tapi bukan datang mencarinya. Toh, aku ju

    Last Updated : 2022-02-14
  • MENGEJAR CINTA SANG MANTAN   Terpaksa Jadi Asisten Pribadi

    "Mbak, biar saja Bibi nanti yang ngerjain itu," kata Ema mengagetkan sekaligus membuyarkan hayalanku jadi orang kaya."Eh ... sudah siap, kok!" jawabku tergagap."Mbak sudah kenal ,ya, sama ayah Aris?"Bola mataku membulat diiringi senyum licik.Ah, andai saja anak ini tahu kisahku dulu bersama ayahnya yang menyebalkan itu pasti dia akan merasakan kejengkelan yang hakiki, sama seperti yang kurasakan saat ini."Eh, iya, Ema. Apa benar kamu anaknya Aris?"Nekat kusampaikan pertanyaan ini, sedari tadi memang sangat mengganjal. Soalnya cepat sekali dia punya anak gadis sedang usianya cuma beda beberapa tahun saja dariku dan saat aku menikah sama Bang Umar dulu kayaknya dia juga belum berumah tangga, sungguh aneh.Ema menatapku dan memberikan hadiah indah, yaitu senyum manis yang enggan pergi dari wajah imutnya."Sebenarnya, aku ini anaknya Abang ayah Aris. Tapi ayahku sudah tiada, mak

    Last Updated : 2022-02-14
  • MENGEJAR CINTA SANG MANTAN   Pasangan Mantan yang Suka Ribut

    "Aris! Ngapain?"Tanyaku penasaran ada apa ia membangunkan ku tengah malam begini. Pekerjaanku baru di mulai esok pagi tapi mengapa ia datang jam segini. Apa ada tugas mendadak, batinku menerka.Tak langsung menjawab, ia malah mendorong pintu agak keras."Buka! Aku mau masuk!""Eh ... eh, mau ngapain masuk! Tidak boleh!" jawabku cepat. Aku mulai takut dengan sikapnya.Beberapa saat kami saling dorong, persis anak berumur lima tahun rebutan mainan. Tentu saja akhirnya aku yang kalah karena tenaganya lebih kuat.Aku terjengkang ke belakang, "ups, Aris!"Teriakanku membuatnya berang. Matanya membulat seperti jengkol tua untuk gulai."Apa, sih, berisik!" gertaknya tak kalah kuat seolah tidak merasa bersalah sedikitpun melihatku tersungkur.Kuusap pinggul kiri yang tadi membentur lantai, sakit. Aris sengaja melempar senyum mengejek mungkin senang melihatku meri

    Last Updated : 2022-02-14
  • MENGEJAR CINTA SANG MANTAN   Dia Mengingatkanku

    Aku termangu melihat suasana ramai dimana kami berada sekarang. Sebuah pelataran parkir yang luas, di depannya ada gedung megah menjulang bertuliskan 'LV MALL' .Berapa tahun aku tak berkunjung ke daerah sini sampai aku tak mengenali pusat perbelanjaan ini. Akhirnya bisa cuci mata juga aku, hal yang belum pernah kulakukan sepanjang lima tahun menjadi istri Bang Umar."Ayo, Tante, kita turun!"Tak kujawab seruan Ema, mengikut saja.Aah!Nafasku terasa lega.Baiklah, aku akan menikmati hari ini meskipun hanya sebagai asisten Aris saja. Tapi cukuplah membuatku senang. Setidaknya aku bisa melihat dunia luar lagi setelah bertahun aku di kurung dalam rumah oleh Bang Umar si pelit itu.Ema melonjak, melambaik

    Last Updated : 2022-03-10
  • MENGEJAR CINTA SANG MANTAN   Akhirnya Ketemu Ibumu Lagi

    Hari berganti. Tiba waktunya untukmenjalankan tugas utama. Yaitu menyiapkan keperluan Aris sebelum ia berangkat kerja.Pertama sekali aku harus mengurus diriku sendiri. Setelah selesai mematut diri di depan cermin dan kurasa sudah cukup rapi, aku segera meluncur ke kamar Aris.Kubuka pintunya dengan perlahan, dia masih tengkurap tertutup selimut sebatas leher. Hanya kepalanya yang terlihat."Ris! Bangun!" suaraku agak keras.Ia hanya bergerak-gerak sedikit merenggangkan tangannya."Ris!"Kutambah satu oktaf suaraku supaya telinganya mendengar lebih jelas. Akhirnya, dengan malas ia bangun juga.Kulemparkan selembar anduk padanya, supaya ia bergegas mandi. Tanpa ada perlawanan Aris menurut sa

