"Rupanya menyedihkan sekali tempat tinggalmu." Aku berbalik pada si setan ini dan memberi tatapan membunuh. Yeah, hidupku dan dirinya memang jauh seperti ujung langit dan kerak neraka. Anggap saja Edmund yang berada di neraka.
"Berhenti bicara, Tuan!"
Edmund terkekeh. Sial! Bisa-bisanya aku terdiam karena melihat ketampanannya, dia sedang tidak pakain formal sekarang. Hanya kaos polo berwarna putih topi berwarna putih dan celana training abu-abu. Bahkan penampilannya biasa saja dia tetap terlihat berkelas bukan sepertiku yang mau di-make over bagaimana pun tetap seperti gembel.
Edmund memaksa diriku untuk tinggal di penthouse miliknya. Dengan alasan agar aku tetap menjadi budaknya 24 jam, bahkan 25 jam. Bayangkan bagaimana neraka seperti apa yang aku jalani.
Dia memasukan satu tangannya dalam saku. Jika boleh jujur sejak tadi aku terpesona dengan ketampanan Edmund. Not gonna lie dia adalah salah satu laki-laki paling tampan yang pernah kutemui. Dia seperti kembaran Ashton Kutcher. Kenapa dunia tidak pernah adil? Aku paling suka saat melihat seluruh rambutnya berantakan begitu menggoda imanku yang hanya sebesar biji jagung.
Kulihat tangannya yang putih dengan banyak bulu dan urat-urat jari yang menonjol. Oh otakmu, Em, bahkan aku membayangkan benda lain yang berurat dan panjang. Emerald mesum!
"Sudah puas menatapiku, Nona?" Aku langsung menganga, sial. Aku tidak sadar apa yang kulakukan. Kenapa kau selalu bertingkah bodoh, Em?
Aku langsung masuk ke dalam. Sebenarnya Edmund baik hati untuk membantuku berkemas. Tidak terlalu banyak barang hanya pakaianku dan beberapa alat masak walau aku tidak membutuhkan itu semua asal pakaianku aman. Aku bisa menghemat biaya makan dan sewa apartemen dengan ini aku bisa membayar utang dam terbebas iblis ini. Tapi, aku mendapatkan gaji darinya, dan kembali pada dirinya, benar, sepertinya aku memang ditakdirkan untuk menjadi budaknya saja.
"Apa yang ingin kau kemas?"
"Baju-bajuku, Tuan."
"Buang saja baju-baju busuk itu. Nanti aku menyuruh orang untuk membelikan untukmu."
"Dan aku semakin banyak utang?" Aku menyindirnya, Edmund hanya mengedihkan bahunya cuek. Sok keren, walau dia memang begitu keren.
"Aku memang berencana untuk menjadikanmu budakku selamanya, kau gadis bodoh, ceroboh, dan suka berontak." Aku langsung menunjukkan jari tengahku.
Aku menyeret koper berwarna merah dan memasukan semua pakaianku ke dalam. Jika boleh jujur aku jarang mengurus semua pakaian ini jadi terlihat tidak terurus dan seperti pakaian tak layak pakai. Yeah, I was a mess.
Satu koper selesai, rupanya aku harus memasukan juga sepatu dan tas dalam koper yang berbeda. Edmund hanya berdiri dan memperhatikan apartemen sempit sewaanku.
"Jadilah orang kaya, biar kau tak kesusahan dan tidak berbuat kriminal. Orang-orang miskin lebih berpeluang besar untuk melakukan kejatahan, mencopet, merampok, mabuk-mabuk di jalanan tak jelas, membawa senjata api tanpa tujuan."
"Bahkan orang kaya lebih kriminal, lihatlah para mafia."
"Mereka main cantik, tidak akan ketahuan dan rapi. Orang miskin itu sangat sembrono." Aku tetap memasukan seluruh kebutuhan dalam koper dan sepertinya butuh 3 koper untuk ini.
"Nikahin aku dan aku tidak akan miskin."
"Bekerja untukku dulu 100 tahun dan aku akan menikahimu." Aku memandang Edmund yang duduk di sofa usang tempat aku biasa bermalas-malasan nonton Netflix sambil makan popcorn dengan membuang sampah sembarangan. Harus kuakui aku adalah gadis yang jorok, tapi sekarang tidak lagi. Rumah Edmund tidak mengizinkan untuk melakukan kriminal itu.
"Dan aku sudah jadi fosil." Edmund terkekeh lagi sambil memainkan rambutnya ke belakang. Aku ingin sekali merasakan rambutnya yang tebal apakah rambut itu halus dan wangi?
