Verdi tersentak. Ia tentu saja ingat peristiwa itu. Keinginan untuk memindahkan sebuah meja ke area belakang membuat dirinya ceroboh dimana meja menghantam pintu dan merusak engselnya. Namun Verdi memang pandai berkelit.
“Aku nggak mau kita bahas itu sekarang. Kamu tau aku harus ngejar pesawat ke bandara. Ada tugas dari kantor di Jakarta yang harus aku selesaikan dalam minggu ini.”
“Jadi kamu mau biarkan aku pergi dengan makhluk itu ada di rumah ini? Kamu tidak berpikir kita perlu bekerjasama menangkap atau mengusirnya sebelum ia merambah seluruh isi rumah?”
‘Kamu cari akal sendirilah.”
Hanya itu yang Verdi sampaikan. Cari akal. Betapa menjengkelkan. Ia hanya sekedar menyampaikan saran dan isterinya yang harus melakukannya sendiri!
Rania hanya memandang dengan jengkel ketika Verdi malah masuk ke dalam kamar untuk melanjutkan pekerjaannya berkem
Pembicaraan telpon kemudian berakhir ketika Terry menutup telpon dengan kesal. Akibatnya Rania jadi tidak enak sendiri.‘Gawd, what am I doing? Kenapa malah aku curigain orang yang udah nolong aku?’ Rania membatin. Buru-buru ia menelpon balik yang untungnya langsung diterima Terry.“Apa lagi?” terdengar pertanyaan dengan nada jengkel di ujung sana.“Jangan marah. Aku gak bermaksud curigain kamu.”“Aku bermaksud baik. Kenapa malah curigain sih? Aku harap kamu gak keberatan kalo aku masuk tanpa nelpon dulu karena kita lagi berkejaran dengan waktu sebelum makhluk itu menebar pes di sana-sini di seluruh rumah. Aku hanya gak ingin kamu masuk ke kamar dengan rasa waswas karena ruangan pernah disusupi tikus. Itu sebabnya aku bikin steril.”“Oh i-iya. Mm.... “ sebuah pemikiran muncul di benaknya. “Tapi.... Mungkin soal bersih-bersih di kamarku, nggak
Vonny menaruk telapak tangan Rania ke tangannya dan memperhatikan motif tato mungil berbentuk mawar.“Bagus?” Rania menunjukkan lebih dekat demi memamerkan keindahannya.“Bagus.”“Aku bukan hanya bikin di situ.”“Ada tato lain?”“O ya? Di mana?”Rania tidak serta-merta menjawab. Dengan sambil tersenyum ia berbisik di dekat telinga Vonny. Bisikan itu membuat mulut Vonny seketika ternganga.“Serius?”Rania tergelak dan mengangguk.Vonny ikut tertawa. Namun dalam hati ia jadi berkesimpulan bahwa Rania yang sekarang sepertinya memang berbeda dengan Rania ketika tiga - empat tahun lalu mereka pertama kali berkenalan. Ada nilai yang berubah namun ia tidak mau sentimentil dan menghakimi Rania secara negatif.Mereka melanjut obrolan seusai makan siang bersama-sama seluruh peserta ra
Wajah-wajah terperangah ditunjukkan Verdi dan Pradhana ketika mereka bertemu lagi di tempat yang sama di klinik konsultasi masalah kepriaan. Walau sama-sama sebagai pengguna jasa, tetap saja pertemuan itu mengejutkan mereka karena terjadi tanpa mereka saling janji terlebih dulu. Sebetulnya ada hal-hal yang Verdi mau obrolkan. Tapi hal itu sepertinya susah disampaikan saat itu mengingat Pradhana datang ke klinik dengan ditemani isterinya. Setelah sempat dikenalkan beberapa saat, Verdi memilih duduk di tempat terpisah. Sesaat sebelum duduk ia membuat secangkir kopi dari fasilitas yang disediakan pihak klinik.Sembari menyeruput kopi panas sambil melihati kabar berita melalui ponsel, lamat-lamat ia bisa mendengar juga percakapan Pradhana dengan isterinya.“Mami harap nggak sia-sia dengan Papi ikut terapi di klinik ini.”“Iya, Mi.”“Bayarnya di klinik ini soalnya mahal.”“Iya, Mi.&rd
Dalam gelap kamar, suara dengkur seorang pria terdengar. Suaranya begitu keras sampai menutupi suara dengung pendingin udara. Di sebelahnya, seorang wanita bersandar di headboard alias sandaran tempat tidur, dengan tatap kosong pada pria di sebelahnya.Suasana gelap masih menyisakan sedikit terang yang membuat mimik sang wanita terlihat. Wajahnya menunjukkan gurat sedih, kecewa dan putus asa. Ia menengadah dan menarik nafas serta kemudian menghembus keras. Malam ini tak beda jauh dengan malam-malam sebelumnya. Malam dimana ia tidak mendapat apa yang ia harapkan sebagai seorang isteri. Hanya ada duka yang membuat ia merasa semua usaha yang ia lakukan tak lebih dari sebuah kesia-siaan.Usahanya melakukan intimacy dengan suaminya berakhir dengan kegagalan, keputusasaan. Lingerie yang ia telah kenakan pun tak ada gunanya. Air mata mendadak mengalir. Apakah ia sudah harus menerima kenyataan bahwa ia gagal membangun rumah tangga bahagia?&n