    Last Updated : 2022-03-10
  • MENGEJAR CINTA SANG MANTAN   Tuduhan Keji

    Aku, Aris dan Ema saling pandang.Sekarang keluar sifat aslinya, Aris dan Ema masih keheranan mendengar pertanyaan ibu sekaligus nenek ini yang mungkin tidak biasa bicara dengan nada keras seperti itu.Aku tidak heran sama sekali, kurasa ingatannya masih baik dan benar. Mudah sekali ia menyimpulkan, berarti dia tahu siapa aku.Lagi-lagi Aris tersenyum, berusaha menenangkan ibunya yang menurutku sudah hampir hilang kendali karena kaget atau mungkin juga frustasi karena anak kesayangannya ini belum juga beristri. Hhh."Ibu jangan khawatir, aku tahu batasan ku!" terang Aris pada ibunya.Cihh!Aris!Pandai sekali kamu berkilah, kalau jaga batasan tidak mungkin menyuruhku memasangkan dasimu tadi pagi.

    Last Updated : 2022-03-10
  • MENGEJAR CINTA SANG MANTAN   Kukatakan Satu Saja Rahasiaku

    "Aris! Lepaskan,sakit!""Ikut aku!"Aris menyeretku keluar dari kamar menuju ruang tamu. Di sana ibu itu sudah terlihat memasang wajah seram.Ema di pojok sofa menangis tersedu-sedu. Aku kasihan melihatnya. Apa yang terjadi barusan?Sampai anak manis itu sesenggukan begitu. Dasar jahat! Mereka semua jahat."Ini kan, yang menggoda abangmu dulu sampai ia bercerai?"Jari telunjuk wanita tua itu mengarah tepat ke jidatku. Sumpah! Tuduhannya membuatku naik pitam."Jaga batasanmu, Bu! Aku masih menghormatimu sampai saat ini!" jawabku dengan berani.Aris menusukkan tatapan mautnya untukku."Katakan padaku itu tidak benar, Yuke!"

    Last Updated : 2022-03-10
  • MENGEJAR CINTA SANG MANTAN   Sebenarnya Kamu manis, Yuke!

    (ARIS)"Ke, sini!"Enak sekali dia jam segini sudah mapan saja, mainan ponsel lagi. Dasar tidak tahu diri banget janda mantan pacar satu ini.Suaraku yang menggelegar tidak serta-merta membuatnya kaget, batu memang. Kugedor sekali lagi pintu kamarnya dengan keras supaya dia mendengar."Apaan sih, Ris? Kamu itu, ya. Nggak tahu waktu banget sih!" jawabnya seenak sendiri."Eh, disini kamu aku gaji. Jadi bekerjalah .....""Dengan baik dan benar! Aku tahu, Bos!" jawabnya sambil mendelik.Eh, cepat sekali dia menjawabku. Dan sudah pintar menantangku juga sekarang, dasar mantan tidak tahu diri. Bikin kerjaanku nambah saja, ngurusin dia."Bikinkan aku mie, aku tunggu di ruang tamu. A

    Last Updated : 2022-03-10

Latest chapter

  • MENGEJAR CINTA SANG MANTAN   Undangan Tanpa Wajah

    Satubulan berlalu, Aris mentransfer uang gajiku sebagai asisten pribadinya. Sesuai rencana, aku akan mentraktir Ema yang kuketahui baru saja menerima raport karena ujian semester pertama telah usai, itung-itung hadiah kecil karena nilainya yang lumayan bagus.Aku juga mengajak Aris yang kebetulan hari ini tidak ada jadwal lembur, biar tambah seru. Ah, bukan! Kali aja dia akan merasa tak enak jika aku yang keluar duit, jadi bisa dibayari, deh! Oh, pintarnya aku!Sebuah tempat makan sea food kupilih, bukan yang mentereng cuma yang kaki lima saja. Jaga-jaga kalau Aris tega membiarkanku membayar, setidaknya masih terjangkau oleh isi dompetku. Tahu sendiri kan, si Aris itu bagaimana? Pria yang sebulan lalu mengikrarkan diriku sebagai calon istrinya, dia memang selalu membuatku mati kutu."Kamu punya duit ngajak aku makan disini?" tanya Aris sambil membenahi cara duduknya.Ya ampun, ini orang. Ya, punya lah, kan aku baru gajian. Remeh bang