"Ketampananku memang tidak perlu diragukan." Aku memutar bola mataku. Kupikir dia orang yang kaku, serius dan tak tahu bercanda. Tapi dia adalah paket komplit orang paling menyebalkan yang pernah kutemui dalam hidupku.
"Sudah siap, Tuan."
Edmund langsung berjalan keluar. Tidak adakah niat untuk membantuku? Padahal dia tahu aku sudah menyiapkan tiga koper, aku speechless, dia sering berbuat sesuka hatinya. Memang orang kaya selalu bersikap arrogant.
"Tuan, Anda tidak mau membantu saya? Bawalah satu koper milikku."
"Aku bukan budakmu!" putusnya dan berlalu pergi. Aku menghentakkan kaki karena kesal tapi tetap menyeret koper hitam dan merah itu keluar, dia tidak membantu sama sekali. Sadarlah, Em. Dia itu beda level dia memang tak pantas kau suruh! Aku mengurat dadaku, padahal dia yang menyuruhku untuk berpindah.
Dengan wajah jelek aku tetap menyeret koper itu menyusul Edmund yang sudah hilang, berkali-kali menahan kesal tapi aku bisa apa. Ingat, ini semua barangmu, Em.
Sampai di mobil Edmund sudah duduk dengan tenang dan bermain ponselnya
"Tuan, buka pintu belakang aku mau meletakan koper." Edmund hanya diam dan melihatku. Dia membukanya dan aku memasukan ke dalam bagasi. Aku harus kembali dan mengambil satu koper yang tersisa. Sebenarnya masa sewa apartemen ini masih ada, jadi aku tak perlu memutuskan terlebih dahulu. Ini adalah koper paling besar, semoga aku tidak diusir agar tidak pusing memikirkan bagaimana pindah-pindah nanti. Barang-barang yang lain masih tertinggal di apartemen. Tapi boss arrogant itu bersikap seenaknya.
"Kau memang lelet sekali seperti cacing." Edmund langsung merebut koper itu, awalnya kesal tapi melihat tangan besar itu menggengam koper dan melihat urat-urat jari yang menonjol aku tersenyum tanpa sadar.
Emerald gila!
💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰
"Apa saja kelebihanmu selain ceroboh?" tanya Edmund tanpa dosa sambil bermain ponselnya. Dia menunggu aku masak, dia ingin makan malam di rumah dan menyuruh aku masak. Keahlianku adalah membuat sandwich selain itu aku belum pernah mencoba buat menu yang lain.
Malam ini aku mencoba membuat pizza, aku sudah melihat resep di internet dan sepertinya tidak terlalu sulit. Aku ingin membuat topping yang banyak di atas pizza biar kenyang.
"Sepertinya aku akan mati kelaparan menunggu ini."
"Tuan, aku bahkan belum selesai mengiris bawang bombay."
"Masak yang lain juga."
"Apa itu?"
"Aku bisa memasak apa?"
"Sandwich, Tuan."
"Sudah jangan bicara." Aku langsung menancapkan pisau itu ke telenan dan mengiris dengan kuat. Mengindikasikan aku marah dan kesal. Jika aku seorang psikopat berdarah dingin memotong lidah Edmund hal pertama yang kulakukan, dia sangat menyebalkan dan dia berbicara tanpa peduli perasaan orang lain.
Setengah jam pizza itu jadi, bentuknya cantik walau aku tidak bisa memastikan rasanya. Aku takut tidak sama dengan lidah Edmund yang suka mencicipi makanan mahal aneh yang harganya bikin menangis.
"Tuan, sepertinya mac n cheese kedengarannya tidak buruk, apa perlu ditambah?"
"Ya." Edmund menjawab dengan nada bosan. Mungkin dia muak menunggu lama hanya untuk makan malam. Padahal dia punya maid, yang bisa memasak cepat dalam lima menit. Memang dasarnya dia dendam padaku dan senang sekali menyiksaku. Dia ingin aku cepat mati muda.
Hampir satu jam aku menyiapkan semuanya dan sepertinya Edmund sudah kehilangan selera makan.
"Buatkan aku kopi saja." Aku tersenyum paksa dan kembali ke belakang sambil membuatkan kopi untuk Tuan Muda terhormat.
Aku baru teringat jika Edmund belum pernah merasakan kopi yang aku buat kemarin, bayangkan aku buat kopi dua kali dan semuanya tidak ada disentuhnya. Sepertinya apa yang aku lakukan tidak berharga di matanya. Aku menarik napas panjang, sabar, Em. Jika kamu orang kaya kamu juga akan bertingkah seperti itu.
