Bu Gita menatap Agatha yang masih terbaring tak sadarkan diri, hatinya dipenuhi perasaan kasihan dan keprihatinan. Di saat-saat sulit seperti ini, Agatha tidak hanya harus menghadapi ketidakpastian tentang kondisi Bintang, tetapi juga mengandung seorang anak tanpa dukungan yang memadai. Bu Gita merasakan beban berat yang dipikul oleh menantunya.Dengan lembut, Bu Gita mengusap tangan Agatha yang dingin. "Agatha, kamu sudah sangat kuat. Aku berjanji akan berada di sisimu," bisiknya penuh kasih.Pak Johan berdiri di dekat pintu, mengawasi dengan cemas. "Kita harus memastikan Agatha mendapatkan semua yang dia butuh kan," katanya. "Kita tidak bisa membiarkan dia melalui ini sendirian."Moona, yang duduk di samping ranjang, mengangguk setuju. "Agatha sudah berusaha keras untuk menjaga rahasia ini, demi kebahagiaan Mas Bintang dan Aera. Sekarang saatnya kita yang menjaga dia."Bu Gita merasakan air mata mengalir di pipinya saat dia melihat wajah Agatha yang pucat. "Aku tidak pernah tahu
"Aera, hentikan!" seru Bu Shinta dengan suara tegas. "Ini bukan saatnya untuk kekerasan dan menyalahkan. Kita semua berada di sini karena kita peduli pada Bintang."Aera menatap Bu Shinta dengan mata yang penuh air mata dan kemarahan. "Apa hakmu ikut campur? Aku istrinya! Aku punya hak untuk marah dan merasa terluka!"Bu Shinta tidak melepaskan tangan Aera, pandangannya tetap tenang namun tegas. "Aku adalah ibu Agatha, dan aku tidak akan membiarkanmu menyakiti putriku. Aku mengerti kamu marah dan terluka, tapi ini bukan cara untuk mengatasi rasa sakitmu."Agatha yang merasa bersalah mencoba menjelaskan dengan suara bergetar. "Aera, kami tidak bermaksud mengabaikanmu. Aku sangat menyesal jika kamu merasa ditinggalkan.""Tidak ada yang harus kamu sesali, Mbak Agatha. Akulah yang bertanggung jawab. Aku hanya tidak ingin Aera terguncang dengan kabar ini, karena dia sedang hamil. Aku juga yang melarang kalian menghubunginya," kata Moona.Bu Gita dan Pak Johan yang mendengar keributan
Aera dengan susah payah membawa Rocky masuk ke apartemennya, berjuang untuk membopong tubuh beratnya yang tidak sadar. Dengan bantuan penjaga gedung, mereka berhasil membaringkan Rocky di tempat tidur. Aera menghela napas panjang, merasa kelelahan dan frustrasi.Setelah memastikan Rocky terbaring dengan nyaman, Aera duduk di tepi tempat tidur, menatap wajahnya yang tertidur lelap. "Rocky, kamu harus berubah. Kita tidak bisa terus begini," gumamnya dengan nada penuh kekhawatiran.Saat Aera bersiap untuk pergi meninggalkan apartemen Rocky, dia merasakan tangannya ditarik dengan keras. Rocky, yang setengah sadar dari pengaruh alkohol, menariknya ke tempat tidur. Matanya yang sayu menatap Aera dengan campuran kebingungan dan keputusasaan."Aera, jangan pergi!" seru Rocky, suaranya serak dan lemah.Aera merasa jantungnya berdetak cepat. Dia tidak bisa menahan perasaan campur aduk yang menguasainya—marah, khawatir, dan sedikit kasihan. Dia mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Roc