  • MENGEJAR CINTA SANG MANTAN   Calon Istri

    "Jangan sembunyikan apapun dariku, Ke. Kamu tidak akan pernah berhasil menipuku," ucapnya setengah berbisik.Katakan padaku, Ris. Apakah ini sandiwara baru untuk membalaskan sakit hatimu dulu.Adakah kamu mencuri kesempatan dari ketidakberdayaanku saat ini?Sungguh aku tidak sanggup!Beberapa asisiten butik terpana menyaksikan kami yang seperti sedang beradegan drama Korea. Bahkan ada dari mereka yang ikut tersedu saking meresapi setiap momentum yang terjadi. Kami berdua menjadi pusat perhatian, sebelum akhirnya Siska kembali datang.Aku kaget bukan kepalang, bagaimana caraku nanti menjelaskan padanya soal gaun ini. Apa mungkin aku mengatakan sangat ingin mencobanya untuk terakhir kali?Betapa pintarnya aku tadi, sampai tidak berfikir jauh tentang ini."Hai, Yuke!" sapanya tidak menunjukkan raut marah sama sekali.Aku dilema."Maafkan aku, seharusnya aku tidak lancang memak

  • MENGEJAR CINTA SANG MANTAN   Fitting Baju Nikah

    Klontengan alarm dari ponsel yang kupasangtepat jam setengah lima pagi memaksaku mengakhiri mimpi. Terpaksa mata ini terbuka walaupun berat, aku tidak boleh malas-malasan. Rupanya tadi malam Aris tidak membangunkanku. Tega sekali dia membiarkanku tidur di sofa begini, kelihatan sekali kalau aku ini sedang menumpang. Hhh!Setelah kutunaikan dua rakaat wajib dan semua keperluanku sendiri, segera aku menuju kamar Aris. Kubuka pintu dengan kunci serep yang ia beri. Terlihat dia sudah tidak ada di tempat tidur. Oh, mungkin sedang mandi.Tak mau membuang waktu lagi, segera kusiapkan pakaiannya yang kuambil dari ruang ganti. Meletakkan di meja khusus yang ada di ruang itu. Dia sudah mengerti.Tinggal jas yang belum, dan itu ada lemari sendiri. Warna nafi yang kupilih kali ini untuk memadankan kemeja abu rokok. Akan terlihat elegan sekali."Yuke, sudah siap bajuku?" tiba-tiba dia masuk keruang ganti tanpa mengetuk pintu dahulu.Spontan

  • MENGEJAR CINTA SANG MANTAN   Sebenarnya Kamu manis, Yuke!

    (ARIS)"Ke, sini!"Enak sekali dia jam segini sudah mapan saja, mainan ponsel lagi. Dasar tidak tahu diri banget janda mantan pacar satu ini.Suaraku yang menggelegar tidak serta-merta membuatnya kaget, batu memang. Kugedor sekali lagi pintu kamarnya dengan keras supaya dia mendengar."Apaan sih, Ris? Kamu itu, ya. Nggak tahu waktu banget sih!" jawabnya seenak sendiri."Eh, disini kamu aku gaji. Jadi bekerjalah .....""Dengan baik dan benar! Aku tahu, Bos!" jawabnya sambil mendelik.Eh, cepat sekali dia menjawabku. Dan sudah pintar menantangku juga sekarang, dasar mantan tidak tahu diri. Bikin kerjaanku nambah saja, ngurusin dia."Bikinkan aku mie, aku tunggu di ruang tamu. A

  • MENGEJAR CINTA SANG MANTAN   Kukatakan Satu Saja Rahasiaku

    "Aris! Lepaskan,sakit!""Ikut aku!"Aris menyeretku keluar dari kamar menuju ruang tamu. Di sana ibu itu sudah terlihat memasang wajah seram.Ema di pojok sofa menangis tersedu-sedu. Aku kasihan melihatnya. Apa yang terjadi barusan?Sampai anak manis itu sesenggukan begitu. Dasar jahat! Mereka semua jahat."Ini kan, yang menggoda abangmu dulu sampai ia bercerai?"Jari telunjuk wanita tua itu mengarah tepat ke jidatku. Sumpah! Tuduhannya membuatku naik pitam."Jaga batasanmu, Bu! Aku masih menghormatimu sampai saat ini!" jawabku dengan berani.Aris menusukkan tatapan mautnya untukku."Katakan padaku itu tidak benar, Yuke!"

