Dengan deraian air mata, Arum berlari terus mencegah Wojo yang berjalan bersama amarahnya. Apalagi tangan kanannya sudah memegang sebuah senjata api yang siap untuk melesat kapan saja. Arum tidak ingin terjadi pertumpahan darah sekali lagi. Dia harus mencegah itu semua. Dengan cepat Arum melangkah, hingga tangannya mengulur dan menarik pundak Wojo. Yang membuat langkah lelaki itu terhenti."Romo. Aku mohon. Hentikan pertumparan darah ini. Aku sangat paham dengan apa yang menjadi perasaanmu. Kehilangan seseorang yang kau cintai, pasti akan menyakitkan. Bahkan tidak ada yang bisa mengobatinya. Tapi, aku mohon. Jangan biarkan dirimu terpendam dengan amarah. Sekali lagi hentikan ini semua, Romo. Aku mohon," ucap Arum kemudian bersujud di hadapan Wojo yang masih diam menatapnya dalam tegang."Wojo. Aku meminta maaf untuk keluargaku. Aku mohon. Dengarkan apa kata istriku ini. Tidak boleh terjadi genderang perang. Tidak boleh! Kau harus menghentikan. Aku sangat mohon kepadamu. Kau adalah lel
Pandu bersama Arum masih saja terdiam. Dia tidak bisa mencegah Wojo untuk mengurungkan niatnya pembalasan dendam itu yang akan segera dilaksanakannya."Kita harus bertemu dengan ayahmu Pandu. Kita harus menuju ke hotel itu. Ayo! Kita sudah kehabisan waktu. Kita tidak bisa menunggu lagi," ucap Arum kemudian berjalan cepat menuju ke dalam hotel, saat mobil Ardi sudah sampai di parkiran hotel tempat Romo menginap.Mereka berdua berjalan dengan tergesa-gesa. Sementara Ardi mengikutinya dari belakang. Mereka ingin sekali menyelesaikan masalah ini. Semua masalah yang semakin pelik terjadi.Keberuntungan memihak kepada mereka. Petugas hotel memberitahukan di mana letak kamar kedua orang tua Pandu. Seolah-olah Romo memang ingin menemui Pandu. Dia berjalan cepat menuju kamar orang tuanya sambil menahan hatinya yang bergejolak."Tunggu!" cegah Ardi membuat Pandu dan Arum tidak jadi mengetuk pintu kamar Romo."Apa pun yang terjadi kalian tetap harus sabar. Jangan pernah emosi karena aku tidak in
Perkataan Arum semakin membuat Romo tersenyum. Namun, tidak dengan Pandu dan ibunya. Mereka menggelengkan kepala dan akan mencegah Arum untuk melakukan suatu hal gila dengan menyebabkan perpisahan di antara mereka."Arum. Jangan pernah mengatakan hal itu karena aku tidak akan pernah melakukannya. Aku tidak akan pernah melakukannya, Arum!" teriak Pandu kemudian menyeret Arum keluar dari ruangan."Pandu?" Ardi sangat terkejut melihat mereka berdua keluar dengan cara seperti itu. Ardi menatap Romo yang juga membalas tatapannya dengan tegang. Ardi kemudian menundukkan kepala sebelum akhirnya dia meninggalkan kamar Romo dan mengikuti Pandu menuju di mobilnya."Apa yang terjadi? Kenapa kalian keluar dengan cara seperti itu?" tanya Ardi dengan cemas."Ardi, aku mohon. Aku ingin pulang. Bawalah aku kembali ke rumahku. Aku ingin bertemu dengan ibuku. Hanya dia yang bisa membuatku tenang untuk saat ini," ucap Arum membuat Ardi segera menyalakan mesin mobil dan melesatkan cukup kencang."Arum. A
Arum semakin terkejut.Dia melihat Pandu dengan wajah dipenuhi amarah, memegang pisau kecil yang akan menusuk ke dalam jantungnya. Arum memejamkan kedua matanya. Berusaha menenangkan dirinya saat melihat Pandu dengan nekat akan menghabisi nyawanya sendiri."Arum, selamat tinggal," ucap Pandu sudah akan menusuk jantungnya.Arum berjalan cepat menarik pisau itu dan akan menusukkan ke jantungnya juga Panda melotot melihatnya, segera membuang pisau yang semula berada digenggamannya."Kita akan mati bersama. Kita akan bahagia bersama di alam baka itu. Tetapi, lihatlah mereka semua. Apakah mereka akan bahagia ketika melihat kita binasa? Maafkan aku sudah memilih jalan yang salah. Maafkan aku sudah mengucapkan kata perpisahan. Kita akan kembali bersama, Mas Pandu. Kita akan bersama," ucap Arum dengan sangat pelan. Dia semakin menangis berada di dalam dekapan Pandu. Saras memegang erat telapak tangan Mawar. Mereka semua tak kuasa melihat penderitaan hubungan Pandu dan Arum yang tidak ada habi