Agatha, Pak Jinwoo, dan Bu Shinta duduk di ruang tamu bersama detektif polisi yang menangani kasus kecelakaan Bintang. Suasana ruangan terasa tegang dan berat, setiap orang tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Detektif membuka sebuah buku catatan dan bersiap untuk mendengarkan penjelasan dari orang tua Agatha.Bu Shinta bertanya, suaranya terdengar berat dan penuh dengan kebingungan. "Detektif, apa yang membawa kalian datang kemari?"Detektif mengangkat alisnya, tertarik. "Kami butuh penjelasan lebih jauh tentang Sandy, kami belum mendengar tentang dia. Silakan cerita detailnya."Bu Shinta mengambil napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. "Sandy adalah adik Agatha. Dia memiliki masalah yang sangat serius dengan kemarahannya sejak kecil. Dia sering terlibat perkelahian di sekolah, dan akhirnya kami memutuskan untuk mengirimnya ke sekolah khusus."Pak Jinwoo melanjutkan. "Namun, Sandy tidak bisa menerima keputusan itu. Dia merasa dikhianati oleh kami, dan suatu malam,
Agatha masih duduk di kursi rumah sakit, air mata mengalir deras di pipinya. Dia merasa begitu hancur, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Moona yang sejak tadi mencarinya, akhirnya berhasil menemukannya. Dia memeluknya Agatha erat, berusaha menenangkannya."Mbak, aku akan mengantarmu pulang," bisik Moona lembut, khawatir terjadi sesuatu pada kakak iparnya.Namun sebelum mereka sempat melangkah lebih jauh, telepon Agatha berdering. Dia melihat nomor detektif tertera di layar."Agatha, kami butuh kamu segera. Kami menemukan Sandy," suara detektif terdengar tegas di telepon.Agatha terdiam sejenak, mencoba mencerna semuanya. Dia menatap Moona yang terlihat bingung."Kembalilah, Moona. Kamu harus menjaga Bintang dan kedua orang tuamu, mereka pasti terkejut. Ini mungkin satu-satunya kesempatanku untuk menemukan jawaban, aku tidak ingin kalian terlibat," kata Agatha dengan lembut."Berjanjilah untuk kembali dengan selamat." Moona melepaskan tangan Agatha dengan berat.Aga
Bintang menatap layar ponsel yang bergetar di tangannya, pesan dari nomor tak di kenal itu muncul lagi. Bintang melihat pesan itu dengan pandangan tajam, jantungnya berdegup kencang. Siapa sebenarnya R ini? Dan mengapa dia terus mengirim pesan misterius seperti itu?Pikirannya kacau, rasa sakit akibat pengkhianatan dan cemburu bercampur dengan ketidakpastian dan kemarahan. Dia menatap layar ponselnya, mencoba mencari petunjuk di balik pesan singkat tersebut.Dia mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Namun, sebelum Bintang bisa bergerak lebih jauh, ponselnya bergetar lagi. Kali ini, sebuah gambar muncul di layarnya. —gambar Agatha dan Niko berbicara di tempat kejadian."Siapa yang bermain dengan perasaanku?" pikir Bintang, merasa dikhianati dan dikecewakan. "Aku harus menemukan jawabannya."Dengan tekad yang semakin kuat, Bintang memutuskan bahwa dia tidak bisa duduk diam lagi. Dia harus menemukan kebenaran, apa pun yang terjadi. Pertemuan dengan Agatha tidak bisa
Kebersamaan Agatha dan Niko dimulai dari kegiatan OSIS di sekolah mereka. Agatha, seorang siswa yang aktif dan penuh semangat, bergabung dengan OSIS pada awal masa SMA-nya. Di sana, dia bertemu dengan Niko, seorang siswa senior yang cerdas dan penuh kharisma.Pada awalnya, interaksi antara Agatha dan Niko bersifat profesional, berfokus pada berbagai kegiatan OSIS. Mereka sering bekerja sama dalam mengorganisir acara-acara sekolah, seperti pentas seni, bazar, dan kegiatan amal. Agatha selalu kagum dengan kemampuan Niko dalam memimpin dan mengatur segala sesuatu dengan efisien, sementara Niko terkesan dengan kreativitas dan dedikasi Agatha.Seiring berjalannya waktu, kedekatan mereka mulai tumbuh. Setiap sore setelah rapat OSIS, mereka sering duduk di taman sekolah, berbicara tentang impian mereka dan berbagi cerita tentang kehidupan."Kak, kamu selalu punya ide-ide brilian untuk setiap acara. Dari mana kamu mendapatkannya?" tanya Agatha dengan antusias.Niko tersenyum. "Terima kasi