"Ini, Tuan." Edmund melihat kopi dan menatapku juga. Ada yang salah dengan penampilanku? Aku hanya memakai hoodie berwarna pink dan leggings panjang hitam.
Edmund menyesap kopi itu. Aku menunggu jika ada koment jelek yang keluar dari mulutnya. Dia malah mentapku dari ujung gelas.
"Apa yang kau lakukan?"
"Bagaiamana kopi buatanku?"
"Biasa saja." Aku mencibir kesal. Menunggu pujian dari Edmund? Sama seperti kamu kamu menunggu orang mati bangkit dari kubur.
"Mari makan, Tuan."
"Kau makan saja. Kau sepertinya suka makan seperti biri-biri."
"Aku seperti domba kecil lucu yang mengemaskan." Tak perlu menunggu lama. Aku langsung melahap pizza itu.
Edmund sekarang memakai kaca mata dan memeriksa pekerjaan di tab miliknya. Penampilannya yang sederhana seperti ini membuat dia semakin tampan berkali-kali lipat. Apa aku harus secantik Miranda Kerr agar dlihat laki-laki ini? Oh astaga, Em, racun apa yang sedang meracuni otakmu?
"Tuan, aku sebenarnya sanggup menghabiskan ini semua, tapi sebagai seorang pelayan yang baik hati dan tidak sombong aku akan meninggalkan untukmu. Kau bisa makan nanti dengan memanaskan di microwave." Edmund melihatku sekilas dan kembali fokus pada pekerjannya. Atau dia sedang main game?
Kenyang sekali, aku membereskan semuanya, mencuci piring dan sepertinya aku bisa pamit tidur. Besok adalah penyiksaan yang lain telah menanti.
Kamu harus kuat, Em.
💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰
"Kau tidur seperti sapi saja." tegur Edmund. Padahal aku sedang bermimpi berada dalam kerajaan Arandelle ada pangeran Christof yang membantuku bebas dari cengkraman Edmund yang suka sekali menyiksaku.
Aku semakin merapatkan selimut dan menutup seluruh tubuhku.
"Tuan, aku mengantuk sekali. Tunggu aku selesai menyelesaikan misi bersama Christopher dan aku kembali setelah diantar Olaf."
"Akkkkhhhh!" Aku berteriak saat selimut ditarik dan Edmund menarik tubuhku hingga jatuh ke bawah lantai. Sialan! Dasar orang kaya sombong!
"Oh sial! Bokongku!" Aku mengelus-elus bokongku yang mendarat di lantai dengan tak mulus.
"Temankan aku makan!" perintah Edmund.
"Jam berapa sekarang, Tuan?"
"Waktu untuk tidak banyak bertanya. Cepat!"
Aku membuang selimut itu ke atas tempat tidur, menghidupkan lampu dan melihat jam. Pukul 02.46.
Edmund sepertinya ingin membuatku mati muda, jika dipaksa untuk bangun seperti ini setiap hari. Aku menarik napas panjang. Demi utang sialan itu, jika tidak aku akan tidur dengan tenang bersama selimut busukku.
Aku menghidupkan lampu dan menghangatkan makanan tadi. Hari-hariku akan diisi dengan hal sial seperti ini.
Sepertinya Edmund mengantuk tapi perutnya kelaparan, siapa suruh tadi aku menyuruh makan tapi tidak mau.
"Aku sudah kenyang, Tuan. Jadi Tuan makan sendiri saja."
"Siapa yang menyuruhmu untuk makan bersama?" tanya Edmund mengenalkan. Aku langsung menghentak kaki dengan kesal dan kembali ke kamar.
"Siapa yang menyuruhmu pergi?" Aku berbalik, rasa untuk menelan orang begitu kuat. Edmund sialan!
"Kau tidak mengajakku makan!"
"Duduk sini." Aku menghempaskan bokongku dengan kesal dan melihat Edmund makan dengan lahap. Siapa suruh tadi diajak makan dia tak mau?
Aku hanya minum air putih berkali-kali untuk menghalau rasa ngantuk. Edmund cepat sekali makannya dan makanan itu selesai. Dia minum anggur dan air putih, aku membereskan semuanya dan melihat Edmund sudah tidak ada di sana.
"Dasar tak punya perasaan!"
Aku mematikan lampu dan kembali ke kamarku. Dan aku melihat Edmund dengan santai berbaring di sana, di atas ranjangku. Sopan sekali Tuan ini?
"Maaf, Tuan. Anda punya kamar sendiri, jadi silahkan tidur di kamar Anda." Aku berdiri di ujung ranjang dan menunggu Edmund turun dari ranjang.