“Di tengah kondisi ini kamu akan pasti menghadapi masalah kecuali kamu mengambil langkah drastis. Meminta dia pergi, misalnya.”“Kalo itu aku lakukan belum tentu disetujui Verdi, Ma.”“Memang sulit. Tidak akan ada sebuah keputusan yang menyenangkan semua pihak. Akan ada orang yang dikorbankan. Tapi untuk keutuhan keluargamu, kamu perlu lakukan. Sebetulnya James adikmu juga pernah mengalami hal yang sama. Keputusan berat harus ia lakukan ketika akhirnya ia harus membatalkan pernikahan akibat kecurigaan bahwa calon isterinya tidak setia.”Rania tentu saja sudah mendengar berita itu. “Terry memang sudah lama kehilangan figur seorang ibu.”“Lantas apa masalahnya? Tetap saja kamu harus ambil alih kendali.”Seorang ibu tiba-tiba muncul di depan mereka sambil membawa kereta bayi stroller. Ada gurat iri di wajahnya yang Rania bisa tangkap.“Me
Sekalipun awalnya hubungan Rania dengan Verdi tidak harmonis, Renty merasa bahwa keduanya memiliki ketertarikan karena ada beberapa kesamaan minat. Ia sudah mencoba memecah hubungan itu namun gagal. Situasi diperparah karena gosip kejam bahwa dirinya adalah simpanan pimpinan perusahaan.Hubungan Rania dan Verdi berjalan makin akrab, sampai akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih dan bahkan siap melanjut ke pernikahan.Ia hidup dalam kubangan duka yang menyakitkan, dalam, dan tak mudah sembuh. Ada waktu-waktu panjang yang ia alami yang ia mau isi dengan mencoba move on, tapi tidak berhasil. Hari demi harinya terisi dalam duka dan amarah. Di sinilah atasan Renty masuk dan membuat suasana jadi semakin tak terkendali yang berujung makin tak berartinya kehadiran Renty bagi seorang Verdi. Sadar bahwa Verdi semakin sulit untuk diraih kembali, Renty lantas mengubah strategi.Pikirnya satu hal: jika Verdi tidak bisa ia dapatkan,
Ia hanya berharap Terry tidak cukup ‘kepo’ dengan melihat isi di dalamnya.Saat kejadian, ia tiba di rumah ketika hari masih terang, ia terkejut begitu mengetahui lantai masih dalam keadaan sedikit basah. Ia melemparkan pandangan dan melihat Terry sedang sibuk mengepel.“Selamat sore.”Terry mengangkat kepala dan melihat Rania di muka pintu. Senyumnya muncul seketika sembari ia membalas sapaan salam.“Sore. Koq cepet pulang?”“Ada pekerjaan yang aku pikir lebih baik dibikin secara daring aja. Bikin di rumah.”“O,” jawabnya singkat sebelum mulai bekerja lagi.“Kamu hari ini rajin sekali,” tanya Rania sambil berjalan tertatih di lantai yang agak basah.“Hati-hati!”“Ya.”“Kalo tau kamu pulang lebih cepet aku gak akan bikin lantainya sebasah ini.”&
“Thanks udah temanin,” kata Terry saat Rania sudah kembali terduduk di sofa dengan sedikit terengah. “Sorry, udah ganggu kamu yang lagi sibuk kerja. Aku pergi dulu. Lantai dapur perlu aku sikat, sapu, dan setelah itu pel lagi.”Mendengar kata ‘pel’ seketika ia teringat apa yang dilakukan Terry sebelum itu saat mengepel kamarnya.“Kamu rajin amat nge-pel?”“Gak apa-apa kan? Demi supaya higienis.”“Tapi bukan itu yang aku mau tanya.” Rania menelengkan wajah dengan tatap yang sulit diartikan maknanya oleh Terry.“Apa dong?”Rania menenangkan diri sesaat. “Terry, aku mau tanya waktu kamu terakhir bersihin kamar aku.”Gurat senyum yang sebelumnya ada dalam wajah Terry berangsur berubah kaku. Sepertinya ia bisa menduga apa yang Rania mau ucapkan.“Lho kamu kenapa sih? Belum ditanya koq udah p