  • MENGEJAR CINTA SANG MANTAN   Tuduhan Keji

    Aku, Aris dan Ema saling pandang.Sekarang keluar sifat aslinya, Aris dan Ema masih keheranan mendengar pertanyaan ibu sekaligus nenek ini yang mungkin tidak biasa bicara dengan nada keras seperti itu.Aku tidak heran sama sekali, kurasa ingatannya masih baik dan benar. Mudah sekali ia menyimpulkan, berarti dia tahu siapa aku.Lagi-lagi Aris tersenyum, berusaha menenangkan ibunya yang menurutku sudah hampir hilang kendali karena kaget atau mungkin juga frustasi karena anak kesayangannya ini belum juga beristri. Hhh."Ibu jangan khawatir, aku tahu batasan ku!" terang Aris pada ibunya.Cihh!Aris!Pandai sekali kamu berkilah, kalau jaga batasan tidak mungkin menyuruhku memasangkan dasimu tadi pagi.

  • MENGEJAR CINTA SANG MANTAN   Akhirnya Ketemu Ibumu Lagi

    Hari berganti. Tiba waktunya untukmenjalankan tugas utama. Yaitu menyiapkan keperluan Aris sebelum ia berangkat kerja.Pertama sekali aku harus mengurus diriku sendiri. Setelah selesai mematut diri di depan cermin dan kurasa sudah cukup rapi, aku segera meluncur ke kamar Aris.Kubuka pintunya dengan perlahan, dia masih tengkurap tertutup selimut sebatas leher. Hanya kepalanya yang terlihat."Ris! Bangun!" suaraku agak keras.Ia hanya bergerak-gerak sedikit merenggangkan tangannya."Ris!"Kutambah satu oktaf suaraku supaya telinganya mendengar lebih jelas. Akhirnya, dengan malas ia bangun juga.Kulemparkan selembar anduk padanya, supaya ia bergegas mandi. Tanpa ada perlawanan Aris menurut sa

  • MENGEJAR CINTA SANG MANTAN   Dia Mengingatkanku

    Aku termangu melihat suasana ramai dimana kami berada sekarang. Sebuah pelataran parkir yang luas, di depannya ada gedung megah menjulang bertuliskan 'LV MALL' .Berapa tahun aku tak berkunjung ke daerah sini sampai aku tak mengenali pusat perbelanjaan ini. Akhirnya bisa cuci mata juga aku, hal yang belum pernah kulakukan sepanjang lima tahun menjadi istri Bang Umar."Ayo, Tante, kita turun!"Tak kujawab seruan Ema, mengikut saja.Aah!Nafasku terasa lega.Baiklah, aku akan menikmati hari ini meskipun hanya sebagai asisten Aris saja. Tapi cukuplah membuatku senang. Setidaknya aku bisa melihat dunia luar lagi setelah bertahun aku di kurung dalam rumah oleh Bang Umar si pelit itu.Ema melonjak, melambaik

  • MENGEJAR CINTA SANG MANTAN   Pasangan Mantan yang Suka Ribut

    "Aris! Ngapain?"Tanyaku penasaran ada apa ia membangunkan ku tengah malam begini. Pekerjaanku baru di mulai esok pagi tapi mengapa ia datang jam segini. Apa ada tugas mendadak, batinku menerka.Tak langsung menjawab, ia malah mendorong pintu agak keras."Buka! Aku mau masuk!""Eh ... eh, mau ngapain masuk! Tidak boleh!" jawabku cepat. Aku mulai takut dengan sikapnya.Beberapa saat kami saling dorong, persis anak berumur lima tahun rebutan mainan. Tentu saja akhirnya aku yang kalah karena tenaganya lebih kuat.Aku terjengkang ke belakang, "ups, Aris!"Teriakanku membuatnya berang. Matanya membulat seperti jengkol tua untuk gulai."Apa, sih, berisik!" gertaknya tak kalah kuat seolah tidak merasa bersalah sedikitpun melihatku tersungkur.Kuusap pinggul kiri yang tadi membentur lantai, sakit. Aris sengaja melempar senyum mengejek mungkin senang melihatku meri

DMCA.com Protection Status