"Ini adalah kamarku. Kau tak punya apa-apa." jawab Edmund. Sial! Dia benar juga.
"Baiklah, aku tidur di lantai saja." Aku menarik selimut dan bantal dan tidur di lantai.
Aku membentangkan selimut di lantai dan berbaring di lantai. Sial! Badanku sakit semua. Aku menutupi tubuhku dengan selimut itu.
"Kenapa kau menendangku?" Aku bertanya dengan galak saat Edmund manusia sialan itu dengan tak sopan menendang tubuhku. Menangnya dia pikir aku bola?
"Tidur sana."
Aku menutupi wajahku lagi dengan selimut.
"Kyaaaaaa! Edmund sialan!" Aku berteriak saat dia mengangkat tubuhku dan langsung mencampakkan ke atas tempat tidur. Dia memang sengaja biar aku cepat mati!
"Tidur, berisik sekali kau." Edmund bergabung ke atas tempat tidur dan memelukku. Aku bahkan tak bisa bernapas sekarang.
"Tuan, aku tak bisa bernapas."
"Udah tidur."
"Tuan, kau memelukku begitu erat. Aku bernapas, Tuan." Edmund melonggarkan pelukannya.
"Tuan, aku tidur di lantai saja."
"Berisik sekali kau!"
"Tuan, saya risih tidur bersama, Tuan."
"Bicara sekali lagi dan aku akan menciumu!" ancam Edmund.
"Tuan—,"
Mulutku langsung disumpal. Aku hanya bisa melototkan mataku. Dia hanya berusaha untuk menutup mulutku tapi aku ingin dia menciumku. Akhirnya aku menjilati bibirnya dan Edmund memasukkan lidahnya dalam lidahku. Anggur yang tadi ia minum masih terasa.
Aku menutup mataku saat dia menciumku dalam. Merasa dejavu, aku seperti pernah merasakan ini sebelumnya.
Aku suka ciuman Edmund. Bisakah aku merasakan ciuman ini untuk waktu yang lama? Bisakah dia terus menciumku?
💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰💰
Maafkan kalau part ini aneh. Hanya interaksi antara Edmund dan Emerald yang bisa membuat kalian terhibur.
Kuharap kalian suka dengan Edmund dan Emerald.
Terima kasih telah membaca.
See you💋💋💋💋💋.
Jangan bosan 🥺🥺🥺🥺.
Pagi ini aku masih sembunyi-sembunyi tak berani menatap langsung ke arah Edmund. Aku sangat malu. Apakah dia juga merasakan hal yang sama? Baiklah, lupakan jika Edmund adalah manusia tanpa malu. Asal dia punya kemaluan saja! Astaga, Em. Masih pagi.Aku menggeleng, dengan pikiran kotor yang terlintas di kepalaku.Aku sedang mengintip Edmund yang serius dengan pekerjaannya, dia menekuni banyak dokumen di depannya sambil memakai kaca mata baca. Shit! Bahkan harus kuakui dia sangat tampan pagi ini. Apapun yang melekat dengan pria itu tampak sempurna.Edmund sepertinya sengaja membuatku satu ruangan dengan dirinya agar dia bebas menyiksaku. Terkadang aku merasa seperti hewan peliharaan Edmund. Tapi tunggu! Seekor anjing peliharaan saja masih disayang-sayang. Mungkin aku seperti ulat bulu di mata Edmund.Tidak ada pekerjaan berat yang dia lakukan, hanya saja saat dia memerintah apapun yang kulakuka
Aku berdiri dengan mengepalkan tanganku dan perasaan malu. Aku dendam pada si bajingan ini dan suatu hari aku harus membalas semua perbuatannya padaku."Kenapa? Kau ingin melanjutkan?" tanya Edmund menantang. Aku mengepalkan tanganku, aku tahu dunia memang tak pernah adil tapi aku sudah bersumpah akan membalas semua perbuatan iblis ini.Aku berdiri di sana saat Edmund tiba-tiba menangkap pinggangku. Dadaku menempel di dadanya dan menatapnya diam. Dia bos gila! Orang kaya dan segala kekuasaan yang mereka miliki memang bersikap semena-mena."Kau gadis ceroboh." Dia berbisik saat wajahnya mendekat ke arahku, aku menutup mataku. Kenapa aku lemah sekali?"Sepertinya aku menganggu sesuatu yang sedang panas di sini." Seorang laki-laki masuk ke dalam sambil tersenyum. Dia hanya memakai kemeja kotak-kotak berwarna biru, kaca mata hitam dan rambut blonde tebal."Hi, cantik. Kau s
"Harap jangan menelponku, Tuan. Aku sedang berkencan. Pulang, aku akan mengurus bayi beruang." Aku menyisir rambutku ingin membuat curly hair.Demi menjalankan misi, aku memakai backless mini dress berwarna hitam menampilkan belakangku dress pendek sebatas paha. Malam ini aku akan berkencan dengan Daniel. Tentu saja dia akan mengajak fancy dinner, jadi aku harus menyesuaikan dengan pakaian terbuka.Edmund sebenarnya sibuk di ruangannya, tapi saat aku sedang bersiap-siap dia masuk dalam kamar dan duduk di tepi ranjang, membawa laptop di pangkuannya. Dasar gila kerja! Tidak tahukah dia untuk bersenang-senang? Atau pergi kencan dengan semua wanita? Bahkan Miranda Kerr saja mau berkencan dengan Edmund. Atau jangan-jangan Edmund seorang gay? Mataku langsung melotot dan menoleh ke arahnya yang sedang serius, memakai kacamata dan bulu-bulu kasar di seluruh wajahnya."Kenapa? Kau terpesona dengan ketampananku?" tanya Edmund percay