Dengan hati yang berat, Bintang memutuskan untuk kembali pada Aera. Dia merasa terhimpit di antara dua dunia yang tak bisa dia abaikan. Di tengah segala kekacauan yang terjadi, Bintang harus menghadapi kenyataan bahwa Aera, kini adalah istrinya juga.Aera, yang selalu menjadi bayangan dalam hubungan Bintang dan Agatha, kini membawa masalah lebih besar dengan kehadirannya menjadi istri kedua. Dia selalu ingin jadi yang pertama dan di utamakan. Aera tidak hanya menjadi bagian dari masa lalu Bintang, tetapi juga masa kini yang harus di hadapi Agatha.Keesokan harinya setelah Agatha dirawat di rumah sakit, orang tuanya akhirnya datang. Mereka tampak cemas dan terburu-buru memasuki ruang perawatan Agatha. Saat mereka melihat putri mereka yang terbaring di tempat tidur, raut wajah mereka berubah menjadi ekspresi penuh penyesalan dan kekhawatiran."Agatha, sayang, bagaimana keadaanmu?" tanya Bu Shinta dengan suara gemetar.Agatha menoleh perlahan, menatap orang tuanya dengan tatapan yang
"Mas, kamu serius?" tanya Aera gemetar.Sejenak, waktu terasa berhenti. Suara detak jarum jam di ruangan terasa semakin jelas di telinganya, seolah menegaskan betapa tidak terhindarkannya kenyataan yang ada di hadapannya."Aku tidak bisa terus seperti ini, Aera," kata Bintang dengan suara pelan tapi tegas. Matanya berkaca-kaca, namun ia tetap tegar. "Maafkan aku, tapi ini satu-satunya jalan. Semua yang terjadi di antara kita... sudah terlalu jauh. Aku harus melakukan ini demi Agatha dan diriku sendiri."Aera meremas surat itu di tangannya, suaranya tercekat di tenggorokan. "Mas, aku... aku tahu aku telah membuat kesalahan besar. Tapi, tolong... tolong jangan lakukan ini. Jangan tinggalkan aku," suaranya bergetar, penuh dengan rasa putus asa.Bintang menunduk, menghela napas panjang. "Aera, aku sudah memikirkan ini lama. Aku tidak mengambil keputusan ini dengan mudah. Tapi aku tidak bisa terus hidup dalam kebohongan dan luka. Aku butuh waktu untuk menyembuhkan diriku sendiri... dan aku
Aera tak mampu berkata-kata, dadanya terasa sesak melihat putrinya berdiri di depan pintu. Semua rencana, kebohongan, dan manipulasi yang ia lakukan selama ini tiba-tiba terasa sia-sia saat ia menatap wajah lugu Airin. Mata anak kecil itu mencari-cari jawaban di wajah ibunya, tak paham dengan kekacauan yang sedang terjadi.“Aera, kau harus memutuskan sekarang,” suara Niko terdengar lebih lembut, tapi tetap penuh penekanan. “Apakah kau akan terus menyangkal dan membiarkan anakmu terjebak dalam kekacauan ini, ataukah kau akan mengakui semuanya dan memberi dia kesempatan untuk hidup tanpa beban dosa-dosamu?”Aera menundukkan kepala, rasa bersalah dan penyesalan mulai menguasainya. Airin adalah segalanya bagi Aera. Selama ini, dia berusaha keras untuk membenarkan tindakannya demi kelangsungan hidup mereka berdua. Namun, melihat putrinya di sini, di tempat di mana Aera seharusnya melindungi dan bukan sebaliknya, membuat dinding pertahanannya perlahan runtuh.Airin melangkah maju, mendekati