“Sayang, aku sekarang ngerti. Kamu sebetulnya tadi itu sedang dijebak oleh Renty. Dia dengan rekannya adalah orang yang nyusupin barang haram itu ke dalam tas kopermu.” Rania tak bisa berkata apa-apa. Mulutnya ternganga lebar dengan mata membelalak sembari menggeleng-geleng kepala. Mama Lidya tak kurang terkagetnya. “Saat dia sendirian, dia ngelakuin aksinya. Seperti yang kamu cerita saat dini hari itulah dia mem-finalisasi rencananya. Mungkin saat itulah dia dikirimi paket narkoba dari temannya yaitu ganja dan segala macam obat haram itu. Mungkin juga Renty adalah penggunanya. Tidak tertutup kemungkinan ke arah itu. Saat pagi harinya ketika kamu nggak di kamar, dia sisipkan itu di bagian tas koper. Mungkin dengan membuat robekan kecil di koper kamu yang memang hanya berbahan kain. Sayangnya, rencana itu gagal. Ada Tuhan yang jagain kamu. Kamu dibuat mengalami peristiwa buruk yang bikin tas koper kamu robek dan barang haram yang disisip di dalamnya terjatuh. Paket itu lantas kamu bua
“We gonna make it?”“Absolutely, Mister.” Rania mencondongkan wajahnya ke samping wajah Verdi. “Dan udah terbukti kamu masih tetap joss.”Verdi terbahak lagi. Apalagi kini Rania menatap dengan gerak alis dan tatapan laiknya seorang wanita yang nakal hendak mengajak bercinta. Benar-benar sudah tak ada lagi duka di wajah itu seperti ketika ia baru saja tiba.*Kebahagiaan kedua Rania alami ketika ia dan Verdi tiba di kendaraan mereka. Rupanya ada Mama di sana yang menunggui. Dan yang membuat Rania terkaget adalah bahwa Mama di sana dengan seorang bayi lucu dalam pelukannya.Cerita kemudian mengalir satu demi satu baik dari Mama maupun dari Verdi. Tentu saja porsi terbesar cerita ada pada Mama yang secara runut menceritakan keajaiban yang ia alami. Mungilnya sang bocah membuat Rania jatuh cinta seketika. Permintaan Mama untuk ia merawat bersama-sama diterima de
Hanya ada bahagia tak terperi. Saat Surabaya sudah makin tenggelam dalam malam bahagia seolah bertumpukan satu per satu menimpa hidup Rania. Dimulai dari ketika ia disambut oleh senyum Verdi di pintu keluar bandara.Ah, beda dengan hampir tiga tahun lalu di pelataran parkir perkantoran di Jakarta ketika cinta menggebu membuat Verdi berani memeluk dirinya berlama-lama di tengah keramaian, situasi itu tak terjadi lagi saat ini. Namun tentu saja itu bukan masalah besar bagi Rania. Cinta Verdi atas dirinya tak perlu diragukan lagi karena toh tak semua orang wajib mewujudkan dan melampiaskan rasa itu dengan cara ekspresif.Verdi memeluk. Sebentar. Namun sangat hangat. Dan betapa Rania merindukan pelukan pria terhebat yang ia bisa miliki itu. Pengalaman mengerikan yang dirancang seorang perempuan jahat bernama Renty gagal terwujud. Dan ia yakin itu terjadi karena doanya yang tulus yang menyertai perjalanan.“Kenapa nangi
Penjelasan itu terasa cukup bagi Rania. Ia mengambil tasnya kembali dan memutuskan tidak perlu bertanya lagi. Jam dinding di salah satu sisi ruangan menunjukkan waktu bahwa ia harus sesegera mungkin menuju ruang tunggu pesawat. Para petugas X-Ray tadi menunjukan sikap hormat ketika Rania bergegas pergi.Sepuluh menit kemudian ketika pesawat yang ditumpangi sudah take off, Rania masih terus memikirkan pengalaman aneh yang terjadi. Ketika ia melihat seorang anak kecil pada bangku di depannya membuka bungkus kemasan biskuit berwarna biru tua, seketika ia teringat sesuatu. Ia teringat pada bungkus berukuran sama dan warna yang sama yang ia buang di tempat sampah bandara. Bungkusan yang menurut pengemudi taksi daring yang ia naiki terjatuh dari koper akibat ada bagian koper yang robek karena terbentur bagasi mobil. Bulu kuduk Rania meremang.Tidak perlu menjadi seorang jenius dengan sederet gelar untuk mengetahui apa yang terjadi. Ia nyaris