Sentuhannya terasa memabukan. Merasa sangat familiar dan ingin terus memohon padanya jangan sampai semua kenikmatan yang aku rasakan sekarang hilang.Aku menatapnya seperti anak anjing dan dia tahu itu, saat tangannya menyusuri perutku yang rata. Aku haus dengan semua sentuhan laki-laki ini."Bagaimana, gadis bodoh?" Aku tahu itu sebuah hinaan tapi aku malah mengangguk, tapi mengerti dengan otak bodoh dan mesum pula."Kau akan menyesal!" Aku menggeleng, saat Edmund membasahi bibirnya, aku menggigit bibirku dan menatapnya, dia menatapku miring saat jari-jari tangannya yang panjang menyusuri celah sempit milikku yang sudah basah, aku terbaring pasrah saat tangan Edmund menggerayangi seluruh tubuhku.Tangannya menyusuri kaki jenjang milikku. Dia menciumnya begitu dalam, tatapan matanya begitu dalam dan panas membuatku ingin meledak seketika. Ya Tuhan, laki-laki ini memuja seluruh tubuhku. Apa aku bisa bilang seperti itu? Lihat! Edmund seper
Aku pikir, setelah dia mencolok tubuhku dia akan berubah sedikit lembut. Nyatanya Edmund tetap seperti setan yang berbuat semena-mena. Aku hanya memasang wajah cemberut karena terlalu kesal pada Edmund.Dia menyuruhku untuk laundry. Masih pagi sekali sekarang, padahal aku ingin tidur dengan selimut busuk milikku dan bermimpi indah. Terbebas dari kukungan Edmund brengsek."Tuhan, kenapa aku harus punya bos brengsek seperti ini?""Aku mendengarnya!" Suaranya membuatku langsung melototkan mataku. Semoga dia tidak menambahkan hutangnya dan membuatku seperti budak. Jika aku anak kecil, aku akan mengadu pada orang tuaku jika Edmund jahat, walau dia tampan dan kaya. Oh shit! Kenapa kau harus memuji Edmund brengsek itu? Baiklah, aku menarik kembali kata-kataku.Aku melirik ke samping, Edmund yang memakai kemeja berwarna baby blue dinaikkan sebatas sikunya dan tidak dikancing menampakkan dadanya yang berbulu. Tahukah dia jika otakku ini mes
Aku berusaha untuk melepaskan pakaian yang melekat di tubuhku, aku tidak kuat lagi. Rasanya sangat menyiksa.Aku terduduk di atas ranjang, dengan Edmund yang memperhatikanku dengan tatapan mencemooh."Kau tidak ingin menyentuhku, Tuan?" Aku memohon padanya, tapi Edmund hanya tersenyum miring. Jika tubuhku tidak panas seperti ini, aku tidak akan meminta padanya.Aku bangkit, menanggalkan blazer yang melekat di tubuhku, mendekati Edmund, menjilati bibirku, aku akan menggoda dirinya. Kuhirup aroma tubuhnya dalam, mengelus-elus dada Edmund yang hanya menunduk melihatku seperti cacing tersiram minyak panas."Tuan ..." Itu ada suara memohon dan juga penuh godaan, Edmund tidak terpengaruh sama sekali. Aku menutupi mataku, menggigit bibirku ingin disentuh, aku ingin jari-jari tangan Edmund menyentuh seluruh tubuhku. Menunggu begitu lama, tapi saat membuka mataku, Edmund tak kunjung menyentuhku, sialan! Bahkan aku sudah merendahkan harga di
Aku menatapnya diam, aku menyukai semua yang ada dalam dirinya. Baiklah! Jangan kalian berpikiran jika aku jatuh cinta pada bajingan ini. Terlalu dini bicara cinta, memangnya siapa yang mau hidupnya terus tersiksa karena hidup bersama Edmund bastard?Saat jari-jari tangannya yang panjang memegang gelas cocktail tersebut membuatku meremas tangannya sendiri. Edmund terlalu sempurna untuk kugapai. Oh shit! Setan apa yang sedang merasuki pikiranmu, Em?Kami masih berada di rumah Edmund. Laki-laki itu sedang berada di luar, setelah acara minum teh bersama, sekarang Edmund ingin minum itu. Walau dengan pakaian kerja yang menempel di tubuhnya tapi dia tetap terlihat tampan, entah kenapa akhir-akhir ini aku melihat Edmund sebagai orang yang tampan.Harusnya Edmund jelek seperti setan bukan? Baiklah, aku memang belum pernah melihat setan, walau perlakuan Edmund lebih dari setan, jadi secara tidak langsung aku berinteraksi dengan setan setiap saat.