Saat Aera menyusun barang-barangnya dengan panik, pikirannya melayang pada setiap langkah yang telah dia ambil selama ini. Dia teringat akan semua rencana jahatnya, dan bagaimana dia telah dengan licik mengatur semua orang untuk kepentingannya sendiri. Terlalu banyak yang dipertaruhkan dan terlalu banyak yang bisa hilang.Namun, pelariannya tidak semudah yang dia bayangkan. Saat dia keluar dari apartemennya, dia melihat beberapa mobil polisi berpatroli di sekitar area tersebut, tanda bahwa pihak berwenang mulai melakukan pencarian intensif. Dengan cepat, dia merubah arah dan menyusuri gang-gang sempit, mencoba menghindari perhatian. Di tengah kekacauan, Bintang dan Agatha, yang baru saja selesai menonton siaran pers, merasa terombang-ambing oleh berita tersebut. Keduanya duduk dalam keheningan, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Agatha, suaranya penuh kebingungan dan kekhawatiran.“Yang penting sekarang adalah memastikan bahwa
Setelah penangkapan Pak Jinwoo, sesi interogasi diatur untuk mendapatkan pengakuan resmi darinya. Niko dan tim penyidik melakukan interogasi yang intensif untuk mengungkap seluruh keterlibatan Pak Jinwoo dalam berbagai kejahatan. Dalam keadaan tertekan dan merasa tidak ada lagi jalan keluar, Pak Jinwoo akhirnya mengakui semua kesalahannya.Dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan secara langsung, Pak Jinwoo memberikan pengakuannya di depan publik. Dengan ekspresi penuh penyesalan, dia mengungkapkan rincian dari semua rencananya.“Saya mengakui semua kesalahan saya,” kata Pak Jinwoo dengan suara gemetar. “Aera adalah otak di balik semua ini. Dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Bintang bersama Agatha dan berusaha menghancurkan kehidupan mereka.”Pak Jinwoo melanjutkan, “Saya juga yang menjebak Pak Johan, ayah Bintang. Semua tuduhan penggelapan yang dikenakan padanya adalah rencana saya untuk menutupi jejak-jejak saya dan mengalihkan perhatian dari aktivitas ilegal saya.”Pengakua
Di sebuah sudut kota yang sepi, mobil yang mencurigakan di rekaman CCTV ditemukan oleh tim investigasi. Detektif Arif berhasil melacak nomor plat mobil tersebut dan menemukan bahwa itu adalah kendaraan yang pernah dipakai oleh seseorang dengan hubungan langsung dengan Bu Shinta. Arif dan Niko segera menindaklanjuti petunjuk ini dengan memeriksa alamat yang terdaftar. Ketika mereka sampai di rumah kecil di pinggiran kota yang dikelilingi taman, mereka melihat tanda-tanda kehidupan. Tanpa membuang waktu, mereka memasuki rumah tersebut dengan hati-hati."Ini rumah yang sama," kata Niko, memeriksa sekeliling dengan seksama. "Kita harus sangat hati-hati."Di dalam rumah, Gio terlihat bermain dengan mainan di ruang tamu. Bu Shinta, meski terlihat cemas, mencoba tetap tenang di samping cucunya. Ketika mendengar suara pintu terbuka, wajah Bu Shinta memucat dan dia tahu bahwa waktu untuk melarikan diri semakin singkat."Jangan takut, Gio," kata Bu Shinta dengan lembut, sambil mengajak Gio ber
Saat sore hari yang tenang, Gio dan Airin bermain di halaman depan rumah Agatha. Tawa mereka menggema di udara, sementara sinar matahari sore memberikan cahaya hangat. Agatha berada di dapur, dengan hati-hati menyiapkan susu untuk anak-anaknya. Sesekali, ia melirik keluar jendela, memastikan mereka masih bermain dengan aman.Di halaman, pengasuh yang biasanya mengawasi Gio dan Airin pergi ke kamar mandi sebentar. Agatha merasa tenang karena yakin bahwa anak-anaknya berada di tempat yang aman. Namun, ketika ia keluar dari dapur dengan dua botol susu hangat di tangannya, ia merasakan ada yang tidak beres.Agatha melihat Airin berdiri sendirian di dekat gerbang dengan wajah bingung. Hatinya berdegup kencang saat ia bergegas mendekati putrinya. "Airin, ada apa? Di mana Gio?"Airin menatap Agatha dengan mata penuh kebingungan dan sedikit ketakutan. "Gio dibawa pergi seseorang, Tante."Jantung Agatha seakan berhenti mendengar jawaban itu. Cangkir susu di tangannya hampir terjatuh. "Apa maks