Romo menemui Walongsono di dalam penjara yang membuat Ayah Sabrina itu kembali terkejut. Joko yang juga berada di sebelahnya pun terkejut ketika melihat kehadiran Romo dengan sangat mendadak itu."Aku harus kembali ke Yogyakarta. Aku harus menangani semua perusahaan yang sekarang sudah diambang kehancuran. Wojo sudah melakukan aksinya. Kekuasaannya memang sangat besar. Dia sudah membuat perusahaan yang sudah aku dirikan ini mengalami kesusahan, dan aku akan terancam bangkrut," ucap Romo membuat Sarman sangat terkejut. Dia menggelengkan kepalanya dan tidak percaya."Lalu Bagaimana denganku, jika kau kembali ke sana, Romo. Apakah aku akan mendekam di dalam penjara ini? Lalu siapa yang akan membebaskanku nanti?""Semua pengacaraku sudah berada di sini. Mereka akan mendampingimu saat persidangan. Tetapi aku tidak bisa ke sini karena ada hal yang lebih penting dari pada menangani persidangan dirimu. Kau berdoa saja, semoga saja kau terbebas. Andai saja kau tidak melakukan semua yang bisa m
Pandu bersujud dan memeluk kaki Romo. Arum di sebelahnya ikut memohon. Nyai Ani tidak tega melihat keadaan Pandu. Dia segera mendekati Romo dan mengatakan agar memikirkan saran Pandu."Romo, tolong pikirkan. Apa yang dikatakan Pandu memang benar. Jangan pernah menantang sebuah maut. Pikirkan baik-baik. Kita harus menyelesaikan ini semua. Jika kau tetap bersikeras dengan hatimu yang sangat kuat itu, maka kita akan mengalami kehancuran yang sama sekali tidak kita duga. Aku sendiri tidak pernah mempeributkan kasta. Aku hanya ingin kehidupan kita bahagia Romo. Apa yang dikatakan Pandu benar. Tolong pikirkan," ucap Nyai Ani dengan memohon. Bahkan dia terus meneteskan air matanya."Itu tidak akan pernah aku lakukan. Aku sudah diajari oleh Ayah dan kakekku dari dulu untuk tetap mempertahankan kasta ini. Sampai nyawaku hilang, aku tidak akan pernah melepaskan kasta ini. Dan, aku tidak akan pernah berlutut di hadapan siapapun. Karena itu adalah pantangan buatku!" Romo tetap dengan keras memper
Pandu terus meronta. Dia masih ingin mendekati Romo. Namun, beberapa pesuruh terus mencegahnya. Pertikaian terjadi di jembatan yang menghubungkan daratan dan kapal. Hingga Pandu tidak bisa menahan tubuhnya, kemudian terjatuh ke laut.Arum yang juga menahan Pandu, ikut terjatuh. Romo melambaikan tangan kepada pesuruhnya untuk masuk segera ke dalam kapal dan membiarkan Arum dan Pandu."Arum! Tunggulah! Aku akan segera ke sana!" teriak Pandu segera berenang dan memegang tubuh Arum. Untung saja Arum pandai sekali berenang hingga tidak membuat dirinya tenggelam."Apakah kau baik-baik saja? Apakah kau tidak terluka, Arum? Maafkan aku sudah membuat kehidupanmu sangat sengsara," ucap Pandu memeluk Arum di dalam air. Hingga Mereka melihat beberapa petugas yang melemparkan mereka tali untuk mereka raih."Raihlah tali itu agar kita bisa mengangkatmu!" teriak salah satu dari mereka. Pandu menganggukkan kepala dan segera melilitkan tali itu di tubuh Arum."Baiklah, kau naik terlebih dahulu. Setela
Pandu benar-benar terkejut dengan ekspresi Arum. Dia tidak menyangka Arum tiba-tiba mual dan segera berlari ke kamar mandi, lalu memuntahkan semua makanan yang berada di dalam perutnya. Pandu sangat resah. Begitu juga dengan Saras yang segera memberikan air hangat kepada Arum."Arum. Apakah kau sakit? Kenapa kau tiba-tiba seperti ini?" tanya Saras dengan cemas. Sementara Arum menggelengkan kepala dan wajahnya semakin pucat.Pandu segera mengambil alat kedokterannya. Dia memeriksa Arum dengan sangat seksama. Tubuhnya tidak demam hanya saja Arum terus mual dan ingin sekali muntah."Arum lebih baik kau merebahkan tubuhmu di dalam kamar," ucap Pandu kemudian menggendong Arum dan membawanya masuk ke dalam kamar. Lalu merebahkannya dengan sangat pelan."Apakah kau tidak datang bulan Arum?" tanya Pandu dengan sangat serius. Arum mengernyit dan berusaha mengingat-ingat."Entahlah, aku sendiri tidak mengingatnya. Tapi aku merasa sangat mual dan aku tidak suka dengan bau amis, ataupun bau apa p