"Hati-hati, Tuan. Jangan merindukan aku." Aku menyeka air mata kosong agar terlihat menyakinkan, seolah aku akan kehilangan Edmund saat dia pergi. Padahal, inilah yang aku nantikan.Edmund hanya berekspresi datar. Dasar tuan brengsek!Edmund ada perjalanan bisnis ke Dubai seperti yang dia bicarakan dengan Ayahnya, walau aku tidak mengerti pekerjaan apa yang dimaksud, levelku hanya sebatas budak Edmund. Menyedihkan sekali bukan?Edmund akan menggunakan jet pribadi milik keluarganya, otakku menghitung-hitung berapa banyak uang yang mereka habiskan, tapi tidak sampai! Otakku hanya mampu menghitung sampai $1000 selain itu kosong.Edmund sudah sangat rapi, hari ini dia memakai sopir dan mengantarkannya ke bandara, Edmund pergi sekitar tiga atau lima hari. Dan hari-hari itu bisa kugunakan untuk berpesta, dan bisa manja-manja seperti Emerald yang jorok. Aku akan pulang ke flat milikku dan melakukan kebiasaan buru
“Tentu. Minta lah apa saja padaku.” Astrid terlihat sungguh hati saat membenarkan dirinya memang berniat mengabulkan apa pun yang diminta Mase padanya.“Kenapa semudah itu?”Astrid tertawa sambil mengecup hidung mancung dengan tulang tinggi milik Mase. “Karena aku menyukai keterbukaanmu.”“Soal apa?” Mase membalas dengan kecupan di tempat yang sama. Menatap Astrid yang senyumnya seperti punya arti.“Dirimu. Tujuanmu.”Mase tersenyum lebar dengan tangan yang menggerayangi Astrid di mana saja dia bisa. “Aku belum memberitahumu tujuanku yang sebenarnya.”“Oh, kamu punya?” Entah dari mana rasa kepercayaan itu muncul. Jelas sekali bahwa Astrid membiarkan dirinya terlena, bahkan tidak masalah jika tertipu.Mase mengangguk. “Ingin tahu apa tujuanku mendekatimu?”“Katakan.” Cepat, Astrid mendekat untuk masuk ke pelukan Mase.“Teman—ah, rekan kerjaku, dia pernah mengalami masalah serius dengan sepupumu, Josh Layton.” Mase memeriksa raut Astrid yang terlihat terkejut, tapi keterkejutan yang cum
Emerald terkejut melihat suaminya sudah ada di rumah bahkan sebelum sore.“Lho, sudah pulang, Ed?” Dia mendekat untuk mendapatkan pelukan, sekalian ciuman singkat.“Aku berencana memberdayakan pulang lebih awal setiap hari kerja.” Edmund hanya bercanda. Menunjukkan candaannya lewat gelitikan di leher istrinya.“Aku tidak akan percaya itu,” balas Emerald pura-pura merajuk.Cecilia rupanya muncul dihadapan mereka berdua dengan wajah bingung dan rambut berantakan, sambil beberapa jemarinya mengucek mata. Dia baru bangun dari tidur siangnya, sementara Elijah masih di tempat kursusnya dan Ruby ada di kamar. Main sendirian.Emerald spontan menjauhi Edmund dan menghentikan candaan mereka. Bertanya pelan pada Cecilia yang rencanakan akan dijemput oleh Anye sebelum jam makan malam.“Hai, Cecil. Mau Aunty bantu kamu untuk mandi? Sebentar lagi Aunty Anye akan menjemputmu.”Walau Cecilia suka berada di rumah Edmund karena bisa setiap saat melihat Elijah, tapi dia lebih merasa ada di rumah, jika b