Aera menutup pintu rumahnya dengan keras, membiarkan suara gemuruh menggema di seluruh rumah. Dia merasa seolah-olah dunia telah menamparnya keras-keras. Di ruang tamu, dia melempar tasnya ke sofa, lalu duduk dengan mata terpejam, mencoba meredakan badai emosi yang berputar di dalam dirinya.Dalam keheningan yang menyelimuti ruangan, kenangan-kenangan bersama Rocky mulai berkelebat di benaknya. Mereka dulunya adalah sahabat baik. Mereka berbagi segala hal—dari rahasia terdalam hingga mimpi-mimpi terbesar. Namun, segalanya berubah ketika Aera mengenal Bintang di kampusnya. Persahabatan mereka terasa semakin jauh seiring dengan berkembangnya perasaan Aera terhadap Bintang.Aera mengingat saat-saat bahagia di masa lalu ketika mereka pertama kali bertemu. Senyuman hangat Rocky, sentuhan lembutnya, dan canda tawa yang mereka bagi. Semua itu terasa seperti mimpi yang jauh, hilang di balik awan kelabu masalah yang kini mereka hadapi.Dia mengingat saat mereka berjalan di taman, tangan mereka
Gio tahu bahwa ibunya tidak benar-benar fokus saat bermain dengannya. Meskipun dia masih kecil, dia bisa merasakan kesedihan yang terselubung di balik senyum ibunya. Dengan cepat, dia mencari cara untuk membuat Agatha tertawa."Mama, lihat ini!" serunya dengan antusias.Gio berlari ke kamarnya dan kembali dengan memakai topi besar dan kacamata hitam yang terlalu besar untuk wajahnya. Dia mulai berakting seperti detektif, berkeliling ruang main dengan gaya lucu sambil berbicara dengan suara dalam, "Hmm, sepertinya ada kasus besar di sini! Siapa yang mencuri senyuman Mama?"Agatha tidak bisa menahan tawa melihat aksi Gio yang menggemaskan. Gelak tawanya akhirnya pecah, membebaskan sebagian beban di hatinya.Dia meraih Gio dan memeluknya erat. "Kamu memang detektif yang hebat, Gio. Terima kasih sudah membuat Mama tertawa."Gio tersenyum lebar, senang melihat ibunya bahagia. "Apa pun buat Mama. Aku cinta Mama."Agatha mencium pipi Gio dan berkata dengan lembut, "Mama juga cinta kamu, saya
Niko dan Rocky kembali ke Indonesia dengan perasaan kecewa dan tangan kosong. Setelah berminggu-minggu mencari di Amerika, mereka tidak berhasil menemukan jejak Pak Jinwoo. Setibanya di rumah, wajah mereka tampak lelah dan penuh kekhawatiran.Di ruang tamu rumah besar Agatha, Bintang, Agatha, dan Detektif Arif sudah menunggu mereka. Melihat wajah Niko dan Rocky, mereka tahu bahwa misi itu tidak berhasil."Bintang, Agatha, kami sudah mencari di berbagai tempat di Amerika, termasuk Kanada dan Paris. Tapi Pak Jinwoo sepertinya menggunakan identitas palsu dan berhasil mengelabui kami," kata Niko, menundukkan kepalanya.Rocky menghela napas panjang. "Kami tidak menemukan apa-apa, hanya jejak yang hilang."Agatha yang duduk di sebelah Bintang mencoba tetap tenang. "Yang penting kalian sudah berusaha keras. Kita harus mencari cara lain untuk menemukannya."Bintang menggenggam tangan Agatha erat, memberikan kekuatan pada istrinya. "Kita akan terus mencari, tidak akan berhenti sampai kita mene