Urusan check in sudah selesai. Dengan alasan bahwa koper yang dibawa Rania adalah koper kecil yang akan dibawa masuk dalam bagasi kabin pesawat, Rania melangkah ke arah ruang tunggu pesawat. Namun saat melewati security-check, ia kaget karena detektor X-Ray berbunyi. Ia melihat sekitar. Tak ada penumpang pesawat lain. Artinya detektor berbunyi saat melakukan scanning atas koper miliknya.‘Maaf, ibu boleh minggir sebentar?”Ajakan seorang ibu petugas bandara tadi membuat Rania sedikit gugup. Para penumpang lain mulai berdatangan ketika Rania menurut.“Maaf, boleh kopornya dibuka?”Rania merutuk dalam hati atas gangguan kecil yang dialami. Namun ia menenangkan diri sendiri karena menurutnya ini bukan pengalaman pertama ia diminta seperti itu. Itu sebabnya dengan tersenyum ia mengikuti permintaan petugas itu dan membuka koper setelah mengisikan nomor kode koper.Dibantu seorang pe
“O gitu? Kamu puasa Senin – Kamis?”“Begitulah?”“Buat apa? Buat supaya sukses bisnis?”“Bukan.”“Buat dapet jodoh?”“Gak lah.”“Terus? Tujuannya apa?”“Buat ngurusin badan.”Wajah innocent alias tak berdosa yang ditunjukan oleh James sukses membuat Terry tertawa. Walau tawa kecil bagi James ini langkah bagus. Hati Terry yang gembira merupakan pintu masuk untuk diskusi yang sebentar lagi dilakukan akan berjalan kondusif dan hangat. Ia masuk ke dalam gerai, mengambil kopi, biskuit, kue, serta menyelesaikan pembayaran dan menemui Terry kembali di tempatnya semula.“Nih, silahkan nikmati,” katanya sembari mulai meletakkan roti dalam bungkusan plastik beserta kopi dalam kemasan botol plastik mungil ke depan Terry.Saat belum lagi menaruh semua, mendadak dari kanton
Dunia pekerjaan umumnya memang seperti itu. Banyak pegawai oportunis. Banyak orang bersifat hipokrit alias munafik. Pegawai oportunis merupakan orang-orang pemanfaat kesempatan ketika ada peluang mendapat tambahan pemasukan atau promosi. Perkara apakah itu terjadi dengan cara menginjak kepala orang lain, mereka tak peduli. Sedangkan pegawai hipokrit adalah mereka yang selalu mengiyakan apa kata atasan walau apa yang diperintahkan sebetulnya sampah atau tak ada gunanya.Perhatiannya kini tertuju pada Renty. Ia heran karena gadis itu berkali-kali terlihat gelisah di tempatnya. Gerak-geriknya seperti mencerminkan ada sesuatu yang salah yang sebentar lagi terjadi. Dari tempat dirinya duduk, posisi Renty hanya dua meter saja. Karena itulah ketika Renty bergerak, pasti akan sangat ketahuan oleh dirinya.‘Apa penyebab kegalauannya?’ tanyanya dalam hati.*Memiliki cucu di usia yang
Di sebuah sudut hotel yang sepi, Renty menelpon seseorang.“Dit, lu punya ecstasy atau apa gitu?”“Lho, sebetulnya lu mau nyimeng atau pake ecstasy?”“Gue udah liat kopernya. Sulit kalo mau disisip daun kayak ganja. Jadi gue nyari yang bentuknya lebih praktis. Mungkin shabu atau pil ecstasy. Lu ada kan?”“Gue ada paket shabu.”“Ada berapa paket?”“Lima. Tapi shabu lagi mahal.”“Sialan! Kirim lima-limanya kesini sekarang juga. Lu pikir gue gak sanggup bayar, hah?”“Sebetulnya...”“Ah banyak omong. Lu juga mau ancurin hidup Rania kan? Nah, gue juga mau. Dan kesempatan hanya ada hari ini. Setelah ini gak ada lagi karena Sanjay udah mau didepak.”Ucapan Renty itu benar. Mau tidak mau ia harus pergi sekarang juga sekali pun waktu menunjukkan dini hari.
Rania menerima telpon yang ternyata datang dari petugas hotel. Ia berbicara sebentar sebelum kemudian menutup telpon.“Aku keluar sebentar. Mau ke lobby.”“Ada perlu apa?”“Kata petugas konter ada titipan barang untuk aku.”Renty tersenyum ketika Rania hilang di balik pintu yang tertutup. Rencana yang tersimpan lama di benaknya mulai ia realisassikan saat itu juga. Secepat mungkin ia memeriksa koper yang Rania miliki. Ia melihat dan memperhatikan di beberapa titik. Di sisi kiri, kanan, depan, belakang, atas, bawah. Sampai kemudian ia memutuskan bahwa ada satu sudut di dalam koper yang secara rahasia bisa ia sisipkan sesuatu di dalamnya.*Kasus penemuan bayi di bak sampah semakin menimbulkan sensasi dengan banyaknya masyarakat yang mendatangi rumah Mama Lidya. Mbak Titiek, mbak Noni, dan beberapa tetangga sudah menemaninya dengan setia.