Benar, ‘kan? Mase akhirnya tahu segalanya tentang Anye Truvan. Dia tahu. Benar-benar tahu sampai ke akar-akarnya. Bagaimana Anye kehilangan keperawanannya dengan terpaksa, di usia delapan belas tahun, karena seorang pria bajingan bernama Josh Layton yang ternyata adalah mantan kekasih Anye dan seorang anak pejabat derah setempat waktu itu.Anye jarang pulang ke desanya hanya karena menghindari pria berengsek itu. Dan saat ini, Josh Layton ada dalam daftar musuh perusahaannya Edmund Bryan. Itu bagus sekali.Mase akan senang untuk ‘mengerjai’ Josh bersama Edmund.***“Cecilia, apa sandwichnya tidak enak?” Emerald cemas karena melihat roti isi sayur, tuna dan beberapa bahan segar lain di dalamnya itu, tidak tersentuh. Cecilia cuma minum susu.Ditatap oleh semua anggota keluarga Edmund, membuat Cecilia menciut, meski tidak termasuk dengan Elijah. Sudah cukup lama sampai terakhir kali dia bergabung dengan keluarga ini.“Mungkin kamu mau sereal?” Edmund, entah angin musim apa yang membawany
“Aku takut, Uncle.” Cecilia memegangi ujung kemeja Mase, ketika melihat kedatangan Edmund yang bagai malaikat pencabut nyawa di matanya.Mengusap lembut puncak kepala gadis teramat kuat versi penilaian Mase itu, dia berkata. “Jangan khawatir. Aunty Em—maksud Uncle, emme-nya Elijah tidak bisa datang kemari, karena Ruby terluka.” Mase memperhatikan kepala mungil mendongak itu dengan senyum.“Ruby terluka?” Cecilia terkejut. Dia juga peduli terhadap Ruby, meski siapa pun tahu jika dia lebih menginginkan Elijah apa pun ceritanya.Mase mengiyakan dengan kepala mengangguk dan senyum mengembang. Perasaan tenang dan damai sebagai calon ayah. Ah, jika dipikirkan lagi, apa Adeya bersedia?“Sekarang, pulang lah bersama edde-nya Elijah, okay? Uncle akan menjemputmu nanti setelah aunty Anye sudah lebih baik.”Cecilia ragu untuk memberi isyarat kepala mengangguk, tapi dia melakukannya juga. Walau hanya seorang bocah, tapi dia seolah belajar dengan sendirinya untuk tidak banyak tingkah, apalagi meng
Mencium dengan sepenuh hati. Jawabannya sudah tentu. Membuat Dane bahagia. Janji dalam hatinya akan segera terlaksana.Adeya suka saat berciuman dengan Dane, karena gairahnya begitu tertantang. Jangan ingatkan dia tentang Mase Geofran, sebab pria itu pun luar biasa baginya.Bolehkah dia memiliki keduanya?Dane mengecup kening Adeya setelah bibir mereka terlepas. Wajah keduanya dipenuhi dengan binar-binar cinta dan hasrat membara.Adeya tidak kuasa menahan debar jantungnya yang lebih ribut dan menjadi tidak karuan.Apa begini rasanya terlibat sesuatu yang dilarang dengan milik orang lain? Kenapa ada perasaan takut sekaligus menyenangkan yang berperang di dalam dirinya?“Apa yang kamu takutkan, Adeya?” Dane mengukir senyum manis dan lembut, ketika menyadari bahwa Adeya meremas kemeja yang dikenakannya dengan erat. Seolah semua ketakutan tersimpan di sana. Ketakutan yang tidak mudah hilang. Dane menyadari hal itu, meski masih saja bertanya.“Ah, itu ... itu, Pak.” Adeya menunduk. Sungguh
Dane tidak menginap di rumah orang tuanya, tapi berkeliaran entah ke mana. Dia suka bersepeda. Meninggalkan mobilnya di taman kanak-kanak Rosamund dan membawa keluar sepedanya dengan perasaan nyaman.Bersih, tanpa rokok dan alkohol. Dane Madden pria seperti itu, tapi dia tidak bisa menjamin untuk perilakunya yang lain.Sambil mengayuh, hal pertama yang ingin diingatnya adalah wajah Adeya Brington saat pertama kali mereka bertemu. Penjaga sekolah yang merekomendasikan Adeya padanya. Karena tak enak hati pada penjaga sekolah yang dianggap seperti kakek sendiri, dia menerima Adeya tanpa pikir-pikir.Sembilan hari setelah mereka dikenalkan satu sama lain, penjaga sekolah meninggal dunia karena serangan jantung.Wajah Adeya waktu itu, masih sama seperti saat ini. Tidak ada perubahan yang berarti.Adeya seperti seorang wanita yang tidak peduli sekitar, kecuali pada siapa dia harus merasa peduli, maka dia akan jadi yang paling perhatian.Kenapa dia baru merasa marah ketika ada orang lain yan
“Sejak tadi, Astrid.”Bibir tipis berwarna nude milik Astrid spontan tertutup rapat. Sudah salah memperhitungkan keadaan, dia juga harus siap diceramahi habis-habisan oleh suaminya, nanti di rumah.“Pak Kepala Sekolah, sebenarnya—”“Kamu bisa pulang sekarang,” potong Dane sebelum dia semakin marah karena ucapan Astrid yang ditujukan untuk Adeya, malah menyakiti perasaannya. Memang rasanya aneh. Karena tadi, ketika rencananya dia hanya akan jadi pendengar saja di ruangan rahasianya, malah berujung dengan dirinya yang tidak tahan atas penghinaan istrinya terhadap Adeya.Adeya menganggap bahwa pertarungan harga diri sudah cukup. Dia tidak akan mungkin menang dari seorang nyonya besar yang berasal dari dua keluarga hebat.Keluarganya sendiri dan keluarga suaminya. Mortimer dan Madden. Dua keluarga setelah Edmund Bryan yang berkuasa. Mereka semua ada dijajaran teratas.Meski terinjak-injak sekali pun, dia hanya perlu diam dan menahan diri. Tidak apa. Tidak mengapa. Karena sejak kecil, dia
Sudah dipastikan, Edmund punya pilihan pada akhirnya.Mase Geofran yang akan menjadi wali dari Cecilia Ranvil. Edmund sudah membicarakan hal ini sebelumnya dengan Mase dan pria itu setuju, setelah diberi waktu berpikir selama beberapa hari.Bahkan Anye Truvan ikut diboyong ke rumah baru Mase, untuk menjaga Cecilia selama dua puluh empat jam penuh.Ya, rumah baru. Edmund memberikan tempat tinggal satu rute perjalanan dengan kantor. Sehingga Mase tidak perlu cemas, jika datang terlambat. Cukup lima menit berjalan kaki dan hanya semenit naik mobil.Mase mau menerimanya, karena Elijah. Bukan karena bocah itu tahu tentang keadaan Cecilia, tapi dia tahu bahwa Elijah sangat menyayangi Cecilia Ranvil. Bahkan putra sulung Edmund itu belum tahu menahu mengenai hal ini.Rencananya, akan ada pesta penyambutan rumah baru dan kepulangan Cecilia dari tempat tinggalnya dulu yang mirip seperti panti asuhan, meski tampaknya lebih cocok disebut sebagai rumah perawatan.(Siapkan pesta penyambutan yang me
“Kenapa harus Uncle?”“Karena Uncle mau melakukannya.” Mase kira lebih mudah menghadapi Ruby, daripada Edmund. Nyatanya, berbanding sangat terbalik. Bahkan Kelly Hadden yang begitu banyak maunya, masih sanggup dia hadapi.“Uncle tidak perlu melakukannya.” Ruby merengut. Kesal bukan main, tapi ditahannya. Belakangan, penguasaan dirinya terhadap emosi sudah jauh lebih baik.Jadi, jangan beri kesan tidak menyenangkan atau Mase Geofran di depannya itu akan mengadu yang tidak-tidak pada Edde-nya.“Benar juga. Ya, sudah. Biar Uncle beritahu Edde-mu bahwa kamu menolak.” Mase sengaja lambat-lambat.Ruby dengan langkah kecilnya mengejar, lalu memeluk kaki Mase yang panjang. “Uncle, ayo pergi bersamaku.”Dengan senyum penuh kemenangan, Mase mengangguk. “Ayo.”***Miss Adeya Brington jadi pengganti Kelly Hadden. Menjadi pemimpin lebih tepatnya, untuk menjalankan kegiatan sosial. Meneruskan kebaikan Kelly Hadden yang tertunda karena kematian misterius wanita itu.Mase menghampiri Miss Adeya yang